Info

Perlakukan Wajib Pajak sebagai WP Baru Setelah Memakai PPh Final UMKM

 

JAKARTA, KWA News - Wajib pajak UMKM yang baru saja selesai menggunakan skema PPh final UMKM PP 23/2018 akan diperlakukan sebagai wajib pajak baru.

Bila diperlakukan sebagai wajib pajak baru, maka angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun setelahnya adalah nihil.

"Secara umum, sesuai Pasal 9 PMK Nomor 99/PMK.03/2018 dan Pasal 10 PMK Nomor PMK 215/PMK.03/2018, wajib pajak setelah penggunaan PP 23 berakhir, maka dianggap sebagai wajib pajak baru, sehingga angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun setelah penggunaan PP 23 adalah nihil," tulis @kring_pajak, dikutip Sabtu (29/1/2022).

Sesuai dengan yang diatur pada PP 23/2018, batas waktu pengenaan PPh final bagi wajib pajak berbentuk PT adalah 3 tahun pajak, sedangkan wajib pajak berbentuk koperasi, CV, firma hanya dapat menggunakan skema PPh final UMKM selama 4 tahun pajak.

Bila wajib pajak koperasi, firma, dan CV telah memanfaatkan PPh final sejak tahun pajak 2018, maka tahun ini wajib pajak badan tersebut sudah tidak dapat menunaikan kewajiban pajaknya menggunakan skema PPh final.

Meski skema PPh final UMKM sudah tidak dapat dimanfaatkan, koperasi, CV, dan firma masih dimungkinkan untuk memanfaatkan fasilitas Pasal 31E UU PPh.

Dengan adanya Pasal 31E, wajib pajak badan dalam negeri dapat memanfaatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% atas penghasilan kena pajak yang merupakan bagian dari peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar.

Bila omzet belum melampaui Rp4,8 miliar, maka pengurangan tarif sebesar 50% dapat dimanfaatkan atas seluruh penghasilan kena pajak dari wajib pajak badan. Dengan demikian, tarif PPh badan yang ditanggung oleh wajib pajak hanya sebesar 11%. (sap)

Cara Lapor SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Badan PP 23/2018

SEBAGAIMANA diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 (PP 23/2018), wajib pajak badan dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dapat menghitung pajak penghasilan (PPh) dengan tarif sebesar 0,5% yang bersifat final selama jangka waktu tertentu.

Tidak hanya memiliki kewajiban untuk menyetorkan PPh terutang, wajib pajak badan yang menggunakan PP 23/2018 juga memiliki kewajiban untuk melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan. Batas akhir pelaporan SPT Tahunan PPh badan adalah empat bulan setelah akhir tahun pajak.

Pelaporan SPT Tahunan PPh badan dapat dilakukan melalui e-Form atau e-SPT. Nah, DDTCNews kali ini akan menguraikan tata cara pelaporan PP 23/2018 dalam SPT Tahunan PPh Badan melalui e-Form PDF.

Sebelum mulai mengisi formulir, wajib pajak badan harus menyiapkan dokumen yang berupa laporan keuangan, daftar penyusutan, daftar peredaran bruto, daftar pembayaran PP 23/2018, dan lainnya. Kemudian, dokumen disiapkan dalam format pdf.

Buka tautan https://djponline.pajak.go.id , lakukan login dengan memasukkan NPWP, kata sandi, dan kode keamanan. Jika login berhasil, tampilan layer akan diarahkan ke laman dashboard layanan digital perpajakan. Lalu klik menu Lapor dan klik menu e-Form PDF.

Pastikan perangkat yang digunakan telah terinstalasi dengan Adobe PDF Reader. Jika belum, unduh Adobe PDF Reader terlebih dahulu menu Unduh Adobe PDF Reader. Setelah aplikasi sudah terinstalasi, klik menu Buat SPT.

Berikutnya, wajib pajak badan akan diminta untuk mengisi data formulir dengan memilih tahun pajak sesuai dengan tahun pajak yang ingin dilaporkan dan pilih status SPT Normal. Lalu, wajib pajak dapat memilih media pengiriman token melalui email atau nomor handphone.

Kemudian, klik Kirim Permintaan. Jika sukses, sistem akan memberikan notifikasi secara langsung. E-Form berbentuk format pdf. akan secara otomatis terunduh. Buka file e-Form yang sudah diunduh dan lengkapi data utama pada halaman induk. Kemudian, pilih Lampiran Khusus 1A pada pilihan kolom formulir yang ingin dibuka. Dalam lampiran khusus 1A, wajib pajak dapat memasukkan data terkait penyusutan fiskal dan komersial.

Berikutnya, wajib pajak dapat membuka Lampiran VI yang hanya diisi jika wajib pajak badan memiliki penyertaan modal pada badan usaha lain. Buka Lampiran V untuk mengisi data pemegang saham dan/atau pemilik modal serta data susunan pengurus atau komisaris.

Kemudian, pilih Lampiran IV isikan jenis penghasilan. Penghasilan UMKM yang mengikuti aturan dalam PP 23/2018 dapat diisi jumlah penghasilannya dalam poin 14 dengan mengisikan jenis penghasilan berupa PP 23, dasar perhitungan pajak. Sistem akan secara otomatis menghitung jumlah besaran pajak terutang.

Wajib pajak badan dapat membuka Lampiran III, apabila melakukan pemungutan atau pemotongan pajak. Selanjutnya, buka Lampiran II dengan mengisi data sesuai laporan laba/rugi milik wajib pajak badan bersangkutan.

Seluruh data yang terisi sebelumnya akan terhitung otomatis oleh sistem pada Lampiran I. Lampiran dilengkapi dengan data yang masih perlu dimasukkan. Jika sudah, silahkan membuka Formulir Induk Lanjutan.

Dalam Formulir Induk Lanjutan, wajib pajak harus mengisi kolom pernyataan dengan nama, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta tempat dan tanggal. Setelahnya, buka Lampiran 8A dan masukkan elemen neraca dan laba-rugi sesuai dengan laporan keuangan badan usaha.

Setelah mengisi seluruh data dengan benar, lengkap, dan jelas, wajib pajak badan dapat kembali membuka Formulir Induk. Lalu, klik tombol Submit yang terdapat pada bagian atas formulir induk. Wajib pajak badan akan diarahkan untuk mengunggah lampiran dokumen berbentuk format pdf yang telah disiapkan.

Kemudian, buka email atau pesan masuk di handphone untuk memeriksa kode verifikasi. Masukkan kode verifikasi pada laman Lampiran Unggah Dokumen di e-Form dan klik Submit. Jika berhasil, wajib pajak badan akan memperoleh notifikasi langsung pada e-Form dengan tulisan berupa pernyataan bahwa Submit SPT berhasil.

Dengan demikian, SPT 1771 telah terekam dan berhasil dilaporkan dalam sistem DJP. Wajib pajak badan akan mendapatkan bukti penerimaan elektronik (BPE) pada menu Arsip SPT dalam laman resmi DJP Online layanan e-Form PDF. Selesai. 

PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA (PPS)

 

PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA (PPS) adalah Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dan di selenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum serta kemanfaatan.

*Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sanksi berupa kenaikan sebesar 200% atas harta yang belum diungkapkan pada periode tax amnesty 2016 tidak akan diberlakukan terlebih dahulu selama periode PPS berjalan.

 

PENGATURAN SEBELUM UU HPP

KONDISI I : Masih terdapat peserta Pengampunan Pajak yang belum mendeklarasikan seluruh aset pada saat Pengampunan Pajak

Peserta TA (OP atau Badan) yang belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH), bila ditemukan oleh DJP akan dianggap penghasilan dan dikenai PPh Final 25% (Badan), 30% (OP), 12,5% (WP Tertentu) dari Harta Bersih Tambahan (PP-36/2017) ditambah sanksi 200%.

KONDISI II : Masih terdapat WP OP yang belum mengungkapkan seluruh penghasilan dalam SPT Tahunan 2016 s.d. 2020

WP OP yang belum melaporkan penghasilan Tahun Pajak 2016-2020 sesuai ketentuan akan dikenai PPh sesuai tarif yang berlaku ditambah sanksi administrasi.

MANFAAT PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA 

KEBIJAKAN I : 

A. Tidak dikenai sanksi Ps.18(3) UU TA

B. Perlindungan Data/Informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

KEBIJAKAN II :

A. Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap (PPh OP, PPh Pot/Put, dan PPN, kecuali pajak yang telah dipotong/dipungut tetapi tidak disetorkan)

B. Perlindungan Data/Informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

KONSEKUENSI – KURANG UNGKAP HARTA PADA KEBIJAKAN I

Bagi peserta TA (OP atau Badan) yang sampai dengan PPS berakhir (30 Juni 2022) masih terdapat harta belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) pada saat mengikuti TA 2016 

KONSEKUENSI – KURANG UNGKAP HARTA PADA KEBIJAKAN II

Bagi orang pribadi peserta PPS Kebijakan II yang Masih Terdapat Harta 2016-2020 yang tidak diungkap Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH)

 

GAMBARAN UMUM PENGUNGKAPAN HARTA PPS

 

PPS (CARA PEMBAYARAN)

 

 

 

 

 

KMK Baru! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Januari 2022

KMK Baru! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Januari 2022

 

JAKARTA, KWA News – Kementerian Keuangan menetapkan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga untuk periode 1 Januari — 31 Januari 2022.

Penetapan tarif bunga per bulan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu atas nama Menteri Keuangan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.70/KM.10/2021. Aturan ini diteken pada 28 Desember 2021.

“Menetapkan tarif bunga per bulan sebagai dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 31 Januari 2022,” demikian penggalan diktum pertama KMK tersebut.

Peserta Tax Amnesty Mau Ikut PPS? Ini Contoh Format Formulir SPPH-nya

JAKARTA, KWANews – Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 196/2021, penyampaian Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dalam program pengungkapan sukarela (PPS) secara elektronik melalui laman Ditjen Pajak (DJP).

Sesuai dengan penjelasan DJP sebelumnya, penyampaian SPPH akan serupa dengan skema pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui. Hingga saat ini, DJP masih mempersiapkan sistemnya.

“Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya prosedur penyampaian SPPH secara elektronik …, direktur jenderal pajak menentukan prosedur manual dalam penyampaian SPPH,” bunyi penggalan Pasal 27 PMK 196/2021, dikutip pada Selasa (28/12/2021).

Formulir Surat Pemberitahuan Ungkap Harta untuk Skema I dan II Berbeda

JAKARTA, KWANews – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021 mengatur bentuk formulir surat pemberitahuan pengungkapan harta untuk program pengungkapan sukarela yang akan diadakan pada 1 Januari hingga 31 Juni 2022.

Kementerian Keuangan menetapkan 2 bentuk surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) yang berbeda untuk masing-masing skema I dan skema II program pengungkapan sukarela (PPS). Bentuk SPPH tersebut dapat dilihat pada lampiran PMK 196/2021.

“Ketentuan mengenai format dokumen SPPH …, daftar rincian harta bersih, daftar utang, daftar rincian pencabutan permohonan …, serta surat keterangan tercantum dalam lampiran,” bunyi Pasal 10 ayat (8) PMK 196/2021, Selasa (28/12/2021).

Formulir SPPH untuk skema I PPS terbagi atas 8 bagian yakni bagian awal, identitas, harta bersih yang diungkapkan, PPh final, pernyataan pengalihan harta ke Indonesia, pernyataan investasi, lampiran, dan pernyataan.

Untuk skema II PPS, formulir SPPH terbagi dalam 9 bagian yakni bagian awal, identitas, nilai harta bersih yang diungkapkan, PPh final, pernyataan pengalihan harta ke Indonesia, pernyataan investasi, pernyataan mencabut permohonan yang sedang dilakukan, lampiran, dan pernyataan.

Bagi wajib pajak yang mengikuti skema I PPS, harta bersih yang diungkapkan adalah harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan pada surat pernyataan tax amnesty.

SPPH disampaikan secara elektronik melalui laman DJP dan ditandatangani secara elektronik. Bila wajib pajak peserta skema I PPS adalah wajib pajak badan maka yang menandatangani SPPH adalah pimpinan atau pengurus.

Bagi wajib pajak peserta skema II PPS, harta bersih yang dicantumkan pada SPPh tersebut adalah harta yang belum diungkapkan pada SPT tahunan 2020, baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Harta bersih yang dicantumkan pada SPPH skema II PPS adalah harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020 dan masih dimiliki pada 31 Desember 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Untuk skema II PPS, hanya orang pribadi yang berhak mengikuti kebijakan ini.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00