Info

3 Hari Lagi! Batas Akhir Pelaporan Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25

JAKARTA, KWANews – Batas akhir pelaporan realisasi pemanfaatan insentif diskon 30% angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk masa pajak April—Juni 2020 tinggal tiga hari lagi, tepatnya pada Senin (20/7/2020).

Sesuai PMK 44/2020, wajib pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 setiap tiga bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Simak artikel ‘Aplikasi Pelaporan Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Sudah Tersedia’.

“Laporan realisasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 … disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli 2020 untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak Juni 2020 dan tanggal 20 Oktober 2020 untuk masa pajak Juli 2020 sampai dengan masa pajak September 2020,” demikian bunyi Pasal 13 PMK 44/2020.

Untuk panduan penggunaan aplikasi, Ditjen Pajak (DJP) juga memberikan panduan pengguna (user manual) e-Reporting Insentif Covid-19. Anda bisa mengunduhnya di tautan berikut: User_Manual_ereportingcovid19.pdf.

Dalam panduan pengguna tersebut, DJP mengatakan khusus bagi pelaporan realisasi pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25, wajib pajak hanya dapat menyampaikannya melalui metode key in. Simak tips pajak ‘Cara Melapor Realisasi Diskon Angsuran PPh Pasal 25’.

Sekadar mengingatkan kembali penyampaian laporan pemanfaatan insentif menjadi salah satu instrumen pengawasan yang digunakan DJP. Pengawasan oleh DJP dimulai ketika wajib pajak telah memanfaatkan insentif pajak. Simak artikel ‘DJP Juga Awasi Pemanfaatan Insentif Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25’.

Selain laporan insentif diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, ada beberapa laporan pemanfaatan insentif lainnya yang juga paling lambat disampaikan pada Senin (20/7/2020). Pertama, insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor (PMK 44/2020) untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak Juni 2020.

Kedua, insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) (PMK 44/2020) untuk masa pajak Juni 2020. Ketiga, insentif PPh final DTP usaha mikro, mikro, kecil, dan menengah (PMK 44/2020) untuk masa pajak Juni 2020.

Keempat, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) DTP (PMK 28/2020) untuk masa masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak Juni 2020. Kelima, pembebasan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 22 Impor (PMK 28/2020) untuk masa masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak Juni 2020.

Nasib NPWP yang Tidak Pernah Sampai di Tangan

“KAK, SUDAH SATU BULAN LEBIH BIKIN NPWP ONLINE KOK BELUM JADI YA?”
“KARTU NPWP SAYA KOK TIDAK SEGERA DIKIRIM, NGGAK SAMPAI-SAMPAI PADAHAL UDAH LAMA BIKINNYA”
“KALAU UDAH BIKIN NPWP ONLINE HARUS KE KANTOR ATAU TIDAK?”
“TOLONG BANGET NPWP SAYA SEGERA DIKIRIM MAU BUAT LAMAR KERJA”

Pertanyaan di atas sering terlontar dan meninggalkan jejak komentar maupun pesan langsung di laman media sosial kantor pajak seluruh Indonesia. Seiring dengan kondisi merebaknya wabah Covid-19 yang kini telah menjangkit seluruh lapisan masyarakat, keseluruhan tatanan hidup harus beradaptasi dengan memasuki era normal baru. Satu persatu instansi pemerintah atau tempat pelayanan publik lainnya mulai menerapkan protokol kesehatan yang ketat agar menekan persebaran Covid-19 sembari melakukan pelayanan publik, salah satunya dilakukan oleh kantor pajak.

Beberapa usaha penerapan protokol kesehatan yang dilakukan oleh kantor pajak untuk mengurangi interaksi antara masyarakat dengan petugas di antaranya penyediaan tempat cuci tangan, thermometer gun, masker, pemasangan mika pembatas pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), antrean daring, penyediaan saluran telepon untuk konsultasi daring, hingga meminimalkan pelayanan tatap muka.Penumpukan jumlah antrean yang biasa terjadi saat pelayanan tatap muka dapat diminimalisir dengan memaksimalkan layanan yang sudah bisa dilakukan secara daring seperti pelaporan SPT Tahunan yang wajib e-Filing, pembuatan billing, permohonan EFIN, pengajuan status KSWP, pembuatan NPWP, dan sebagainya.

Pembuatan NPWP baik Badan maupun Orang Pribadi yang kini dapat dilakukan secara daring melalui laman ereg.pajak.go.id tentu memudahkan masyarakat yang ingin membuat NPWP tanpa harus melakukan mobilisasi atau antre di kantor pajak terlebih saat wabah Covid-19 seperti sekarang. Dengan sistem ereg.pajak.go.id lama, apabila sudah melakukan proses pendaftaran petugas akan melalukan proses penelitian dan persetujuan permohonan dalam 1 hari kerja, setelah disetujui oleh pertugas, pada laman ereg.pajak.go.id wajib pajak akan terlihat nomor NPWP-nya. Namun, permohonan bisa berupa penolakan karena wajib pajak tidak menyampaikan permohonan secara lengkap dan benar.

Dengan sistem ereg.pajak.go.id terbaru, apabila pendaftaran NPWP berhasil maka nomor NPWP akan langsung dikirim secara sistem melalui surat elektronik (surel) tanpa melalui proses persetujuan petugas pajak. Berikut beberapa perbedaan sistem ereg.pajak.go.id yang lama dengan yang terbaru.No Lama Baru 1 Melampirkan fotokopi KTP Tidak perlu melampirkan fotokopi KTP (khusus Orang Pribadi) 2   Pernyataan kesediaan menjalankan kewajiban setelah diterbitkan NPWP (wajib pajak selain usahawan dan penghasilan di bawah 4.5 juta) 3   Kewajiban wajib pajak menjalankan PP 23 untuk usahawan 4 Nomor NPWP pada laman ereg.pajak.go.id akan muncul setelah proses persetujuan petugas Nomor NPWP akan dikirim sistem melalui surel apabila proses pendaftaran berhasil

Sekarang wajib pajak tidak perlu datang ke kantor pajak untuk mendapat NPWP karena nomor sudah dikirimkan secara sistem melalui surel yang didaftarkan dan kartu fisik dikirimkan ke alamat yang tertera saat melakukan pendaftaran. Berikut NPWP yang dikirim secara sistem melalui surel.

Pajak Dividen Dihapus, Ini Untung Ruginya

JAKARTA, KWANews—Omnibus Law Perpajakan menawarkan kebijakan baru berupa penghapusan PPh atas dividen dalam negeri dan luar negeri. Aspek ini menjadi salah satu pembahasan kunci dalam diskusi virtual yang digagas oleh Lokataru Foundation.

Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan penghapusan PPh atas dividen dalam negeri dan luar negeri menjadi salah satu andalan pemerintah untuk meningkatkan geliat investasi di dalam negeri.

“Dengan sistem PPh final 10% untuk dividen yang saat ini berlaku, menjadikan Indonesia memiliki tarif pajak efektif paling tinggi di ASEAN,” katanya dalam diskusi virtual Lokataru Foundation, Rabu (1/7/2020).

Meski begitu, penghapusan PPh dividen dalam negeri dan luar negeri ibarat dua sisi mata uang. Pada satu sisi, penghapusan berdampak positif untuk menekan tarif pajak efektif bagi pelaku usaha di dalam negeri.

Selain menjadi daya tarik untuk meningkatkan kegiatan investasi di dalam negeri, lanjutnya, penghapusan PPh dividen juga berpotensi menghilangkan pajak berganda dan mengurangi intensi wajib pajak untuk menghindari pajak.

“Dengan sistem yang berlaku sekarang cenderung membuat wajib pajak menghindari pengenaan pajak dividen. Perusahaan juga cenderung memperbesar jumlah laba ditahan atau retain earnings dan memperkecil porsi pembagian dividen,” tutur Bawono.

Selain itu, lanjutnya, PPh final atas dividen juga kerap menjadi pemantik skema re-routing investment, dividen terselubung, dan mengaburkan pengendali atas penerima manfaat atau beneficial owner.

Di sisi lainnya, penghapusan PPh dividen berpotensi menggerus penerimaan negara. Menurut Bawono, penerimaan yang hilang harus dapat diantisipasi demi menjamin keberlangsungan penerimaan negara dalam membiayai pembangunan.

“Oleh karena itu penting agar investasi yang dihasilkan dengan relaksasi dapat langsung terasa di sektor riil,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bawono juga menilai ada baiknya kebijakan yang ada di Omnibus Law Perpajakan untuk dimasukkan ke dalam revisi UU perpajakan lainnya seperti UU KUP, UU PPh dan UU PPN agar reformasi perpajakan secara komprehensif bisa terwujud.

Bersiap, AR DJP Sudah Mulai Jalankan Penelitian SPT Tahunan PPh Anda

JAKARTA, KWANews – Account representative (AR) Ditjen Pajak (DJP) sudah mulai melakukan penelitian terhadap surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) 2019. Langkah otoritas tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (3/7/2020).

Untuk SPT tahunan PPh 2019 milik wajib pajak yang memanfaatkan relaksasi pelaporan, penelitian sudah bisa dilakukan mulai Rabu (1/7/2020). Sementara itu, bagi wajib pajak yang tidak memanfaatkan relaksasi pelaporan, penelitian SPT tahunan PPh 2019 sudah dijalankan.

AR yang akan memantau, meneliti, dan mengingatkan wajib pajak dan menindaklanjuti apabila wajib pajak masih belum melaksanakan kewajibannya,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama.

Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No.06/PJ/2019, jika penelitian SPT menyimpulkan bahwa kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh wajib pajak telah sesuai dengan ketentuan wajib pajak tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) KUP. Baca artikel ‘Mau Tahu Perbedaan Penelitian dan Pemeriksaan Pajak? Simak di Sini’.

Kendati kelengkapan sudah sesuai ketentuan, wajib pajak masih berpotensi dikenai sanksi administrasi berupa bunga dalam Pasal 9 ayat (2b) UU KUP. Sanksi dikenakan jika terdapat kekurangan pembayaran PPh terutang dalam formulir SPT tahunan PPh pembetulan. Simak artikel ‘Risiko Penelitian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019’.

“Untuk yang tidak memanfaatkan [relaksasi pelaporan SPT tahunan PPh 2019], prosedurnya AR langsung meneliti dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak SPT tahunan PPh disampaikan. Jadi, penelitian itu sudah dilakukan,” imbuh Yoga.

Selain mengenai penelitian SPT tahunan PPh 2019, sejumlah media nasional juga membahas mengenai pemajakan terhadap ekonomi digital di Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah mengaku belum melakukan perumusan teknis untuk pengenaan PPh dan pajak transaksi elektronik (PTE).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Dianggap Tidak Disampaikan

Bagi yang memanfaatkan relaksasi pelaporan SPT tahunan, jika wajib pajak menyampaikan formulir SPT tahunan PPh pembetulan sampai dengan 30 Juni 2020 tapi tidak memenuhi kelengkapan dokumen setelah dilakukan penelitian, SPT tahunan PPh tahun Pajak 2019 dianggap tidak disampaikan oleh wajib pajak.

“Dan wajib pajak [yang tidak memenuhi kelengkapan dokumen] dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP,” demikian bunyi penggalan Pasal 8 ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06/PJ/2019. (DDTCNews)

  • Pengenaan PPh dan PTE

Pemerintah memastikan belum akan melakukan pembahasan aturan teknis atas pengenaan PPh dan PTE untuk perusahaan digital sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020. Pada tahap awal, pemerintah baru masuk pada implementasi PPN.

“Untuk pajak transaksi elektronik kita belum sampai kepada perumusan teknis, walaupun sudah muncul dalam UU,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama.

Pemerintah baru sebatas memperkenalkan PPh, PTE, dan konsep significant economic present. Pemerintah belum masuk pada pembahasan teknis terkait tarif, dasar pengenaan, dan tata cara penghitungan pajak yang menjadi inti dalam aturan turunan dari UU No.2 Tahun 2020. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Pantau Investigasi AS

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas akan terus memantau perkembangan rencana investigasi Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR) terkait dengan penerapan pajak digital di 10 negara, termasuk Indonesia.

“Terkait dengan investigasi USTR, kita terus pantau dan mitigasi karena yang menjadi concern utama adalah penerapan digital service tax. Pada aspek itu, kita belum bicara sampai di sana dengan membahas PP [peraturan pemerintah] untuk pajak transaksi elektronik,” tuturnya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Sunset Policy

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengusulkan kebijakan sunset policy jilid II untuk membantu pengamanan penerimaan pajak pada tahun depan. Pada saat yang sama, ada dorongan untuk pertumbuhan ekonomi.

“Keluarkan saja sunset policy supaya [pertumbuhan ekonomi] kita betul-betul 4,5%, bahkan bisa diraih 5,5% dengan tetap sungguh-sungguh mengendalikan inflasi,” katanya. (Kontan)

  • Status Indonesia

Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari lower middle income country menjadi upper middle income country per 1 Juli 2020. Kenaikan status berdasarkan penilaian pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia 2019 yang naik menjadi US$4.050, dari posisi sebelumnya US$3.840.

“Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia. Namun, juga dirujuk secara luas oleh lembaga dan organisasi internasional dalam operational guidelines,” tulis Kemenkeu dalam keterangan tertulisnya. (Bisnis Indonesia/Kontan/KWANews)

  • Sunset Policy

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengusulkan kebijakan sunset policy jilid II untuk membantu pengamanan penerimaan pajak pada tahun depan. Pada saat yang sama, ada dorongan untuk pertumbuhan ekonomi.

“Keluarkan saja sunset policy supaya [pertumbuhan ekonomi] kita betul-betul 4,5%, bahkan bisa diraih 5,5% dengan tetap sungguh-sungguh mengendalikan inflasi,” katanya. (Kontan)

  • Status Indonesia

Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari lower middle income country menjadi upper middle income country per 1 Juli 2020. Kenaikan status berdasarkan penilaian pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia 2019 yang naik menjadi US$4.050, dari posisi sebelumnya US$3.840.

“Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia. Namun, juga dirujuk secara luas oleh lembaga dan organisasi internasional dalam operational guidelines,” tulis Kemenkeu dalam keterangan tertulisnya. (Bisnis Indonesia/Kontan/KWANews) (kaw)

  • Layanan Elektronik DJP

Akhir pekan ini, layanan elektronik yang disediakan DJP untuk sementara tidak dapat diakses kembali. Otoritas mengatakan pada Sabtu, 4 Juli 2020, akan dilaksanakan berlangsung kegiatan pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dimiliki DJP.

“Kegiatan ini akan berdampak pada tidak dapat diaksesnya seluruh layanan elektronik yang disediakan DJP mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB,” demikian pengumuman yang ada dalam laman resmi DJP. (KWANews) (kaw)

  • Layanan Elektronik DJP

Akhir pekan ini, layanan elektronik yang disediakan DJP untuk sementara tidak dapat diakses kembali. Otoritas mengatakan pada Sabtu, 4 Juli 2020, akan dilaksanakan berlangsung kegiatan pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dimiliki DJP.

“Kegiatan ini akan berdampak pada tidak dapat diaksesnya seluruh layanan elektronik yang disediakan DJP mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB,” demikian pengumuman yang ada dalam laman resmi DJP. (KWANews) (kaw)

Resmi Terbit! PP Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Perseroan Terbuka

JAKARTA, KWANews – Pemerintah menerbitkan beleid baru mengenai penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.

Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2020. PP yang menjadi salah satu aturan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2020 ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu pada 19 Juni 2020.

“Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020,” demikian bunyi penggalan bagian pertimbangan dalam PP tersebut.

Dalam bagian penjelasan PP ini dinyatakan sektor pasar modal memiliki peran penting dalam pertumbuhan investasi, perbaikan struktur permodalan usaha, dan percepatan pertumbuhan ekonomi.

Penguatan pasar modal dapat diwujudkan dengan meningkatkan jumlah perusahaan yang terdaftar sebagai perseroan terbuka dengan saham diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Dengan pertimbangan tersebut, pemerintah menyatakan perlu ada insentif fiskal berupa penurunan PPh badan bagi wajib pajak perseroan terbuka.

Dalam Pasal 2 ditegaskan lagi adanya penyesuaian tarif PPh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021. Tarif kembali turun menjadi 20% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022.

Kemudian, ada tarif pajak 3% lebih rendah dari tarif PPh badan tersebut bagi wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor ke perdagangan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% dan memenuhi persyaratan tertentu.

Jika dilihat, ketentuan ini juga sudah dinyatakan pemerintah dalam PP No. 29 Tahun 2020 saat memberikan fasilitas yang berkaitan dengan buyback saham. Simak artikel ‘Persyaratan Perseroan Terbuka yang Bisa Dapat Tarif Pajak Lebih Rendah’.

Dalam PP No. 30 Tahun 2020 ditegaskan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi mencakup empat aspek. Pertama, saham yang lepas ke bursa efek harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak. Kedua, masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan atau disetor penuh.Baca Juga: PPN Nihil? Pemungut Tetap Wajib Sampaikan Laporan Triwulanan ke DJP

Pihak yang dimaksud tidak termasuk wajib pajak perseroan terbuka yang membeli kembali (buyback) sahamnya dan/atau yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam UU PPh dengan wajib pajak perseroan terbuka.

Ketiga,ketentuan minimal setor saham, jumlah pihak, dan persentase kepemilikan saham tiap pihak harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu tahun pajak. Keempat, pemenuhan persyaratan dilakukan wajib pajak perseroan terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Ditjen Pajak (DJP).

“Dalam hal ketentuan … tidak terpenuhi, pajak penghasilan terutang dihitung dengan menggunakan tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 [badan normal],” demikian bunyi penggalan Pasal 3 ayat (5) PP No. 30 Tahun 2020.

Terkait pembelian kembali saham, Pasal 4 PP No. 30 Tahun 2020 juga mengatur ketentuan ini dapat dikecualikan berdasarkan ketentuan di bidang perpajakan. Jika dilihat, pengecualian ini juga telah dipakai dalam pemberian insentif sesuai PP No. 29 Tahun 2020.

Selain wajib pajak sendiri, Ketua Dewan Komisioner OJK ataupun pejabat yang ditunjuk juga menyampaikan daftar wajib pajak perseroan terbatas yang memenuhi syarat atau yang melakukan buyback saham kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak.

Ke depan, Menteri Keuangan masih perlu mengeluarkan PMK terkait bentuk dan tata cara penyampaian laporan wajib pajak perseroan terbuka kepada DJP serta daftar wajib pajak perseroan terbuka yang memenuhi persyaratan yang disampaikan oleh OJK kepada Kemenkeu melalui DJP.

Perluasan Sektor Penerima Insentif Pajak PMK 44/2020 Dipertimbangkan

JAKARTA, KWANews – Pemerintah mempertimbangkan perluasan cakupan klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak mendapat insentif pajak sesuai dengan PMK 44/2020.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama dalam webinar yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan, Rabu (1/7/2020).

“Awalnya di PMK 23/2020 hanya sektor manufaktur yang memperoleh insentif. Sekarang di PMK 44/2020 sudah hampir semua [sektor] tetapi masih ada KLU yang ketinggalan dan kita mempertimbangkan untuk memperluas lagi,” jelas Hestu.

Dia menjelaskan perluasan cakupan insentif pada PMK 44/2020 sudah dimungkinkan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020. Dengan adanya Perpres tersebut, cakupan dan masa berlaku insentif sangat dimungkinkan untuk diperluas dan diperpanjang.

“Seperti yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan [Sri Mulyani Indrawati] dan Perpres No. 72/2020, sudah ada skema untuk memperpanjang insentif hingga Desember. Ini PMK 44/2020 akan kita sesuaikan lagi dengan kondisi,” imbuh Hestu.

Berdasarkan catatan DJP, estimasi nilai insentif PMK 44/2020 dan penurunan pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% ke 22% mencapai Rp123,01 triliun. Dalam Rp123,01 triliun, masih terdapat ruang senilai Rp26 triliun untuk penambahan stimulus PPh pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan stimulus lainnya.

Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, pemerintah berharap estimasi insentif senilai Rp123,01 triliun dapat terserap dan dimanfaatkan secara penuh oleh wajib pajak yang berhak (eligible) untuk memanfaatkan insentif ini.

“Kalau tidak termanfaatkan berarti dukungan dunia usaha dari pemerintah belum efektif. Harapannya hampir semua alokasinya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang berhak. Untuk yang KLU-nya tidak terlampir tetapi merasa butuh, ini ruangnya masih terbuka dan diskusinya dipimpin di Kemenko Perekonomian,” ujar Hestu.

Sebagai informasi kembali, sesuai PMK 44/2020, insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) berlaku untuk 1.062 KLU. Kemudian, insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor untuk 431 KLU.

Adapun insentif pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 untuk 846 KLU dan insentif restitusi PPN dipercepat hingga jumlah lebih bayar maksimal Rp5 miliar untuk 431 KLU. Selain batasan KLU, insentif juga dapat dimanfaatkan perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan perusahaan di kawasan berikat.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00