Info

ASPEK PERPAJAKAN UNTUK BISNIS RESTORAN

KWA Consulting – Menurut pengamatan kami, di jaman modern saat ini, industri hotel, restoran dan cafe telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dimana ketiga industri tersebut sama-sama menyediakan makanan dan minuman. Tentu telah diketahui bahwa suatu kegiatan usaha yang memiliki penghasilan atau memperoleh pendapatan, maka bisa dikenai atas beban pajak. Lalu, apakah industri dan bisnis food and beverages seperti hotel, restoran dan cafe juga dikenai pajak. Dan bagaimana regulasi atas pajak yang berlaku untuk bisnis dan usaha tersebut, simak penjelasannya berikut ini.

Saat ini, hotel, restoran atau cafe menjadi salah satu tempat yang umum dikunjungi oleh banyak orang untuk nongkrong dan berkumpul dengan teman. Bahkan telah tersedia banyak cafe ataupun restoran yang di buka dengan menyajikan menu andalan masing-masing. Ketika anda mengunjungi hotel, restoran atau cafe, tentu akan ditemui adanya pajak layanan atau service tax. Umumnya, service tax tersebut berupa PPN yang dikenakan atas pembelian makanan atau minuman.

Jika dilihat pada regulasi yang berlaku hingga sekarang, makanan dan minuman yang disajikan di tempat seperti hotel, restoran, atau cafe tidak memiliki kewajiban PPN. Makanan dan minuman yang wajib untuk dikenai PPN adalah makanan dan minuman yang dijual di toko atau tempat sejenis. Dimana makanan dan minuman tersebut dibeli langsung oleh konsumen. PPN yang dikenai atas makanan dan minuman yang dipasarkan pada toko atau tempat sejenis, akan dikelola oleh pemerintah pusat. Lalu mengapa pada struk pembayaran di cafe dan sejenisnya terdapat keterangan pengenaan pajak? Konsultan pajak Surabaya akan membantu anda untuk melakukan konsultasi pajak sehingga anda memahami dengan baik regulasi pajak.

Meski PPN tidak dikenakan atas makanan dan minuman pada cafe, restoran dan sejenisnya. Berdasarkan tinjauan ketentuan yang masih diberlakukan, maka pajak yang bisa dikenakan tersebut termasuk dalam Pajak Bangunan 1. Dimana pajak ini merupakan jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah atau Perda. Pajak bangunan 1 dikenai atas cafe dan sejenisnya dengan batasan tarif yang sama dengan besaran tarif atas PPN. Tarif yang bisa dibebankan yakni sebesar 10%, sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang perpajakan.

Baca Juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK

Dalam keterangan yang terdapat pada struk Service Charge, juga memiliki dasar hukum yang jelas. Dimana dasar hukum yang digunakan oleh pihak penyedia makanan dan minuman seperti kafe, restoran dan sejenisnya adalah SE Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Serupa dengan tarif atau biaya pajak yang dikenakan sebelumnya, kisaran tarifnya adalah antara 5% hingga 10%. Pada prakteknya, untuk pengenaan kedua tambahan tersebut mungkin saja bisa dilakukan secara bersamaan pada transaksi yang dilakukan ketika melakukan pembayaran. Dimana total tagihan pertama akan dikenai beban Service Charge terlebih dahulu, baru dikenakan Pajak Bangunan 1.

Pengalihan atas pajak seperti ini sendiri sudah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu. Hal tersebut dilakukan guna meningkatkan pendapatan asli daerah untuk APBD dari sektor pajak. Tentunya tidak hanya Pajak Bangunan 1 dan Service Charge yang bisa dikenakan. Terdapat pula pajak lain yang perlu dibayarkan oleh pengelola cafe, restoran dan sejenisnya. Seperti misalnya pajak atas pendapatan dan pajak ketika melakukan pembelian bahan baku. Serta penggunaan jasa dalam proses memasak dan menyajikan makanan dan minumannya. Konsultan pajak Surabaya adalah solusi masalah pajak yang terselesaikan dengan baik.

Pajak yang dibebankan atas pengelola hotel, restoran dan kafe tersebut sebenarnya pada akhirnya akan dibebankan pada pihak konsumen akhir. Dimana merekalah yang menjadi titik akhir digunakannya suatu komoditas yang dipasarkan. Meskipun demikian, kewajiban untuk melakukan pelaporan pajak dimiliki oleh pihak pengelola tempat usaha bersangkutan. Konsumen menjadi pihak yang melakukan pembayaran pajak dalam rangka konsumsi makanan dan minuman yang disediakan tempat usaha tersebut. Ketertiban dalam melaksanakan pembayaran pajak bisnis food and beverage harus disertai dengan pelaksanaan kewajiban pajak lainnya. Konsultan pajak Surabaya adalah jawaban atas maslah pengurusan pajak anda.

Apabila anda yang berada di wilayah Depok, Bogor dan sekitarnya.  memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Depok & Bogor, anda dapat menghubungi kami Halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.

 

KESIMPULAN

Industri makanan dan minuman, seperti hotel, restoran, dan kafe, tunduk pada berbagai jenis pajak. Meskipun PPN tidak dikenakan untuk makanan dan minuman yang disajikan di tempat, Pajak Bangunan 1 dan Service Charge dapat dikenakan oleh pemerintah daerah. Tarifnya berkisar antara 5% hingga 10%.

Pengelola bisnis ini juga wajib membayar pajak atas pendapatan dan pembelian bahan baku. Meskipun pajak akhirnya dibebankan pada konsumen, kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak tetap menjadi tanggung jawab pengelola.

Kalau bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Beda Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak Batal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pasal 1 angka 23, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Dalam hal ini terdapat istilah faktur pajak pengganti dan faktur pajak batal. Apa bedanya? KWA Consulting akan mengulasnya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Apa itu faktur pajak pengganti?

Sesuai dengan namanya, faktur pajak pengganti diterbitkan oleh Wajib Pajak. Jadi, bila ada kesalahan dalam proses penginputan alamat, jumlah, ataupun nama barang, sehingga diperlukan adanya pembuatan faktur pajak pengganti.

Artinya, nomor seri faktur pajaknya pun juga sama dengan faktur pajak normal. Hanya saja pada kode faktur pajaknya yang akan berubah yang sebelumnya faktur pajak normal dengan kode (010) berubah menjadi faktur pajak pengganti dengan kode (011).

Adapun tanggal yang akan digunakan untuk faktur pajak pengganti ini bukan tanggal saat pembuatan faktur pajak pertama kali dibuat, melainkan tanggal dibuatnya faktur pajak penggantinya—Ini membuat akan adanya kewajiban membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN pembetulan, jika sebelumnya atas masa itu sudah di laporkan yang akan dilakukan oleh PKP sebagai penjual maupun pembeli. Sebagai catatan, pembetulan SPT Masa PPN bisa dilakukan, bila belum melewati pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

✔Baca Juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK
 
 
Apa itu faktur pajak batal?

Faktur pajak batal ini disebabkan adanya transaksi yang dibatalkan. Penyebab adanya pembatalan transaksi tentu beragam, misalnya adanya kesalahan memasukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau PKP pembeli membatalkan pembelian transaksinya.

Jika PKP membuat faktur pajak batal, maka faktur pajak itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Maka, PKP penjual sebaiknya segera memberitahukan kepada pihak pembeli jika ada faktur pajak batal dan sebaiknya penjual harus mempunyai bukti bahwa dari pembeli menyatakan transaksi itu telah di batalkan. Faktur pajak batal dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN sudah dilaporkan.

Dengan demikian, konsekuensi adanya faktur pajak yang batal adalah kemungkinan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan  akan menjadi lebih bayar bagi pihak penjual. Namun, lebih bayar itu bisa di kompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Di lain sisi, bagi pihak pembeli, dengan adanya faktur pajak batal itu dan sudah dilaporkan akan membuat SPT Masa PPN menjadi kurang bayar dan kurang bayar ini harus dibayarkan oleh pembeli saat pembetulan. Dengan adanya kurang bayar saat pembetulan sebagai pihak pembeli bisa dikenai Surat Tagihan Denda dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas kondisi pembetulan yang mengakibatkan kurang bayar dengan denda sebesar 2 persen dari nilai kurang bayar.

Artinya, kondisi ini akan merugikan pihak pembeli. Namun, berbeda kondisinya jika memang dari pihak pembeli yang memang ingin membatalkan transaksi, biasanya kemungkinan SPT Masa PPN ini belum dilaporkan dan untuk peraturan perundang-undangan silahkan melihat ketentuan yang ada pada PER-24/PJ/2012.

 

 

 

Apa Itu Core Tax System?

Mulai 2023 mendatang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa peluncuran sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) rampung. Sistem baru ini tentunya akan diterapkan secara bertahap dengan melakukan beberapa fase, seperti fase implementasi hingga fase penyesuaian. DJP berharap pembaruan pada sistem ini dapat dioperasikan dengan baik dengan target waktu paling lambat akhir Juni 2023. Sehingga, pada bulan Oktober 2023, core tax administration system dapat benar-benar dijalankan.

Modernisasi sistem melalui core tax administration system dilakukan pada berbagai aspek, salah satunya pada sistem pembayaran pajak. Hal ini merujuk sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yakni membayar pajak harus bisa semudah kita membeli pulsa.

 

Lantas Apa itu Core Tax Administration System?

Melansir dari laman resmi DJP, Core Tax Administration System merupakan sebuah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis. Maksud dari automasi proses bisnis ini, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, pendaftaran wajib pajak, hingga pada fungsi taxpayer accounting.

Pemberlakuan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) telah diatur pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018. Peraturan tersebut berisi tentang pengembangan core tax system yang menjadi salah satu bagian dari pembaruan sistem administrasi perpajakan. Selain itu, peraturan tersebut juga memaparkan berbagai informasi mengenai sistem administrasi perpajakan, seperti bagaimana coretax system diperuntukkan dalam membantu melaksanakan prosedur serta tata kelola administrasi perpajakan. Hal ini tentunya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Alasan Pembaruan Core Tax System

Direktorat Jendral Pajak (DJP) menyebutkan adanya beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi alasan otoritas pajak melakukan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan. Berikut beberapa alasan dilakukannya pembaruan pada coretax system:

  • Belum terintegrasinya Sistem yang digunakan DJP (SIDJP)
  • Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sudah ketinggalan zaman. Dalam hal ini DJP menyampaikan bahwa teknologi yang digunakan sudah cukup using dan jika masih digunakan dalam jangka waktu Panjang, maka akan membuat masalah. Teknologi yang seperti ini tentunya akan sulit dalam melakukan pemeliharaan terhadap sistem, sehingga sistem yang sudah digunakan tidak dapat diperbaharui dan dikembangkan lebih lanjut dan penggunaan teknologi yang kurang “up-to-date” juga dapat mempengaruhi integrasi model yang terjadi pada platform yang sangat berkembang pesat saat ini
  • Urgensi atau pentingnya dalam melakukan pembaruan core tax system. Hal ini lantaran untuk membantu mengakomodir kebutuhan dalam melakukan pertukaran informasi maupun data. Direktorat Jendral Pajak (DJP) Suryo Utomo menyampaikan bahwa progres pada pembaruan coretax system saat ini sudah mencapai diangka 47% (Juni 2022). Dalam hal ini DJP juga menargetkan pembaruan coretax system akan rampung pada bulan Oktober 2023. Nantinya, wajib pajak ‘Go-Live’ atau dapat menggunakan sistem tersebut secara penuh pada awal tahun 2024.
 

 

Tujuan dan Manfaat Core Tax System

Direktur Jendral Pajak (DJP), Suryo Utomo, dengan otoritas pajak dalam modernisasi perpajakan, dimana pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (core tax system) ini secara umum memiliki tujuan dalam memperbaiki infrastruktur perpajakan. Tak hanya itu, proyek pembaruan ini juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya:

  • Membantu menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel serta memiliki proses bisnis yang efektif dan efisien
  • Menumbuhkan sinergi yang lebih optimal antar lembaga
  • Membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajibannya
  • Pembaruan Sistem Core Tax dapat berpotensi membantu meningkatkan penerimaan negara atau Tax Ratio kurang lebih 1,5 Persen
  • Pemberlakuan core tax system dapat dengan mudah meningkatkan kualitas data, segmentasi dan profiling pada wajib pajak
  • Membantu menganalisa kepatuhan wajib pajak dalam pengelolaan hutang dan tagihan pajaknya.

 

Pentingnya Coretax System Di Indonesia

Merujuk pada pernyataan resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP), pembaruan sistem inti yang dilakukan pada administrasi perpajakan (core tax system) sangat penting dan mendasar terlebih dalam mencapai tujuan reformasi perpajakan. Pembaruan dilakukan guna meningkatkan sistem teknologi yang sebelumnya sudah dimiliki DJP. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan bahwa reformasi perpajakan yang sudah dimulai sejak 40 tahun yang lalu, harus terus berlanjut. Peluncuran pembaruan pada Sistem Inti Administrasi Perpajakan (core tax administration system).

Pembaruan sistem ini tentunya dilakukan karena sistem teknologi informasi yang dimiliki DJP (SIDJP) belum cukup memadai atau belum mencakup secara keseluruhan, baik administrasi bisnis maupun administrasi pajak. Hal ini lantaran, SIDJP masih belum mampu dalam mengonsolidasi data pembayaran hingga penagihan.

Selain itu, pada keterbatasan untuk memenuhi berbagai fungsi kritis yang diperlukan serta belum adanya fungsi sistem akuntansi yang terintegrasi (taxpayer account management). Di saat yang bersamaan, beban akses akan menjadi lebih berat, terlebih dimana yang akan datang, dimana coretax system harus mampu menangani kurang lebih dari 1 juta percatatan per hari, 17,4 juga SPT, data dan informasi dari 69 pihak ketiga, pertukaran data dari 86 yurisdiksi, hingga pada peserta yang mengikuti program Tax Amnesty.

Pertukaran data yang dilakukan, tentunya sudah menjadi komitmen Indonesia dengan negara – negara lain yang tergabung dalam pengimplementasian automatic exchange of information (AEoI). Kebutuhan sistem informasi tersebut yang menjamin kerahasiaan dan kecepatan atas pertukaran data. Perlu diingat juga bahwa pesatnya perkembangan teknologi saat ini, terlebih pada era big data akan berpengaruh pada pembaruan sistem, yang mana disinyalir akan mampu menjadi antisipasi perubahan rekayasa keuangan dan juga bisnis teknologi informasi dengan kecerdasan buatan seperti AI (artificial intelligence).

Berdasarkan penuturannya, DJP juga akan melibatkan institusi penegak hukum dalam menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax system) ini. Proyek pembaruan ini disinyalir menghabiskan anggaran sebesar Rp2,04 triliun dan diestimasikan berjalan pada Oktober 2023.

Dengan demikian, DJP menjadikan proyek pembaruan coretax system ini menjadi salah satu komponen penting dalam mewujudkan reformasi perpajakan. Diberlakukankannya proyek ini, DJP sangat berharap dapat membantu mengakomodasi pengawasan di setiap transaksi yang terjadi guna meminimalisir terjadinya kegagalan atau potential loss.

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) juga berharap dengan adanya Tim Pelaksana PSIAP pada proyek coretax system ini, tingkat penerimaan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat memperlihatkan kenaikan yang signifikan dan tim yang ditugaskan dapat memberikan berbagai solusi dalam membuat maupun mengerjakan rencana kerja dengan indikator keberhasilan yang jelas.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa permasalahan – permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya, seperti teknologi yang dimiliki DJP masih kurang memadai hingga pada ketahanan dan kestabilan infrastruktur yang digunakan semakin berkurang dapat diminimalisir dengan perkembangan maupun pembaruan pada Coretax System dan tentunya hal ini sangat penting bagi Indonesia.

 

KESIMPULAN

Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan di Indonesia, disebut Core Tax Administration System, dijadwalkan rampung pada Oktober 2023. Proyek ini bertujuan meningkatkan efisiensi perpajakan dengan integrasi teknologi informasi yang lebih baik. Diharapkan dapat memperbaiki kepatuhan wajib pajak, meningkatkan penerimaan negara, dan menciptakan institusi perpajakan yang lebih kuat. Pembaruan ini menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan di Indonesia.

Dengan adanya Core Tax administration System, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

 

Begini Efek Surat Keterangan PP 23 dari Lawan Transaksi

 

Sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 berlaku, ternyata masih terdapat wajib pajak yang belum memahami konsekuensi ketika lawan transaksi menunjukkan Surat Keterangan PP 23. Mereka belum mengetahui kewajibannya sebagai pemotong/pemungut PPh Final UMKM. 

 

Menurut pengamatan penulis, terdapat kerancuan di lapangan terkait perlakuannya yang dianggap sama seperti Surat Keterangan Bebas (SKB) PP 46 Tahun 2013. Penyebabnya ditengarai karena peraturan ini baru berjalan dua tahun lebih sehingga wajib pajak masih beradaptasi dengan peraturan tersebut.

 

Apa yang harus dilakukan oleh wajib pajak ketika menerima Surat Keterangan PP 23 dari lawan transaksi? Mari kita bahas satu per satu.

 

Memotong PPh Final UMKM

Surat Keterangan PP 23 merupakan surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar yang menerangkan bahwa wajib pajak tersebut dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. Terdapat perbedaan mendasar antara SKB PP 46 dengan Surat Keterangan ini, yaitu sesuai dengan namanya, SKB PP 46 membebaskan pemotong/pemungut pajak dari kewajiban memotong/memungut PPh.

 

Dengan persyaratan tertentu, wajib pajak harus melegalisasi SKB PP 46 terlebih dahulu untuk dapat mempergunakan SKB tersebut dan menyerahkannya ke lawan transaksi sebagai pemotong pajak. Selanjutnya, wajib pajak UMKM menyetor sendiri PPh Final UMKM sebesar 1% dari nilai dasar pengenaan pajak atau nilai transaksi.

 

Melalui skema ini pemotong pajak akan dimudahkan, namun dari sisi wajib pajak UMKM terasa merepotkan sebab harus berkali-kali ke KPP untuk meminta legalisasi. Setelah dilakukan evaluasi, dalam peraturan PP 23 Tahun 2018 yang menggantikan PP 46 Tahun 2013, mekanisme ini dihapuskan. 

 

Alih-alih membebaskan pemotongan/pemungutan PPh, pemotong/pemungut pajak harus melakukan pemotongan PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% terhadap wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan.

 

Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penjualan (terkait pemungutan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah) atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan PPh. Syaratnya, wajib pajak UMKM cukup menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada pemotong/pemungut pajak. 

 

Contoh 1:

Instansi Pemerintah A membeli ATK dari PT B dengan nilai di atas Rp2 juta yaitu sebesar Rp10 juta. Seharusnya, instansi tersebut memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari Rp10 juta yaitu Rp150 ribu. Namun, karena PT B telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada Instansi Pemerintah A, maka instansi tersebut tidak memungut PPh Pasal 22 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp10 juta yaitu Rp50 ribu.

 

Contoh 2:

PT C menggunakan jasa katering dari CV D dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT C memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari Rp20 juta yaitu Rp400 ribu. Namun, karena CV D telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT C, maka PT C tidak memotong PPh Pasal 23 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

 

Contoh 3:

PT E menggunakan jasa catering dari Tuan F dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT E memotong PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai dengan tarif 5% dari dasar pengenaan pajak (50% x Rp20 juta=Rp10 juta) yaitu Rp500 ribu. Namun, karena Tuan F telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT E, maka PT E tidak memotong PPh Pasal 21 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00