Info

Restitusi pajak kuartal I 2020 tumbuh 10,8%

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total restitusi pajak sepanjang Januari-Maret 2020 sebesar Rp 56,07 triliun.

Angka tersebut lebih tinggi 10,8% dibanding pengembalian senilai Rp 50,6 triliun.

Pengamat Pajak Center of Indonesia Tax Center (CITA) Fajry Akbar mengatakan restitusi pajak tahun ini bakal lebih tinggi dari pada realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 143,97 triliun.

Ini karena adanya percepatan restitusi pajak yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penangan virus corona atau Covid-19.

Beleid tersebut tertuang dalam  Perarturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Ini diberikan kepada 19 sektor manufaktur dan 11 sektor lainnya.

“Perlu diingatkan juga, bahwa percepatan restitusi seharusnya dampaknya besar di awal tahun penerapan kebijakan tersebut. Seharusnya tahun depan sudah turun, kecuali ada kebijakan baru, seperti perluasan sektor ini,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (19/4).

Fajry menambahkan tren daya beli yang berkurang saat ini akan memukul penjualan dunia usaha. Pada akhirnya akan menekan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan direstitusikan.

Dari sisi penerimaan, restitusi PPN akan tercermin dari berkurangnya PPN Dalam Negeri atau PPN DN. Meski demikian, realisasi PPN DN sepanjang kuartal I-2020 sebesar Rp 51,63 triliun, tumbuh 10,27% dari pencapaian di periode sama tahun lalu.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menambahkan ada dua tantangan bagi penerimaan PPN DN. Pertama, jika nantinya dampak Covid-19 berdampak bagi demand shock. Laju pertumbuhan PPN DN bisa jadi ikut menurun.

“Walau demikian PPN khususnya DN umumnya relatif lebih tahan goncangan jika dibandingkan dengan penerimaan PPh. Oleh sebab itu goal pemerintah saat ini adalah menjaga level konsumsi masyarakat agar tetap terjaga. Ini bisa dari menjaga supply agar harga terkendali maupun menjamin agar penghasilan masyarakat stabil,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Minggu (19/4).

Kedua, dari sisi relaksasi restitusi PPN. Adanya perluasan restitusi dipercepat bisa berakibat bagi penerimaan. Darussalam menegaskan restitusi PPN adalah konsekuensi logis mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan dalam PPN dan itu sesuatu yang wajar.

“Adanya relaksasi pada PMK 23/2020 tersebut juga baik adanya yaitu untuk menjamin cash flow perusahaan agar meminimumkan dampak lebih buruk bagi dunia usaha,” kata dia.

Pemerintah hapus pajak UMKM selama 6 bulan

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah akan membebaskan pajak bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama enam bulan ke depan. Pembebasan pajak ini dilakukan sebagai stimulus bagi UMKM di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Stimulus pajak ini dapat membuat kelangsungan bisnis UMKM tetap terjaga. “Tadi sudah disampaikan adalah penghapusan pajak untuk UMKM selama enam bulan, jadi dinolkan,” ujat Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki usai rapat terbatas, Rabu (15/4).

Teten bilang, UMKM menjadi sektor penting bagi ekonomi di Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60% serta penyerapan tenaga kerja hingga 97%.

Mayoritas usaha di Indonesia juga dalam level UMKM hingga 99%. Lebih spesifik lagi dari angka tersebut sebesar 89% merupakan usaha mikro.

Restrukturisasi kredit bagi usaha mimro dan ultra mikro di bawah Rp 10 juta menjadi perhatian bagi pemerintah. Selain restrukturisasi pinjaman ada pula usulan penambahan modal bagi usaha mikro.

“Presiden minta tadi, bukan yang soal relaksasi, tapi tambahan modal baru, karena di sektor mikro ini kan sudah ngos-ngosan, nafasnya sudah habis,” terang Teten.

Oleh karena itu nantinya akan ada penyaluran kredit untuk modal usaha. Penyaluran tersebut akan menggunakan berbagai skema baik melalui koperasi simpan pinjam hingga fintech dengan dana tak hanya dari APBN tetapi juga dari program kredit usaha rakyat (KUR).

Hore, pemerintah tambah 11 sektor ini untuk dapat insentif pajak

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah kembali menebar insentif guna menanggulangi dampak virus corona alias Covid-19 ke perekonomian Indonesia. Terbaru, Kementerian Keuangan memberikan insentif pajak kepada 11 bidang usaha. 

“Setelah tindak lanjut diskusi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), maka ditetapkan ada sebelas sektor tambahan,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat media daring, Jumat (17/4).

Adapun 11 sektor usaha yang bakal dapat keringanan pajak adalah

  1. sektor pangan peternakan dan perkebunan hortikultura
  2. sektor perdagangan bebas dan eceran. 
  3. sektor ketenagalistrikan EBTK
  4. sektor migas
  5. sektor pertambangan.
  6. sektor kehutanan
  7. sektor pariwisata
  8. sektor telekomunikasi dan jasa hiburan. 
  9. sektor kontrstuksi
  10. sektor logistik
  11. sektor transportasi udara.

Baca Juga: Begini upaya pemerintah selamatkan maskapai penerbangan akibat corona

Kesebelas sektor usaha tersebut akan mendapatkan stimulus pajak berupa pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, PPh Pasal 21 atau pajak karyawan ditanggung pemerintah, potongan PPh Pasal 25 atau pajak korporasi sebanyak 30%, dan percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menambahkan, aturan tersebut merupakan perluasan dari stimulus jilid II yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Korona. 

Lebih lanjut, beleid tersebut menyebutkan insentif PPh Pasal 21 akan diberikan kepada para pemberi kerja dari klasifikasi 440 lapangan usaha yang tercantum dalam  lampiran PMK 23/2020 dan merupakan perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). 

Melalui insentif ini, pemerintah akan menanggung PPh Pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto tetap dan teratur, yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 200 juta dalam setahun.  

Baca Juga: Harga gas turun, DPR dorong pemerintah beri insentif bagi badan usaha hilir gas bumi

Untuk mendapatkan insentif ini, pemberi kerja dapat menyampaikan pemberitahuan untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 kepada Kepala KPP terdaftar. Insentif pemerintah ini akan diberikan sejak Masa Pajak April 2020 hingga September 2020. 

Kemudian, insentif PPh Pasal 22 Impor yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. WP yang dapat dibebaskan dari pungutan ini adalah usaha yang sesuai dengan kode klasifikasi pada lampiran PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE.  

Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 harus diajukan oleh WP secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP Pusat terdaftar. Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020. 

Selanjutnya, pemerintah memberikan insentif pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran yang seharusnya terutang. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.  

Jika WP memenuhi kriteria insentif tersebut, maka pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan Masa Pajak September 2020.

Baca Juga: Industri penerbangan terpukul corona, pemerintah janji beri insentif untuk maskapai

Terakhir, insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha terlampir di PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp 5 miliar.  

Dengan syarat ini, WP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Jika PKP tersebut memenuhi syarat, maka Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberikan pengembalian pendahuluan berlaku untuk Masa Pajak sejak PMK 23/2020 diundangkan sampai dengan Masa Pajak September 2020 dan disampaikan paling lama tanggal 31 Oktober 2020.

Sri Mulyani bebaskan bea masuk dan pajak impor keperluan penanganan pandemi corona

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ketentuan ini ditetapkan per 17 April 2020.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengungkapkan bahwa sebelumnya, Kemenkeu telah memberikan kemudahan atas impor barang dalam penanganan Covid-19 melalui skema pemberian fasilitas fiskal berdasarkan PMK 70 tahun 2012 dan PMK 171 tahun 2019, namun kedua skema tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan.

“Ada kegiatan impor barang untuk penanganan Covid-19 ini yang sebelumnya belum terfasilitasi, seperti impor barang oleh swasta yang dipergunakan sendiri atau impor barang melalui perorangan (barang kiriman) maupun barang bawan penumpang,” kata Heru, Minggu (19/4).

Menurut Heru, sesuai Pasal 9 dan Pasal 10 Perpu 1 tahun 2020, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati diberikan wewenang memberikan fasilitas kepabeanan atas impor barang yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19.

Melalui PMK terbaru ini, Kemenkeu menambah kemudahan dalam kegiatan impor yaitu dengan memberikan kesempatan kepada semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang-perseorangan, badan hukum, dan non badan hukum mendapatkan barang impor untuk penanggulangan wabah Covid-19 dengan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sehingga sangat membantu dalam penyediaan barang untuk kebutuhan di dalam negeri.

Adapun fasilitas yang diberikan dalam PMK ini yaitu pembebasan bea masuk atau cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 terhadap impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19 baik untuk komersial maupun non komersial.

“Terdapat 73 jenis barang yang diberikan fasilitas tersebut yang terlampir dalam PMK terbaru ini,” tambah Heru.

Pemasukan barang impor yang diberikan fasilitas yaitu barang kiriman asal luar negeri, barang melalui pusat logistik berikat (PLB), atau barang pengeluaran dari kawasan berikat/gudang berikat, kawasan bebas atau kawasan ekonomi khusus, dan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Adapun, cara pengajuan permohonan untuk mendapatkan fasilitas ini dapat dilakukan secara elektronik melalui portal INSW maupun diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai tempat pemasukan barang, kecuali untuk impor barang kiriman dan barang bawaan penumpang yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 500 tidak perlu mengajukan permohonan tetapi cukup diselesaikan dengan Consignment Note (CN) untuk barang kiriman atau Customs Declaration untuk barang bawaan penumpang dari luar negeri.

Namun demikian, untuk barang kiriman, fasilitas diberikan setelah Penyelenggara Pos atau penerima barang menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam dokumen CN.  

Sedangkan jika nilai barang kiriman atau nilai barang bawaan penumpang melebihi FOB US$ 500, fasilitas pembebasan tetap dapat diberikan sepanjang telah mengajukan permohonan dan disetujui oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Bea Cukai. Dokumen impor yang digunakan untuk barang kiriman atau barang bawaan penumpang yang melebihi FOB US$ 500 yaitu menggunakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).

Jika jenis barang impor yang diberikan fasilitas tersebut terkena ketentuan tata niaga impor, maka untuk kemudahan cukup melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada saat impor atau pengeluaran barang. Namun jika barang yang diimpor tidak melebihi jumlah yang ditetapkan tata niaganya oleh kementerian atau lembaga terkait dan/atau BNPB, maka tidak perlu melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari BNPB.

Jangka waktu fasilitas ini berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya masa penanganan pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh BNPB. Diharapkan dengan adanya peraturan baru ini, maka akan semakin menambah kemudahan dan memberikan pedoman yang jelas dalam pemberian fasilitas bagi seluruh pihak terkait untuk pelaksanaan kegiatan impor barang, khususnya untuk barang dalam rangka penanggulangan Covid-19.

Implementasi Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan dalam Penghitungan PPh Pasal 29 dan Angsuran PPh Pasal 25

Jakarta, 21 April 2020 – Sesuai Perppu 1 Tahun 2020 pemerintah telah menurunkan tarif pajak penghasilan badan dari sebelumnya sebesar 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun-tahun pajak 2020 dan 2021, dan menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2022.

Penghitungan pajak penghasilan untuk tahun pajak 2019 menggunakan tarif yang berlaku untuk tahun pajak 2019 yaitu sebesar 25 persen. Dengan demikian penghitungan dan setoran pajak penghasilan kurang bayar yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019 (PPh Pasal 29) masih menggunakan tarif 25 persen.

Sebagai akibat dari penurunan tarif tersebut, maka penghitungan dan setoran angsuran pajak penghasilan badan (angsuran PPh Pasal 25) untuk tahun 2020 dapat menggunakan tarif sebesar 22 persen mulai masa pajak SPT Tahunan 2019 disampaikan dan masa pajak setelahnya.

Bagi wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan 2019 sampai dengan akhir Maret 2020 penghitungan dan setoran angsuran PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:

  • Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Maret 2020 (yang disetorkan paling lambat pada 15 April 2020) adalah sama dengan angsuran pada masa pajak sebelumnya.
  • Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak April 2020 (yang disetorkan paling lambat pada 15 Mei 2020) dihitung berdasarkan laba fiskal yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019, namun sudah menggunakan tarif baru yaitu 22 persen.

Untuk itu pemerintah mengimbau wajib pajak badan untuk segera menyampaikan SPT Tahunan 2019 agar dapat mulai memanfaatkan penurunan angsuran PPh Pasal 25.

Pajak adalah sumber utama penerimaan negara dan merupakan bentuk partisipasi kita dalam membantu pemerintah menanggulangi penyebaran virus corona dan membantu sesama kita khususnya mereka yang paling terdampak wabah COVID-19.

SP-13 Penurunan tarif PPh badan.pdf

Fasilitas Pajak untuk Mendukung Ketersediaan Obat, Alat Kesehatan dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan COVID-19

Jakarta, 21 April 2020 – Pemerintah mendorong ketersediaan barang-barang seperti alat perlindungan diri dan obat-obatan yang diperlukan untuk menanggulangi wabah COVID-19 melalui pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.

Fasilitas tersebut diberikan kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak-pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah COVID-19 atas impor, perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa sebagai berikut:

a. Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah COVID-19

  • Obat-obatan
  • Vaksin
  • Peralatan laboratorium
  • Peralatan pendeteksi
  • Peralatan pelindung diri
  • Peralatan untuk perawatan pasien, dan
  • Peralatan pendukung lainnya

b. Jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah COVID-19

  • Jasa konstruksi
  • Jasa konsultasi, teknik, dan manajemen
  • Jasa persewaan, dan
  • Jasa pendukung lainnya

Selain insentif pajak pertambahan nilai, untuk membantu percepatan penanganan wabah COVID19 pemerintah juga memberikan pembebasan dari pemungutan atau pemotongan pajak penghasilan sebagai berikut:

  1. Pasal 22 dan Pasal 22 Impor: atas impor dan pembelian barang sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah COVID-19.
  2. Pasal 22: atas penjualan barang sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan oleh pihak penjual yang bertransaksi dengan badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah COVID-19.
  3. Pasal 21: atas penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, atau pihak lain yang ditunjuk atas jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah COVID-19.
  4. Pasal 23: atas penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, atau pihak lain yang ditunjuk atas jasa teknik, manajemen, atau jasa lain yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah COVID-19.

Pengajuan surat keterangan bebas untuk fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar melalui email resmi kantor pelayanan pajak yang bersangkutan. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 21 tidak membutuhkan surat keterangan bebas.

Insentif pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan di atas diberikan untuk masa pajak April 2020 hingga September 2020.

Pengaturan lengkap dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020. Untuk mendapatkan salinan peraturan ini dan peraturan lain yang diterbitkan dalam rangka merespons COVID-19, kunjungi https://www.pajak.go.id/covid19. Daftar email KPP dapat dilihat pada https://www.pajak.go.id/unit-kerja.

SP-15 Fasilitas pajak produk Covid-19.pdf

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00