Info

PMK 110/2020 Terbit, Diskon 50% Angsuran PPh Pasal 25 Berlaku Otomatis

JAKARTA, KWANews – Pemberlakuan diskon 50% angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK 110/2020 berlaku otomatis. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (24/8/2020).

Dalam Pasal 14 PMK tersebut dinyatakan wajib pajak yang sudah mengajukan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan PMK 23/2020PMK 44/2020, dan/atau PMK 86/2020 tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan berdasarkan PMK 110/2020.

Bagi wajib pajak yang sebelumnya telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan angsuran maka stimulus ini berlaku sejak masa pajak Juli 2020. Bagi wajib pajak yang lain, diskon angsuran mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan. Penurunan diskon berlaku sampai dengan masa pajak Desember 2020.

Seperti diketahui, melalui PMK 110/2020, pemerintah menaikkan diskon angsuran PPh Pasal 25 dari 30% menjadi 50%. Insentif dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak pada 1.013 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, dan perusahaan di kawasan berikat.

Selain insentif diskon angsuran PPh Pasal 25, ada pula bahasan mengenai rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang mulai berlaku tahun depan. Kenaikan tarif CHT bisa lebih dari 5% dengan perhitungan asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam RAPBN 2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Produksi dan Penjualan Dunia Usaha

Sama seperti stimulus pajak yang lain, prosedur untuk mendapatkan diskon angsuran PPh Pasal 25 sangat sederhana. Wajib pajak cukup menyampaikan pemberitahuan secara online melalui situs web Ditjen Pajak (DJP) (www.pajak.go.id).

Otoritas mengatakan keringanan angsuran pajak bagi semua wajib pajak ini diberikan karena memperhatikan kondisi perekonomian saat ini, khususnya masih rendahnya tingkat produksi dan penjualan dunia usaha. (DDTCNews/Kontan)

  • Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 25

PMK 110/2020 berlaku mulai 14 Agustus 2020. Lantas, bagaimana bagi wajib pajak yang sudah terlanjur melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli dengan ketentuan insentif diskon sebesar 30%.

Hingga saat ini belum ada penjelasan resmi dari otoritas. Namun, jika berdasarkan pada ketentuan pada SE-43/PJ/2020, wajib pajak dapat mengajukan pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tersebut. Pemindahbukuan dilakukan sesuai dengan ketentuan PMK 242/2014.

  • Kenaikan Target Penerimaan Cukai

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kenaikan tarif cukai rokok akan berlaku pada 2021. Namun, besaran kenaikannya masih belum diputuskan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5% dan inflasi 3%, kenaikan tarif bisa lebih dari 8%.

“Untuk 2021 ini jelas bahwa target penerimaan cukai naik. Dari situ, perlu menaikkan tarif. Sebab, perhitungan kenaikan penerimaan cukai berdasarkan tarif kali produksi. Makanya, jika penerimaan naik, tarif pun naik,” katanya. (Kontan)

  • PPh Final Jasa Konstruksi DTP

Pemerintah mengatur ketentuan baru terkait dengan insentif PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP). Ketentuan baru itu diatur dalam PMK 110/2020 yang mulai berlaku 14 Agustus 2020. Insentif ini diberikan bagi wajib pajak dalam program percepatan peningkatan tata guna air irigasi (P3-TGAI).

Insentif pajak ini berlaku sampai dengan Desember 2020. Insentif ini dimaksudkan untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting bagi sektor pertanian Indonesia.

  • Penurunan Alokasi Anggaran Insentif Pajak 2021

Pelaku usaha meminta penurunan alokasi insentif pajak pada 2021 tidak terlalu besar. Pasalnya, dunia usaha masih membutuhkan relaksasi kebijakan fiskal untuk mempercepat pemulihan pascapandemi Covid-19.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani memaklumi agenda pemerintah yang akan menurunkan alokasi insentif pajak dalam RAPBN 2021. Menurutnya, penurunan bisa saja dilakukan tapi tidak terlalu besar.

“Pada 2021, harapannya semua sektor sudah bisa berjalan kembali meskipun belum 100% normal seperti prapandemi. Pengusaha pastinya butuh ruang likuiditas lebih untuk bisa survive,” katanya. (KWANews)

  • National Logistic Ecosystem

Untuk menerapkan ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), Kementerian Keuangan menerbitkan dua peraturan baru terkait dengan kepabeanan. Keduanya adalah PMK 108/2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor dan PMK 109/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS). (KWANews)

  • Usulan Anggaran untuk DJP

Pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp8,1 triliun untuk DJP pada 2021. Rencana ini tertuang dalam Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L) 2021.

Dalam target output prioritas Kementerian Keuangan 2021, salah satu output prioritas yang terkait dengan DJP yang sudah lama dikerjakan dan akan dilanjutkan pada 2021 adalah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system.

DJP Beri Kelonggaran Waktu Pengajuan Insentif PPh Pasal 21 dan 25

JAKARTA, KWANews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan kelonggaran waktu pengajuan pemberitahuan pemanfaatan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-43/PJ/2020. Pemerintah memberikan kelonggaran waktu pengajuan pemberitahuan karena PMK 86/2020 baru mulai diundangkan pada pertengahan bulan lalu, tepatnya 16 Juli 2020.

Pemberitahuan untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Juli 2020 dapat disampaikan paling lambat pada 10 Agustus 2020. Sementara itu, pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 disampaikan paling lambat pada 15 Agustus 2020.

Normalnya, kedua insentif diberikan kepada wajib pajak sejak masa pajak pemberitahuan disampaikan hingga masa pajak Desember 2020. Waktu pemberian insentif juga lebih lama dari ketentuan terdahulu yang hanya sampai September 2020.

“Dalam hal wajib pajak telah melakukan pembayaran PPh Pasal 25 yang seharusnya diberikan pengurangan … , wajib pajak dapat mengajukan pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tersebut,” demikian bunyi penggalan ketentuan dalam SE tersebut.

Adapun insentifPPhPasal21 DTP berlaku untuk karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang industri tertentu, meningkat dari sebelumnya 1.062 bidang industri.

Selain batasan KLU, karyawan yang bekerja pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) atau pada perusahaan di kawasan berikat juga dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP ini.

Namun, karyawan itu harus memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta. Mereka akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja. Pemberian secara tunai kepada pegawai.

Sementara itu, insentif angsuran PPh Pasal 25 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.013 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 846 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

Tidak Lapor Realisasi Pemanfaatan Insentif, DJP: Pajaknya Bisa Ditagih

JAKARTA, KWANews – Ditjen Pajak (DJP) mengimbau wajib pajak untuk disiplin menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak. Imbauan tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (27/7/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas memiliki sejumlah pilihan yang bisa diambil untuk menindaklanjuti wajib pajak penerima insentif pajak tapi tidak tertib melaporkan realisasi pemanfaatannya.

Pertama, otoritas bisa menganggap wajib pajak tersebut tidak memanfaatjan insentif meskipun sudah mendapatkan persetujuan. Kedua, otoritas menagih pajak yang sebelumnya telah dimintakan insentif. Karena dianggap tidak memanfaatkan insentif, rezim normal diberlakukan.

“Sehingga mungkin saja nanti pajaknya ditagih oleh KPP [kantor pelayanan pajak],” kata Hestu.

Selain masalah laporan realisasi pemanfaatan insentif, ada pula bahasan mengenai rencana pemerintah meningkatkan besaran pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Rencana ini muncul setelah pemerintah melihat pemanfaatan insentif itu masih belum optimal.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Belum Semua Wajib Pajak Lapor

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan selama tiga bulan terakhir, belum semua wajib pajak melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak. Hestu menerangkan pentingnya penyampaian laporan realisasi tersebut.

Pada sisi wajib pajak, kepatuhan sukarela untuk melaporkan realisasi insentif masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting agar DJP mempunyai basis data yang valid tekait jumlah insentif dan wajib pajak yang memanfaatkan.

Untuk otoritas, dengan tingkat kepatuhan yang belum optimal maka fiskus akan berperan lebih aktif mengingatkan wajib pajak penerima insentif untuk menyampaikan laporan realisasi insentif yang sudah diterima. Simak pula artikel ‘Alasan DJP Ubah Pelaporan Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Jadi Bulanan’. (KWANews)’

  • Diskon Diperbesar

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pemanfaatan fasilitas pengurangan angsuran PPh pasal 25 tergolong rendah jika dibandingkan dengan fasilitas lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 86/2020.

“Fasilitas pengurangan angsuran PPh pasal 25 itu masih kecil pemanfaatannya. Ke depan, akan dibuat lebih cepat pemanfaatannya dan akan ditingkatkan diskonnya supaya lebih menarik bagi wajib pajak,” ujar Febrio. (DDTCNews)

  • Diskon Hingga 50% Angsuran PPh Pasal 25

Pemerintah menegaskan akan memberikan sejumlah insentif bagi industri media untuk mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan sebagai dampak pandemi Covid.

Adapun insentif yang berkaitan dengan pajak mencakup tiga aspek. Pertama, penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) kertas koran. Kedua, keringanan angsuran PPh Pasal 25 dari sebelumnya 30% menjadi 50%. Ketiga, pembebasan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp200 juta per tahun. (Bisnis Indonesia)

  • Belanja Perpajakan

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Pande Putu Oka mengatakan pada tahun ini, belanja perpajakan akan membesar karena banyaknya insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak. Tahun lalu, nilai belanja perpajakan mencapai Rp250 triliun.

“Kami terus melakukan evaluasi dan validasi belanja perpajakan,” katanya. (Kontan)

  • Perincian Jasa Keagamaan Bebas PPN

Kementerian Keuangan memerinci jenis-jenis jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai. Perincian tersebut tertuang dalam PMK 92/2020. Beleid itu sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 7 ayat 2 dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2012 yang juga menjadi turunan dari Undang-Undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dalam beleid ini dijabarkan jasa-jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN, seperti jasa pelayanan ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan. Simak artikel ‘Baru Terbit! Inilah Kriteria dan Perincian Jasa Keagamaan Bebas PPN’. (DDTCNews)

  • Penambahan Pemungut PPN PMSE

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor PPN PMSE akan terus bertambah dalam beberapa bulan ke depan. Dia memastikan penambahan akan dimulai pada Agustus 2020.

“Beberapa [pelaku usaha] sudah siap pada bulan berikutnya [ditunjuk menjadi pemungut PPN PMSE],” katanya. (KWANews)

  • Pengawasan Terhadap Pemungut PPN

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan untuk memastikan PPN PMSE yang disetor oleh perusahaan asing pemungut PPN sesuai dengan transaksi sebenarnya, DJP memiliki banyak pilihan dalam urusan pengawasan dan validasi data.

Salah satu pilihan tersebut adalah kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Perdagangan dengan payung hukum PP No.80 Tahun 2019 terkait PMSE. Simak artikel ‘Pastikan PPN yang Disetor Benar, Ini Langkah Pengawasan dari DJP’. (DDTCNews) (kaw)

1 Agustus 2020, Implementasi Nasional e-Bupot 23/26 Seluruh PKP

JAKARTA, KWANews – Mulai 1 Agustus 2020, seluruh pengusaha kena pajak (PKP) sudah bisa mengakses e-Bupot 23/26.

Pemberlakuan secara nasional ini dilakukan setelah otoritas mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020.

“Implementasi nasional e-Bupot 23/26 untuk seluruh PKP mulai 1 Agustus 2020,” demikian informasi yang disampaikan Ditjen Pajak (DJP) melalui Instagram, dikutip pada Selasa (28/7/2020).

E-Bupot 23/26 adalah perangkat lunak yang disediakan di laman www.pajak.go.id atau saluran tertentu yang ditetapkan DJP. Perangkat lunak ini digunakan untuk membuat bukti pemotongan 23/26 serta membuat dan melaporkan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik.

DJP mengatakan setidaknya ada enam manfaat e-Bupot 23/26. Pertama, tampilan user friendly. Kedua, memiliki fitur tanda tangan elektronik. Ketiga, berbasis web sehingga tidak perlu proses instalasi.

Keempat, meringankan beban administrasi. Kelima, keamanan data terjamin karena data disimpan di server DJP. Keenam, penomoran bukti potong di-generate oleh sistem dan unik per pemotong.

Adapun kriteria wajib pajak yang wajib menggunakan e-Bupot mulai 1 Agustus 2020 adalah pertama, seluruh PKP yang terdaftar di KPP Pratama seluruh Indonesia. Kedua, PKP itu memiliki pemotongan PPh Pasal 23/26 lebih dari 20 bukti pemotongan dalam satu masa pajak.

Ketiga, PKP itu menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti potong. Keempat, PKP itu sudah pernah menyampaikan SPT masa secara elektronik.

Sementara syarat untuk dapat mengakses aplikasi e-Bupot adalah memiliki EFIN, memiliki akun di www.pajak.go.id, dan memiliki sertifikat elektronik.

Apa Itu E-Bupot?

MELALUI Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020, Dirjen Pajak menetapkan pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia sebagai pemotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

Penetapan ini mengharuskan PKP membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 mulai Agustus 2020. Bukti potong dan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 itu disusun berdasarkan Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017

Menurut Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017 tersebut, bukti potong dan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 itu dapat berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik.

Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama berharap seluruh PKP dapat menggunakan e-Bupot mulai Agustus 2020. Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan e-Bupot?

Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka ‘10’ Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017, aplikasi bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 elektronik (aplikasi e-Bupot 23/26) adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Aplikasi tersebut dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan, serta membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Adapun saluran tertentu yang dapat digunakan untuk mengakses aplikasi e-Bupot 23/26 adalah DJP Online.

Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama berharap seluruh PKP dapat menggunakan e-Bupot mulai Agustus 2020. Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan e-Bupot?

Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka ‘10’ Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017, aplikasi bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 elektronik (aplikasi e-Bupot 23/26) adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Aplikasi tersebut dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan, serta membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Adapun saluran tertentu yang dapat digunakan untuk mengakses aplikasi e-Bupot 23/26 adalah DJP Online.

Adapun berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017 terdapat empat kriteria pemotong pajak yang harus menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26. Pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak.

Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti potong. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik.

Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.

Syarat Penggunaan dan Manfaat
MERUJUK Pasal 7 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017, pemotong pajak harus memiliki sertifikat elektronik untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dengan menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26.

Sertifikat elektronik (digital certificate) adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh DJP atau penyelenggara sertifikasi elektronik.

Sertifikat elektronik ini diberikan kepada PKP sebagai bukti otentikasi pengguna layanan pajak elektronik. Guna mendapatkan sertifikat elektronik ini PKP harus mengajukan permohonan kepada DJP baik online maupun langsung di kantor KPP terdaftar. Simak Kamus ‘Apa itu Sertifikat Elektronik’

Tata cara untuk memperoleh sertifikat elektronik diatur dalam Perdirjen Pajak Nomor PER – 04/PJ/2020. Selain sertifikat elektronik, karena aplikasi e-Bupot 23/26 ini merupakan salah satu fitur dari DJP Online maka PKP juga harus memiliki akun DJP Online.

Sebagai terobosan teknologi, setidaknya terdapat empat keuntungan yang ditawarkan aplikasi e-Bupot 23/26. Pertama, bukti potong tidak lagi memerlukan tanda tangan basah. Kedua, data bukti potong maupun SPT Masa PPh 23/26 dapat tersimpan dalam sistem dan lebih aman.

Ketiga, memudahkan dalam proses pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 karena dilakukan secara online dan melaporkannya secara real time, langsung di aplikasi ini. Keempat, meringankan beban administrasi bank bagi wajib pajak maupun DJP.

Bentuk Perluasan
MELALUI Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020, Dirjen Pajak memperluas cakupan PKP yang diharuskan membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berdasar Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2017.

Sebelumnya, pada 5 September 2019 keputusan serupa pernah dirilis Dirjen Pajak, yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 599/PJ/2019.

Berdasarkan lampiran beleid tersebut, PKP yang terdaftar dalam 18 KPP sebagaimana tercantum dalam lampiran mulai masa pajak Oktober 2019 juga ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sehingga memiliki tanggung jawab serupa.

Diluncurkan Hari Ini! Daftar NPWP Bisa di 4 Bank BUMN

JAKARTA, KWANews – Ditjen Pajak (DJP) menjalin kerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terkait dengan registrasi dan validasi nomor pokok wajib pajak (NPWP) secara elektronik.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan e-Registrasi dan validasi NPWP bisa dilakukan pada Bank Mandiri, BRI, BTN dan BNI. Menurutnya, kerja sama terkait pendaftaran dan validasi NPWP sangat penting untuk mendukung program pemerintah selama masa pandemi Covid-19.

Dengan kerja sama ini, debitur bank, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan lebih mudah mengakses fasilitas pemerintah seperti subsidi bunga dan insentif perpajakan. Hal ini dikarenakan NPWP menjadi syarat untuk memanfaatkan fasilitas.

“Salah satu syarat debitur UMKM dapat menerima subsidi bunga atau insentif adalah memiliki NPWP. Jadi, sistem ini kita titipkan di perbankan sehingga tidak perlu datang ke kantor pajak untuk mengurus NPWP,” katanya dalam peluncuran aplikasi layanan e-Reg dan validasi NPWP dengan Himbara, Kamis (23/7/2020).

Bagi masyarakat umum, sambung Suryo, kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan DJP. Dia berharap aplikasi perpajakan berupa pendaftaran NPWP bagi nasabah dan calon nasabah di lembaga perbankan dapat menjadi proses bisnis permanen yang dijalankan oleh bank.

Dengan demikian, NPWP menjadi sarana yang efektif dalam mengadministrasikan seluruh penduduk Indonesia dalam sistem perpajakan.

“NPWP ini tidak hanya digunakan oleh DJP, tapi juga perbankan. Keinginan kami di DJP, identifikasi dengan NPWP ini menjadi proses bisnis yang melekat di masing-masing perbankan,” terang Suryo.

Aplikasi e-registrasi dan validasi NPWP kini sudah tersedia dalam empat bank pelat merah. Bank Mandiri menyediakan aplikasi dengan nama ‘Mandiri Pajakku’ yang bisa diakses oleh nasabah. Sementara itu, BRI memberikan layanan pajak melalui internet banking BRI dan masuk kepada layanan registrasi NPWP.

Selanjutnya, BTN menyediakan Online Tax Portal yang bisa dimanfaatkan nasabah di layanan konsumen pada setiap kantor cabang BTN. Sementara itu, BNI menyediakan aplikasi berbasis web dengan nama BNI ASP. (kaw)

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00