Info

Tata Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pribadi

Pemerintah menerapkan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) dengan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk pemotongan PPh Pasal 21 bulanan.

Metode ini bertujuan untuk menyederhanakan perhitungan pajak bulanan, sehingga pemotongan pajak lebih akurat dan sesuai dengan kewajiban pajak tahunan.

KWA Consulting akan memandu Anda melalui langkah-langkah menghitung pajak penghasilan pribadi berdasarkan peraturan terbaru. Kami juga menyertakan contoh perhitungan agar Anda lebih mudah memahaminya.

Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pribadi

Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 diatur dalam:

  • Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023 yang mengatur metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk pemotongan bulanan.
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

 

Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi dengan Tarif Efektif Rata-rata (TER)

Berikut adalah tahapan dalam penghitungan pajak penghasilan pribadi menggunakan skema PPh 21 TER:

1. Menghitung Penghasilan Bruto Bulanan

Anda dapat melakukan kalkulasi penghasilan bruto setiap bulan. Penghasilan bruto adalah total penghasilan bulanan karyawan, termasuk:

  • Gaji pokok.
  • Tunjangan tetap.
  • Bonus bulanan (jika ada).

Penghasilan bruto tidak mencakup komponen tidak tetap seperti uang lembur atau perjalanan dinas.

2. Pengurang Penghasilan Bruto

Pengurang meliputi:

  • Biaya Jabatan: 5% dari gaji bruto (maksimal Rp500.000 per bulan).
  • Iuran Pensiun: 2% dari gaji pokok.
  • Iuran Jaminan Hari Tua (BPJS Ketenagakerjaan): 2% dari gaji pokok (dibayarkan oleh karyawan).

3. Penghitungan Penghasilan Neto Bulanan

Penghasilan neto bulanan dihitung dengan rumus:

  • Netto Bulanan = Bruto Bulanan − Total Pengurang
  • Netto Bulanan= Bruto Bulanan−Total Pengurang

4. Menghitung Penghasilan Neto Tahunan

Penghasilan neto bulanan dikalikan 12 untuk mendapatkan penghasilan neto tahunan:

  • Neto Tahunan = Neto Bulanan × 12
  • Neto Tahunan = Neto Bulanan×12

5. Perhitungan PKP dan Tarif Pajak Progresif

Setelah menghitung penghasilan neto tahunan, kurangi dengan PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Terapkan tarif progresif pada PKP, 

6. Hitung Pajak Bulanan dengan TER

Metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) digunakan untuk menghitung PPh 21 bulanan:

  • TER dihitung dengan membagi total pajak tahunan dengan total PKP tahunan, sehingga menghasilkan tarif rata-rata yang lebih akurat.
  • Pajak bulanan dihitung dengan mengalikan tarif TER dengan penghasilan kena pajak bulanan.
  • Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi PPh 21 TER

Baca juga : Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Yang Resign

Untuk memudahkan pemahaman tentang penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung PPh 21, berikut adalah contoh perhitungan untuk setiap status penerima penghasilan tersebut:

A. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tetap

Tuan B berstatus menikah dan memiliki 2 tanggungan (K/1) bekerja sebagai pegawai tetap di PT Bangau selama tahun 2025 dengan penghasilan bruto yang diterima setiap bulannya, pembayaran premi JKK dan JKM, iuran pensiun, bonus maupun THR, dengan rincian pada tabel seperti berikut:

Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan (Rp) THR (Rp) Bonus (Rp) Premi JKK & JKM (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) TER Bulanan Kategori B PPh Pasal 21 (Rp)
Januari 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Februari 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Maret 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1. 190.000
April 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Mei 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Juni 10 juta 5 juta   10 juta 2 juta 27 juta 10% 2.700.000
Juli 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Agustus 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
September 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Oktober 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
November 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Desember 10 juta 5 juta 10 juta   2 juta 27 juta    
Jumlah 144 juta 60 juta 10 juta   24 juta 214 juta   14,6 juta

Berikut rincian biaya jabatan dan iuran pensiun yang dibayarkan Tuan B sebagai pengurang pajak:

No. Pengurang Penghasilan Bruto Jumlah 
1. Biaya jabatan maksimal setahun Rp6 juta
2. Iuran pensiun setahun Rp1,2 juta

Dengan rincian pada tabel tersebut, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025 sebagai berikut:

Penghasilan bruto setahun   Rp214 juta
Pengurang:    
– Biaya jabatan setahun Rp6 juta  
– Iuran pensiun setahun Rp1,2 juta (+)  
    Rp7,2 juta (-)
Penghasilan neto setahun   Rp206,8 juta
PTKP setahun:    
– untuk wajib pajak sendiri Rp54 juta  
– tambahan untuk menikah Rp4,5 juta  
– tambahan untuk 1 tanggungan Rp4,5 juta (+)  
    Rp63 juta (-)
Penghasilan kena pajak setahun   Rp143,8 juta
– 5% x Rp60 juta Rp3 juta  
– 15% x Rp83,8 juta Rp12,57 juta (+)  
    Rp15,57 juta
PPh 21 yang dipotong hingga November 2024   Rp14,6 juta (-)
PPh 21 harus dipotong pada Desember 2024   Rp970 ribu

B. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Seperti yang diketahui, penghitungan pajak penghasilan bagi pegawai tidak tetap dibagi menjadi dua skema pembayaran, yaitu harian atau bulanan.

1. Penghasilan tidak dibayar bulanan kurang dari Rp2,5 juta

Tuan D mengerjakan pekerjaan tidak tetap di PT AAA pada Februari 2025 dan menyelesaikan pekerjaan tersebut selama 12 hari.

Kemudian Tuan D memperoleh penghasilan sebesar Rp2,4 juta atas penyelesaian pekerjaan tersebut untuk 12 hari atau Rp200 ribu/hari.

Karena penghasilannya masih di bawah Rp250 ribu per hari, maka perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif 0%.

Sehingga perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan harian Tuan D sebesar:
= Tarif efektif harian x Penghasilan bruto harian
= 0% x Rp200 ribu
= 0% x Rp200 ribu
= Rp0

2. Penghasilan tidak dibayar bulanan lebih dari Rp2,5 juta

Lalu pada bulan April 2025, Tuan D mendapatkan pekerjaan tidak tetap di PT EEE selama 2 hari dan memperoleh penghasilan sebesar Rp5,5 juta.

Oleh karena itu, penghasilan yang diterima Tuan D dikenakan pajak menggunakan perhitungan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh.

Dengan demikian, penghasilan Tuan D sebagai pegawai tidak tetap dikenakan PPh 21 dengan perhitungan sebagai berikut:
=  5% x 50% x Rp5,5 juta
= Rp137,5 ribu

3. Penghasilan dibayar bulanan

Tuan B bekerja di PT EEE sebagai pegawai tidak tetap yang berstatus tidak menikah dan memiliki 2 tanggungan (TK/2) memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara bulanan.

Karena Tuan B merupakan berstatus TK/2 maka perhitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori C, dengan rincian perhitungan PPh 21 TER bulanan seperti berikut:

Bulan Penghasilan Bruto (Rp) TER Kategori B PPh 21 (Rp)
Januari 2 juta 0% 0
Februari 3 juta 0% 0
Maret 5 juta 0% 0
April 7 juta 0,75% 52,5 ribu
Mei 2 juta 0% 0
Juni 1 juta 0% 0
Juli 8 juta 1% 80 ribu
Agustus 2 juta 0% 0
September 4 juta 0% 0
Oktober 3 juta 0% 0
November 9 juta 1% 90 ribu
Desember 10 juta 1,5% 150 ribu
Jumlah 53 juta   372,5 ribu

C. Contoh Hitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Tuan A sebagai akuntan publik yang mendapatkan proyek untuk mengaudit keuangan PT GGG dan mendapatkan imbalan sebesar Rp350 juta.

Sehingga perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Tuan A tersebut sebesar:

1. Dasar pengenaan/pemotongan
= Pasal 17 UU PPh x (50% x Penghasilan bruto)
= Pasal 17 x (50% x Rp350 juta)
= Pasal 17 x Rp175 juta

2. Besar PPh 21
= 5% x Rp60 juta = Rp3 juta
= 15% x Rp115 juta = Rp17,250 juta
= Rp3 juta + Rp17,250 juta
= Rp20,250 juta

D. Contoh hitung PPh 21 Bukan Pegawai (Pengacara)

Tuan G berprofesi sebagai pengacara di Kantor Advokat Bangau dengan perjanjian setiap jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh pengguna jasanya akan dipotong 10% oleh pihak kantor advokat AAA sebagai bagian penghasilan kantor advokat tersebut.

Kemudian 80% dari jasa konsultasi hukum yang dibayarkan pengguna jasa tersebut akan dibayarkan pada Tuan G setiap akhir bulan.

Selama 2025, rincian jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh klien dari pemberian jasa Tuan G di Kantor Advokat  bangau sebagai berikut:

Bulan Penghasilan Bruto (Rp)
Januari 35 juta
Februari 25 juta
Maret 40 juta
April 38 juta
Mei 45 juta
Juni 27 juta
Juli 50 juta
Agustus 42 juta
September 34 juta
Oktober 55 juta
November 46 juta
Desember 30 juta
Jumlah 467 juta

Atas rincian pembayaran oleh klien dari jasa konsultasi hukum tersebut, maka besar pemotongan PPh 21 dan penghasilan yang diperoleh Tuan G dari jasa konsultasi hukum di Kantor Advokat bangau sebagai berikut:

  • Menghitung Dasar Pemotongan PPh 21 = Penghasilan bruto x 50%.
  • Dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terkecil yakni 5%.
Bulan Penghasilan Bruto Dasar Pemotongan / DPP PPh 21 (Rp) Tarif Pasal 17 PPh 21 Terutang (Rp)
    (Penghasilan Bruto x 50%)   (DPP PPh 21 x Tarif Pasal 17)
Januari 35 juta 17,5 juta 5% 875 ribu
Februari 25 juta 12,5 juta 5% 625 ribu
Maret 40 juta 20 juta 5% 1 juta
April 38 juta 19 juta 5% 950 ribu
Mei 45 juta 22,5 juta 5% 1,125 juta
Juni 27 juta 13,5 juta 5% 675 ribu
Juli 50 juta 25 juta 5% 1,25 juta
Agustus 42 juta 21 juta 5% 1,05 juta
September 34 juta 17 juta 5% 850 ribu
Oktober 55 juta 27,5 juta 5% 1,375 juta
November 46 juta 23 juta 5% 1,15 juta
Desember 30 juta 15 juta 5% 750 ribu
Jumlah 467 juta 233,5 juta   10,625 juta

E. Contoh Hitung PPh 21 Subjek Lainnya

1. Komisaris tidak merangkap sebagai pegawai tetap perusahaan

Tuan H seorang anggota komisaris di PT KKK yang berstatus menikah dan menikah memiliki 1 anak. Selama 2025, Tuan H hanya menerima penghasilan berupa honorarium dari perusahaan sebesar Rp80 juta pada Desember 2025.

Atas penghasilan yang diperoleh Tuan H dari PT KKK tersebut, maka berikut perhitungan pajak penghasilannya:

  • Tuan H menikah dan punya 1 tanggungan, maka status PTKP-nya = (K/1).
  • Sesuai perhitungan tarif efektif rata-rata bulanan, perhitungan pemotongan PPh 21 atas honorarium Tuan H menggunakan tarif kategori TER B .
  • Tarif TER kategori B untuk status (K/1) dari penghasilan Rp80 juta sebesar 23%.

Maka perhitungannya sebagai berikut:
= Penghasilan bruto x Tarif efektif bulanan
= Rp80 juta x 23%
= Rp18,4 juta

2. Pegawai yang menarik dana pensiun

Tuan J bekerja di PT MMM sebagai pegawai tetap. Perusahaan mengikutsertakan pegawainya dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun SSS.

Pada Februari 2025 mengambil uang manfaat pensiun dari Dana Pensiun SSS sebesar Rp25 juta.

Maka, atas penarikan dana pensiun tersebut dikenakan pemotongan PPh 21 dengan perhitungan berikut:

  • Dasar pengenaan PPh 21 yakni penghasilan bruto
  • Tarif pajak yang digunakan yakni tarif pasal 17 UU PPh

Perhitungan:
= Tarif pasal 17 UU PPh x Penghasilan bruto
= 5% x Rp25 juta
= Rp1,25 juta

Tips Menghitung Pajak Penghasilan Pribadi

Berikut adalah 5 tips praktis untuk menghitung pajak penghasilan pribadi bagi pekerja:

1. Ketahui total penghasilan

Pastikan mencatat semua penghasilan bulanan, seperti gaji pokok, tunjangan tetap, dan bonus. Jangan lupa untuk mengecualikan pendapatan yang tidak dikenakan pajak, seperti uang lembur atau tunjangan perjalanan dinas.

2. Hitung pengurang pajak dengan benar

Gunakan data yang tepat untuk menghitung pengurang pajak, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang dibayar oleh karyawan sebagai komponen untuk mengurangi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.

3. Perbarui status PTKP

Pastikan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sudah sesuai karena akan memengaruhi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.

4. Manfaatkan kalkulator penghitung PPh 21

Gunakan aplikasi penghitung pajak atau kalkulator online untuk memudahkan perhitungan. 

5. Terapkan tarif pajak yang berlaku

Gunakan tarif pajak yang berlaku, yakni metode TER untuk perhitungan pajak bulanannya yang mencerminkan kewajiban pajak tahunan secara akurat.

 

Kesimpulan

Pemerintah menerapkan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bulanan, yang menyederhanakan perhitungan dan memastikan pemotongan pajak lebih akurat sesuai kewajiban tahunan. Proses perhitungan meliputi penghitungan penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan kena pajak (PKP), kemudian menggunakan TER untuk menghitung pajak bulanan. Setiap individu, baik pegawai tetap maupun tidak tetap, diharuskan mengikuti prosedur ini dengan tarif progresif dan melaporkan kewajiban pajak mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

PPh Final 0,5% Diperpanjang, Tantangan Pengawasan Semakin Besar

Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% agar tidak berpotensi disalahgunakan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/9/2025).

Ekonom Senior INDEF Aviliani memandang perpanjangan kebijakan tarif PPh final UMKM secara prinsip memang baik. Terlebih, dunia usaha, baik UMKM maupun perusahaan belum siap dibebani tarif PPh normal saat daya beli masyarakat sedang menurun.

"Kalau sekarang pajak dinaikkan, efeknya nanti ke konsumen," katanya seperti dikutip dari Harian Nasional Bisnis Indonesia.

Namun, Aviliani juga mengingatkan bahwa perpanjangan PPh final UMKM berisiko memunculkan moral hazard di kalangan pengusaha. Bukan hal tidak mungkin, pengusaha yang tidak bertanggung jawab bisa memanfaatkan kebijakan tersebut untuk menghindari pajak.

Avillani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia juga memberikan contoh praktik memecah perusahaan agar omzet masing-masing tidak melebih Rp4,8 miliar per tahun agar tetap dapat menikmati PPh final 0,5%.

Menurutnya, banyak UMKM yang justru tidak kunjung 'naik kelas' karena praktik penghindaran tarif pajak yang lebih tinggi tersebut. Untuk itu, dia menekankan pentingnya untuk memperkuat aturan dan pengawasan kebijakan PPh final 0,5%.

"Menurut saya, PPh final 0,5% dari omzet ini enggak boleh lama-lama," tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang masa berlaku skema PPh final UMKM hingga 2029. Perpanjangan ini berlaku khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.Avillani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia juga memberikan contoh praktik memecah perusahaan agar omzet masing-masing tidak melebih Rp4,8 miliar per tahun agar tetap dapat menikmati PPh final 0,5%.

Menurutnya, banyak UMKM yang justru tidak kunjung 'naik kelas' karena praktik penghindaran tarif pajak yang lebih tinggi tersebut. Untuk itu, dia menekankan pentingnya untuk memperkuat aturan dan pengawasan kebijakan PPh final 0,5%.

"Menurut saya, PPh final 0,5% dari omzet ini enggak boleh lama-lama," tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang masa berlaku skema PPh final UMKM hingga 2029. Perpanjangan ini berlaku khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.

Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Saat ini, terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk melanjutkan pemberlakuan PPh final UMKM pada tahun ini senilai Rp2 triliun.

Pemerintah selanjutnya akan merevisi peraturan pemerintah (PP) guna memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022.

Baca Juga: Solusi ketika Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0

Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Saat ini, terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk melanjutkan pemberlakuan PPh final UMKM pada tahun ini senilai Rp2 triliun.

Pemerintah selanjutnya akan merevisi peraturan pemerintah (PP) guna memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022.

Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.

 

Kesimpulan

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dan menyederhanakan administrasi bagi para pelaku UMKM guna mendukung mereka agar tetap beroperasi, tumbuh, dan “naik kelas”, terutama di masa ketika daya beli konsumen menurun. 

Dengan adanya Perpanjangan Tarif 0,5% ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Solusi ketika Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0

Pada saat menggunakan aplikasi e-Faktur 4.0 kemudian muncul keterangan error “Unregistered Jar2Exe”, tidak perlu panik karena ada solusi mudah untuk mengatasinya.

Error ini tidak hanya mengganggu, tetapi juga dapat menghambat proses pelaporan pajak elektronik. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebabnya dan langkah-langkah untuk mengatasinya secara efektif. 

 

Apa itu Error “Unregistered Jar2Exe” pada E-Faktur 4.0?

Error “Unregistered Jar2Exe” pada aplikasi e-Faktur 4.0 adalah salah satu kendala yang sering dialami oleh pengguna aplikasi e-Faktur 4.0.

Notifikasi kode error ini muncul saat pengguna mencoba menjalankan aplikasi e-Faktur, dengan pesan bahwa program dihasilkan oleh versi unregistered dari Jar2Exe.

 

Penyebab Error “Unregistered Jar2Exe”

Beberapa penyebab terjadinya error berupa ‘Unregistered Jar2Exe’ di antaranya:

1. Penggunaan Komponen Jar2Exe

E-Faktur menggunakan Jar2Exe untuk mengonversi file berbasis Java (.jar) menjadi aplikasi yang dapat dijalankan langsung (.exe). Error ini muncul karena lisensi Jar2Exe yang digunakan sudah kadaluwarsa atau tidak valid.

2. Patch Update Tidak Terpasang

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara berkala merilis patch untuk memperbaiki bug, namun jika pengguna belum memperbarui aplikasi, error ini bisa muncul.

Saat ini DJP sudah merilis sistem e-Faktur versi terbaru. Jika Anda belum memperbaruinya, segera lakukan update eFaktur 4.0.

3. File Korup atau Tidak Kompatibel

File aplikasi e-Faktur lama mungkin mengalami korupsi, sehingga fungsi tertentu gagal dijalankan.

Baca Juga : Cara Menghitung Pajak Pesangon Karyawan Yang di PHK

 

Langkah-Langkah Mengatasi Error “Unregistered Jar2Exe”

Untuk mengatasi error ‘Unregistered Jar2Exe’, ikuti langkah-langkah berikut:

1. Mengunduh Patch Update Terbaru dari DJP

Patch terbaru untuk e-Faktur 4.0 disediakan oleh DJP untuk mengatasi masalah seperti ini. Berikut panduan mengunduhnya:

  • Buka Situs Resmi DJP: Kunjungi https://efaktur.pajak.go.id/login atau portal e-Faktur yang telah ditentukan.
  • Login ke Akun Anda: Gunakan NPWP dan password Anda untuk masuk ke sistem.
  • Akses Halaman Unduhan: Navigasi ke bagian “Unduhan” atau “Patch e-Faktur”.
  • Pilih Versi Patch Terbaru: Pastikan Anda mengunduh patch yang sesuai dengan sistem operasi yang Anda gunakan (Windows, Mac, atau Linux).
  • Simpan File: Unduh dan simpan file patch di direktori yang mudah diakses.

2. Mengganti File Aplikasi Lama dengan File Baru

Setelah patch diunduh, Anda perlu mengganti file lama dengan yang baru:

  • Ekstrak File Patch: Gunakan aplikasi seperti WinRAR atau 7-Zip untuk mengekstrak file patch.
  • Salin dan Timpakan File: Salin semua file hasil ekstraksi ke folder instalasi e-Faktur Anda. Biasanya, folder ini berada di direktori C:\Program Files\eFaktur atau lokasi instalasi Anda sebelumnya.
  • Konfirmasi Penggantian File: Ketika diminta untuk mengganti file lama, pilih “Yes to All”.

3. Memastikan Keberhasilan Pembaruan Aplikasi

Untuk memastikan error telah teratasi, lakukan cara ini:

  • Jalankan Aplikasi: Buka aplikasi e-Faktur seperti biasa.
  • Cek Versi Aplikasi: Pastikan aplikasi menunjukkan versi terbaru sesuai dengan patch yang diunduh.
  • Verifikasi Fungsi Utama: Coba lakukan aktivitas seperti pembuatan faktur atau sinkronisasi data untuk memastikan tidak ada error lain

Tips Hindari Error Unregistered Jar2Exe

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindari kendala error Unregistered Jar2Exe pada e-Faktur:

Pertanyaan Umum yang Sering Ditanyakan Seputar Error “Unregistered Jar2Exe”

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan terkait kendala munculnya error ‘Unregistered Jar2Exe’:

1. Mengapa E-Faktur 4.0 Menampilkan Notifikasi “Unregistered Jar2Exe”?

Error ini disebabkan oleh penggunaan teknologi Jar2Exe dalam aplikasi e-Faktur. Lisensi yang tidak terdaftar atau sudah kadaluwarsa menjadi penyebab utama munculnya notifikasi ini. Oleh karena itu, DJP merilis patch sebagai solusi untuk memperbarui dan memperbaiki aplikasi.

2. Apakah Error “Unregistered Jar2Exe” Bisa Diatasi dengan Patch Terbaru?

Ya, error ini dapat sepenuhnya diatasi dengan mengunduh dan menerapkan patch update terbaru dari DJP. Patch tersebut memperbarui file executable e-Faktur sehingga lisensi Jar2Exe yang digunakan menjadi valid dan aplikasi dapat berjalan tanpa kendala.

 

Kesimpulan

Error "Unregistered Jar2Exe" pada aplikasi e-Faktur 4.0 disebabkan oleh lisensi Jar2Exe yang sudah kadaluwarsa atau tidak valid. Hal ini menghambat penggunaan aplikasi dalam pelaporan pajak. Solusinya adalah dengan mengunduh dan menginstal patch update terbaru dari DJP, serta mengganti file lama dengan file baru. Pastikan untuk memperbarui aplikasi e-Faktur secara rutin untuk menghindari masalah serupa di masa depan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Cara Menghitung Pajak Pesangon Karyawan yang Di-PHK

Pesangon menjadi kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu aspek yang sering menjadi pertanyaan adalah pajak pesangon.

Apakah pesangon dikenakan pajak? Bagaimana cara menghitungnya? KWA Consulting akan membahas langkah-langkah perhitungan pajak pesangon karyawan berdasarkan peraturan terbaru yang berlaku.


Apakah Pesangon Kena Pajak?

Ya, pesangon yang diterima karyawan dikenakan pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan (s.t.d.t.d.) UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pasal 4 ayat (1) UU PPh dijelaskan, pesangon termasuk dalam kategori penghasilan dan dikenakan pajak. Pajak atas pesangon dipotong berdasarkan PPh Pasal 21.

Namun, terdapat ketentuan batasan nilai yang tidak dikenai pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 16/PMK.03/2010. Beleid ini mengatur tentang pajak penghasilan final atas pesangon.

Skema PPh 21 Final atas pesangon ini berbeda dari penghitungan PPh 21 reguler pada penghasilan rutin seperti gaji bulanan.

 

Apa itu Pajak Pesangon?

Pajak pesangon adalah pajak yang dikenakan atas uang kompensasi yang diterima oleh karyawan saat terjadi PHK. Pemotongan pajak dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja, kemudian disetorkan ke negara.

Besaran pajak bergantung pada jumlah pesangon dan tarif pajak yang berlaku sesuai aturan.

Baca Juga : Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Yang Resign

Ketentuan Pemberian Pesangon di Indonesia

Pesangon merupakan kompensasi wajib yang diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai aturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Ketentuan pemberian pesangon diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.

Berdasarkan PP 35/2021, pesangon diberikan dalam bentuk uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Besarnya tergantung pada masa kerja karyawan dan alasan PHK yang terjadi.

1. Komponen Pesangon:

  • Uang Pesangon (UP): Kompensasi pokok berdasarkan masa kerja karyawan.
  • Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK): Tambahan kompensasi untuk karyawan yang bekerja lebih dari tiga tahun.
  • Uang Penggantian Hak (UPH): Pemberian untuk hak-hak karyawan yang belum diterima, seperti cuti tahunan yang belum digunakan.

2. Perhitungan Uang Pesangon:

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan gaji.
  • Masa kerja 2-4 tahun: 2 bulan gaji.
  • Masa kerja lebih dari 5 tahun: Bertambah 1 bulan gaji untuk setiap kelipatan 5 tahun.

3. Kondisi Khusus PHK:

  • PHK karena efisiensi atau perusahaan pailit, karyawan menerima uang pesangon penuh.
  • PHK karena pelanggaran berat, karyawan tidak berhak mendapatkan uang pesangon, hanya menerima penggantian hak.

4. Manfaat Tambahan JKP: Selain uang pesangon, karyawan yang di-PHK dapat menerima Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup tunjangan tunai dan pelatihan kerja.

 

Dasar Hukum Pajak Pesangon

Dasar hukum yang mengatur pajak pesangon antara lain:

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) No. 36 Tahun 2008 sebagai ketentuan pengenaan pajak penghasilan.

2. PMK No. 16/PMK.03/2010 yang mengatur pengenaan PPh Final atas Pesangon

3. PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, dan PHK.

4. PP No. 68 Tahun 2009 yang mengatur tentang tarif PPh Pasal 21 atas pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Peraturan ini menjadi pedoman bagi perusahaan dalam melakukan pemotongan pajak pesangon.

 

Komponen Penghitungan Pajak Pesangon

Sebelum menghitung pajak pesangon, penting untuk memahami komponen utama yang memengaruhi perhitungan:

1. Jumlah Pesangon

Besarnya jumlah pesangon dihitung berdasarkan masa kerja karyawan.

2. Tarif Pajak

Tarif pajak pesangon berlaku final, artinya pemotongan pajak pada pesangon merupakan pemungutan terakhir atas penghasilan tersebut dan tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam pelaporan pajak tahunan.

Berikut tarif progresif pajak pesangon berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PMK 16/2010 (PPh Pasal 21 Final):

  • 0% untuk penghasilan bruto hingga Rp50 juta
  • 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta-Rp100 juta
  • 15% untuk penghasilan bruto di atas Rp100 juta-Rp500 juta
  • 25% untuk penghasilan bruto di atas Rp500 juta

 

Tahapan Langkah-Langkah Penghitungan Pajak Pesangon

Berikut adalah tahapan langkah-langkah dalam menghitung pajak pesangon:

1. Tentukan Besaran Pesangon

Mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan PP No. 35 Tahun 2021:

  • Masa kerja < 1 tahun: 1 bulan gaji
  • Masa kerja 1–4 tahun: 2 bulan gaji
  • Masa kerja > 4 tahun: Bertambah 1 bulan gaji per tahun kerja.

2. Terapkan Tarif Pajak Progresif

Gunakan tarif progresif dari PPh 21 Final yang berlaku dalam PMK 16/2010.

3. Hitung Pajak yang Harus Dibayar

Kalikan penghasilan dari pesangon dengan tarif pajak yang sesuai, lalu jumlahkan total pajak yang harus dibayar.

 

Pesangon Tidak Dikurangi dengan PTKP

Penghitungan pajak atas pesangon tidak dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sebab pesangon termasuk kategori penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 Final, yang perhitungannnya berbeda dengan penghasilan rutin seperti gaji.

Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PP 68/2009, yang menegaskan bahwa pesangon dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final, tanpa menyebutkan mekanisme PTKP, kemudian dihitung dengan tarif progresif sebagaiman diatur dalam PMK 16/2010.

 

Alasan Pajak Pesangon Tidak Menggunakan PTKP

1. PPh Pasal 21 Final

Karena pajak pesangon dikenai PPh 21 Final, maka pemotongan pajaknya dilakukan langsung tanpa mengacu pada PTKP reguler yang biasanya diterapkan pada penghasilan gaji rutin.

2. Menggunakan Penghitungan Sesuai PMK 16/2010

Dalam peraturan ini terdapat lapisan batasan pajak tersendiri, seperti Rp50 juta pertama bebas pajak (tarif 0%), kemudian penghasilan bruto di atas Rp50 juta menggunakan tarif progresif (5%, 15%, 25%).

3. Sifat Penghasilan Sekali Waktu

Pesangon dianggap sebagai penghasilan yang diterima sekaligus dan tidak diperoleh secara rutin, sehingga dikenai tarif khusus tanpa dikurangi PTKP.

 

Contoh Perhitungan Pajak Pesangon

Pembayaran pesangon terbagi menjadi dua skenario, yakni dibayarkan sekaligus (lumpsum) dan dibayarkan secara bertahap.

A. Pesangon Dibayarkan Sekaligus

Seorang karyawan di-PHK dan menerima pesangon dibayarkan satu kali pembayaran dengan rincian sebagai berikut:

  • Gaji bulanan: Rp20 juta.
  • Masa kerja: 5 tahun: Uang Pesangon (UP) 6 bulan gaji Rp120 juta & Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) 3 bulan gaji Rp60 juta.
  • Total pesangon: Rp180 juta juta.

Langkah Perhitungan Pajaknya:

1. Bagian bebas pajak:

  • Lapisan pertama (0%) = Rp50 juta x 0% = Rp0 (bebas pajak)

2. Bagian kena pajak:

  • Lapisan kedua (5%) = Rp50 juta x 5% = Rp2,5 juta

3. Bagian kena pajak:

  • Lapisan ketiga (15%) = Rp80 juta x 15% = Rp12 juta

Total Pajak: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp12 juta = Rp14,5 juta.

Pesangon Diterima: Rp180 juta – Rp14,5 juta = Rp165,5 juta.

B. Pesangon Dibayarkan Bertahap

Tuan A melakukan pengajuan PHK kepada PT BBB dikarenakan telah memasuki usia pensiun. Tuan A telah bekerja sejak tahun 2001 hingga Maret 2025. Maka Tuan A berhak menerima pesangon sebesar Rp700 juta, dan PT BBB melakukan pembayarannya secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:

  • 1 Maret 2025: Rp250 juta
  • 8 Agustus 2026: Rp150 juta
  • 27 September 2026: Rp150 juta
  • 2 Januari 2027: Rp150 juta

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang:

1) Tahap 1: Pembayaran Rp250 juta

  • 0% × Rp50.000.000 = Rp0
  • 5% × Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp150.000.000 = Rp22,5 juta

Total Pajak Tahap 1: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp11,25 juta = Rp25 juta.

Pesangon Bersih Tahap 1: Rp250 juta – Rp25 juta = Rp125 juta.

2) Tahap 2: Pada 8 Agustus 2026

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 2: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 2: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

3) Tahap 3: Pada 27 September 2026

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 3: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 3: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

4) Tahap 4: Pada 2 Januari 2027

  • 0% x Rp50.000.000 = Rp0.
  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
  • 15% × Rp50.000.000 = Rp7,5 juta

Total Pajak Tahap 4: Rp0 + Rp2,5 juta + Rp7,5 juta = Rp10 juta.

Pesangon Bersih Tahap 4: Rp150 juta – Rp10 juta = Rp115 juta.

Tips Menghitung Pesangon dan Pajaknya

1. Periksa Peraturan Terbaru

Pastikan menghitung berdasarkan peraturan pajak dan ketenagakerjaan yang berlaku.

2. Gunakan Kalkulator Pajak Online

Beberapa platform menyediakan kalkulator pajak yang memudahkan penghitungan. 

3. Konsultasi dengan Ahli Pajak

Jika terdapat kebingungan, konsultasikan dengan konsultan pajak untuk memastikan akurasi.

 

Kesimpulan

Pesangon yang diterima karyawan saat PHK dikenakan pajak berdasarkan PPh Pasal 21, dengan tarif progresif yang bersifat final. Besaran pajak ditentukan oleh jumlah pesangon dan masa kerja karyawan. Pajak pesangon dihitung terpisah dari penghasilan rutin, dan tidak dikurangi dengan PTKP. Ada ketentuan batasan penghasilan yang tidak dikenakan pajak, dan penghitungan pajak bergantung pada jumlah pesangon yang diterima. Untuk menghitungnya, perusahaan harus mengikuti peraturan yang berlaku, termasuk tarif pajak progresif sesuai dengan PMK 16/PMK.03/2010.

Nah itulah informasi Tentang Pajak Pesangon, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Yang Resign

Setiap perusahaan memiliki kewajiban menghitung PPh 21 terutang karyawan resign dan memberikan haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur karyawan yang mengundurkan diri.

KWA Consulting akan memberikan panduan lengkap tentang cara menghitung PPh 21 terutang karyawan resign, termasuk dasar hukum, langkah-langkah perhitungan, dan contohnya.


 

Apakah Karyawan Resign Kena Pajak?

Ya, karyawan yang mengundurkan diri (resign) tetap dikenakan pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan selama masa kerja di perusahaan.

 

Jenis Pajak yang Dikenakan pada Karyawan Resign

Pajak atas pesangon karyawan resign dihitung menggunakan PPh 21 Final dengan tarif yang progresif, namun tidak digabungkan dalam perhitungan PPh 21 reguler, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan PMK 16/2010.

Pengenaan pajak ini dihitung berdasarkan penghasilan bruto yang diterima karyawan, termasuk gaji, tunjangan, bonus, dan pesangon, jika ada.

Baca Juga:Tata Cara Lapor Pajak Online Jika Pindah Kerja dalam Setahun

 

Dasar Hukum Pajak Karyawan Resign

Dasar hukum yang menjadi acuan perhitungan PPh 21 karyawan resign di Indonesia meliputi:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
  • UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur tarif pajak progresif.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21.

Komponen Penghitungan Pajak Karyawan Resign

Berikut adalah komponen yang harus diperhatikan dan dimasukkan dalam penghitungan pajak penghasilan bagi karyawan yang mengundurkan diri:

  • Gaji Pokok: Gaji terakhir yang diterima karyawan.
  • Tunjangan dan Bonus: Termasuk bonus tahunan atau insentif lainnya.
  • Pesangon (jika ada): Penghasilan tambahan bagi karyawan yang berhenti bekerja.
  • Biaya Jabatan: Pengurangan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta setahun.
  • PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak): Besaran sesuai dengan status pernikahan dan tanggungan karyawan.
  • Tarif Pajak Progresif: Berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak (PKP).

 

Tahapan Langkah-langkah Penghitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

Berikut tahapan dalam penghitungan pajak penghasilan bagi karyawan yang mengundurkan diri:

1. Hitung Penghasilan Bruto

Gabungkan semua komponen penghasilan seperti gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pesangon (jika ada).

2. Kurangi Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun

Biaya jabatan dihitung 5 persen dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun.

3. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan Kena Pajak atau PKP diperoleh dengan mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan dan PTKP.

4. Terapkan Tarif Pajak Progresif

Gunakan tarif pajak progresif sesuai dengan lapisan Penghasilan Kena Pajak.

5. Hitung PPh 21 Terutang

Hitung PPh Pasal 21 terutang berdasarkan hasil perhitungan PKP.

6. Perhitungkan Masa Pajak Terakhir

Jika karyawan resign sebelum Desember, perhitungan PPh 21 disesuaikan dengan jumlah bulan bekerja.

 

Contoh Perhitungan PPh 21 Karyawan Resign

Tuan A bekerja di PT BBB dengan rincian penghasilan sebagai berikut:

  • Gaji Pokok: Rp20.000.000
  • Tunjangan: Rp4.000.000
  • Bonus: Rp10.000.000
  • Biaya Jabatan: 5% x (Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000) = Rp1.700.000 (sesuai ketentuan maksimal Rp500.000 per sebulan)
  • PTKP (TK/0): Rp54.000.000 per tahun (status lajang, tanpa tanggungan)

Langkah Perhitungan

  • Penghasilan Bruto: Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000 = Rp34.000.000
  • Pengurangan: Biaya Jabatan = Rp500.000
  • Penghasilan Neto: Rp34.000.000 – Rp500.000 = Rp33.500.000
  • PKP: Rp33.500.000 – Rp4.500.000 (PTKP per bulan) = Rp29.000.000
  • PPh 21 Terutang: Tarif pajak 5% x Rp29.000.000 = Rp1.450.000

 

Apa Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan Resign?

Kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang mengundurkan diri diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan maupun perpajakan.

Merujuk Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 yang mengatur mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT), alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta pemutusan hubungan kerja (PHK), disebutkan bahwa perusahaan wajib memberikan uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian bersama.

Sedangkan kewajiban perpajakan oleh perusahaan terhadap karyawan resign berdasarkan UU PPh dan beberapa peraturan pelaksana dalam PMK maupun Perdirjen-pajak, di antaranya:

  • Melakukan perhitungan dan pemotongan PPh 21 terakhir (Pasal 21 UU PPh).
  • Memberikan bukti potong PPh 21 kepada karyawan (PER-32/PJ/2015).
  • Melaporkan SPT Masa PPh 21 yang telah dipotong ke DJP (PMK 16/PMK.03/2010).
  • Menyetorkan pemotongan pajaknya (UU KUP). 
 

Tips Menghitung Pajak Karyawan Mengundurkan Diri

Agar proses penghitungan pajak bagi karyawan yang resign berjalan benar dan lancar, Anda dapat mengikuti tips berikut:

  • Periksa status PTKP karyawan sebelum melakukan perhitungan.
  • Pisahkan penghasilan reguler dan pesangon.
  • Terapkan biaya jabatan dengan benar.
  • Gunakan perangkat lunak sistem HR atau payroll  untuk perhitungan yang akurat dan terintegrasi untuk pengelolaan pemotongan pajaknya.
  • Konsultasikan dengan konsultan pajak untuk kasus yang kompleks seperti KWA Consulting

 

Kesimpulan

Karyawan yang resign tetap dikenakan PPh 21 atas penghasilan yang diterima selama masa kerja, termasuk gaji, bonus, tunjangan, dan pesangon (jika ada). Perusahaan wajib menghitung dan memotong pajak sesuai peraturan yang berlaku, termasuk biaya jabatan dan PTKP. Penghitungan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah yang terperinci, seperti menghitung penghasilan bruto, mengurangi biaya jabatan, serta menerapkan tarif pajak progresif. Perusahaan juga berkewajiban memberikan bukti potong dan melaporkan pajak yang dipotong ke DJP.

Memahami Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)

Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) digunakan untuk mengklasifikasikan kegiatan usaha untuk keperluan statistik dan administratif. Sistem KLU terdiri dari kode 5 digit. Ini memberikan kategorisasi bidang bisnis yang komprehensif dan terperinci, termasuk kegiatan manufaktur, jasa, perdagangan dan keuangan. Sistem KLU diperbarui secara berkala untuk memastikannya tetap relevan dan komprehensif.

Apa Itu KLU Pajak?

KLU pajak atau Klasifikasi Lapangan Usaha pajak adalah kode yang dibuat dan diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berguna untuk mengklasifikasikan wajib pajak ke dalam jenis badan usaha yang digolongkan berdasarkan beberapa kategori, yakni Golongan Pokok, Golongan, Sub Golongan, dan Kelompok Kegiatan Ekonomi. Kategori tersebut, dapat Anda simak lebih jelas dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012.

Lalu, di mana kode KLU ini biasa ditemukan oleh wajib pajak? Kode KLU umumnya bisa Anda temukan dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Selain itu, Anda juga bisa temukan kode KLU pajak pada formulir SPT Tahunan saat mengisi data wajib pajak yang mana kodenya terdiri dari 5 digit.

 

Berikut ini contoh tata letak KLU pada masing-masing surat tersebut:

KLU pada Surat Keterangan Terdaftar (SKT):

KLU Pada Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP):

KLU Pada SPT Tahunan Badan:

Baca Juga: Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

Manfaat dan Fungsi

Seperti yang sudah sedikit disinggung pada pembahasan sebelumnya, KLU pajak bermanfaat untuk mengklasifikasi jenis badan usaha milik wajib pajak. Berdasarkan keputusan DJP Nomor KEP-321/PJ/2012, KLU pajak memiliki fungsi sebagai berikut ini: 

  • KLU ini digunakan untuk penatausahaan data wajib pajak. Misalnya, data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam master file wajib pajak dan Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan. 
  • Sebagai dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Struktur Pemberian Kode KLU Pajak

Pemberian kode KLU pajak untuk badan usaha didasarkan dari beberapa hal berikut ini:

Kategori

Kategori menunjukkan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi. Penentuan kategori ini ditandai dengan adanya satu digit kode dalam bentuk alfabet. Dalam KLU pajak, semua kegiatan ekonomi di Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori, sebagai berikut: 

  1. Kategori A: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. 
  2. Kategori B: Pertambangan dan Penggalian. 
  3. Kategori C: Industri Pengolahan. 
  4. Kategori D: Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin. 
  5. Kategori E: Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang, Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah. 
  6. Kategori F: Konstruksi. 
  7. Kategori G: Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor. 
  8. Kategori H: Transportasi dan Pergudangan. 
  9. Kategori I: Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan dan Minum. 
  10. Kategori J: Informasi dan Komunikasi. 
  11. Kategori K: Jasa Keuangan dan Asuransi. 
  12. Kategori L: Real Estate. 
  13. Kategori M: Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis. 
  14. Kategori N: Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan, dan Penunjang Usaha Lainnya. 
  15. Kategori O: Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib. 
  16. Kategori P: Jasa Pendidikan. 
  17. Kategori Q: Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. 
  18. Kategori R: Kebudayaan, Hiburan, dan Rekreasi. 
  19. Kategori S: Kegiatan Jasa Lainnya. 
  20. Kategori T: Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga, Kegiatan yang Menghasilkan Barang dan Jasa. 
  21. Kategori U: Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya. 
 

Golongan Pokok

Golongan pokok merupakan penjelasan atau uraian lebih lanjut dari kategori. Jadi, setiap ketegori diuraikan menjadi 1 atau lebih golongan pokok menurut sifat masing-masing golongan pokok (sebanyak-banyaknya 5 golongan pokok, kecuali industri pengolahan). Setiap golongan pokok anak diberi 2 digit angka sebagai kodenya. 

Golongan

Golongan adalah uraian lebih lanjut dari golongan pokok. Berbeda dengan golongan pokok, golongan terdiri dari tiga digit angka yang terdiri dari 2 digit angka pertama menunjukkan golongan pokok yang berkaitan. Sedangkan 1 digit terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari tiap golongan yang bersangkutan. Dalam hal ini, masing-masing golongan pokok dapat diuraikan sampai 9 golongan. 

Sub Golongan

Seperti golongan yang merupakan turunan uraian golongan pokok, sub golongan ini merupakan uraian lebih lanjutnya dari golongan. Kode sub golongan terdiri dari 4 digit, yakni kode 3 digit pertama merupakan golongan yang berkaitan, dan kode 1 digit angka terakhir merupakan kegiatan ekonomi dari sub golongan yang bersangkutan. Nah, setiap sub golongan ini dapat diuraikan lebih lanjut sebanyak-banyaknya menjadi 9 sub golongan.

Kelompok Kegiatan Ekonomi

Kemudian yang terakhir, yaitu Kelompok Kegiatan Ekonomi yang dimaksudkan untuk memilih lebih lanjut kegiatan yang mencakup suatu sub golongan, menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen. Simak juga kode KLU pajak secara lengkap.

Masukkan jumlah Invoice Anda di bawah ini untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi (ROI)
e-Faktur/Invoice 
e-Signature 
e-BuPot 
e-Meterai 
Jumlah Bupot / SSP / Credit Note yang tidak tertagih (Rp) 
Jumlah hari yang dibutuhkan untuk memproses invoice 
Rata-rata Nilai Invoice (Rp) 
Biaya Tax Audit per Tahun (Rp) 
Yearly saving potential
Rp 128,174,416
Isi detail Anda untuk mulai Berhemat!
 
Numbers estimated based on existing industry. Read more: Otomatisasi Penagihan Kepatuhan       

Klasifikasi KLU Wajib Pajak Orang Pibadi

Untuk kode KLU NPWP Pribadi memiliki klasifikasi khusus yang perlu Anda ketahui. Berikut klasifikasi lapangan usaha bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:

  1. Pejabat dan penyelenggara negara
  2. Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN)
  3. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
  4. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  5. Pegawai swasta
  6. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) /prajurit TNI /anggota Polri
  7. Pejabat/pegawai perwakilan negara asing dan badan atau organisasi internasional
  8. Orang pribadi yang bekerja dalam hubungan kerja lainnya
  9. Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan tidak memiliki pekerjaan dalam hubungan pekerjaan.

Itulah pembahasan singkat mengenai KLU pajak. Dengan mengetahui KLU, Anda dapat mengisi data akun perusahaan pada saat membuat akun di OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menghadirkan berbagai layanan dan fitur yang mempermudah Anda dalam mengelola transaksi dan pajak usaha, termasuk cabang-cabang usaha Anda. KWA Consulting untuk mendapatkan demo gratis terkait solusi lengkap yang dapat ditawarkan oleh OnlinePajak.

Kesimpulan 

Secara keseluruhan, KLU Pajak memiliki peran yang signifikan dalam administrasi pajak dan statistik usaha. Penggunaannya membantu memetakan dan mengklasifikasikan kegiatan ekonomi wajib pajak dengan akurasi, memberikan dasar yang kuat untuk berbagai kebijakan dan keputusan terkait pajak dan perekonomian. Nah itulah informasi Tentang Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00