Info

Cara Membetulkan Data yang Salah Ketika Membuat Kode Billing

SAAT ini, membayar pajak sudah sangat mudah, bahkan tidak perlu ke luar rumah. Anda hanya perlu mengakses DJP Online, membuka e-Billing, mengisi surat setoran elektronik (SSE), mencetak Kode Billing dan akhirnya membayar pajak.

Namun, tidak jarang setelah wajib pajak membayar pajak ternyata wajib pajak baru menyadari melakukan kesalahan, baik salah mengisi kode jenis jenis setoran, salah mengisi tahun pajak atau masa pajak, atau bahkan salah mengisi nominal pembayaran.

Lantas, bagaimana cara membetulkannya? Anda tidak perlu khawatir. Kali ini KWANews akan menjabarkan cara membetulkan kesalahan tersebut dengan cara melakukan pemindahbukuan (PBK).

Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan pembayaran pajak yang sudah disetor untuk dipindahkan ke pembayaran pajak yang sesuai. Setelah itu, wajib pajak akan melalui sejumlah prosedur.

Pertama, wajib pajak harus mengisi formulir permohonan pemindahbukuan setoran pajak. Kemudian, menyiapkan bukti setoran pajak asli. Lalu membuat surat pernyataan tidak keberatan pemindahbukuan.

Kemudian, melampirkan surat pernyataan mengenai kekeliruan yang dibuat dari pimpinan bank/kantor pos apabila kesalahan itu terjadi karena kesalahan petugas bank/kantor pos. Lalu, melampirkan fotokopi KTP dan bukti setoran tanpa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Format formulir permohonan pemindahbukuan tersebut bisa dilihat dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Dalam formulir tersebut, Anda akan diarahkan untuk mengisi nomor surat permohonan sesuai nomor surat administrasi Anda. Kemudian, mengisi tempat dan tanggal permohonan sesuai data dalam KTP Anda.

Lalu, kolom lampiran diisi dengan jumlah lampiran form yang Anda inginkan. Setelah itu, kolom kantor pajak diisi dengan nama kantor pajak di mana permohoan pemindahbukuan pajak diajukan.

Kemudian, kolom yang bertandatangan di bawah ini diisi dengan nama informasi yang mengajukan permohonan pemindahbukuan setoran pajak. Lengkap dengan alamat, NPWP serta nomor telepon.

Dalam formulir tersebut juga terdapat pernyataan “terhadap pembayaran penyetoran, saya mengajukan permohonan pemindahbukuan” disertai alasan pemindahbukuan yang harus diisi pihak yang bersangkutan.

Setelah selesai, formulir bisa dikirimkan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan atau melalui pos/jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan.

Jangka waktu penyelesaian permohonan PBK adalah 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap. Ketika ternyata permohonan PBK tersebut tidak lengkap maka kantor pajak akan memberitahukan bahwa permohonan tersebut ditolak. Semoga bermanfaat.

Cara Pelaporan Realisasi Insentif Pajak Covid-19 di DJP Online

KABAR gembira untuk para wajib pajak! Mulai hari ini, Rabu (13/5/2020), pelaporan realisasi insentif bagi wajib pajak yang terdampak pandemi virus Corona atau Covid-19 sudah bisa dilakukan secara online melalui DJP Online.

Pelaporan realisasi insentif Covid-19 merupakan kewajiban yang harus dilakukan bagi para penerima insentif pajak, terutama insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Insentif pajak yang wajib dilaporkan realisasinya tersebut di antaranya insentif PPh Final ditanggung pemerintah (DTP) dan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP. Adapun pelaporan realisasi tersebut dilakukan setiap masa pajak selama periode insentif berlaku.

Biar tidak bingung, KWANews akan menjelaskan langkah-langkah pelaporan realisasi insentif tersebut. Sebelum melapor, pastikan terlebih dahulu bahwa Anda memang termasuk sebagai penerima insentif pajak PMK 44/2020.

Pertama, buka dan Login akun Anda di DJP Online. Isi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), password dan captcha lalu klik Login. Kemudian, klik menu Profil untuk penambahan atau aktivasi fitur layanan pelaporan insentif Covid-19.

Setelah itu, klik aktivasi fitur Layanan dan centang e-reporting insentif Covid-19. Setelah aktivasi, pilih menu Layanan dan klik e-reporting insentif Covid-19. Nanti, Anda akan segera melihat kolom Daftar Pelaporan. Setelah itu klik Tambah.

Pada kolom Pelaporan Baru, pilih jenis pelaporan realisasi yang Anda inginkan. Ada dua jenis pelaporan realisasi yang Anda bisa pilih, yaitu pelaporan realisasi insentif PPh Final DTP dan PPh Pasal 21 DTP. Katakanlah, Anda memilih PPh Final DTP.

Setelah memilih, isi Kode keamanan. Setelah itu, klik Lanjutkan. Jika Anda tak mendapatkan fasilitas PMK-44, maka akan muncul notifikasi kesalahan (DT). Hal ini terjadi karena Anda tidak termasuk penerima insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19.

Jika berhasil, Anda akan diarahkan untuk mengunggah (upload) file laporan realisasi PPh Final. Namakan file tersebut dengan format AAAAAAAAAAAAAAA_BBCC_DDDD_EE_FF.xlsx dengan perincian sebagai berikut:

A = 15 digit (NPWP)
B = 2 digit (masa pajak awal)
C = 2 digit (masa pajak akhir)
D = 4 digit (tahun pajak)
E = 2 digit (kode pelaporan realisasi)
F = 2 digit (kode pembetulan)

Untuk diingat, kode pelaporan realisasi PPh Final DTP menggunakan 01, sedangkan PPh Pasal 21 DTP menggunakan 02. Jika pelaporan normal kode pembetulan diisi 00, dan apabila ingin melaporkan pembetulan diisi 01 dan seterusnya. Setelah selesai mengunggah, klik Submit.

Sekadar mengingatkan, pelaporan realisasi PPh Pasal 21 DTP dan PPh Final DTP dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Insentif berlaku untuk masa pajak April 2020-September 2020. Selesai. Mudah, kan?

Penuhi Ini, UMKM Prei Bayar Pajak

KWANews, Perekonomian nasional menerima pukulan telak dengan adanya pandemi Covid-19 di awal tahun 2020 ini, UMKM salah satunya. Daya beli masyarakat yang menurun serta adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat UMKM berada pada situasi sulit karena umumnya masih mengandalkan transaksi secara tatap muka.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 yang memungkinkan para pelaku UMKM libur membayar pajak selama enam bulan yakni April hingga September 2020. Beleid ini juga lazim disebut insentif pajak jilid II karena merupakan perluasan dari PMK 23/PMK.03/2020 yang menjadi paket stimulus pajak guna mengamankan sektor-sektor vital dalam perekonomian Indonesia selama masa pandemi.  

Tepat sebulan sejak mulai diundangkan pada 27 April 2020, sebanyak 186.537 UMKM telah mengajukan permohonan dan 183.595 atau 98,4% di antaranya disetujui untuk memperoleh insentif pajak ini. Sedangkan 2.942 permohonan ditolak karena KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) tidak memenuhi kriteria dalam PMK ini, atau SPT Tahunan 2018 belum disampaikan sebagai basis untuk menentukan KLU.

Jumlah permohonan yang masuk ini masih tergolong minim, mengingat saat ini wajib pajak yang membayar pajak melalui skema final dengan tarif 0,5% dari omzet diketahui sebanyak 2,3 juta wajib pajak. Atau bisa dikatakan baru 8,11% wajib pajak UMKM yang pengajuan insentif PPh Final UMKM DTP (Ditanggung Pemerintah) hingga 27 Mei 2020.

Setidaknya ada dua hal menurut pandangan penulis yang membuat UMKM belum mengajukan permohonan untuk memperoleh insentif, yakni UMKM belum mengetahui informasi tentang insentif pajak ini, atau UMKM belum tahu bagaimana mengajukan permohonannya.

Publikasi dan sosialisasi menjadi kunci utama dalam menjawab tantangan untuk menggaungkan informasi mengenai insentif pajak ini kepada para pelaku UMKM. Sejak hari pertama aturan tentang insentif pajak UMKM ini diundangkan, DJP telah melakukan publikasi secara masif melalui pelbagai media, baik cetak maupun elektronik. Sebanyak dua juta lebih surat elektronik secara serentak (email blast) telah dikirimkan. Melalui gelar wicara (talk show) di radio dan televisi insentif juga disuarakan. Unit kerja DJP di seluruh Indonesia pun berbondong menyelenggarakan kelas pajak secara daring. Semua ikhtiar itu dilakukan tujuannya satu, membantu UMKM agar tetap bisa bertahan di masa pandemi ini.

Bagi UMKM yang belum memperoleh insentif PPh Final UMKM DTP untuk bulan April, masih bisa mengajukan permohonan agar lima bulan ke depan –Mei hingga September—bisa prei membayar pajak. Untuk itu, ada dua hal yang harus dipenuhi agar mendapatkan fasilitas ini, yakni memiliki Surat Keterangan PP 23 berdasarkan PMK-44/PMK.03/2020, dan menyampaikan Laporan realisasi PPh Final Ditanggung Pemerintah paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak.

1. Surat Keterangan PP 23

Untuk mendapatkan insentif PPh Final UMKM DTP wajib pajak harus mengajukan Suket (Surat Keterangan) PP 23 sesuai PMK-44/PMK.03/2020. Bagi wajib pajak yang sebelumnya sudah mendapatkan Suket PP 23 tetap harus mengajukan permohonan lagi agar bisa mendapatkan fasilitas ini. Adapun syarat yang harus dipenuhi yakni wajib pajak tersebut merupakan orang pribadi atau badan dengan omzet setahun tidak melebihi 4,8 miliar dan tidak dikecualikan sebagai subjek pajak PP 23 Tahun 2018, serta telah menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak terakhir.

Permohonan diajukan dengan mengeklik menu login di www.pajak.go.id, kemudian masuk ke menu layanan, pilih Info KSWP, scroll ke bawah menuju Profil Pemenuhan Kewajiban Saya, pilih Surat Keterangan PP 23, lalu isikan kode keamanan.

Kemudian sistem akan secara otomatis mendeteksi persyaratan. Jika belum memenuhi wajib pajak telah memenuhi syarat, maka akan muncul tombol cetak. Ajukan permohonan ini sekali saja, paling lambat tanggal 20 Juni 2020, agar insentif pajak bisa didapatkan untuk masa pajak Mei hingga September.

2. Laporan Realisasi

Laporan realisasi PPh final DTP meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak termasuk dari transaksi dengan pemotong/pemungut. Selain itu, juga dilampiri dengan SSP/cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPH FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44 /PMK.03/2020” apabila ada transaksi dengan pemotong atau pemungut pajak. Untuk mendapatkan fasilitas ini, setiap bulannya wajib pajak harus menyampaikan laporan beserta lampirannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Pelaporan realisasi insentif Covid-19 dapat dilakukan dengan mengeklik tombol login pada www.pajak.go.id. Jika wajib pajak belum pernah mengakses aplikasi e-Reporting Insentif Covid-19, maka ikuti langkah-langkah berikut terlebih dahulu: Masuk ke tab profil, pilih aktivasi fitur layanan, cek e-Reporting Insentif Covid-19, klik Ubah, lalu aplikasi akan meminta untuk logout. Setelah itu, login kembali dan pilih tab Layanan, kemudian klik e-Reporting Insentif Covid-19, klik tambah untuk memilih laporan yang dibutuhkan, dan pilih jenis laporan realisasi PPh final Ditanggung Pemerintah.

Apabila dalam proses pengajuan permohonan untuk mendapatkan fasilitas tersebut mengalami kegagalan/eror, wajib pajak dapat membuka tautan berikut https://pajak.go.id/id/panduan-penanganan-kode-error-layanan-online untuk mengetahui penyebab eror beserta penyelesaiannya. Unit kerja DJP juga telah menambahkan sepuluh saluran komunikasi berupa nomor telepon resmi KPP (bisa dilihat pada tautan berikut www.pajak.go.id/unit-kerja) yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk berkonsultasi mengenai insentif PPh Final UMKM DTP ini.

Mengutip data dari katadata.co.id, saat ini terdapat kurang lebih 64,2 juta UMKM terdaftar, dengan kontribusi sebesar 60,3% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, serta penyerapan hingga 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja. Ini menunjukkan bahwa UMKM menjadi salah satu tulang punggung dalam perekonomian nasional, maka ia harus didukung agar negara bisa tetap tegak ekonominya. Masih ada lima bulan tersisa. Penuhi persyaratannya, ajukan permohonan segera, maka UMKM Anda prei bayar pajak.

Deadline 22 Hari Lagi, DJP Andalkan AR Buat Awasi Wajib Pajak

JAKARTA, KWANews – Deadline penyampaian kelengkapan dokumen SPT tahunan tahun pajak 2019 bagi wajib pajak yang memanfaatkan relaksasi tinggal 22 hari lagi. Peran account representative (AR) dalam pengawasan penyampaian dokumen menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (8/6/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan relaksasi penyampaian SPT tahunan tahun pajak 2019 telah dimanfaatkan sekitar 8.000 wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan.

Setiap AR, sambung Hestu, akan menjadi garda terdepan untuk menjalankan pengawasan wajib pajak yang memanfaatkan relaksasi. AR akan terus membina wajib pajak agar menyampaikan kelengkapan dokumen melalui formulir SPT tahunan PPh pembetulan paling lambat 30 Juni 2020.

“Para AR akan mengingatkan mereka sebagai suatu bentuk pembinaan dan pengawasan terhadap para wajib pajak tersebut,” ujarnya.

Selain terkait deadline penyampaian kelengkapan dokumen SPT tahunan tahun pajak 2019, ada pula bahasan mengenai target penerimaan pajak pada tahun ini. Pemerintah akan menurunkan target penerimaan pajak 2020. Hal ini akan berpengaruh pada penyesuaian target di tiap kantor wilayah (kanwil).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Konsolidasi Data

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengaku hingga saat ini DJP masih melakukan konsolidasi data wajib pajak yang sudah menyampaikan kelengkapan dokumen SPT tahunan tahun pajak 2019.

“Untuk wajib pajak yang sudah melengkapi dokumen SPT masih dikonsolidasikan datanya,” kata Hestu.

Jika wajib pajak tidak menyampaikan formulir SPT tahunan PPh pembetulan untuk memenuhi kelengkapan sampai dengan 30 Juni 2020, SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 dianggap tidak disampaikan oleh wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak akan dikenai sanksi administrasi. (KWANews)

  • Laporan Keuangan Lengkap

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06/PJ/2019, DJP dapat menyampaikan imbauan kepada wajib pajak agar menyampaikan kelengkapan dokumen SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 sesuai batas waktu. Imbauan dilakukan secara elektronik melalui email wajib pajak yang terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan.

Adapun kelengkapan dokumen atau lampiran SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 berupa pertama, laporan keuangan yang lengkap, yang sebelumnya tidak disampaikan dalam penyampaian SPT tahunan PPh sesuai deadline 30 April 2020.

Kedua, keterangan dan/atau dokumen selain laporan keuangan yang dipersyaratkan sebagaimana diatur dalam peraturan Dirjen Pajak mengenai tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT. (KWANews)

  • Target Penerimaan Pajak Dipangkas 27%

Setelah diturunkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020, target penerimaan pajak pada 2020 akan kembali dipangkas. Outlook penerimaan pajak tahun ini hanya senilai Rp1.198,8 triliun atau turun 27% dari target dalam APBN induk senilai Rp1.642,6 triliun.

Jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun, outlook terbaru ini mengalami penurunan 10%. Penurunan ini lebih dalam dari outlook yang sebelumnya ditetapkan dalam Perpres No. 54/2020 sebesar 5,9%. Simak artikel ‘APBN Perubahan 2020, Penerimaan Pajak Turun 23,65% dari Target Awal’. (Kontan/KWANews)

  • Penyesuaian Target Kanwil

DJP bakal melakukan penyesuaian target penerimaan pajak pada tiap kantor wilayah (kanwil) setelah outlook penerimaan pajak pada tahun ini kembali turun. DJP akan menyesuaikan target setelah melihat dampak Covid-19 dan sektor dominan di masing-masing daerah.Baca Juga: Jelang Pembukaan Layanan Langsung, Kesiapan KPP Dicek

“Target per kanwil pasti akan kita sesuaikan nanti. Namun, perlu dilihat perkembangan realisasi penerimaan sampai dengan bulan Mei atau Juni ini untuk membuat prognosis yang lebih akurat,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. Simak artikel ‘Penerimaan Pajak Diproyeksi Turun, DJP Sesuaikan Target Tiap Kanwil’. (KWANews)

  • PPN Produk Digital

Otoritas meyakini pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk digital dari luar negeri akan berjalan lancar. Apalagi, kebijakan ini juga sejalan dengan rekomendasi OECD dan benchmark beberapa negara lainnya.

“Kami yakin ini akan berjalan dengan baik sebagaimana sebagian negara OECD sudah menerapkan hal yang sama,” tutur Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (Bisnis Indonesia)

  • Persidangan Secara Elektronik

Ketua Pengadilan Pajak menerbitkan beleid mengenai persidangan secara elektronik di Pengadilan Pajak. Beleid yang dimaksud adalah Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No.KEP-016/PP/2020.

Pasalnya, untuk menyelesaikan sengketa pajak dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana maka perlu dilakukan pembaruan proses persidangan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Bisnis Indonesia)

  • Iuran Tapera Bisa Dibiayakan?

Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2020 yang mengatur pemungutan iuran kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat sebesar 3%.

Dari sisi pajak, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) belum bisa memastikan apakah iuran itu bisa dibiayakan sehingga menjadi pengurang penghasilan bruto. BP Tapera berencana menjadikan skema iuran di BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) sebagai benchmark. Simak artikel ‘Terkait Pajak, Iuran Tapera 3% Bisa Jadi Pengurang Penghasilan Bruto?’. (kaw)

Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Tidak Dapat Diakui Jadi Kredit Pajak

JAKARTA, KWANews – Diskon 30% angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 yang diamanatkan dalam PMK 44/2020 tidak dapat diakui sebagai kredit pajak pada akhir tahun pajak.

Hal ini disampaikan contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, saat menjawab pertanyaan dari wajib pajak melalui Twitter. Otoritas mengatakan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bukanlah fasilitas ditanggung pemerintah (DTP).

“Fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% bukan merupakan fasilitas DTP sehingga tidak dapat diakui sebagai kredit pajak,” demikian pernyataan akun resmi @kring_pajak, Selasa (2/6/2020).

Pemerintah, sesuai PMK 44/2020, memberikan insentif berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang setiap masa pajak berdasarkan pada salah satu dari empat hal.

Pertama, perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan SPT tahunan PPh tahun pajak 2019. Kedua, besarnya angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 dalam hal menyampaikan SPT tahunan PPh tahun 2019.

Ketiga, keputusan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan karena penurunan kondisi usaha. Keempat, perhitungan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan PMK No.215/PMK.03/2018.

Insentif ini dapat diajukan oleh perusahaan yang termasuk dalam 846 KLU yang ditetapkan. Selain itu, insentif tersebut dapat juga diajukan oleh perusahaan KITE maupun perusahaan yang telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.

Pengajuan insentif yang ada di dalam PMK 44/2020, termasuk diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 dilakukan melalui DJP Online. Pemenuhan persyaratan insentif pajak secara online dilakukan dengan login pada www.pajak.go.id (DJP Online) dan masuk pada menu Layanan – Info KSWP. Simak artikel ‘Mulai Hari Ini! Minta SK UMKM & Insentif PMK 44/2020 di DJP Online’.

Insentif diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 juga diawasi oleh DJP. Pengawasan ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020. DJP bisa menerbitkan surat tagihan pajak untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 22 atau Pasal 25 terutang. Simak artikel ‘DJP Juga Awasi Pemanfaatan Insentif Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25’. (kaw)

Biar Pajaknya Ditanggung Pemerintah, Pelaku UMKM Minta Ini Dulu ke DJP

JAKARTA, 03 Mei 2020 – Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ingin memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) harus mengajukan permohonan surat keterangan.

Surat keterangan, sesuai PMK 44/2020, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Dirjen Pajak yang menerangkan bahwa wajib pajak dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018 (PPh final 0,5%).

“Wajib pajak mengajukan permohonan surat keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung pemerintah,” demikian bunyi penggalan kutipan Pasal 6 ayat (1) PMK 44/2020. Simak artikel ‘Pajak UMKM Resmi Ditanggung Pemerintah Selama 6 Bulan, Ini Aturannya’.

Surat keterangan itu dapat diperoleh wajib pajak, termasuk yang telah memiliki surat keterangan sebelum PMK 44/2020 berlaku. Wajib pajak UMKM dapat memperolehnya dengan mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.

Adapun tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan surat keterangan sesuai dengan PMK yang mengatur PP 23/2018. Jika runut, ketentuan tersebut telah diatur oleh otoritas fiskal melalui PMK 99/2018.

Setelah jangka waktu pemberian fasilitas PPh final DTP berakhir, surat keterangan itu tetap berlaku untuk pelaksanaan ketentuan sesuai PMK 99/2018. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif untuk UMKM ini untuk masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020.

“Bentuk dokumen berupa surat keterangan … dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,” demikian bunyi penggalan Pasal 6 ayat (5) PMK 44/2020.

Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan sistem agar pengajuan insentif yang ada di PMK 44/2020 bisa dilakukan secara elektronik atau online. Simak artikel ‘Deadline Lapor SPT Berakhir, DJP Hentikan Sementara Layanan Online’.

DJP mengambil kebijakan bahwa pemberitahuan pemanfaatan insentif yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020 tetap berlaku untuk masa pajak April 2020. Simak artikel ‘Ada Kelonggaran dari DJP Buat Sektor Perluasan Insentif Pajak Covid-19’.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00