Info

PSAK 73 Berlaku Awal 2020, Apa Implikasi Pajaknya?

PSAK 73 Berlaku Awal 2020, Apa Implikasi Pajaknya?

Pertanyaan: SAAT ini saya bekerja sebagai staf akuntansi yang bekerja di perusahaan pertambangan. Tahun depan, perusahaan kami diwajibkan untuk mengadopsi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 tentang sewa. PSAK 73 tersebut mengubah pembukuan pada seluruh aset yang kami sewa, di mana kami harus mengakui aset yang kami sewa dalam neraca dan menyusutkannya secara periodik seolah-olah seperti sewa dengan hak opsi (finance lease), walaupun dalam perjanjian awal sewa tersebut merupakan sewa tanpa hak opsi (operating lease). seperti sewa dengan hak opsi (finance lease), walaupun dalam perjanjian awal sewa tersebut merupakan sewa tanpa hak opsi (operating lease).

Pertanyaan saya: bagaimana perlakuan pajak atas perubahan metode pengakuan sewa yang disebabkan karena perubahan PSAK tersebut? Apakah perlakuan pajaknya mengikuti perlakuan akuntansinya? Mulya, Jakarta. Jawaban: Terima Kasih Bapak Mulya atas pertanyaannya. Mekanisme pembukuan telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP).

Terima Kasih Bapak Mulya atas pertanyaannya. Mekanisme pembukuan telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP).

Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan ayat (7) UU KUP mengatur bahwa wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan tersebut sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian.

Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP menyatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali peraturan perundang- undangan perpajakan menentukan lain.

Terkait pertanyaan Bapak, telah terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sewa tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) (selanjutnya disebut KMK 1169/1991) yang telah berlaku sejak 19 Januari 1991 dan masih berlaku hingga saat ini. Dalam Pasal 2 ayat (1) KMK 1169/1991 aktivitas sewa dibedakan menjadi dua yaitu sewa- guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) dan sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Adapun persyaratan sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) sesuai Pasal 3 KMK 1169/1991 adalah sebagai berikut:

• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

• masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;

• perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Sementara itu, persyaratan sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) sesuai Pasal 4 KMK 1169/1991 adalah sebagai berikut:

• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;

• perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun kegiatan sewa tersebut menurut PSAK 73 yang terbaru dianggap sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease), namun perlakuan pajaknya tetap mengacu kepada sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) sesuai dengan Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP.

 

KESIMPULAN

Walaupun ada perbedaan perlakuan antara akuntansi (PSAK 73) dan perpajakan (Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP) terkait jenis sewa-guna-usaha, penting untuk menjalankan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia (seperti SAK) kecuali ada ketentuan perpajakan khusus yang mengatur sebaliknya. Seiring waktu, pemahaman dan ketaatan terhadap aturan ini dapat membantu menghindari potensi masalah dan konflik antara pembukuan dan perpajakan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Permasalahan Pajak lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

Plastik dan MBDK Kembali Masuk Target Penerimaan Cukai 2024 Loh!!

Plastik dan MBDK Kembali Masuk Target Penerimaan Cukai 2024!!

Cukai merupakan suatu bentuk pungutan atau pembayaran yang dikenakan oleh pemerintah terhadap penduduknya atau entitas lain sebagai sumber pendapatan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sistem cukai merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur keuangan negara dan mencapai tujuan ekonomi tertentu.

Sistem penerapan cukai harus dirancang dengan hati-hati agar tidak memberikan beban berlebihan kepada masyarakat atau merugikan perekonomian. Desain cukai yang baik mempertimbangkan prinsip keadilan, efisiensi ekonomi, dan dampak sosial. Selain itu, kebijakan cukai juga harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memastikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Dalam beberapa kasus, cukai juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi. Misalnya, pemerintah dapat mengenakan tarif cukai yang lebih tinggi pada pendapatan tinggi atau melalui pengenaan pajak warisan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara kelompok-kelompok masyarakat.

Baca juga: ASPEK PERPAJAKAN UNTUK BISNIS RESTORAN

Cukai juga dapat digunakan sebagai alat kebijakan untuk mencapai tujuan sosial dan lingkungan. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberlakukan cukai lingkungan pada produk-produk yang berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti plastik sekali pakai atau bahan bakar fosil.

Hal ini bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku konsumen menuju produk yang lebih ramah lingkungan dan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa contoh jenis barang yang dikenakan cukai karena dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan adalah produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).

Dalam Undang-Undang APBN 2024, target cukai ditetapkan senilai Rp246,07 triliun atau naik 8,3% dari target tahun 2023 yang tercantum dalam Perpres 76/2023 yakni senilai Rp227,21 triliun. Kontributor terbesar dari target cukai tetap sama yakni hasil tembakau dengan target penerimaan mencapai Rp230,4 triliun atau naik sekitar 5,4% dari target tahun ini yakni Rp218,69 triliun.

Selanjutnya, etil alkohol menargetkan penerimaan Rp104,28 miliar atau turun skeitar 13,3% dari target ini yang senilai Rp127,41 miliar. Sedangkan, untuk minuman yang mengandung etil alkohol target penerimaannya sebesar Rp9,33 triliun atau naik sekitar 12,4% dari target tahun ini sebesar Rp8,3 triliun.

Selain ketiga produk yang dikenakan cukai tersebut, pemerintah kembali menargetkan penerimaan cukai dari produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2024. Target penerimaan kedua produk ini, sebenarnya sempat masuk ke dalam Perpres 130/2022, namun kemudian dijadikan Rp0 melalui Perpres 75/2023.

Artinya, tahun ini penerapan pengenaan cukai kepada produk plastik dan MBDK ditunda oleh pemerintah. Penundaan pada tahun ini disebut-sebut, karena pemerintah masih dalam proses pengkajian terhadap penerapan cukai ke dua produk tersebut.

Tahun 2024, target penerimaan cukai produk plastik sebesar Rp1,84 triliun atau naik 87,8% dari Perpres 130/2022 yaitu senilai Rp980 miliar. Sementara untuk produk MBDK, target penerimaan pada tahun 2024 mendatang senilai Rp4,38 triliun atau naik sekitar 42,2% dari target pada Perpres 130/2022 senilai Rp3,08 triliun.

Baca juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK

Sebelum dituangkan dalam Undang-Undang, wacana pengenaan cukai kepada produk plastik dan MBDK masih berada dalam proses pematangan. Salah satu pertimbangan kebijakan ini adalah dinamika perekonomian nasional dan global. Hingga pada Undang-Undang APBN 2024, pengenaan cukai kepada kedua produk ini Kembali dicantumkan.

Banyak alasan mengapa produk plastik harus dikenakan cukai, salah satu faktor utamanya adalah masalah pencemaran lingkungan. Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar, menilai komponen plastik sangat layak untuk dikenakan cukai. Hal ini disebabkan, karena plastik akan menimbulkan dampak langsung kepada pencemaran lingkungan yang dinilai dari aspek substantif maupun aspek budgetair.

Sementara itu, untuk pengenaan cukai terhadap produk MBDK meneurt Fajry sudah tepat, karena dinilai dari aspek kesehatan, MBDK memiliki implikasi langsung kepada penyakit diabetes dan obesitas yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.

Jika dinilai dari sisi keuangan, menurut Fajry kebijakan ini juga sudah tepat. Hal ini dikarenakan, penerimaan cukai selama ini hanya mengandalkan dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai dari rokok. Menurut Fajry, butuh sumber barang kena cukai (BKC) baru mengingat tren industri tembakau yang terus mengalami penurunan seiring dengan menurunnya tangka prevalensi perokok di Indonesia.

Akan tetapi, Fajry menilai potensi penerimaan cukai produk plastik dan MBDK tidak akan sebesar rokok. Oleh karena itu, pengenaan cukai kepada kedua produk tersebut merupakan bentuk pengendalian dari sisi lingkungan dan kesehatan saja.

Pada kenyatannya, pengenaan cukai atau pajak terhadap minuman berpemanis sudah diterapkan di berbagai negara. Menurut riset Bank Dunia berjudul ‘Taxes on Sugar-Sweetened Beverages: International Evidence and Experiences’ pada tahun 2020, banyak negara yang sukses menerapkan pajak atau cukai kepada produk MBDK, salah satunya adalah Afrika Selatan.

Afrika Selatan berhasil mengumpulkan cukai MBDK sekitar US$140 juta atau US$2,5 per kapita pada pelaksanaan di tahun pertama. Sementara Portugal berhasil mengumpulkan US$90 juta atau US$9 per kapita dari pengenaan cukai MBDK. Jika dilihat dari pengalaman beberapa negara, penerapan cukai atau pajak minuman berpemanis juga akan membuat penjualan dan pembelian berkurang di pasar.

Contoh lainnya adalah Arab Saudi. Negara ini berhasil menurunkan 58% penjualan minuman energi pada tahun pertama setelah penerapan cukai 100% kepada produk tersebut. Akan tetapi, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak seperti ini khususnya kepada produsen MBDK. Jangan sampai kebijakan ini membuat satu atau beberapa pihak merasa dirugikan.

 

KESIMPULAN

Dalam rangka mencapai tujuan fiskal dan lingkungan, pemerintah Indonesia menerapkan sistem cukai dengan target Rp246,07 triliun pada 2024. Fokusnya pada hasil tembakau, serta pengenaan cukai pada plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) sebagai langkah lingkungan. Meski diharapkan mendatangkan pendapatan baru, perlu kewaspadaan terhadap potensi dampak negatif dan perlunya transparansi dalam implementasi kebijakan cukai.

 

 

 

Pergeseran waktu pelaksanaan Core Tax System menjadi 1 juli Oleh DJP

Pergeseran waktu pelaksanaan Core Tax System menjadi 1 juli Oleh DJP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang memperkuat Core Tax System atau Pembaruan Sistem inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) untuk mendukung layanan yang user friendly pada Wajib Pajak (WP) dan mempermudah proses bisnis DJP sendiri. Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan perekonomian dalam optimalisasi penerimaan negara tahun 2020-2024 dengan otomasi sistem yang efisien ketimbang cara kerja manual yang makan waktu lama.

Kementerian Keuangan RI telah mengumumkan rencana pergeseran waktu pelaksanaan Core Tax dari Mei 2024 menjadi 1 Juli 2024, mengundang perhatian luas dari berbagai pihak terkait. Langkah ini menjadi sorotan karena berpotensi mempengaruhi banyak sektor, baik dari segi kepatuhan perpajakan maupun persiapan bisnis. Bagaimana perubahan ini dapat mempengaruhi perekonomian dan bagaimana kesiapan pelaku usaha dalam menyambut perubahan tersebut?

Baca Juga : Sanksi Telat Lapor dan Bayar Denda SPT Tahunan

Perubahan Tanggal Pelaksanaan

Rencana pergeseran pelaksanaan Core Tax menjadi 1 Juli adalah respons terhadap berbagai faktor, termasuk salah satunya adalah tahun 2024 bertepatan dengan adanya pemilihan presiden (Pilpres). 

Apabila implementasi core tax system tersebut tetap diluncurkan pada Mei 2024, maka data-data atau sistem pada saat pemilihan presiden akan terganggu. Maka pihak Kemenkeu menunda peluncuran Core Tax Administration System.

Baca Juga : Apa Itu Core Tax System?

Apa Itu Core Tax Administration System?

Mengacu dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Core Tax Administration System (CTAS) adalah sebuah sistem administrasi pajak yang terintegrasi dan berbasis teknologi informasi. Sistem ini dirancang untuk membantu otoritas pajak mengelola dan mengawasi seluruh proses perpajakan secara lebih efisien dan transparan.

CTAS mencakup berbagai fungsi, seperti pendaftaran wajib pajak, pengumpulan data keuangan, perhitungan dan penagihan pajak, pengelolaan sengketa, serta pelaporan keuangan dan audit.

Tentu saja, perubahan kebijakan ini akan terus menjadi topik yang menarik untuk dipantau seiring dengan pelaksanaannya dan bagaimana implementasinya berdampak pada berbagai sektor dalam perekonomian Indonesia.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Core Tax System akan menjadi sebuah alat yang memastikan efektivitas dari pelaksanaan reformasi perpajakan. Sistem ini dianggap sebagai pendorong utama dalam mengubah berbagai bidang dalam sistem perpajakan, yang akan didukung oleh peningkatan dalam hal administrasi.

Baca Juga : DJP Ingatkan, PKP Bisa Dicabut Jika Tak Lapor SPT Masa PPN 3 Bulan!

KESIMPULAN

Peluncuran Core Tax ditunda hingga 1 Juli karena Pilpres 2024, untuk menghindari gangguan data. Core Tax diakui sebagai pendorong reformasi perpajakan dan efisiensi administrasi, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani. Perubahan ini patut dipantau dan diharapkan memberikan dampak positif pada sektor ekonomi.

Dengan adanya Perubahan yang akan datang, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

 

 

Sanksi Telat Lapor dan Bayar Denda SPT Tahunan

Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) merupakan suatu hal yang harus dilaporkan oleh setiap wajib pajak dalam bentuk perhitungan dan pembayaran pajak, baik untuk objek pajak maupun non-pajak. Namun, banyak peserta pajak yang sering mengabaikannya. Nah, apa akibatnya jika tidak lapor SPT Tahunan atau telat lapor?

Pelaporan SPT bisa dilakukan secara offline atau manual dengan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat dan bisa juga secara online.

Pelaporan ini bersifat wajib sehingga jika terlambat atau tidak melapor akan diberikan sanksi.

Sanksi tersebut tercakup dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Wujud sanksi ini bisa dalam bentuk denda atau hukuman penjara. Untuk lebih lengkapnya silahkan simak penjelasan terkait SPT Tahunan di bawah ini.

Ancaman Sanksi Denda Bagi yang Telat Lapor SPT

Untuk menjawab pertanyaan apa akibatnya jika telat lapor SPT Tahunan? akan dibahas dalam beberapa hal berikut.

1. Bunga

Apabila SPT Tahunan sudah dilaporkan, namun wajib pajak mempunyai kemauan sendiri dengan meminta adanya pembetulan maka wajib pajak tersebut akan dikenakan bunga. Aturan ini tercantum dalam Pasal 8 UU KUP.

Isi dalam pasal tersebut adalah, apabila pembetulan mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka wajib pajak dikenai sanksi bunga sebanyak 2 persen per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

Pembayaran bunga terhitung sejak penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan yang dihitung penuh satu bulan.

Selain itu, dalam Pasal 8 ini juga mengatur apabila wajib pajak diperiksa tapi belum dilakukan tindakan penyidikan.

Dalam kondisi tersebut, wajib pajak bisa dikenakan denda sebesar 150 persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar sesuai dengan aturan yang berlaku.

2. Denda

Sanksi denda yang didapatkan apabila tidak melaporkan SPT Tahunan terdapat dalam Pasal 7 KUP, dimana setiap wajib pajak yang tidak melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan denda sebesar Rp100.000.

Selain itu, bagi wajib pajak badan yang tidak melaporkan SPT tahunan harus membayar denda 1 juta rupiah.

Tak hanya itu, aturan denda ini juga dijelaskan dalam UU No.28 Tahun 2007 perubahan ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan yang menerangkan bahwa:

3. Pidana

Hukum atau sanksi pidana merupakan tindakan terakhir yang dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunan. Aturan ini ada dalam Pasal 39 UU KUP yang menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan SPT, atau melaporkan SPT tetapi keterangan dan isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga bisa menimbulkan kerugian pada pendapatan negara akan dikenakan hukuman pidana.

Hukuman pidana ini berupa kurungan penjara paling singkat selama 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Sedangkan untuk denda yang harus dibayar dalam hukum pidana ini paling sedikit 2 kali lipat dari jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Kemudian denda paling banyak yang harus dibayar adalah 4 kali lipat dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

4. Dampak Lainnya

Pendapatan yang merupakan penghasilan yang diterima akan habis untuk dikonsumsi atau dijadikan sebagai investasi ke dalam aset seperti tabungan dalam bentuk membeli kendaraan atau tanah. Kedua contoh tersebut akan dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Apabila SPT Tahunan pajak tidak dilaporkan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah, karena semua harta benda yang termasuk dalam tagihan akan diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sesuai mekanismenya yang disebut dengan ekstensifikasi pajak.

Ditjen Pajak sudah menjalin kerjasama dengan lembaga atau instansi untuk merekap aktivitas transaksi wajib pajak. Bahkan hingga saat ini sudah ada 69 lembaga yang selalu mengirimkan data transaksi tersebut kepada Ditjen Pajak dalam waktu tertentu.

Pentingnya Melaporkan SPT Tahunan

Pentingnya melaporkan SPT Tahunan juga berkaitan dengan sanksi jika tidak lapor SPT Tahunan, karena menjadi landasan mengapa SPT Tahunan ini begitu penting dan bisa dikenakan sanksi jika tidak melaporkannya.

Alasan mengapa pelaporan SPT Tahunan menjadi hal yang wajib bagi seorang wajib pajak sudah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 mengenai Syarat dan Ketentuan Umum terkait tata cara perpajakan.

SPT Tahunan menjadi wadah bagi warga negara yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang dimiliki selama satu tahun terakhir.

Selain itu, SPT Tahunan juga melaporkan objek pajak dan bukan objek pajak, harta dan kewajiban sesuai dengan UU Perpajakan. Kemudian, SPT Tahunan juga mempunyai dampak yang baik dalam self assesment yang dapat memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak.

Solusi Jika Lupa Melaporkan SPT Tahunan

Apabila semua cara yang disarankan sudah dilakukan namun tidak bisa menghindari apa akibatnya jika tidak lapor SPT Tahunan, maka bisa dilakukan solusi di bawah ini untuk meminimalisir risiko yang lebih berat.

Biasanya, jika lupa dalam melaporkan SPT Tahunan, akan dikenakan biaya denda dalam jumlah tertentu tergantung syarat dan ketentuan dari laporan SPT Tahunan yang akan dilaporkan. Rekapan denda tersebut adalah:

  • Denda telat lapor SPT Tahunan Pribadi: Rp100.000.
  • Denda telat lapor SPT Tahunan Badan: Rp1.000.000.
  • Denda telat bayar pajak: bunga sebanyak 2% setiap bulan dari pajak yang belum dibayar

Jadi, untuk jaga-jaga agar tidak pusing dan panik saat dikenakan denda, sisihkan dana untuk membayar denda tersebut.

Baca juga: Cari tau perbadaan PKP dan non PKP

Prosedur Pengenaan Denda

  1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengirimkan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada WP di alamat yang dicantumkan WP dalam aplikasi pajak.
  2. Untuk membayar denda tersebut, WP harus meminta kode billing melalui portal DJP, dan melakukan pembayaran denda melalui bank persepsi atau kantor pos. Denda ini harus dibayarkan maksimal 1 bulan sejak WP menerima STP.
  3. Bagi WP yang melebihi batas waktu pembayaran denda memang tak akan dikenakan sanksi lagi. Sanksi hanya diberikan satu kali.

Baca juga: Begini Efek Surat Keterangan PP 23 dari Lawan Transaksi

Simulasi Denda Telat Lapor SPT

Bapak Amir adalah seorang Wajib Pajak Orang Pribadi. Pada tahun pajak 2016, Bapak Amir telat lapor SPT. Namun tahun 2017 dan 2018 Bapak Amir melaporkan pajak tepat waktu. Maka, Bapak Amir dikenakan sanksi telat lapor SPT berupa denda sebesar Rp100.000 saja.

Apabila Bapak Amir terlambat lapor pajak selama 3 tahun berturut-turut, yaitu sejak tahun 2016 hingga 2018, maka kewajiban denda yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp100.000 dikali 3 yaitu Rp300.000.

Hal yang sama juga berlaku untuk SPT Masa, bedanya besaran denda dihitung per Masa Pajak bukan Tahun Pajak.

Agar masalah tersebut bisa diatasi dan bisa menjadi pelajaran untuk pelaporan SPT Tahunan selanjutnya. Prosedur dalam membayar denda tersebut adalah:

1. Memperoleh STP (Surat Tagihan Pajak)

STP akan dikirimkan oleh pihak pelayanan pajak menuju alamat rumah pribadi. STP berisi lembaran besaran tagihan denda yang harus dibayar karena kelalaian dalam pelaporan SPT Tahunan. Jika STP belum dikirim ke rumah, maka bisa langsung datang ke lokasi kantor pelayanan pajak terdekat.

Jangan lupa pastikan alamat sudah sesuai dengan alamat tempat tinggal saat ini. apabila alamat sudah berubah, maka dapat melakukan pembaharuan data secara langsung ke kantor pelayanan pajak.

2. Membayar Denda Langsung ke Bank atau Pos

Pembayaran denda langsung dilakukan ke bank. Apabila STP sudah diterima dan besaran denda yang akan dibayar sudah jelas, maka segeralah membayar jumlah tersebut ke bank yang sudah ditentukan. Selain itu pembayaran juga bisa dilakukan melalui pos.

Sayangnya tidak semua bank yang bisa melayani pembayaran denda pelaporan STP Tahunan. Beberapa bank yang bisa melayani pelayanan seperti ini adalah bank yang termasuk ke dalam Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan beberapa Bank Swasta.

Oleh karena itu, perlu dipastikan bank mana yang bisa dituju untuk pembayaran denda SPT Tahunan. Caranya bisa dengan menanyakan langsung ke pihak pelayanan pajak atau bisa langsung menanyakan ke pihak bank ingin dituju.

Itu dia informasi mengenai sanksi dan denda yang akan dikenakan jika Anda telat atau lupa lapor SPT Tahunan. Agar hal ini tidak terulang lagi, KWA Consulting akan membantu Anda dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajak Anda.

 

KESIMPULAN

Sanksi Telat Lapor dan Bayar Denda SPT Tahunan

Lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tepat waktu penting agar terhindar dari denda dan sanksi. Telat melaporkan dapat mengakibatkan pembayaran bunga, denda administrasi, dan bahkan hukuman penjara. Denda bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp1.000.000, tergantung jenis wajib pajak.

Penting melaporkan SPT secara akurat, karena informasi palsu dapat berujung pada sanksi pidana. Jika telat, bayar denda tepat waktu, pastikan alamat tercatat benar, dan Apabila Anda mengalami kesulitan dalam mengurus perpajakan, bisnis dan akuntansi.

Kalau sobat KWA Consulting masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

NIK Vs NITKU Apa Bedanya??

 

NITKU merupakan nomor identitas wajib pajak cabang yang diterbitkan Ditjen Pajak menggantikan NPWP Cabang.

Namun NITKU tidak berfungsi sebagaimana NPWP Cabang dalam hal perpajakan, tetapi wajib dimiliki oleh wajib pajak cabang.

Lebih jelasnya mengenai NITKU dan bagaimana cara mendapatkannya, terus simak penjelasannya di bawah ini, KWA Consulting akan mengulasnya untuk Anda.

 

Apa itu NITKU?

NITKU adalah singkatan dari Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Format nomor NITKU 22 digit yang terdiri dari 16 digit NPWP dan 6 digit nomor urut cabang.

NITKU atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi pemerintah.

PMK tersebut merupakan regulasi teknis penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan NITKU dari pelaksanaan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sebelumnya, perusahaan yang memiliki cabang harus menggunakan NPWP masing-masing cabang tersebut.

Melalui beleid tersebut, NPWP Cabang digantikan dengan NITKU sebagai identitas.

Namun NITKU berbeda dengan NPWP Cabang, karena NITKU tidak memiliki kewajiban perpajakan seperti halnya NPWP Cabang.

 

Apa Perbedaan NIK dan NITKU?

Baik NIK maupun NITKU, keduanya penting bagi wajib pajak karena sebagai identitas diri dalam perpajakan.

Perubahan NPWP menjadi NIK dan NITKU bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan administrasi perpajakan.

Dengan NITKU atau NIK yang sudah terintegrasi dengan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), wajib pajak tidak perlu lagi mengurus pembuatan NPWP.

Kendati sama-sama merupakan nomor identitas wajib pajak, antara NIK dan NITKU tidaklah sama.

Perbedaan antara NIK dan NITKU terletak pada subjek pajak dan penggunaannya dalam aktivitas perpajakan.

Jika NIK sebagai NPWP bagi wajib pajak pribadi, sedangkan NITKU hanya sebagai identitas untuk usaha cabang namun tidak berfungsi sama seperti NPWP Cabang.

Kemudian wajib pajak pribadi dapat menggunakan NIK untuk bayar lapor pajaknya, sedangkangkan wajib pajak cabang tidak dapat menggunakan NITKU untuk bayar dan lapor pajak.

NITKU dan NPWP Cabang berbeda fungsi. Sebelumnya, NPWP Cabang digunakan untuk melakukan administrasi perpajakan seperti membayar dan melaporkan pajak.

Sedangkan NITKU, tidak memiliki kewajiban perpajakan. Sehingga apabila wajib pajak cabang atau usaha cabang melakukan kewajiban perpajakannya seperti bayar dan lapor pajak, harus menggunakan NPWP Pusat.

 

Baca Juga: Cara Lapor SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Badan PP 23/2018

Kapan NITKU Diberlakukan?

Sesuai ketentuan dalam UU HPP, pemberlakuan integrasi data kependudukan dan Ditjen Pajak berlaku mulai 1 Januari 2024.

Sementara itu, merujuk Pasal 9 PMK 112/2022, apabila wajib pajak cabang mendaftarkan diri sebelum ketentuan tersebut berlaku, maka DJP akan menerbitkan NPWP Cabang beserta pemberian NITKU.

Namun NPWP Cabang tersebut hanya dapat digunakan untuk pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023 saja.

Sehingga rencananya pada 1 Januari 2024, seluruh wajib pajak cabang wajib menggunakan NITKU untuk melakukan administrasi perpajakan sebagai identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan.

Terbaru, DJP mengumumkan bahwa pelaksanaan NITKU pada awal 2024 urung dilaksanakan karena menunggu kesiapan sistemnya.

Maka, NITKU akan diimplementasikan secara penuh bersamaan dengan peluncuran Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax System) pada pertengahan 2024.

 

Cara Mendapatkan NITKU

Hingga 31 Desember 2023, NITKU hanya diberikan kepada wajib pajak cabang yang sudah memiliki NPWP Cabang.

Pemberian NITKU dilakukan secara jabatan oleh Ditjen Pajak yang informasinya dapat diperoleh dari cetak ulang kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak cabang terdaftar.

Bagi wajib pajak cabang yang belum memiliki NPWP Cabang hingga 31 Desember 2023, bisa melakukan pendaftaran untuk memperoleh NPWP Cabang dan NITKU.

Wajib pajak cabang dapat memperoleh NITKU melalui beberapa cara berikut:

  • Melalui situs resmi Ditjen Pajak di www.pajak.go.id
  • Melalui email DJP
  • Menghubungi contact center DJP
  • Saluran lain yang ditetapkan DJP

Setelah program PSIAP atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan diimplementasikan pada 1 Januari 2024, NITKU akan diberikan secara otomatis pada saat wajib pajak pusat melakukan perubahan data.

 

Baca Juga: Selama Punya NPWP, Agen Asuransi Dianggap sebagai Pengusaha Kena Pajak

Pahami Ketentuannya dan Kelola Pajak Usaha Cabang dengan Benar

NITKU menjadi identitas setiap usaha atau perusahaan cabang yang didirikan.

Agar pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan cabang dapat dilakukan dengan baik dan benar, pahami ketentuan dan pentingnya kepemilikan NITKU ini.

Dengan adanya Peraturan baru ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

Simak Ketentuan Pengajuan Keberatan Pemeriksaan Pajak

Di akhir tahun 2022 lalu, Perkumpulan Pengacara dan Praktisi Hukum Pajak Indonesia (P3HPI) mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga keberatan pajak independen. Pembentukan ini demi meningkatkan kepastian hukum dalam pemenuhan hak Wajib Pajak. Seperti diketahui, keberatan merupakan salah satu proses yang dapat ditempuh Wajib Pajak dalam menghadapi pemeriksaan atau sengketa pajak. Lantas, bagaimana ketentuan pengajuan keberatan itu? KWA Consulting akan mengulas ketentuan pengajuan keberatan pemeriksaan pajak berdasarkan regulasi yang berlaku.

 

Apa itu keberatan? 

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), terdapat sejumlah pasal yang mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak. Adapun salah satu hak Wajib Pajak adalah pengajuan keberatan.

Dalam UU KUP dan aturan turunannya, tidak ada penyebutan secara eksplisit mengenai definisi keberatan. Namun, sesuai Pasal 25 ayat (1) UU KUP, secara sederhana, keberatan dapat diartikan sebagai upaya yang dapat ditempuh Wajib Pajak yang kurang atau tidak puas, dan/atau tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan pajak. Hasil pemeriksaan pajak itu tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) maupun atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

 

Apa saja hasil pemeriksaan atau sengketa pajak yang bisa diajukan keberatan? 

Sesuai Pasal 25 ayat (1) UU KUP, ketentuan pengajuan keberatan hanya dapat diajukan kepada dirjen pajak atas:
– Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Sesuai Pasal 1 UU KUP, SKPKB adalah SKP yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
– Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
SKPKBT merupakan SKP yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Timbulnya ketetapan ini biasanya dikarenakan adanya data baru yang belum terungkap pada saat pemeriksaan sebelumnya pada tahun pajak yang bersangkutan.
– Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
SKPLB adalah SKP yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Timbulnya pajak lebih bayar ini disebabkan karena kredit pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dibayar.
– Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
SKPLN adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Perlu diketahui, sesuai Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK,03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (PMK 202/2015), Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak.

Materi dan isi yang dimaksud, meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Kemudian, ditegaskan pula dalam Pasal 2 ayat (4) PMK 202/2015, bila terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan itu tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

Bagaimana cara mengajukan keberatan? 

– Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
– Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Satu keberatan diajukan hanya untuk 1 SKP, 1 pemotongan pajak, atau 1 pemungutan pajak.
– Wajib Pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar, paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi. Proses ini dilakukan sebelum surat keberatan disampaikan.
– Surat keberatan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan, sejak tanggal SKP dikirim, atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
– Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak. Dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP.

Baca Juga  UMKM yang Bertransaksi dengan Pemotong Harus Ajukan Surat Keterangan ke DJP, Ini Caranya
 

Bagaimana alur penyelesaian keberatan? 

  1. Perlu dipahami, dalam proses penyelesaian keberatan, dirjen pajak berwenang untuk meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi.
  2. Dirjen pajak dapat meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan.
  3. Meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga.
  4. Meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan.
  5. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
  6. Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
  7. Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan.
  8. Melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.
  9. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
  10. Apabila sampai dengan jangka waktu 15  hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir dan Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, maka dirjen pajak berwenang menyampaikan surat permintaan peminjaman yang kedua dan/atau surat permintaan keterangan yang kedua.
  11. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10 hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim.
 

Berapa lama jangka waktu penyelesaian keberatan? 

  • Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, dirjen pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
  • Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal surat keberatan diterima sampai dengan tanggal surat keputusan keberatan diterbitkan.
  • Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan pajak atas surat yang diterbitkan dirjen pajak, yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan. Jangka waktu proses ini adalah 12 bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari dirjen pajak itu kepada Wajib Pajak sampai dengan putusan gugatan pengadilan pajak diterima oleh dirjen pajak.
  • Apabila jangka waktu itu telah terlampaui dan dirjen pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Kemudian, dirjen pajak akan menerbitkan surat keputusan keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak. Adapun jangka waktu penerbitan surat ini paling lama satu bulan.

 

 

KESIMPULAN

Pengajuan keberatan adalah hak Wajib Pajak untuk menyampaikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan terhadap hasil pemeriksaan pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan terhadap beberapa jenis Surat Ketetapan Pajak, dan proses penyelesaiannya melibatkan serangkaian tahapan dan alur yang diatur secara rinci dalam undang-undang dan peraturan terkait. Penerapan mekanisme ini bertujuan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa perpajakan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00