Info

Pemerintah Perpanjang Insentif Pajak hingga Desember 2020

JAKARTA, KWANews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemberian insentif pajak untuk pelaku usaha akan diperpanjang hingga Desember 2020, dari rencana semula akan berakhir pada September 2020.

Perpanjangan insentif pajak tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (29/6/2020). Menurut Menkeu, kebijakan perpanjangan insentif dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 72/2020 yang merevisi Perpres No. 54/2020.

“Dalam Perpres 72 ini menampung hal-hal baru, yaitu perluasan dan perpanjangan insentif perpajakan untuk dunia usaha yang dalam Perpres 54 diberikan sampai September, kami akan perpanjang sampai Desember,” katanya, Senin (29/6/2020).

Sri Mulyani memerinci insentif pajak yang diperpanjang hanya pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 dan PPN atas impor untuk alat kesehatan, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Namun, ia tidak menyebut insentif pajak lainnya dalam penanganan dampak pandemi Corona seperti pembebasan PPh Pasal 22 impor untuk pelaku usaha dan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, turut diperpanjang atau tidak.

Dengan perpanjangan insentif pajak tersebut, Sri Mulyani menambahkan akan ada koreksi penerimaan perpajakan menjadi Rp1.404,5 triliun turun 4% dari sebelumnya diproyeksikan sebesar Rp1.462,6 triliun.

Meski memperpanjang insentif pajak, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menyebutkan realisasi pemanfaatan insentif pajak saat ini masih terbilang rendah. “Realisasi untuk insentif usaha baru 10,14%,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah merilis insentif pajak untuk pelaku usaha terdampak pandemi Covid-19 selama 6 bulan, sejak April hingga September 2020. Insentif itu diberikan pada 1.083 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (BKLI), pada 18 sektor usaha.

Simak, Ini Cara Aktivasi dan Lupa EFIN Saat New Normal DJP

JAKARTA, KWANews – Aktivasi dan lupa electronic filing identification number (EFIN) dilayani secara online meskipun pelayanan tatap muka sudah dibuka kembali mulai 15 Juni 2020. Lantas, bagaimana prosedurnya?

Otoritas, dalam laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Tanggap Covid-19 mengatakan permintaan aktivasi EFIN disampaikan melalui email resmi KPP atau KP2KP.

“Permintaan aktivasi EFIN disampaikan melalui email resmi KPP atau KP2KP (daftar alamat email resmi dapat diakses melalui tautan berikut: www.pajak.go.id/unit-kerja),” tulis DJP dalam laman tersebut

Adapun persyaratan aktivasi EFIN antara lain, pertama, satu email wajib pajak hanya untuk satu permohonan layanan aktivasi EFIN. Kedua, wajib pajak mengirimkan swafoto/selfie dengan memegang KTP dan kartu NPWP.

Petugas melakukan pengecekan kesesuaian data yang diberikan oleh wajib pajak dengan basis data DJP. Apabila semua data sesuai, petugas membuat dan mengirim pemberitahuan EFIN dalam bentuk PDF melalui email.

Adapun layanan terkait lupa EFIN dapat dilakukan melalui kanal telepon Kring Pajak 1500200, Twitter @Kring_Pajak atau live chat pada situs web www.pajak.go.id, atau telepon dan email resmi KPP (www.pajak.go.id/unit-kerja).

Persyaratan untuk memperoleh kembali EFIN akibat lupa antara lain, pertama, satu email wajib pajak hanya untuk satu permohonan layanan lupa EFIN. Kedua, permohonan wajib pajak lewat email dilengkapi Proof of Record Ownership (PORO).

Ketiga, dalam hal belum dilengkapi data di atas, wajib pajak mengirimkan swafoto/selfie dengan memegang KTP dan kartu NPWP. Kemudian, petugas melakukan pengecekan kesesuaian data yang diberikan oleh wajib pajak dengan basis data DJP.

Apabila semua data sesuai, petugas membuat dan mengirim pemberitahuan EFIN dalam bentuk PDF melalui email,” imbuh DJP.

Tidak Dapat Diskon 30% PPh Pasal 25? Bisa Coba Ajukan Pengurangan Ini

JAKARTA, KWANews – Wajib pajak yang tidak berhak (eligible) mendapatkan diskon 30% sesuai PMK 44/2020 masih bisa mendapatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan dalam KEP-537/PJ/2000. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (24/6/2020).

Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, mengatakan bagi wajib pajak dapat mendapatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dengan dua cara tersebut. Selain itu, dengan tarif PPh badan yang turun menjadi 22%, norminal angsuran juga sudah.

“Wajib pajak dapat menggunakan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada PMK 44/2020 jika memenuhi kriteria atau menggunakan permohonan pengurangan angsuran sesuai dengan KEP-537/PJ/2000,” demikian tulis Kring Pajak merespons pertanyaan wajib pajak lewat Twitter.

Diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 diberikan untuk wajib pajak dengan kriteria memiliki salah satu dari 846 kode KLU sesuai Lampiran PMK 44/2020, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, atau telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB.

Sementara permohonan pengurangan besaran PPh Pasal 25 sesuai KEP-537/PJ/2000, bisa diajukan jika sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25.

Selain terkait dengan angsuran PPh Pasal 25, ada pula bahasan mengenai laporan World Bank bertajuk “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”. Dalam laporan ini disebutkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang lainnya.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

Wajib pajak yang memanfaatkan insentif diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK 44/2020 masih tetap bisa mengajukan pengurangan angsuran sesuai ketentuan dalam KEP-537/PJ/2000.

Sesuai Pasal 7 ayat (2) KEP-537/PJ/2000, pengajuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

Nantinya, pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 (fasilitas PMK 44/2020) juga akan dihitung dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk setiap masa pajak berdasarkan keputusan pengurangan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 karena penurunan kondisi usaha.

  • Tidak Bisa Dikreditkan

DJP menegaskan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 yang diamanatkan dalam PMK 44/2020 tidak dapat diakui sebagai kredit pajak pada akhir tahun pajak. Simak artikel ‘Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Tidak Dapat Diakui Jadi Kredit Pajak’.

  • Rasio Pajak Terhadap PDB

World Bank menyebut rasio pendapatan negara terhadap PDB Indonesia pada 2018 hanya sebesar 14,6%, sedangkan negara berkembang lain tercatat mampu mencapai 27,8%. Dari sisi belanja, rasio belanja negara terhadap PDB hanya 16,6%, lebih rendah dari rata-rata negara berkembang yang mencapai 32%.

“Rasio pajak terhadap PDB sebesar 10,2% dari PDB pada tahun 2018 masih merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan,” tulis World Bank dalam laporan “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”.

  • Upaya Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah selalu mengupayakan ada peningkatan tax ratio. Pemerintah, sambungnya, terus mencari solusi atas sejumlah faktor yang menyebabkan tax ratio di Indonesia rendah.

Dia mencontohkan faktor yang sering disebut sebagai penyebab tax ratio rendah adalah masih adanya celah dalam kebijakan perpajakan pemerintah dan praktik penghindaran pajak. Pemerintah terus memanfaatkan akses pertukaran informasi.

  • Pengecualian Pengenaan PPN

World Bank mengungkapkan belanja perpajakan (tax expenditure) akibat pengecualian pengenaan PPN atas komoditas tertentu dan tingginya threshold pengusaha kena pajak (PKP) lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas ketimbang masyarakat kelas bawah.

“Sebagian besar pengecualian pajak ini dinikmati oleh rumah tangga yang lebih kaya dan jika dihapuskan akan mengurangi ketimpangan,” demikian tulis World Bank dalam publikasi berjudul “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”. Simak artikel ‘Pengecualian PPN Dinilai Tidak Tepat Sasaran, Ini Saran World Bank’.

  • Redesain Anggaran

Untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah melakukan redesain pada 2021. Redesain akan mengadopsi konsep money follow program. Langkah ini untuk memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja, serta konvergensi program dan kegiatan kementerian dan lembaga.

Spending better ini fokus kita pada 2020 dan 2021. Ini sangat penting bagi pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Di Kemenkeu, ada pula redesain program kerja. Menurutnya, penyusunan program kerja yang selama ini berdasarkan unit eselon I sudah tidak efektif. Nantinya, ada lima program yang dijalankan. Kelimanya adalah program kebijakan fiskal, program penerimaan negara, program belanja negara, program kekayaan negara, dan program dukungan manajemen. (Bisnis Indonesia/KWANews)

  • Relokasi dari China

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk memfasilitasi investor yang hendak melakukan relokasi investasi dari China ke Indonesia.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan Satgas tersebut langsung di bawah komandonya. Satgas mendapat tugas khusus, yaitu mendeteksi perusahaan-perusahaan yang akan relokasi. Kemudian, mengecek kemudahan-kemudahan yang diberikan negara-negara lain.

“Dan yang penting memberi kewenangan kepada mereka [Satgas]untuk membuat keputusan dalam bernegosiasi,” ujar Bahlil. (Kontan/KWANews)

Baru! Ada 5 Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Respons Covid-19

JAKARTA, KWANews – Pemerintah menerbitkan beleid baru terkait fasilitas pajak penghasilan (PPh) dalam rangka penanganan virus Corona (Covid-19).

Beleid baru itu berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2020. Beleid ini diterbitkan untuk merespons dampak penyebaran Covid-19 di Indonesia terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa, serta sektor usaha. Untuk merespons ini, perlu dukungan selain dari APBN dan APBD.

Diperlukan pula kontribusi dan sumbangan masyarakat, dukungan ketersediaan SDM di bidang kesehatan yang cukup, keberlangsungan industri produk alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga, dan stabilitas pasar saham. Untuk itu, pemerintah memberikan fasilitas PPh.

“Diperlukan dasar hukum … dalam bentuk Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi penggalan salah satu pertimbangan dalam beleid tersebut.

Dalam beleid ini, ada 5 jenis fasilitas PPh yang diberikan pemerintah. Pertama, tambahan pengurangan penghasilan neto kepada wajib pajak dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) untuk keperluan penanganan Covid-19.

Kedua, sumbangan penanganan Covid-19 yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Ketiga, tambahan penghasilan yang diterima atau diperolehSDM di bidang kesehatan. Tambahan penghasilan ini dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif 0%.

Keempat, penghasilan berupa kompensasi dan penggantian atas penggunaan harta dikenai pajak yang bersifat final dengan tarif sebesar 0%. Kelima, fasilitas terkait pembelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa dalam rangka penanganan Covid- 19.

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2020 ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 10 Juni 2020.

Per Agustus 2020, PKP di KPP Pratama Wajib Buat Bupot PPh Pasal 23/26

JAKARTA, KWANews – Terhitung mulai Agustus 2020, pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia harus membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

Kewajiban ini dimuat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020. Melalui keputusan yang ditetapkan pada 10 Juni 2020 ini, Dirjen pajak menetapkan PKP yang terdaftar di KPP Pratama di seluruh Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

“PKP tersebut diharuskan membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-04/PJ/2017 mulai masa pajak Agustus 2020,” demikian penggalan dari diktum pertama keputusan tersebut.

Sesuai KEP-269/PJ/2020, kewajiban pembuatan bukti pemotongan dan penyampaian SPT masa tersebut akan tetap berlaku meskipun pengusaha yang telah ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 tidak lagi berstatus sebagai PKP.

Sementara itu, untuk wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP setelah penetapan KEP-269/PJ/2020, kewajiban pembuatan bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berlaku sejak masa pajak dilakukannya pengukuhan.

Adapun KEP-269/PJ/2020 ini berlaku sejak 10 Juni 2020. Apabila dalam KEP-269/PJ/2020 terdapat kekeliruan maka akan dibetulkan sebagaimana mestinya.

Sesuai PER-04/PJ/2017, SPT masa dan daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berbentuk formulir kertas (hard copy) atau dokumen elektronik. Adapun syarat pemotong yang menggunakan hard copy ada dua.

Pertama, menerbitkan tidak lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak. Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100 juta untuk setiap bukti pemotongan dalam satu masa pajak.

Kemudian, pemotong yang harus menggunakan dokumen elektronik memenuhi salah satu atau beberapa kriteria berikut. Pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak.

Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, atau KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar.

SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik dapat disampaikan oleh pemotong pajak dengan menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26 yang tersedia di laman milik DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP.

“Pemotong pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik harus menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak berikutnya dalam bentuk dokumen elektronik,” demikian bunyi pasal 8 PER-04/PJ/2017

Buat Warga Depok, Ada Diskon 50% PBB! NJOP Tahun Ini Tetap

DEPOK, KWANews – Pemerintah Kota Depok memberikan pengurangan pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada wajib pajak hingga 50% sebagai upaya meringankan beban masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Kepala Bidang Pajak Daerah II Badan Keuangan Daerah (BKD) Muhammad Reza mengatakan kebijakan ini berlaku untuk seluruh wajib pajak yang telah memiliki surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) tahun 2019. Tidak ada potongan bagi SPPT yang diterbitkan pada 2020 ini.

“Bagi yang baru terbit SPPT tahun ini, tidak dapat pengurangan yang berarti mengikuti nilai jual objek pajak (NJOP) yang baru,” kata Reza, dikutip Kamis (18/6/2020).

Namun demikian, NJOP baru yang juga seharusnya naik pada tahun ini juga tidak dinaikkan oleh Pemkot Depok. Dengan ketetapan PBB untuk 2019 yang didiskon sebesar 50%, NJOP pada tahun ini sama dengan tahun lalu.

Dengan adanya program diskon PBB dan program lain seperti penghapusan denda, Reza berharap wajib pajak bisa lebih taat dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak diharapkan membayar pajak terutang sebelum jatuh tempo pada Agustus mendatang.

Selain insentif ini, Pemkot Depok sebelumnya juga memberikan keringan pajak khusus kepada warga kurang mampu, veteran, dan pensiunan. Diskon PBB sebesar 75% diberikan kepada veteran. Sementara, pensiunan dan warga kurang mampu diberi diskon PBB sebesar 45%.

Untuk mendapatkan fasilitas keringan PPB dari Pemkot Depok tersebut, wajib pajak perlu melampirkan KTP, surat keputusan (SK) pensiun, dan surat keterangan tidak mampu dari Dinas Sosial berdasarkan rekomendasi dari kelurahan setempat.

Kebijakan ini berlaku atas satu bidang tanah yang dimiliki oleh wajib pajak dan tidak batasan luas tanah dalam kebijakan pemberian diskon PBB bagi masyarakat kurang mampu, veteran, dan pensiunan. (kwa)

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00