Info

Ini 3 Tren Pemeriksaan Pajak Menurut Pakar

JAKARTA, KWANews – Setidaknya ada 3 tren pemeriksaan pajak yang terjadi secara global. Pemahaman terkait dengan tren tersebut sangat penting untuk menentukan respons maupun desain strategi manajemen risiko perpajakan yang efektif.

Tren pertama adalah pada umumnya setiap negara secara berkala/rutin merevisi strategi pemeriksaan pajaknya, baik dari wajib pajak yang diawasi, jenis transaksi yang berisiko, tata cara, dan sebagainya.

“Dewasa ini, strategi terutama atas peningkatan kualitas pemeriksaan pajak diimplementasikan di banyak negara, dengan menggunakan kerangka manajemen risiko kepatuhan yang terintegrasi dan sistematis,

Di Indonesia sendiri, sambungnya, sudah ada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ/2020 tentang aplikasi desktop pemeriksaan. Dalam beleid tersebut, penguatan kualitas pemeriksaan dilakukan melalui penggunaan aplikasi yang merekam semua kegiatan serta untuk memastikan setiap prosedur dan tahapan pemeriksaan dilakukan sesuai aturan.

Tren kedua adalah adanya tren penyederhanaan proses pemeriksaan pajak, khususnya terkait dengan upaya memperoleh informasi bisnis dan akuntansi dari sistem teknologi informasi wajib pajak. Dalam tren ini, ada transformasi pemeriksaan dari konvensional mengarah ke digital.

Dengan adanya tren ini, wajib pajak perlu menyiapkan data dan informasi yang sudah terdigitalisasi dan terstandardisasi. Nantinya, jika data wajib pajak sudah terkoneksi dengan sistem otoritas, tidak ada lagi sengketa mengenai masalah uji bukti.

“Sengketa pajak ke depan tidak mengenai masalah uji bukti, tetapi masalah interpretasi pajak,” imbuhnya.

Adapun tren ketiga adalah terkait dengan adanya pandemi yang mengharuskan adanya pembatasan interaksi secara langsung juga telah mendorong adanya perubahan model pemeriksaan pajak. Masa pandemi mendorong dua tren sebelumnya agar lebih dipercepat.

Dengan demikian, proses pemeriksaan dapat berjalan lebih efektif dalam kerangka kooperatif dan suportif sehingga tercipta kepastian pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ini Imbauan DJP Soal Penggunaan Penyedia Jasa Pengisian SPT Tahunan

JAKARTA, KWANews – Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan imbauan kepada wajib pajak menyusul adanya jasa pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan oleh beberapa pihak. Imbauan otoritas menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (10/3/2021).

Imbauan disampaikan melalui Pengumuman No. PENG-3/PJ.09/2021. Otoritas menyatakan wajib pajak, wakil, atau kuasa bertanggung jawab secara penuh atas kebenaran isi dari SPT yang ditandatangani dan disampaikan kepada DJP.

“Dalam hal wajib pajak meminta bantuan penyedia jasa pengisian SPT, wajib pajak diimbau untuk memilih penyedia jasa yang memahami cara pengisian SPT dengan baik dan benar,” tulis DJP dalam pengumuman yang ditetapkan pada 9 Maret 2021 tersebut.

Wajib pajak, lanjut DJP, harus memastikan SPT telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas. Hal itu akan membantu wajib pajak saat DJP melakukan pengawasan material SPT dan untuk menghindari pemenuhan kewajiban perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain mengenai imbauan terkait dengan penyedia jasa pengisian SPT Tahunan, ada pula bahasan tentang kesepakatan Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah untuk kembali memasukkan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021.

  • Ketentuan Penyedia Jasa

Melalui Pengumuman No. PENG-3/PJ.09/2021, DJP menegaskan wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menandatangani SPT Tahunan.Jika menggunakan jasa pengisian SPT untuk mengisi sekaligus menandatangani SPT Tahunan tersebut, wajib pajak harus memastikan pemberian kuasa kepada penyedia jasa memenuhi beberapa ketentuan.

Pertama, kuasa tersebut menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kedua, memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi kuasa. Ketiga, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Keempat, telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir. Kelima, tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (DDTCNews)

  • Kuasa Wajib Pajak

Adapun seorang kuasa tersebut bisa konsultan pajak atau bukan konsultan pajak. Jika konsultan pajak, mereka harus resmi terdaftar atau memperoleh Izin praktik konsultan pajak yang ditetapkan oleh dirjen pajak atau pejabat yang ditunjuk.

Jika seorang kuasa bukan konsultan pajak, sambung DJP, mereka harus menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Hal ini dibuktikan dengan fotokopi sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III.

Hari Ini Lapor SPT Tahunan, Begini Pesan Sri Mulyani untuk Wajib Pajak

JAKARTA, KWANews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan jajaran pejabat Kemenkeu menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi secara online melalui e-filing pada hari ini, Senin (8/3/2021).

Sri Mulyani mengatakan pelaporan SPT melalui e-filing sangat memudahkan karena bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19, wajib pajak yang melaporkan SPT secara elektronik tidak perlu lagi mendatangi kantor pelayanan pajak.

“Terutama dalam situasi Covid ini, saya berharap untuk bisa menggunakan SPT elektronik secara lebih banyak dan lebih awal, untuk menghindari jammed di hari-hari terakhir atau jam-jam terakhir,” katanya.

Sri Mulyani menyampaikan terima kasih kepada wajib pajak yang patuh membayar dan melaporkan pajaknya. Dia kemudian mengajak wajib pajak segera melaporkan SPT tahunan.

Dia mengingatkan tenggat pelaporan SPT untuk wajib pajak orang pribadi akan berakhir pada 31 Maret 2021, sedangkan untuk wajib pajak badan akan berakhir 30 April 2021.

Wajib pajak dapat melaporkan SPT tahunan secara online melalui djponline.pajak.go.id dari mana saja. Setelah menyampaikan SPT tahunan menggunakan e-filing, wajib akan memperoleh bukti penerimaan elektronik (BPE) SPT melalui email.

Sri Mulyani menambahkan penerimaan pajak dari masyarakat menjadi andalan pemerintah untuk membiayai berbagai upaya penanganan pandemi Covid-19 dan program pembangunan. Pajak itu juga akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk dana pendidikan, kesehatan, serta pembiayaan infrastruktur.

“APBN adalah uang rakyat yang kembali lagi kepada rakyat. Uang rakyat yang kembali kepada perekonomian,” imbuhnya.

PMK 18/2021 Terbit, Tata Cara Pemeriksaan Pajak Diubah

JAKARTA, KWANews – Melalui PMK 18/2021, pemerintah juga mengubah beberapa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan.

Perubahan tertuang dalam Pasal 105 PMK yang menjadi peraturan pelaksana UU Cipta Kerja tersebut. Melalui pasal tersebut, pemerintah merevisi 17 Pasal yang tercantum dalam PMK 17/2013 s.t.d.d. PMK 184/2015.

“Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 … sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015/ … tentang Tata Cara Pemeriksaan … diubah,” demikian kutipan Pasal 105 PMK 18/2021.

Secara garis besar, terdapat 6 ruang lingkup perubahan yang tercantum dalam Pasal 105 PMK 18/2021. Pertama, penyesuaian atas perubahan frasa “keterangan lain” yang terdapat dalam beberapa pasal PMK 17/2013 s.t.d.d. PMK 184/2015.

Penyesuaian tersebut merupakan tindak lanjut dari perubahan Pasal 13 ayat (1) huruf a dan c UU KUP yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Perubahan frasa tersebut salah satunya terjadi pada Pasal 4 ayat (1) huruf b PMK 17/2013 s.t.d.d. PMK 184/2015 yang mengatur mengenai dasar dilakukannya pemeriksan untuk menguji kepatuhan.

Sebelumnya, Pasal 4 ayat (1) huruf b menyatakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a UU KUP. Namun, bunyi pasal ini direvisi.

“Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan…, dilakukan dalam hal … terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar,” demikian kutipan bunyi Pasal 4 ayat (1) huruf b PMK 17/2013 s.t.d.t.d. PMK 18/2021.

Kedua, penambahan ruang lingkup pemeriksaan. Penambahan ini terkait dengan pemeriksaan terhadap PKP yang tidak melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.

Selain itu, ada pula penyesuaian jenis pemeriksaan lapangan dan kantor serta perincian maksud dari data konkret yang menyebabkan pajak terutang tidak/kurang dibayar dan berujung pada dilakukannya pemeriksaan.

Ketiga, penyesuaian ketentuan pemeriksaan akibat dihapusnya Pasal 13A UU KUP. Seperti diketahui, salah satu cakupan perubahan UU KUP dalam UU CIpta Kerja adalah dihapusnya Pasal 13A UU KUP yang pada intinya mengatur pengenaan sanksi administrasi karena kealpaan.

Keempat, penyesuaian karena adanya perubahan sanksi pengungkapan ketidakbenaran. Perubahan ini berkaitan dengan diubahnya sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang mengungkapkan sendiri ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan.

Sebelumnya, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT disampaikan dalam laporan tersendiri secara tertulis dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%. Namun, kini sanksi tersebut diubah menjadi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan menteri keuangan.

Kelima, penyesuaian ketentuan pemeriksaan akibat dihapusnya Pasal 13 ayat (5) dan 15 ayat (4) UU KUP yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Keenam, penyesuaian ketentuan terkait dengan pemeriksaan yang ditangguhkan akibat dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan.

Adapun perubahan dan penyesuaian tata cara pemeriksaan ini hanya salah satu cakupan dari perubahan di bidang UU KUP yang dimuat dalam PMK 18/2021. Selain UU KUP, PMK 18/2021 juga memuat perubahan ketentuan di bidang UU PPh, dan UU PPN.

Dividen Dikecualikan dari Objek PPh, Ini Ketentuan Investasinya

JAKARTA, KWANews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan daftar bentuk dan instrumen investasi penempatan dividen atau penghasilan lain agar dapat dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh). Hal tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (2/3/2021).

Melalui PMK 18/2021, otoritas memerinci daftar bentuk dan instrumen investasi penempatan dividen atau penghasilan lain yang bisa dikecualikan dari objek PPh. Instrumen investasi tersebut baik di dalam maupun di luar pasar keuangan.

Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 36 PMK tersebut, investasi dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga (untuk wajib pajak orang pribadi) dan akhir bulan keempat (untuk wajib pajak badan) setelah tahun pajak diterima atau diperolehnya dividen/penghasilan lain berakhir.

Investasi … dilakukan paling singkat selama 3 tahun pajak terhitung sejak tahun pajak dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh. Investasi … tidak dapat dialihkan, kecuali ke dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,” bunyi penggalan Pasal 36 ayat (2) dan (3).

Sebagai informasi kembali, syarat investasi agar bisa dikecualikan dari objek PPh berlaku untuk 4 jenis dividen atau penghasilan lain. Pertama, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Kedua, dividen yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. Ketiga, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. Keempat, penghasilan dari luar negeri tidak melalui BUT yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.

  • Perincian Bentuk dan Instrumen Investasi

Sesuai dengan ketentuan pada PMK 18/2021, kriteria bentuk investasi agar dividen atau penghasilan lain dikecualikan dari objek PPh antara lain:

  1. surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia;
  2. obligasi atau sukuk badan usaha milik negara yang perdagangannya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
  3. obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh OJK;
  4. investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah;
  5. obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi OJK;
  6. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  7. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
  8. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  9. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  10. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  11. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah;
  12. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Investasi angka 1 sampai dengan angka 5 dan angka 9 ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan:

  1. efek bersifat utang, termasuk medium term notes;
  2. sukuk;
  3. saham;
  4. unit penyertaan reksa dana;
  5. efek beragun aset;
  6. unit penyertaan dana investasi real estat;
  7. deposito;
  8. tabungan;
  9. giro;
  10. kontrak berjangka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia;
  11. instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan OJK.

Sementara itu, investasi angka 6 sampai dengan angka 11 ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan:

  1. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  2. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Investasi dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. Sektornya ditetapkan dalam RPJMN;
  3. investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/ atau bangunan yang didirikan di atasnya. Properti yang dimaksud tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah;
  4. investasi langsung pada perusahaan di wilayah NKRI. Investasi dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas;
  5. investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99%. Emas batangan atau lantakan merupakan emas yang diproduksi di Indonesia dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau London Bullion Market Association (LBMA);
  6. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  7. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah;
  8. bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

PPN Rumah Ditanggung Pemerintah, Sri Mulyani Sudah Siapkan Anggarannya

JAKARTA, KWANews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan alokasi anggaran Rp5 triliun untuk memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan unit rumah tapak dan rumah susun (rusun).

Sri Mulyani mengatakan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) tersebut akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap rumah tapak dan rusun baru. Kebijakan itu masuk dalam kelompok stimulus insentif usaha dengan sasaran masyarakat menengah ke atas. Hal ini dikarenakan selama ini telah ada bantuan subsidi untuk masyarakat menengah ke bawah.

“Untuk PPN DTP bidang properti, diperkirakan akan menggunakan resources sebesar Rp5 triliun dan sudah masuk di dalam insentif usaha,” katanya melalui konferensi video, Senin (1/3/2021).

Sri Mulyani mengatakan insentif PPN DTP tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 21/PMK.010/2021. Beleid itu mengatur sejumlah kriteria penyerahan rumah tapak dan dan rusun yang bisa memperoleh PPN DTP, yakni harga jualnya maksimum Rp5 miliar.

Insentif PPN DTP berlaku selama 6 bulan, yakni mulai Maret hingga Agustus 2021. Pemerintah memberikan insentif PPN DTP 100% atas penyerahan rumah tapak atau rusun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar serta 50% atas penyerahan rumah tapak dan rusun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Insentif PPN DTP mengharuskan rumah dan rusun diserahkan secara fisik pada periode pemberian insentif. Selain itu, insentif hanya berlaku atas rumah dan rusun baru.

Sri Mulyani menambahkan insentif PPN DTP tersebut berlaku maksimal 1 unit rumah tapak atau rusun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun. Dia berharap kebijakan itu mampu menyerap stok rumah yang telah terbangun sekaligus memacu produksi rumah baru.

“Tujuannya men-stimulate orang untuk segera membuat keputusan pembelian rumah, baik tapak dan rusun,” ujarnya.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00