Info

Selama Punya NPWP, Agen Asuransi Dianggap sebagai Pengusaha Kena Pajak

JAKARTA, KWA News - Ditjen Pajak (DJP) telah menetapkan agen asuransi yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dianggap telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Sementara bagi agen asuransi yang belum ber-NPWP, wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak (KPP).

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

"Agen asuransi yang telah memiliki NPWP dianggap telah dikukuhkan sebagai PKP. Agen asuransi yang belum memiliki NPWP wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan untuk diberikan NPWP," bunyi Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) PMK 67/2022, dikutip pada Kamis (14/4/2022).

Lebih lanjut, PMK 67/2022 juga mengatur tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa agen asuransi sebesar 1,1% atas komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada agen asuransi. Besaran tarif ini sejalan dengan tarif umum baru PPN sebesar 11% sebagaimana dituangkan dalam UU 7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"10% [sepuluh persen] dari tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada agen asuransi," tulis Pasal 3 ayat (2a).

Adapun nilai pembayaran PPN ditetapkan sebelum dipotong pajak penghasilan atau pungutan lainnya, termasuk dalam komisi yang dibayarkan berdasarkan penerimaan komisi atau imbalan agen asuransi di bawah manajemennya. Kemudian, agen asuransi juga diwajibkan membuat faktur pajak untuk melaporkan kewajiban PPN tersebut.

Di sisi lain, DJP juga mengatur jasa agen asuransi wajib menyerahkan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) lainnya. Lalu, wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sepanjang jumlah peredaran usahanya melebihi batasan pengusaha kecil.

"Dalam hal agen asuransi selain menyerahkan jasa agen asuransi juga menyerahkan BKP dan/atau JKP lainnya, agen asuransi wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sepanjang jumlah peredaran usahanya melebihi batasan pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan ," tulis Pasal 4 ayat (5).

Upload e-Faktur Lewat Tanggal 15 Di-Reject! Batas SPT Masa PPN Mundur

JAKARTA, KWA News - Terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) PER-03/PJ/2022 menjadi topik yang paling banyak dibicarakan netizen selama 1 pekan terakhir.

Beleid ini menjadi pedoman pelaksana atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK 18/2021). Perdirjen teranyar ini sekaligus memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi pengusaha kena pajak (PKP) dalam membuat dan mengadministrasikan faktur pajak.

Salah satu poin paling menarik perhatian dalam Perdirjen ini adalah ketentuan baru mengenai batas akhir pengunggahan (uploade-faktur. Disebutkan dalam beleid ini, e-faktur wajib diunggah (di-upload) ke Ditjen Pajak (DJP) menggunakan aplikasi e-faktur dan memperoleh persetujuan DJP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur.

Perlu dicatat, ada 2 hal yang membuat sebuah e-faktur mendapat persetujuan DJP. 

Pertama, nomor seri faktur pajak (NSFP) yang digunakan untuk penomoran e-faktur merupakan NSFP yang diberikan oleh DJP. 

Kedua, e-faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur.

Dalam Pasal 18 ayat (3) PER-03/PJ/2022 disebutkan e-faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP bukan merupakan faktur pajak.

DJP lantas memberikan contoh kasus mengenai batas waktu pengunggahan (peng-upload-an) dan persetujuan e-faktur melalui Perdirjen ini:

"PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT H membuat e-faktur pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-faktur dengan mengisi kolom tanggal faktur pajak 18 April 2022. Namun, e-faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi e-faktur pada 16 Mei 2022.

Berdasarkan ketentuan dalam Perdirjen, DJP tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-faktur yang diunggah tersebut karena diunggah setelah tanggal 15 Mei 2022. E-faktur yang tidak memperoleh persetujuan DJP bukan merupakan faktur pajak."

Perdirjen ini juga memuat ketentuan-ketentuan lain yang perlu dipahami oleh pengusaha kena pajak.

Sesuai dengan Pasal 2, PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terutang dan membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN.

Di dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP.

Faktur pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3), PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan faktur pajak.

PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

Selain 2 topik di atas, pembahasan mengenai terbitnya 14 peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai aturan turunan UU HPP klaster PPN juga ramai dibicarakan warganet. Berikut adalah rangkuman 5 berita terpopuler DDTCNews lainnya yang sayang untuk dilewatkan:

1. Penjelasan Resmi Ditjen Pajak Soal 14 Aturan Baru Turunan UU HPP
Pemerintah resmi menerbitkan 14 aturan turunan berupa PMK untuk mengimplementasikan sejumlah ketentuan dalam UU 7/2021 tentang HPP.

Melalui ke-14 PMK ini, otoritas ingin merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berharap agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU HPP serta aturan turunannya,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Apa saja ke-14 PMK yang baru saja terbit ini? Simak daftar lengkapnya melalui tautan di atas.

2. Sri Mulyani Revisi Aturan PPN Kegiatan Membangun Sendiri, Cek di Sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyesuaikan aturan PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) menyusul diterbitkannya PMK 61/2022. Beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 itu mencabut dan menggantikan PMK 163/2012.

Merujuk pada PMK 61/2022, KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Bangunan yang dimaksud berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan memenuhi 3 kriteria. Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja.

Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2.

KMS dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tidak lebih dari 2 tahun.

Bagaimana perhitungan PPN atas KMS? Klik tautan di atas.

3. Tarif Pajak Naik, Sri Mulyani Resmi Revisi Aturan PPN Kendaraan Bekas
Sri Mulyani menerbitkan PMK 65/2022 yang mengatur tentang ketentuan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 itu mencabut dan menggantikan PMK 79/2010. Penggantian ketentuan dilakukan untuk lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan serta kepastian hukum dalam pengenaan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Berdasarkan PMK 65/2022, PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu. Besaran tertentu itu diperoleh dari hasil perkalian 10% dari tarif PPN dikalikan dengan harga jual.

Dengan demikian, besaran tertentu yang digunakan untuk menghitung PPN atas kendaraan bekas per 1 April 2022 sebesar 1,1% dari harga jual. Sementara itu, besaran tertentu sebesar 1,2% dari harga jual akan digunakan saat tarif PPN 12% resmi berlaku.

4. DJP Sebut Jatuh Tempo SPT Masa PPN Periode Maret Jadi 9 Mei 2022
DJP menyebut batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk bulan Maret 2022 diundur menjadi Senin (9/5/2022) seiring dengan adanya hari libur nasional dan cuti bersama.

Neilmaldrin Noor mengatakan batas waktu pelaporan SPT Masa PPN untuk Maret 2022 sejatinya jatuh pada Sabtu (30/4/2022). Mengingat 30 April bukan hari kerja maka tenggat waktu pelaporan digeser pada hari kerja berikutnya.

"Apabila dilihat dari kalender libur nasional yang jatuh pada tanggal 29 April 2022 sampai dengan 6 Mei 2022 maka jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPN jatuh pada Senin, 9 Mei 2022," katanya.

5. Bersamaan dengan Libur Lebaran, Batas Waktu SPT PPh Badan Tidak Mundur
Tenggat waktu penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak badan pada tahun ini bertepatan dengan rangkaian hari libur dan cuti bersama Idulfitri.

Neilmaldrin Noor mengatakan DJP belum memiliki rencana untuk mengundur batas waktu penyampaian SPT Tahunan untuk wajib pajak badan.

"Sampai saat ini belum ada, sesuai ketentuan batas waktu pelaporan SPT Tahunan wajib pajak badan tanggal 30 April," ujar Neilmaldrin.

Omzet Rp500 Juta Tak Kena Pajak, DJP Harap UMKM Jadi Penggerak Ekonomi

JAKARTA, KWA News - Ditjen Pajak (DJP) kembali mengabarkan tentang ketentuan ketentuan mengenai batas peredaran bruto atau omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta pada UMKM yang telah resmi berlaku pada tahun ini.

DJP melalui akun Instagram menjelaskan kebijakan batas omzet tidak kena pajak tersebut berlaku khusus bagi UMKM orang pribadi. Menurut DJP, kebijakan itu dirilis untuk mendorong pemulihan sektor UMKM.

"Kebijakan ini merupakan bentuk keadilan pemerintah untuk mendorong akselerasi UMKM," bunyi keterangan video yang diunggah akun @ditjenpajakri , Rabu (11/5/2022).

Pemerintah telah menerbitkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang di dalamnya turut mengubah ketentuan tentang pajak penghasilan (PPh) mulai tahun pajak 2022.

Wajib pajak orang pribadi UMKM yang membayar pajak menggunakan skema PPh final UMKM akan mendapatkan fasilitas batas omzet tidak kena pajak Rp500 juta. Apabila omzet dalam setahun hanya Rp500 juta, UMKM tidak perlu membayar PPh final 0,5%.

Namun, jika UMKM tersebut memiliki omzet melebihi Rp500 juta, penghitungan pajaknya hanya dilakukan atas omzet yang di atas Rp500 juta tersebut.

Menurut DJP, ketentuan mengenai batas omzet tidak kena pajak akan menguntungkan bagi kelompok UMKM. Pemerintah juga berharap kebijakan tersebut mampu menjadikan UMKM sebagai penggerak perekonomian.

"Pemerintah terus berkomitmen mendorong UMKM sebagai salah satu penggerak perekonomian masyarakat," bunyi keterangan yang ditulis DJP di media sosial.

PKP Bisa Buat Faktur Pajak Gabungan, Begini Ketentuannya

JAKARTA, KWA News – Sesuai dengan ketentuan dalam PER-03/PJ/2022, pengusaha kena pajak (PKP) dapat membuat faktur pajak gabungan.

Sesuai dengan Pasal 4, PKP dapat membuat 1 faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP yang sama selama 1 bulan kalender.

“Faktur pajak sebagaimana dimaksud disebut faktur pajak gabungan” demikian penggalan Pasal 4 ayat (2) PER-03/PJ/2022, dikutip pada Kamis (7/4/2022).

Dengan faktur pajak gabungan itu, PKP dikecualikan dari ketentuan saat pembuatan faktur yang ada dalam Pasal 3 ayat (2).

Masih sesuai dengan ketentuan dalam beleid yang mulai berlaku pada 1 April 2022 tersebut, faktur pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.

Jika terdapat pembayaran, baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, faktur pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.

Jika PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang wajib dibuat faktur pajak dengan menggunakan lebih dari 1 kode transaksi, PKP dapat membuat faktur pajak gabungan atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama untuk tiap-tiap kode transaksi dimaksud.

Faktur fajak gabungan tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.

Catat! PPN Kendaraan Bekas 1,1% dari Harga Jual, Simak Hitungannya

JAKARTA, KWA News - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan tarif pajak kendaraan bermotor bekas dikenakan sebesar 1,1% dari harga jual, bukan dari harga beli.

DJP menyebut pengusaha kena pajak (PKP) yang dapat menerapkan ketentuan tersebut adalah PKP pedagang kendaraan bermotor bekas yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas, baik seluruhnya maupun sebagian, dan bukan merupakan penyerahan car free month (cfm).

"Orang pribadi/bukan PKP tidak dapat melakukan pemungutan PPN," kata DJP dalam akun resmi Instagram-nya @ditjenpajakri.

DJP lantas memberikan contoh kasus. Bu Mimin, seorang PKP yang mempunyai usaha showroom mobil bekas pada September 2022 berhasil menjual sebuah mobil bekas seharga Rp100 juta.

Dengan demikian, atas kegiatan tersebut, Bu Mimin terutang PPN sebesar Rp1,1 juta. Angka tersebut berasal dari 1,1% x Rp100 juta.

Adapun kebijakan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 65/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas. Ketentuan dalam PMK 65/2022 berlaku per 1 April 2022.

Lebih lanjut DJP menyampaikan sebetulnya PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas bukan merupakan hal baru. Otoritas menyebut pungutan pajak ini sudah ada sejak 2000.

"Pemerintah melakukan penyesuaian tarif PPN kendaraan bermotor bekas berdasarkan UU HPP," kata DJP.

Sebagai informasi, beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 itu mencabut dan menggantikan PMK 79/2010. Penggantian ketentuan dilakukan untuk lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan serta kepastian hukum dalam pengenaan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Bukan Nominal Transaksi, PPN Fintech Dikenakan pada Biaya Jasa

JAKARTA, KWA News – Penyedia jasa penyelenggara teknologi finansial wajib memungut PPN sebesar 11% atas layanan yang diberikannya mulai 1 Mei 2022 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan PPN yang dikenakan tersebut hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi.

"Artinya, pengenaan pajak bukan secara langsung terhadap nominal transaksi di layanan teknologi finansial (financial technology/fintech) tersebut,"

Neilmaldrin tidak semua jasa yang disediakan penyelenggara teknologi finansial harus dipungut PPN. Sebab, jasa penempatan dana/pemberian dana, jasa pembiayaan, dan asuransi online dibebaskan dari pengenaan PPN.

PPN dikenakan atas jasa penyediaan jasa pembayaran, penyelenggaraan penyelesaian transaksi investasi, penyelenggaraan penghimpunan modal, layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

"Misal, top-up e-money Rp10 juta, umumnya terdapat biaya jasa atau kita kenal sebagai fee sekitar Rp500 atau Rp1.500 tergantung dari pemberi jasa. Nah, atas fee Rp500 inilah dikenai PPN 11%. Jadi, PPN yang dipungut hanya Rp55," ujar Neilmaldrin.

Selain itu, lanjut Neilmaldrin, PMK 69/2022 juga mengatur pemotongan PPh Pasal 23/26 oleh penyelenggara layanan teknologi finansial yang memberi layanan pinjam meminjam atau P2P lending atas penghasilan bunga yang diterima kreditur melalui platform P2P Lending.

Penghasilan bunga yang diterima pemberi pinjaman dikenai pemotongan PPh Pasal 23 jika pemberi pinjaman merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Tarif PPh Pasal 23 tersebut ditetapkan sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga.

Kemudian, penghasilan bunga yang diterima pemberi pinjaman dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 apabila pemberi pinjaman merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Tarif PPh Pasal 26 tersebut ditetapkan sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).

Neilmaldrin juga menegaskan pengenaan pajak terhadap penyelenggaraan bisnis teknologi finansial merupakan langkah serius pemerintah dalam menjaga kesetaraan dalam berusaha bagi industri jasa keuangan, baik yang dilakukan secara digital maupun konvensional.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00