Info

PPh Final 0,5% Diperpanjang, Tantangan Pengawasan Semakin Besar

Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% agar tidak berpotensi disalahgunakan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/9/2025).

Ekonom Senior INDEF Aviliani memandang perpanjangan kebijakan tarif PPh final UMKM secara prinsip memang baik. Terlebih, dunia usaha, baik UMKM maupun perusahaan belum siap dibebani tarif PPh normal saat daya beli masyarakat sedang menurun.

"Kalau sekarang pajak dinaikkan, efeknya nanti ke konsumen," katanya seperti dikutip dari Harian Nasional Bisnis Indonesia.

Namun, Aviliani juga mengingatkan bahwa perpanjangan PPh final UMKM berisiko memunculkan moral hazard di kalangan pengusaha. Bukan hal tidak mungkin, pengusaha yang tidak bertanggung jawab bisa memanfaatkan kebijakan tersebut untuk menghindari pajak.

Avillani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia juga memberikan contoh praktik memecah perusahaan agar omzet masing-masing tidak melebih Rp4,8 miliar per tahun agar tetap dapat menikmati PPh final 0,5%.

Menurutnya, banyak UMKM yang justru tidak kunjung 'naik kelas' karena praktik penghindaran tarif pajak yang lebih tinggi tersebut. Untuk itu, dia menekankan pentingnya untuk memperkuat aturan dan pengawasan kebijakan PPh final 0,5%.

"Menurut saya, PPh final 0,5% dari omzet ini enggak boleh lama-lama," tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang masa berlaku skema PPh final UMKM hingga 2029. Perpanjangan ini berlaku khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.Avillani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia juga memberikan contoh praktik memecah perusahaan agar omzet masing-masing tidak melebih Rp4,8 miliar per tahun agar tetap dapat menikmati PPh final 0,5%.

Menurutnya, banyak UMKM yang justru tidak kunjung 'naik kelas' karena praktik penghindaran tarif pajak yang lebih tinggi tersebut. Untuk itu, dia menekankan pentingnya untuk memperkuat aturan dan pengawasan kebijakan PPh final 0,5%.

"Menurut saya, PPh final 0,5% dari omzet ini enggak boleh lama-lama," tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang masa berlaku skema PPh final UMKM hingga 2029. Perpanjangan ini berlaku khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.

Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Saat ini, terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk melanjutkan pemberlakuan PPh final UMKM pada tahun ini senilai Rp2 triliun.

Pemerintah selanjutnya akan merevisi peraturan pemerintah (PP) guna memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022.

Baca Juga: Solusi ketika Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0

Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Saat ini, terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk melanjutkan pemberlakuan PPh final UMKM pada tahun ini senilai Rp2 triliun.

Pemerintah selanjutnya akan merevisi peraturan pemerintah (PP) guna memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022.

Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.

 

Kesimpulan

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dan menyederhanakan administrasi bagi para pelaku UMKM guna mendukung mereka agar tetap beroperasi, tumbuh, dan “naik kelas”, terutama di masa ketika daya beli konsumen menurun. 

Dengan adanya Perpanjangan Tarif 0,5% ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Solusi ketika Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0

Pada saat menggunakan aplikasi e-Faktur 4.0 kemudian muncul keterangan error “Unregistered Jar2Exe”, tidak perlu panik karena ada solusi mudah untuk mengatasinya.

Error ini tidak hanya mengganggu, tetapi juga dapat menghambat proses pelaporan pajak elektronik. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebabnya dan langkah-langkah untuk mengatasinya secara efektif. 

 

Apa itu Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0?

Error “Unregistered Jar2Exe” pada aplikasi e-Faktur 4.0 adalah salah satu kendala yang sering dialami oleh pengguna aplikasi e-Faktur 4.0.

Notifikasi kode error ini muncul saat pengguna mencoba menjalankan aplikasi e-Faktur, dengan pesan bahwa program dihasilkan oleh versi unregistered dari Jar2Exe.

 

Penyebab Error “Unregistered Jar2Exe”

Beberapa penyebab terjadinya error berupa ‘Unregistered Jar2Exe’ di antaranya:

1. Penggunaan Komponen Jar2Exe

E-Faktur menggunakan Jar2Exe untuk mengonversi file berbasis Java (.jar) menjadi aplikasi yang dapat dijalankan langsung (.exe). Error ini muncul karena lisensi Jar2Exe yang digunakan sudah kadaluwarsa atau tidak valid.

2. Patch Update Tidak Terpasang

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara berkala merilis patch untuk memperbaiki bug, namun jika pengguna belum memperbarui aplikasi, error ini bisa muncul.

Saat ini DJP sudah merilis sistem e-Faktur versi terbaru. Jika Anda belum memperbaruinya, segera lakukan update eFaktur 4.0.

3. File Korup atau Tidak Kompatibel

File aplikasi e-Faktur lama mungkin mengalami korupsi, sehingga fungsi tertentu gagal dijalankan.

Baca Juga : Cara Menghitung Pajak Pesangon Karyawan Yang di PHK

 

Langkah-Langkah Mengatasi Error “Unregistered Jar2Exe”

Untuk mengatasi error ‘Unregistered Jar2Exe’, ikuti langkah-langkah berikut:

1. Mengunduh Patch Update Terbaru dari DJP

Patch terbaru untuk e-Faktur 4.0 disediakan oleh DJP untuk mengatasi masalah seperti ini. Berikut panduan mengunduhnya:

  • Buka Situs Resmi DJP: Kunjungi https://efaktur.pajak.go.id/login atau portal e-Faktur yang telah ditentukan.
  • Login ke Akun Anda: Gunakan NPWP dan password Anda untuk masuk ke sistem.
  • Akses Halaman Unduhan: Navigasi ke bagian “Unduhan” atau “Patch e-Faktur”.
  • Pilih Versi Patch Terbaru: Pastikan Anda mengunduh patch yang sesuai dengan sistem operasi yang Anda gunakan (Windows, Mac, atau Linux).
  • Simpan File: Unduh dan simpan file patch di direktori yang mudah diakses.

2. Mengganti File Aplikasi Lama dengan File Baru

Setelah patch diunduh, Anda perlu mengganti file lama dengan yang baru:

  • Ekstrak File Patch: Gunakan aplikasi seperti WinRAR atau 7-Zip untuk mengekstrak file patch.
  • Salin dan Timpakan File: Salin semua file hasil ekstraksi ke folder instalasi e-Faktur Anda. Biasanya, folder ini berada di direktori C:\Program Files\eFaktur atau lokasi instalasi Anda sebelumnya.
  • Konfirmasi Penggantian File: Ketika diminta untuk mengganti file lama, pilih “Yes to All”.

3. Memastikan Keberhasilan Pembaruan Aplikasi

Untuk memastikan error telah teratasi, lakukan cara ini:

  • Jalankan Aplikasi: Buka aplikasi e-Faktur seperti biasa.
  • Cek Versi Aplikasi: Pastikan aplikasi menunjukkan versi terbaru sesuai dengan patch yang diunduh.
  • Verifikasi Fungsi Utama: Coba lakukan aktivitas seperti pembuatan faktur atau sinkronisasi data untuk memastikan tidak ada error lain

Tips Hindari Error Unregistered Jar2Exe

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindari kendala error Unregistered Jar2Exe pada e-Faktur:

Pertanyaan Umum yang Sering Ditanyakan Seputar Error “Unregistered Jar2Exe”

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan terkait kendala munculnya error ‘Unregistered Jar2Exe’:

1. Mengapa E-Faktur 4.0 Menampilkan Notifikasi “Unregistered Jar2Exe”?

Error ini disebabkan oleh penggunaan teknologi Jar2Exe dalam aplikasi e-Faktur. Lisensi yang tidak terdaftar atau sudah kadaluwarsa menjadi penyebab utama munculnya notifikasi ini. Oleh karena itu, DJP merilis patch sebagai solusi untuk memperbarui dan memperbaiki aplikasi.

2. Apakah Error “Unregistered Jar2Exe” Bisa Diatasi dengan Patch Terbaru?

Ya, error ini dapat sepenuhnya diatasi dengan mengunduh dan menerapkan patch update terbaru dari DJP. Patch tersebut memperbarui file executable e-Faktur sehingga lisensi Jar2Exe yang digunakan menjadi valid dan aplikasi dapat berjalan tanpa kendala.

 

Kesimpulan

Error "Unregistered Jar2Exe" pada aplikasi e-Faktur 4.0 disebabkan oleh lisensi Jar2Exe yang sudah kadaluwarsa atau tidak valid. Hal ini menghambat penggunaan aplikasi dalam pelaporan pajak. Solusinya adalah dengan mengunduh dan menginstal patch update terbaru dari DJP, serta mengganti file lama dengan file baru. Pastikan untuk memperbarui aplikasi e-Faktur secara rutin untuk menghindari masalah serupa di masa depan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Cara Menghitung Pajak Pesangon Karyawan yang Di-PHK

Pesangon menjadi kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu aspek yang sering menjadi pertanyaan adalah pajak pesangon.

Apakah pesangon dikenakan pajak? Bagaimana cara menghitungnya? KWA Consulting akan membahas langkah-langkah perhitungan pajak pesangon karyawan berdasarkan peraturan terbaru yang berlaku.


Apakah Pesangon Kena Pajak?

Ya, pesangon yang diterima karyawan dikenakan pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan (s.t.d.t.d.) UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pasal 4 ayat (1) UU PPh dijelaskan, pesangon termasuk dalam kategori penghasilan dan dikenakan pajak. Pajak atas pesangon dipotong berdasarkan PPh Pasal 21.

Namun, terdapat ketentuan batasan nilai yang tidak dikenai pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 16/PMK.03/2010. Beleid ini mengatur tentang pajak penghasilan final atas pesangon.

Skema PPh 21 Final atas pesangon ini berbeda dari penghitungan PPh 21 reguler pada penghasilan rutin seperti gaji bulanan.

 

Apa itu Pajak Pesangon?

Pajak pesangon adalah pajak yang dikenakan atas uang kompensasi yang diterima oleh karyawan saat terjadi PHK. Pemotongan pajak dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja, kemudian disetorkan ke negara.

Besaran pajak bergantung pada jumlah pesangon dan tarif pajak yang berlaku sesuai aturan.

Baca Juga : Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Yang Resign

Ketentuan Pemberian Pesangon di Indonesia

Pesangon merupakan kompensasi wajib yang diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai aturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Ketentuan pemberian pesangon diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.

Berdasarkan PP 35/2021, pesangon diberikan dalam bentuk uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Besarnya tergantung pada masa kerja karyawan dan alasan PHK yang terjadi.

1. Komponen Pesangon:

  • Uang Pesangon (UP): Kompensasi pokok berdasarkan masa kerja karyawan.
  • Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK): Tambahan kompensasi untuk karyawan yang bekerja lebih dari tiga tahun.
  • Uang Penggantian Hak (UPH): Pemberian untuk hak-hak karyawan yang belum diterima, seperti cuti tahunan yang belum digunakan.

2. Perhitungan Uang Pesangon:

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan gaji.
  • Masa kerja 2-4 tahun: 2 bulan gaji.
  • Masa kerja lebih dari 5 tahun: Bertambah 1 bulan gaji untuk setiap kelipatan 5 tahun.

3. Kondisi Khusus PHK:

  • PHK karena efisiensi atau perusahaan pailit, karyawan menerima uang pesangon penuh.
  • PHK karena pelanggaran berat, karyawan tidak berhak mendapatkan uang pesangon, hanya menerima penggantian hak.

4. Manfaat Tambahan JKP: Selain uang pesangon, karyawan yang di-PHK dapat menerima Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup tunjangan tunai dan pelatihan kerja.

 

Dasar Hukum Pajak Pesangon

Dasar hukum yang mengatur pajak pesangon antara lain:

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) No. 36 Tahun 2008 sebagai ketentuan pengenaan pajak penghasilan.

2. PMK No. 16/PMK.03/2010 yang mengatur pengenaan PPh Final atas Pesangon

3. PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, dan PHK.

4. PP No. 68 Tahun 2009 yang mengatur tentang tarif PPh Pasal 21 atas pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Peraturan ini menjadi pedoman bagi perusahaan dalam melakukan pemotongan pajak pesangon.

 

Komponen Penghitungan Pajak Pesangon

Sebelum menghitung pajak pesangon, penting untuk memahami komponen utama yang memengaruhi perhitungan:

1. Jumlah Pesangon

Besarnya jumlah pesangon dihitung berdasarkan masa kerja karyawan.

2. Tarif Pajak

Tarif pajak pesangon berlaku final, artinya pemotongan pajak pada pesangon merupakan pemungutan terakhir atas penghasilan tersebut dan tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam pelaporan pajak tahunan.

Berikut tarif progresif pajak pesangon berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PMK 16/2010 (PPh Pasal 21 Final):

  • 0% untuk penghasilan bruto hingga Rp50 juta
  • 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta-Rp100 juta
  • 15% untuk penghasilan bruto di atas Rp100 juta-Rp500 juta
  • 25% untuk penghasilan bruto di atas Rp500 juta

 

Tahapan Langkah-Langkah Penghitungan Pajak Pesangon

Berikut adalah tahapan langkah-langkah dalam menghitung pajak pesangon:

1. Tentukan Besaran Pesangon

Mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan PP No. 35 Tahun 2021:

  • Masa kerja < 1 tahun: 1 bulan gaji
  • Masa kerja 1–4 tahun: 2 bulan gaji
  • Masa kerja > 4 tahun: Bertambah 1 bulan gaji per tahun kerja.

2. Terapkan Tarif Pajak Progresif

Gunakan tarif progresif dari PPh 21 Final yang berlaku dalam PMK 16/2010.

3. Hitung Pajak yang Harus Dibayar

Kalikan penghasilan dari pesangon dengan tarif pajak yang sesuai, lalu jumlahkan total pajak yang harus dibayar.

 

Pesangon Tidak Dikurangi dengan PTKP

Penghitungan pajak atas pesangon tidak dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sebab pesangon termasuk kategori penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 Final, yang perhitungannnya berbeda dengan penghasilan rutin seperti gaji.

Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PP 68/2009, yang menegaskan bahwa pesangon dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final, tanpa menyebutkan mekanisme PTKP, kemudian dihitung dengan tarif progresif sebagaiman diatur dalam PMK 16/2010.

 

Alasan Pajak Pesangon Tidak Menggunakan PTKP

1. PPh Pasal 21 Final

Karena pajak pesangon dikenai PPh 21 Final, maka pemotongan pajaknya dilakukan langsung tanpa mengacu pada PTKP reguler yang biasanya diterapkan pada penghasilan gaji rutin.

2. Menggunakan Penghitungan Sesuai PMK 16/2010

Dalam peraturan ini terdapat lapisan batasan pajak tersendiri, seperti Rp50 juta pertama bebas pajak (tarif 0%), kemudian penghasilan bruto di atas Rp50 juta menggunakan tarif progresif (5%, 15%, 25%).

3. Sifat Penghasilan Sekali Waktu

Pesangon dianggap sebagai penghasilan yang diterima sekaligus dan tidak diperoleh secara rutin, sehingga dikenai tarif khusus tanpa dikurangi PTKP.

 

Contoh Perhitungan Pajak Pesangon

Pembayaran pesangon terbagi menjadi dua skenario, yakni dibayarkan sekaligus (lumpsum) dan dibayarkan secara bertahap.

A. Pesangon Dibayarkan Sekaligus

Seorang karyawan di-PHK dan menerima pesangon dibayarkan satu kali pembayaran dengan rincian sebagai berikut:

  • Gaji bulanan: Rp20 juta.
  • Masa kerja: 5 tahun: Uang Pesangon (UP) 6 bulan gaji Rp120 juta & Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) 3 bulan gaji Rp60 juta.
  • Total pesangon: Rp180 juta juta.

Langkah Perhitungan Pajaknya:

1. Bagian bebas pajak:

  • Lapisan pertama (0%) = Rp50 juta x 0% = Rp0 (bebas pajak)

2. Bagian kena pajak:

  • Lapisan kedua (5%) = Rp50 juta x 5% = Rp2,5 juta

3. Bagian kena pajak:

  • Lapisan ketiga (15%) = Rp80 juta x 15% = Rp12 juta

Total Pajak: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp12 juta = Rp14,5 juta.

Pesangon Diterima: Rp180 juta – Rp14,5 juta = Rp165,5 juta.

B. Pesangon Dibayarkan Bertahap

Tuan A melakukan pengajuan PHK kepada PT BBB dikarenakan telah memasuki usia pensiun. Tuan A telah bekerja sejak tahun 2001 hingga Maret 2025. Maka Tuan A berhak menerima pesangon sebesar Rp700 juta, dan PT BBB melakukan pembayarannya secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:

  • 1 Maret 2025: Rp250 juta
  • 8 Agustus 2026: Rp150 juta
  • 27 September 2026: Rp150 juta
  • 2 Januari 2027: Rp150 juta

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang:

1) Tahap 1: Pembayaran Rp250 juta

  • 0% × Rp50.000.000 = Rp0
  • 5% × Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp150.000.000 = Rp22,5 juta

Total Pajak Tahap 1: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp11,25 juta = Rp25 juta.

Pesangon Bersih Tahap 1: Rp250 juta – Rp25 juta = Rp125 juta.

2) Tahap 2: Pada 8 Agustus 2026

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 2: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 2: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

3) Tahap 3: Pada 27 September 2026

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 3: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 3: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

4) Tahap 4: Pada 2 Januari 2027

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 4: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 4: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

Tips Menghitung Pesangon dan Pajaknya

1. Periksa Peraturan Terbaru

Pastikan menghitung berdasarkan peraturan pajak dan ketenagakerjaan yang berlaku.

2. Gunakan Kalkulator Pajak Online

Beberapa platform menyediakan kalkulator pajak yang memudahkan penghitungan. 

3. Konsultasi dengan Ahli Pajak

Jika terdapat kebingungan, konsultasikan dengan konsultan pajak untuk memastikan akurasi.

 

Kesimpulan

Pesangon yang diterima karyawan saat PHK dikenakan pajak berdasarkan PPh Pasal 21, dengan tarif progresif yang bersifat final. Besaran pajak ditentukan oleh jumlah pesangon dan masa kerja karyawan. Pajak pesangon dihitung terpisah dari penghasilan rutin, dan tidak dikurangi dengan PTKP. Ada ketentuan batasan penghasilan yang tidak dikenakan pajak, dan penghitungan pajak bergantung pada jumlah pesangon yang diterima. Untuk menghitungnya, perusahaan harus mengikuti peraturan yang berlaku, termasuk tarif pajak progresif sesuai dengan PMK 16/PMK.03/2010.

Nah itulah informasi Tentang Pajak Pesangon, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Yang Resign

Setiap perusahaan memiliki kewajiban menghitung PPh 21 terutang karyawan resign dan memberikan haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur karyawan yang mengundurkan diri.

KWA Consulting akan memberikan panduan lengkap tentang cara menghitung PPh 21 terutang karyawan resign, termasuk dasar hukum, langkah-langkah perhitungan, dan contohnya.


 

Apakah Karyawan Resign Kena Pajak?

Ya, karyawan yang mengundurkan diri (resign) tetap dikenakan pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh.

Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan selama masa kerja di perusahaan.

 

Jenis Pajak yang Dikenakan pada Karyawan Resign

Pajak atas pesangon karyawan resign dihitung menggunakan PPh 21 Final dengan tarif yang progresif, namun tidak digabungkan dalam perhitungan PPh 21 reguler, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan PMK 16/2010.

Pengenaan pajak ini dihitung berdasarkan penghasilan bruto yang diterima karyawan, termasuk gaji, tunjangan, bonus, dan pesangon, jika ada.

Baca Juga:Tata Cara Lapor Pajak Online Jika Pindah Kerja dalam Setahun

 

Dasar Hukum Pajak Karyawan Resign

Dasar hukum yang menjadi acuan perhitungan PPh 21 karyawan resign di Indonesia meliputi:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
  • UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur tarif pajak progresif.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21.

Komponen Penghitungan Pajak Karyawan Resign

Berikut adalah komponen yang harus diperhatikan dan dimasukkan dalam penghitungan pajak penghasilan bagi karyawan yang mengundurkan diri:

  • Gaji Pokok: Gaji terakhir yang diterima karyawan.
  • Tunjangan dan Bonus: Termasuk bonus tahunan atau insentif lainnya.
  • Pesangon (jika ada): Penghasilan tambahan bagi karyawan yang berhenti bekerja.
  • Biaya Jabatan: Pengurangan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta setahun.
  • PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak): Besaran sesuai dengan status pernikahan dan tanggungan karyawan.
  • Tarif Pajak Progresif: Berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak (PKP).

 

Tahapan Langkah-langkah Penghitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

Berikut tahapan dalam penghitungan pajak penghasilan bagi karyawan yang mengundurkan diri:

1. Hitung Penghasilan Bruto

Gabungkan semua komponen penghasilan seperti gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pesangon (jika ada).

2. Kurangi Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun

Biaya jabatan dihitung 5 persen dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun.

3. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan Kena Pajak atau PKP diperoleh dengan mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan dan PTKP.

4. Terapkan Tarif Pajak Progresif

Gunakan tarif pajak progresif sesuai dengan lapisan Penghasilan Kena Pajak.

5. Hitung PPh 21 Terutang

Hitung PPh Pasal 21 terutang berdasarkan hasil perhitungan PKP.

6. Perhitungkan Masa Pajak Terakhir

Jika karyawan resign sebelum Desember, perhitungan PPh 21 disesuaikan dengan jumlah bulan bekerja.

 

Contoh Perhitungan PPh 21 Karyawan Resign

Tuan A bekerja di PT BBB dengan rincian penghasilan sebagai berikut:

  • Gaji Pokok: Rp20.000.000
  • Tunjangan: Rp4.000.000
  • Bonus: Rp10.000.000
  • Biaya Jabatan: 5% x (Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000) = Rp1.700.000 (sesuai ketentuan maksimal Rp500.000 per sebulan)
  • PTKP (TK/0): Rp54.000.000 per tahun (status lajang, tanpa tanggungan)

Langkah Perhitungan

  • Penghasilan Bruto: Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000 = Rp34.000.000
  • Pengurangan: Biaya Jabatan = Rp500.000
  • Penghasilan Neto: Rp34.000.000 – Rp500.000 = Rp33.500.000
  • PKP: Rp33.500.000 – Rp4.500.000 (PTKP per bulan) = Rp29.000.000
  • PPh 21 Terutang: Tarif pajak 5% x Rp29.000.000 = Rp1.450.000

 

Apa Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan Resign?

Kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang mengundurkan diri diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan maupun perpajakan.

Merujuk Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 yang mengatur mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT), alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta pemutusan hubungan kerja (PHK), disebutkan bahwa perusahaan wajib memberikan uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian bersama.

Sedangkan kewajiban perpajakan oleh perusahaan terhadap karyawan resign berdasarkan UU PPh dan beberapa peraturan pelaksana dalam PMK maupun Perdirjen-pajak, di antaranya:

  • Melakukan perhitungan dan pemotongan PPh 21 terakhir (Pasal 21 UU PPh).
  • Memberikan bukti potong PPh 21 kepada karyawan (PER-32/PJ/2015).
  • Melaporkan SPT Masa PPh 21 yang telah dipotong ke DJP (PMK 16/PMK.03/2010).
  • Menyetorkan pemotongan pajaknya (UU KUP). 
 

Tips Menghitung Pajak Karyawan Mengundurkan Diri

Agar proses penghitungan pajak bagi karyawan yang resign berjalan benar dan lancar, Anda dapat mengikuti tips berikut:

  • Periksa status PTKP karyawan sebelum melakukan perhitungan.
  • Pisahkan penghasilan reguler dan pesangon.
  • Terapkan biaya jabatan dengan benar.
  • Gunakan perangkat lunak sistem HR atau payroll  untuk perhitungan yang akurat dan terintegrasi untuk pengelolaan pemotongan pajaknya.
  • Konsultasikan dengan konsultan pajak untuk kasus yang kompleks seperti KWA Consulting

 

Kesimpulan

Karyawan yang resign tetap dikenakan PPh 21 atas penghasilan yang diterima selama masa kerja, termasuk gaji, bonus, tunjangan, dan pesangon (jika ada). Perusahaan wajib menghitung dan memotong pajak sesuai peraturan yang berlaku, termasuk biaya jabatan dan PTKP. Penghitungan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah yang terperinci, seperti menghitung penghasilan bruto, mengurangi biaya jabatan, serta menerapkan tarif pajak progresif. Perusahaan juga berkewajiban memberikan bukti potong dan melaporkan pajak yang dipotong ke DJP.

Memahami Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)

Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) digunakan untuk mengklasifikasikan kegiatan usaha untuk keperluan statistik dan administratif. Sistem KLU terdiri dari kode 5 digit. Ini memberikan kategorisasi bidang bisnis yang komprehensif dan terperinci, termasuk kegiatan manufaktur, jasa, perdagangan dan keuangan. Sistem KLU diperbarui secara berkala untuk memastikannya tetap relevan dan komprehensif.

Apa Itu KLU Pajak?

KLU pajak atau Klasifikasi Lapangan Usaha pajak adalah kode yang dibuat dan diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berguna untuk mengklasifikasikan wajib pajak ke dalam jenis badan usaha yang digolongkan berdasarkan beberapa kategori, yakni Golongan Pokok, Golongan, Sub Golongan, dan Kelompok Kegiatan Ekonomi. 

Kategori tersebut, dapat Anda simak lebih jelas dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012.

Lalu, di mana kode KLU ini biasa ditemukan oleh wajib pajak? Kode KLU umumnya bisa Anda temukan dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Selain itu, Anda juga bisa temukan kode KLU pajak pada formulir SPT Tahunan saat mengisi data wajib pajak yang mana kodenya terdiri dari 5 digit.

 

Berikut ini contoh tata letak KLU pada masing-masing surat tersebut:

KLU pada Surat Keterangan Terdaftar (SKT):

KLU Pada Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP):

KLU Pada SPT Tahunan Badan:

Baca Juga: Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

Manfaat dan Fungsi

Seperti yang sudah sedikit disinggung pada pembahasan sebelumnya, KLU pajak bermanfaat untuk mengklasifikasi jenis badan usaha milik wajib pajak. Berdasarkan keputusan DJP Nomor KEP-321/PJ/2012, KLU pajak memiliki fungsi sebagai berikut ini: 

  • KLU ini digunakan untuk penatausahaan data wajib pajak. Misalnya, data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam master file wajib pajak dan Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan. 
  • Sebagai dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Struktur Pemberian Kode KLU Pajak

Pemberian kode KLU pajak untuk badan usaha didasarkan dari beberapa hal berikut ini:

Kategori

Kategori menunjukkan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi. Penentuan kategori ini ditandai dengan adanya satu digit kode dalam bentuk alfabet. Dalam KLU pajak, semua kegiatan ekonomi di Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori, sebagai berikut: 

  1. Kategori A: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. 
  2. Kategori B: Pertambangan dan Penggalian. 
  3. Kategori C: Industri Pengolahan. 
  4. Kategori D: Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin. 
  5. Kategori E: Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah. 
  6. Kategori F: Konstruksi. 
  7. Kategori G: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor. 
  8. Kategori H: Transportasi dan Pergudangan. 
  9. Kategori I: Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan dan Minum. 
  10. Kategori J: Informasi dan Komunikasi. 
  11. Kategori K: Jasa Keuangan dan Asuransi. 
  12. Kategori L: Real Estate. 
  13. Kategori M: Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis. 
  14. Kategori N: Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan, dan Penunjang Usaha Lainnya. 
  15. Kategori O: Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib. 
  16. Kategori P: Jasa Pendidikan. 
  17. Kategori Q: Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. 
  18. Kategori R: Kebudayaan, Hiburan, dan Rekreasi. 
  19. Kategori S: Kegiatan Jasa Lainnya. 
  20. Kategori T: Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga, Kegiatan yang Menghasilkan Barang dan Jasa. 
  21. Kategori U: Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya. 
 

Golongan Pokok

Golongan pokok merupakan penjelasan atau uraian lebih lanjut dari kategori. Jadi, setiap ketegori diuraikan menjadi 1 atau lebih golongan pokok menurut sifat masing-masing golongan pokok (sebanyak-banyaknya 5 golongan pokok, kecuali industri pengolahan). Setiap golongan pokok anak diberi 2 digit angka sebagai kodenya. 

Golongan

Golongan adalah uraian lebih lanjut dari golongan pokok. Berbeda dengan golongan pokok, golongan terdiri dari tiga digit angka yang terdiri dari 2 digit angka pertama menunjukkan golongan pokok yang berkaitan. Sedangkan 1 digit terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari tiap golongan yang bersangkutan. Dalam hal ini, masing-masing golongan pokok dapat diuraikan sampai 9 golongan. 

Sub Golongan

Seperti golongan yang merupakan turunan uraian golongan pokok, sub golongan ini merupakan uraian lebih lanjutnya dari golongan. Kode sub golongan terdiri dari 4 digit, yakni kode 3 digit pertama merupakan golongan yang berkaitan, dan kode 1 digit angka terakhir merupakan kegiatan ekonomi dari sub golongan yang bersangkutan. Nah, setiap sub golongan ini dapat diuraikan lebih lanjut sebanyak-banyaknya menjadi 9 sub golongan.

Kelompok Kegiatan Ekonomi

Kemudian yang terakhir, yaitu Kelompok Kegiatan Ekonomi yang dimaksudkan untuk memilih lebih lanjut kegiatan yang mencakup suatu sub golongan, menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen. Simak juga kode KLU pajak secara lengkap.

Masukkan jumlah Invoice Anda di bawah ini untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi (ROI)
e-Faktur/Invoice 
e-Signature 
e-BuPot 
e-Meterai 
Jumlah Bupot / SSP / Credit Note yang tidak tertagih (Rp) 
Jumlah hari yang dibutuhkan untuk memproses invoice 
Rata-rata Nilai Invoice (Rp) 
Biaya Tax Audit per Tahun (Rp) 
Yearly saving potential
Rp 128,174,416
Isi detail Anda untuk mulai Berhemat!
 
Numbers estimated based on existing industry. Read more: Otomatisasi Penagihan Kepatuhan       

Klasifikasi KLU Wajib Pajak Orang Pibadi

Untuk kode KLU NPWP Pribadi memiliki klasifikasi khusus yang perlu Anda ketahui. Berikut klasifikasi lapangan usaha bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:

  1. Pejabat dan penyelenggara negara
  2. Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN)
  3. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
  4. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  5. Pegawai swasta
  6. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) /prajurit TNI /anggota Polri
  7. Pejabat/pegawai perwakilan negara asing dan badan atau organisasi internasional
  8. Orang pribadi yang bekerja dalam hubungan kerja lainnya
  9. Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan tidak memiliki pekerjaan dalam hubungan pekerjaan.

Itulah pembahasan singkat mengenai KLU pajak. Dengan mengetahui KLU, Anda dapat mengisi data akun perusahaan pada saat membuat akun di OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menghadirkan berbagai layanan dan fitur yang mempermudah Anda dalam mengelola transaksi dan pajak usaha, termasuk cabang-cabang usaha Anda. KWA Consulting untuk mendapatkan demo gratis terkait solusi lengkap yang dapat ditawarkan oleh OnlinePajak.

Kesimpulan 

Secara keseluruhan, KLU Pajak memiliki peran yang signifikan dalam administrasi pajak dan statistik usaha. Penggunaannya membantu memetakan dan mengklasifikasikan kegiatan ekonomi wajib pajak dengan akurasi, memberikan dasar yang kuat untuk berbagai kebijakan dan keputusan terkait pajak dan perekonomian. Nah itulah informasi Tentang Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Tata Cara Lapor Pajak Online Jika Pindah Kerja dalam Setahun

 

 

Perpindahan kerja sering membuat karyawan atau pekerja bingung saat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak ketika lapor SPT pribadi pindah kerja dua kali setahun. Ketahui caranya serta perhatikan kemungkinan timbulnya status kurang bayar. 

Cara lapor pajak online bagi wajib pajak (WP) yang pindah kerja dalam setahun sebenarnya mirip seperti cara lapor karyawan yang bekerja pada satu pemberi kerja. Hanya saja, WP tersebut harus meminta/mengumpulkan bukti potong pajak dari semua tempat kerjanya tersebut.

Semua bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 tersebut kemudian diinput pada lampiran II SPT PPh yaitu pada Daftar Pemotong/Pemungut PPh oleh Pihak Lain dan PPh yang Ditanggung Pemerintah.

Jadi, tak perlu bingung bacaimana cara lapor pajak online jika mengalami pindah kerja dalam setahun,

Contoh Kasus Lapor SPT Pribadi Pindah Kerja Dua Kali Setahun

Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan kasus berikut:

Pak Anton berhenti bekerja di PT AAA pada 1 Agustus 2019. Selanjutnya Pak Anton mulai bekerja pada PT BBB sejak 1 September 2019.

Langkah-langkah lapor pajak online yang harus dilakukan Pak Anton sebagai berikut: 

1. Menyiapkan Dokumen Bukti Potong

Pak Anton harus meminta bukti potong 1721 A1 pada kedua perusahaan, yakni dari PT AAA yang merupakan tempat kerja lama dan PT BBB yang merupakan tempat kerjanya yang baru.

2. Melaporkan Pajak secara ‘Online’

Selanjutnya, Pak Anton dapat melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh 21 itu secara daring melalui laman DJP Online atau di Penyedia Jasa Perpajakan seperti KWAconsulting.

3. Memilih Metode e-Filing atau e-Form

Pelaporan pajak online melalui DJP Online dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, melalui aplikasi e-Form dan e-Filing. Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut cara menggunakan e-Filing.

4. Menjawab Pertanyaan pada Setiap Kolom Laman e-Filing

Langkah selanjutnya pada e-Filing adalah ‘Buat SPT’. WP dapat dengan mudah mengikuti petunjuk pada aplikasi e-Filing dan menjawab setiap pertanyaan.

Penting untuk menjawab dengan benar hingga seluruh pertanyaan selesai karena pertanyaan-pertanyaan tersebut yang akan menentukan formulir SPT apa yang akan disediakan untuk buat WP.

Perlu diketahui bahwa Formulir 1770 S akan diberikan bagi WP dengan penghasilan di atas Rp60 juta/tahun.

Sedangkan Formulir 1770 SS akan diberikan bagi WP dengan penghasilan di bawah Rp60 juta/tahun.

Pak Anton harus mengisi tahun pajak serta status SPT “normal” apabila SPT yang akan dilaporkan adalah SPT normal dan bukan SPT perbaikan.

5. Mengisi Jumlah Pajak yang Telah Dipungut

Langkah ke lima ini adalah langkah yang paling krusial karena pada langkah ini terdapat perbedaan pelaporan pajak bagi karyawan yang berpindah kerja.

Pada bagian ini, Pak Anton harus mengisi ‘Daftar Pemotong/Pemungut PPh Oleh Pihak Lain dan PPh Yang Ditanggung Pemerintah.’

Jika sebelumnya Pak Anton hanya perlu mengisi satu kali pada ‘Nama Pemotong/Pemungut Pajak’ dengan data perusahaan tempatnya bekerja serta mengisi keterangan lain hingga nominal potongan pajak, maka sekarang Pak Kelik juga harus menambahkan data perusahaan lama dan barunya.

Caranya, dengan klik ‘Tambah’, kemudian memasukkan data-data sesuai bukti potong 1721 A1 yang telah disiapkan pada langkah pertama.

6. Mengisi Harta dan Utang

Langkah-langkah selanjutnya sama dengan pelaporan pajak secara online lainnya, yaitu pengisian harta dan utang. Bagian ini harus diisi dengan lengkap, agar SPT dapat disubmit.

7. Mengisi Status Kewajiban Perpajakan Suami Istri

Selanjutnya, adalah pengisian status kewajiban perpajakan suami istri jika telah menikah. Bagian ini juga penting karena mempengaruhi besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan dikurangkan dari penghasilan Anda.

8. Memeriksa Perhitungan Pajak 

Setelah langkah 1 hingga 7 selesai, WP dapat melihat perhitungan pajak yang secara otomatis disediakan oleh aplikasi. WP harus memeriksa besaran penghasilan neto, Penghasilan Kena Pajak (PKP) serta PPh yang dipotong. 

Biasanya, status SPT WP yang memiliki dua pemberi kerja adalah ‘Kurang Bayar’. Hal ini disebabkan adanya perhitungan PTKP sebanyak dua kali, yaitu pada perusahaan lama serta baru, pada nilai pajak yang disetahunkan dalam bukti potong.

Jika status ‘Kurang Bayar’ terjadi, WP harus melakukan pembayaran terlebih dahulu. 

Proses pembayaran pajak kurang bayar dilakukan dengan cara:

  • Membuat kode billing
  • Melakukan pembayaran kemudian
  • Dilanjutkan dengan melakukan pengisian data pelunasan kurang bayar

Kali ini status pelaporan SPT Pak Kelik tidak mengalami kurang bayar, maka ia dapat klik ‘Langkah Berikutnya’, memilih pernyataan bahwa telah mengisi SPT secara benar, selanjutnya klik ‘Langkah Berikutnya’.

9. Melakukan Verifikasi

Pak Anton  harus mengambil kode verifikasi dengan mengklik ‘Di sini’, selanjutnya sistem DJP akan mengirimkan token verifikasi ke email yang terdaftar.

WP harus menyalin kode verifikasi pada email, selanjutnya memasukan nomor verifikasi tersebut pada aplikasi e-Filing. Lalu klik ‘Kirim SPT’ dan Selesai. Bukti pelaporan elektronik akan dikirimkan melalui email.

10. Melakukan Pengiriman SPT

WP harus menyalin kode verifikasi pada email, selanjutnya memasukan nomor verifikasi tersebut pada aplikasi e-Filing. Lalu klik ‘Kirim SPT’ dan Selesai. Bukti pelaporan elektronik akan dikirimkan melalui email.

 

Kesimpulan
Untuk wajib pajak yang pindah kerja dua kali dalam setahun, pelaporan SPT Tahunan PPh 21 tetap dilakukan secara online dengan mengumpulkan bukti potong dari semua tempat kerja. Setelah itu, data dimasukkan ke dalam lampiran SPT untuk setiap perusahaan yang memberikan pemotongan pajak. Pencatatan yang cermat diperlukan karena sering kali status pajak akan menunjukkan "kurang bayar," yang memerlukan pembayaran tambahan. 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00