Saat menerima surat teguran pajak bisa membuat panik, terutama bagi wajib pajak yang kurang familiar dengan proses perpajakan.
KWA Consulting akan menjelaskan secara detail apa itu surat teguran pajak, alasan diterbitkannya, langkah-langkah penanganan, dan konsekuensi jika ditindaklanjuti, agar Anda dapat menangani teguran pajak dengan tepat.
Apa itu Surat Teguran Pajak?
Surat teguran pajak adalah surat resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada wajib pajak.
Surat ini berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau pengingat terkait kewajiban pajak yang belum terpenuhi.
Surat teguran bukanlah sanksi, melainkan bentuk peringatan agar wajib pajak segera memenuhi kewajiban pajaknya.
Dasar Hukum Penerbitan Surat Teguran Pajak
Penerbitan dan pelaksanaan surat teguran pajak diatur dengan beberapa regulasi atau peraturan perpajakan sebagai dasar hukumnya, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa
UU ini mengatur tentang mekanisme penagihan pajak jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya setelah diberikan surat teguran.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (KUP)
Pasal 9 ayat (2a) dan (2b) mengatur mengenai kewajiban melunasi pajak tepat waktu. Apabila wajib pajak lalai atau tidak memenuhi kewajiban, DJP berwenang menerbitkan Surat Teguran dan melakukan langkah penagihan. Dalam situasi ini dijelaskan bahwa penerbitan surat teguran terjadi jika pajak tidak dibayar dalam waktu 7 hari setelah jatuh tempo.
3. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Regulasi ini mengatur mekanisme pelaporan dan pembayaran pajak, serta tindakan yang dapat diambil DJP jika wajib pajak tidak mematuhi kewajiban tersebut.
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penagihan Pajak dan Penanganan Surat Teguran
Peraturan ini memperjelas tata cara penerbitan, penyampaian, dan penagihan pajak jika terdapat keterlambatan pembayaran atau pelaporan. Surat teguran menjadi tahapan administrasi sebelum penagihan secara hukum dilakukan.
Mengapa Saya Mendapat Surat Teguran Pajak?
Beberapa alasan umum mengapa DJP mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak dikarenakan:
1. Keterlambatan Pelaporan SPT Tahunan
SPT Tahunan wajib dilaporkan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Jika wajib pajak terlambat atau belum melaporkan, DJP akan mengirimkan teguran.
2. Terlambat Lapor SPT Masa
Begitu juga pelaporan SPT Masa harus disampaikan sesuai dengan ketentuan batas waktunya. Apabila terlambat atau bahkan tidak dilaporkan, maka DJP akan memberikan surat teguran.
3. Tunggakan Pembayaran Pajak
Selain pelaporan, kewajiban pembayaran pajak juga harus dipenuhi tepat waktu dan sesuai dengan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan.
Surat teguran bisa diterbitkan jika terdapat utang pajak yang belum dilunasi.
4. Data Tidak Sesuai atau Kelalaian Administrasi
Kesalahan atau ketidaksesuaian dalam pelaporan data administrasi perpajakan juga dapat memicu diterbitkannya surat teguran, terutama jika DJP mendeteksi perbedaan antara data yang ada pada wajib pajak dengan catatan DJP.
Langkah yang Harus Diambil Setelah Menerima Surat Teguran
Jika Anda menerima surat teguran pajak, tidak perlu panik. Lakukan langkah-langkah berikut untuk menanganinya:
1. Baca dan Pahami Isi Surat Teguran dengan Teliti
Pastikan Anda memahami isi surat, termasuk jenis pajak yang menjadi masalah, jumlah tunggakan, atau kekurangan pelaporan pajak.
2. Segera Periksa Status Pelaporan dan Pembayaran Pajak
Cek riwayat pelaporan dan pembayaran pajak Anda melalui akun pajak Anda di DJP Online.
Hal ini membantu memastikan apakah benar ada kewajiban yang belum terpenuhi.
3. Lakukan Pelunasan atau Pelaporan Segera
Jika Anda memang belum melaporkan atau melunasi pajak, segera selesaikan kewajiban tersebut.
Namun apabila merasa sudah memenuhi kewajiban tapi masih mendapat teguran, Anda bisa mengajukan klarifikasi atau permohonan pembetulan ke DJP.
4. Hubungi Kantor Pajak atau Konsultan Pajak
Apabila kesulitan memahami surat teguran, Anda dapat berkonsultasi dengan petugas pajak di layanan yang sudah disediakan DJP, atau melakukan konsultasi dengan konsultan pajak terdaftar. Hal ini untuk memastikan Anda mengambil langkah yang benar.
Mengabaikan surat teguran pajak dapat menimbulkan berbagai masalah serius bagi wajib pajak. Beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi adalah:
1. Denda atau Sanksi Administrasi
Setiap keterlambatan dalam pelaporan atau pembayaran pajak bisa dikenakan denda, seperti terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pribadi dikenakan denda sebesar Rp100 ribu dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan.
2. Penerbitan Surat Paksa
Jika surat teguran tidak diindahkan, DJP bisa menerbitkan Surat Paksa sebagai langkah hukum lanjutan yang lebih serius.
3. Pemblokiran Rekening atau Penyitaan Aset
Pada tahap lanjut, DJP berhak melakukan pemblokiran rekening dan bahkan penyitaan aset milik wajib pajak jika utang pajak masih belum dilunasi setelah surat teguran dan surat paksa diterbitkan.
Kesimpulan
Surat teguran pajak adalah pemberitahuan resmi dari DJP kepada wajib pajak terkait kewajiban pajak yang belum terpenuhi, seperti keterlambatan pelaporan SPT atau pembayaran pajak. Surat ini bukan sanksi, melainkan peringatan untuk segera memenuhi kewajiban pajak. Jika diabaikan, dapat berujung pada denda, surat paksa, bahkan penyitaan aset. Untuk menanganinya, wajib pajak harus memeriksa status pelaporan, segera melunasi atau melaporkan pajak, dan bisa meminta klarifikasi jika merasa sudah memenuhi kewajiban. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??
Halo Teman Bisnis !!! Siapa yang disini sedang buka usaha ??? Apakah teman punya laporan keuangan buat usaha owner ??? Laporan keuangan itu apa sih ? Untuk penjelasan lebih lanjut, simak terus apa itu laporan keuangan dan seberapa penting laporan keuangan itu. Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu entitas yang dapat menggambarkan kinerja UMKM tersebut pada suatu periode akuntansi. Laporan keuangan dibuat untuk menyajikan informasi mengenai kinerja UMKM dan berguna untuk mengambil keputusan bisnis.
Alasan pentingnya laporan keuangan bagi UMKM, antara lain :
1. Sebagai Perencanaan Bisnis
Pembukuan merupakan hal yang sangat penting bagi jalannya suatu usaha, terutama untuk usaha yang sudah cukup besar. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan biaya yang dimiliki dan juga sebagai perencanaan. Saat melakukan pencatatan untuk usaha, dapat melihat jalannya usaha melalui pencatatan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu merencanakan merupakan langkah selanjutnya untuk meningkatkan usaha dari pencatatan yang telah sobat lakukan.
2. Dapat mengetahui posisi keuangan setiap bulan.
Alasan lain mengapa laporan keuangan UMKM sangat penting adalah untuk mengetahui jumlah aset dan modal yang dimiliki. Besaran hutang perusahaan juga akan terlihat. Jadi pergerakan aset, modal, dan hutang akan terpantau dengan jelas. Jika usaha tersebut tidak mempunyai laporan keuangan, maka akan sulit untuk mengetahui jumlah aset, modal, dan hutang yang dimiliki.
Setiap biaya dalam usaha yang dijalankan perlu dicatat dengan benar dan jelas. Biaya yang perlu dicatat ini meliputi biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan biaya untuk operasional. Dengan adanya laporan keuangan, rincian biaya dalam usaha ini akan terpantau dengan jelas dalam suatu periode. Setiap rincian biaya yang tercatat dalam laporan keuangan akan membantu UMKM untuk menentukan besaran harga produksi. UMKM juga akan terbantu dalam menghitung besaran untung dan rugi yang didapat. Jika tidak ada laporan keuangan, maka akan sulit untuk menentukan harga produksi dan mengetahui besaran untung rugi.
4. Mudah mendapatkan Pinjaman dari Bank
Saat usaha berkembang cukup pesat, maka akan membutuhkan dana tambahan ataupun jasa di dalam produksi agar usaha terus meningkat. Dengan pencatatan akuntansi akan mempermudah untuk dapat mengajukan pinjaman di bank untuk penambahan modal. Karena saat mengajukan pinjaman melalui bank, biasanya salah satu persyaratannya adalah laporan keuangan yang harus lengkap. Hal ini cukup penting mengingat, bank tersebut perlu mengetahui arus keuangan dari jalannya suatu usaha.
5. Untuk menghitung pajak yang harus dibayar.
Saat usaha mulai berkembang dan pendapatan sudah memenuhi persyaratan untuk pembayaran pajak, maka akan dikenakan pajak sesuai pendapatan usaha. Laporan keuangan bisa digunakan untuk menentukan berapa pajak yang harus dibayar. Tarif pajak pelaku UMKM, PPh Final 0,5% untuk pelaku UMKM. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan yang belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap merupakan objek pajak penghasilan. Pajak yang dikenakan oleh UMKM adalah PPh Final. PPh Final untuk UMKM merupakan pajak atas penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak yang memiliki omzet atau peredaran bruto di bawah Rp4,8 Miliar dalam satu tahun. Sejak 1 Juli 2018 pun Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah rajin memberikan sosialisasi tarif baru PPh Final yang tadinya 1 persen menjadi 0,5%.
6. Sebagai informasi untuk manajemen dan alat pengambilan keputusan dalam bisnis
Apabila para UMKM belum menyusun laporan keuangan yang baik, maka akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
Para UMKM tidak akan bisa mengetahui bagaimana perkembangan usaha mereka secara riil, para UMKM hanya mengetahui perkembangan usahanya berdasarkan perikiraan serta angan-angan saja;
Para UMKM akan kesulitan untuk mengakses kredit dari bank sehingga berpengaruh terhadap perkembangan usaha
Kesimpulan
Laporan keuangan bagi UMKM sangat penting. Pertama, sebagai perencanaan bisnis dan pengoptimalan biaya. Kedua, untuk memantau posisi keuangan setiap bulan, termasuk aset dan hutang. Ketiga, memudahkan kontrol biaya dan menentukan harga produksi. Keempat, mendukung pengajuan pinjaman dari bank. Kelima, membantu perhitungan PPh Final untuk UMKM. Keenam, sebagai informasi manajemen untuk pengambilan keputusan. Kesimpulannya, laporan keuangan bukan hanya kewajiban perpajakan, melainkan alat vital dalam mengelola UMKM. Dengan adanya informasi yang telah dijelaskan diatas, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??
Kesalahan dalam melakukan pembulatan dapat menyebabkan dokumen perpajakan ditolak oleh sistem e-Faktur atau menimbulkan masalah saat pelaporan SPT Masa PPN.
Agar pengelolaan e-Faktur Anda lancar, pahami ketentuan dan cara pembulatan PPN yang benar. KWA Consulting akan mengulasnya untuk Anda.
Apakah Nilai PPN Wajib Dibulatkan?
Ya, nilai PPN memang harus dibulatkan ketika dimasukkan ke dalam dokumen seperti faktur pajak elektronik (e-Faktur), Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, dan bukti potong.
Pembulatan ini bertujuan agar nilai pajak tercatat dalam satuan rupiah penuh tanpa angka desimal, sehingga sesuai dengan ketentuan administrasi perpajakan dan memudahkan sistem elektronik dalam memproses data.
Dasar Hukum Pembulatan PPN e-Faktur
Dasar ketentuan penulisan nominal rupiah dalam pembulatan PPN Faktur Pajak ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.24/1990 tentang Penulisan Angka Rupiah Pada Dokumen Perpajakan.
Dalam beleid ini disebutkan, penulisan angka rupiah dalam dokumen perpajakan dari semua jenis pajak (Laporan/SSP/SPT/Semua Jenis Ketetapan Pajak dan sebagainya) ditetapkan;
“Jumlah Pajak yang Terutang, Kredit Pajak, Kenaikan, Bunga, dan Pajak yang Masih Harus Dibayar dibulatkan ke bawah hingga rupiah penuh.”
Peraturan pembulatan PPN Faktur Pajak mengalami beberapa kali perubahan, di antaranya:
1. Perubahan Pertama
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No, PER-25/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Dalam Perdirjen ini dijelaskan, petunjuk pengisian SPT Masa PPN disebutkan, “Jumlah Rupiah PPN atau PPN dan PPnBM dihitung dalam satuan Rupiah penuh (dibulatkan ke bawah)”.
2. Perubahan Kedua
Berikutnya, diatur dalam PER-29/PJ/2015 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Dalam Lampiran II, Penjelasan Umum Halaman 4, Catatan Huruf C beleid tersebut disebutkan, ketentuan isian kolom jumlah PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) dihitung dalam satuan rupiah penuh (dibulatkan ke bawah) tanpa angka dibelakang koma.
Dengan ketentuan ini, apabila pengisian jumlah PPN dan PPnBM pada e-Faktur angkanya dibulatkan ke atas maka bisa menyebabkan unggahan Faktur Pajak ditolak atau rejected.
3. Perubahan Ketiga
Ketentuan pembulatan PPN terbaru tertuang dalam Peraturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025. Melalui regulasi ini, pembulatan menjadi lebih jelas dan rinci seiring diberlakukannya sistem Coretax.
Berikut beberapa ketentuan teknis pembulatan PPN yang harus dipatuhi oleh wajib pajak:
1. Pembulatan ke Rupiah Penuh
Semua nilai PPN, DPP, dan PPnBM yang tercantum dalam faktur pajak, dokumen yang setara dengan faktur pajak, dan SPT Masa PPN wajib dibulatkan ke rupiah penuh tanpa angka desimal.
2. Aturan Pembulatan
Pembulatan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 129 ayat (3) PER-11/PJ/2025 disebutkan bahwa pembulatan dilakukan ke rupiah penuh dengan ketentuan:
Jika angka desimal kurang dari 0,50, dibulatkan ke bawah (contoh: Rp4567,49 menjadi Rp4567).
Jika angka desimal sama dengan atau lebih dari 0,50, dibulatkan ke atas (contoh: Rp4567,50 menjadi Rp4568).
3. Implementasi Pembulatan di e-Faktur dan SPT Masa PPN
Sistem e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN mewajibkan nilai yang diinput sudah dalam bentuk pembulatan rupiah penuh agar data dapat diterima dan diproses.
Contoh Pembulatan PPN
Agar lebih mudah memahami ketentuan pembulatan pajak pertambahan nilai dalam eFaktur, simak contoh berikut ini:
A. Contoh pembulatan salah
Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp21.889. Dengan demikian harga perhitungan PPN yakni Rp21.889 dikalikan 11% menjadi Rp2.407,79.
Kemudian dilakukan pembulatan ke bawah menjadi Rp2.407. Maka otomatis e-Faktur yang diupload akan gagal karena dianggap “PPN tidak 11% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak)”.
B. Contoh pembulatan benar
Dari contoh di atas, jika dilakukan pembulatan ke atas sesuai ketentuan, karena angka desimalnya lebih dari 0,50, maka harus tertulis Rp2.408. Inilah cara pembulatan PPN yang benar.
Tabel Contoh Pembulatan PPN
Agar lebih mudah memahami bagaimana pembulatan PPN yang benar, simak tabel contoh berikut:
Penjelasan dari tabel:
a). Contoh 1:
DPP Rp8.945 x 11% = Rp983,95
Desimal 0,95 (lebih dari 0,50)
Maka dibulatkan ke atas menjadi Rp984
b). Contoh 2:
DPP Rp1.234.567 x 11% = Rp135.802,37
Desimal 0,37 (kurang dari 0,50)
Maka dibulatkan ke bawah menjadi Rp135.802
c). Contoh 3:
DPP Rp3.500.000,49 x 12% = Rp420.000,06
Desimal 0,06 (kurang dari 0,50)
Maka dibulatkan ke bawah menjadi Rp420.000
d). Contoh 4:
DPP Rp3.597.999 x 12% = Rp431.759,88
Desimal 0,88 (lebih dari 0,50)
Maka dibulatkan ke atas menjadi Rp431.760
Cara Melakukan Pembulatan PPN
Ikuti langkah-langkah berikut untuk memastikan pembulatan PPN sudah sesuai dengan ketentuan:
Hitung DPP sesuai tarif yang berlaku, 11% untuk barang/jasa non-mewah, dan 12% untuk barang mewah.
Hitung PPN dengan mengalikan DPP dan tarif PPN sesuai jenis barang/jasa.
Lakukan pembulatan sesuai PER-11/PJ/2025.
Masukkan nilai PPN yang sudah dibulatkan pada saat mengisi faktur pajak elektronik dan SPT Masa PPN.
Kesimpulan
Pembulatan PPN di e-Faktur harus dilakukan dengan tepat agar faktur tidak ditolak. Sesuai ketentuan, jumlah PPN harus dibulatkan ke bawah tanpa koma. Kesalahan dalam pembulatan, seperti membulatkan ke atas, dapat menyebabkan e-Faktur gagal diunggah. Pastikan untuk mengikuti aturan ini agar Faktur Pajak yang diunggah valid dan terhindar dari masalah.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi komponen yang digunakan untuk menentukan batas penghasilan yang dikenakan pajak, sehingga wajib pajak hanya membayar pajak atas penghasilan yang melebihi batas tersebut.
KWA Consulting akan membahas langkah-langkah menghitung PTKP, komponen yang mempengaruhi PTKP, dan contoh perhitungannya berdasarkan klasifikasi status wajib pajak sesuai peraturan terbaru.
Apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan penghasilan bruto yang diberikan kepada wajib pajak sebelum menghitung pajak penghasilan (PPh). Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan keringanan pajak bagi masyarakat sesuai dengan kondisi ekonomi dan status keluarga.
Dasar hukum PTKP yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan No.168 Tahun 2023, Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 sebagaimana telah diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021.
Komponen untuk Menghitung PTKP
Beberapa komponen utama yang mempengaruhi PTKP adalah:
Status Perkawinan: Wajib pajak yang belum menikah, menikah, atau memiliki tanggungan.
Jumlah Tanggungan Keluarga: Maksimal 3 orang, seperti anak atau anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan penuh.
Regulasi yang Berlaku: PTKP dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun pajak tertentu.
Temukan detail besar PTKP terbaru berdasarkan status wajib pajak: PTKP Terbaru dan Peraturan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Langkah-Langkah Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak
Simak langkah-langkah atau tahapan cara menghitung PTKP:
1. Tentukan Status Perkawinan
Identifikasi status perkawinan Anda, apakah tidak menikah (TK), menikah (K), atau memiliki tanggungan keluarga (K/1, K/2, K/3).
2. Hitung Jumlah Tanggungan
Tentukan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dengan maksimal 3 orang.
3. Gunakan Tabel PTKP
Gunakan tabel PTKP terbaru sebagai referensi untuk menghitung batas penghasilan tidak kena pajak Anda.
4. Kurangi Penghasilan Bruto dengan PTKP
Setelah mengetahui nilai PTKP, kurangi penghasilan bruto Anda dengan nilai PTKP. Hasilnya adalah penghasilan kena pajak (PKP). Berikut infografis sederhana terkait tips cara menghitung besaran PTKP:
Besaran PTKP
Besaran PTKP diatur oleh Undang-Undang beserta aturan turunan lainnya seperti Peraturan Kementerian Keuangan (PMK). Indonesia sendiri beberapa kali mengalami perubahan penyesuaian PTKP. Perubahan PTKP ini mengikuti perekonomian nasional, kondisi global juga inflasi. Terhitung Indonesia melakukan perubahan PTKP di tahun 2016 melalui PMK Nomor 101 Tahun 2016. Berikut daftar besaran PTKP berdasarkan PMK Nomor 101 tahun 2016:
Contoh Perhitungan PTKP Berdasarkan Status Wajib Pajak
Berikut contoh perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan klasifikasi status wajib pajak:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengurangi pajak yang harus dibayar, sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan keluarga. PTKP dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku dan dapat bervariasi tergantung pada status pribadi wajib pajak. Tujuan utamanya adalah memberikan keringanan pajak, terutama bagi mereka dengan penghasilan rendah atau banyak tanggungan keluarga. Nah itulah informasi Tentang SPPH, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) merupakan regulasi yang dapat digunakan wajib pajak yang punya penghasilan dari luar negeri.
Penghasilan tersebut telah dikenakan pajak oleh otoritas pajak di luar negeri, sehingga PPh yang telah dibayarkan wajib pajak itu dapat digunakan untuk mengurangi jumlah PPh yang harus dibayar di dalam negeri.
Selengkapnya penjelasan tentang PPh 24 dan kaitannya dengan pengurang PPh terutang di Indonesia yang dapat dimanfaatkan wajib pajak, KWA Consulting akan mengulasnya untuk Anda.
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24
PPh Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur tentang hak wajib pajak (WP) untuk memanfaatkan kredit pajaknya di luar negeri untuk mengurangi jumlah nilai pajak penghasilan terutang yang dimiliki di Indonesia.
Artinya, pajak penghasilan yang telah dibayar WP di luar negeri dapat digunakan untuk mengurangi jumlah PPh yang harus dibayarkan di dalam negeri.
Namun pajak penghasilan pasal 24 ini hanya diperuntukkan bagi WP yang menerima penghasilan dari luar negeri selama satu tahun pajak.
PPh 24 ini menjadi fasilitas pajak dari pemerintah yang bertujuan untuk menghindari pembayaran ganda oleh warga negara Indonesia yang memiliki pendapatan di luar negeri.
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 24 ayat (1)Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang berbunyi:
“Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama”.
Subjek dan Objek PPh 24
Wajib pajak yang menjadi subjek atau dapat memanfaatkan hak kredit pajak PPh Pasal 24 di antaranya WP Orang Pribadi atau Badan dan Bentuk Usaha tetap (BUT) yang memiliki pendapatan dari luar negeri dan terutang PPh.
Sedangkan sumber penghasilan yang menjadi objek PP 24 yakni penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri sesuai Pasal 24 ayat (3) UU PPh, seperti:
Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya
Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak
Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tidak bergerak
Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Penghasilan dari BUT di luar negeri
Penghasilan dari pengalihan hak penambangan atau pembiayaan/permodalan perusahaan pertambangan di luar negeri
Keuntungan dari pengalihan harta tetap di luar negeri
Keuntungan dari pengalihan harta dari BUT di luar negeri
Perlu diperhatikan, apabila jumlah total kredit pajak luar negeri lebih besar dari PPh terutang yang dimiliki di Indonesia, maka yang dapat dikurangkan dengan PPh terutang dalam negeri hanya sejumlah pajak terutang yang dimiliki di dalam negeri.
Simak contoh perhitungannya berikut:
PT AAA pada 2024 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp30.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp15.000.000.000, dengan asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.
Maka total penghasilan PT AAA yang tercatat sebesar Rp45.000.000.000 karena penjumlahan dari penghasilan dalam negeri dan penghasilan luar negeri.
Kemudian tarif PPh Badan yang berlaku saat ini sebesar 22%. Sehingga perhitungan PPh Terutangnya sebagai berikut:
= Tarif PPh Badan x Penghasilan Neto Dalam Negeri
= 22% x Rp30.000.000.000
= Rp6.600.000.000
PPh 24 yang dapat dikreditkan:
= (Penghasilan luar negeri/Total penghasilan) x Total PPh Terutang
= (Rp15.000.000.000/Rp45.000.000.000) x Rp6.600.000.000
= Rp2.200.000.000
Dengan demikian, PPh Terutang yang telah dibayarkan PT AAA di luar negeri sebesar Rp2.200.000.000.
Sehingga nominal kredit pajak PPh Pasal 24 yang dapat digunakan untuk mengurangi PPh Terutang di dalam negeri sebesar Rp2.200.000.000.
Anda juga dapat mengetahui lebih lanjut mengenai ketentuan pengkreditan atas pajak luar negeri PPh Pasal 24 ini dengan membaca artikel Kredit pajak Luar Negeri dan Cara Menghitungnya.
Manfaatkan Pengkreditan atas Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24
Apabila Anda memiliki penghasilan dari luar negeri, manfaatkan peraturan PPh Pasal 24 untuk dikreditkan atau dikurangkan dengan pajak penghasilan terutang di Indonesia.
Sehingga jumlah PPh terutang atau pajak penghasilan yang harus Anda bayarkan di dalam negeri menjadi lebih kecil.
Sebab ini menjadi hak Anda sebagai wajib pajak yang telah membayar atau memiliki penghasilan terutang pajak di luar negeri.
Sebagai wajib pajak badan.
Mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan dengan langkah-langkah yang mudah.
Setelah pembayaran dan pelaporan pajak selesai, Anda akan langsung menerima bukti bayar serta lapor sah dari Ditjen Pajak.
Seluruh riwayat transaksi perpajakan juga akan tersimpan otomatis dalam Fitur Arsip Pajak sehingga memudahkan Anda untuk mengaksesnya sewaktu-waktu saat dibutuhkan.
Kesimpulan
PPh Pasal 24 memberikan fasilitas bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri untuk mengurangi pajak terutang di Indonesia. Pajak yang telah dibayar di luar negeri dapat dikreditkan untuk mengurangi PPh yang harus dibayar di dalam negeri, sehingga mencegah pembayaran pajak ganda. Fasilitas ini berlaku bagi individu atau badan yang memperoleh pendapatan luar negeri dan terutang PPh di Indonesia, dengan ketentuan pengkreditan yang bergantung pada perhitungan tertentu. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??
Pemerintah menerapkan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) dengan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk pemotongan PPh Pasal 21 bulanan.
Metode ini bertujuan untuk menyederhanakan perhitungan pajak bulanan, sehingga pemotongan pajak lebih akurat dan sesuai dengan kewajiban pajak tahunan.
KWA Consulting akan memandu Anda melalui langkah-langkah menghitung pajak penghasilan pribadi berdasarkan peraturan terbaru. Kami juga menyertakan contoh perhitungan agar Anda lebih mudah memahaminya.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pribadi
Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 diatur dalam:
Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023 yang mengatur metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk pemotongan bulanan.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi dengan Tarif Efektif Rata-rata (TER)
Berikut adalah tahapan dalam penghitungan pajak penghasilan pribadi menggunakan skema PPh 21 TER:
1. Menghitung Penghasilan Bruto Bulanan
Anda dapat melakukan kalkulasi penghasilan bruto setiap bulan. Penghasilan bruto adalah total penghasilan bulanan karyawan, termasuk:
Gaji pokok.
Tunjangan tetap.
Bonus bulanan (jika ada).
Penghasilan bruto tidak mencakup komponen tidak tetap seperti uang lembur atau perjalanan dinas.
2. Pengurang Penghasilan Bruto
Pengurang meliputi:
Biaya Jabatan: 5% dari gaji bruto (maksimal Rp500.000 per bulan).
Iuran Pensiun: 2% dari gaji pokok.
Iuran Jaminan Hari Tua (BPJS Ketenagakerjaan): 2% dari gaji pokok (dibayarkan oleh karyawan).
3. Penghitungan Penghasilan Neto Bulanan
Penghasilan neto bulanan dihitung dengan rumus:
Netto Bulanan = Bruto Bulanan − Total Pengurang
Netto Bulanan=Bruto Bulanan−Total Pengurang
4. Menghitung Penghasilan Neto Tahunan
Penghasilan neto bulanan dikalikan 12 untuk mendapatkan penghasilan neto tahunan:
Neto Tahunan = Neto Bulanan × 12
Neto Tahunan = Neto Bulanan×12
5. Perhitungan PKP dan Tarif Pajak Progresif
Setelah menghitung penghasilan neto tahunan, kurangi dengan PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Terapkan tarif progresif pada PKP.
6. Hitung Pajak Bulanan dengan TER
Metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) digunakan untuk menghitung PPh 21 bulanan:
TER dihitung dengan membagi total pajak tahunan dengan total PKP tahunan, sehingga menghasilkan tarif rata-rata yang lebih akurat.
Pajak bulanan dihitung dengan mengalikan tarif TER dengan penghasilan kena pajak bulanan.
Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi PPh 21 TER
Untuk memudahkan pemahaman tentang penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung PPh 21, berikut adalah contoh perhitungan untuk setiap status penerima penghasilan tersebut:
A. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tetap
Tuan B berstatus menikah dan memiliki 2 tanggungan (K/1) bekerja sebagai pegawai tetap di PT CCC selama tahun 2025 dengan penghasilan bruto yang diterima setiap bulannya, pembayaran premi JKK dan JKM, iuran pensiun, bonus maupun THR, dengan rincian pada tabel seperti berikut:
Bulan
Gaji Pokok (Rp)
Tunjangan (Rp)
THR (Rp)
Bonus (Rp)
Premi JKK & JKM (Rp)
Penghasilan Bruto (Rp)
TER Bulanan Kategori B
PPh Pasal 21 (Rp)
Januari
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Februari
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Maret
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1. 190.000
April
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Mei
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Juni
10 juta
5 juta
10 juta
2 juta
27 juta
10%
2.700.000
Juli
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Agustus
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
September
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Oktober
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
November
10 juta
5 juta
2 juta
17 juta
7%
1.190.000
Desember
10 juta
5 juta
10 juta
2 juta
27 juta
Jumlah
144 juta
60 juta
10 juta
24 juta
214 juta
14,6 juta
Berikut rincian biaya jabatan dan iuran pensiun yang dibayarkan Tuan B sebagai pengurang pajak:
No.
Pengurang Penghasilan Bruto
Jumlah
1.
Biaya jabatan maksimal setahun
Rp6 juta
2.
Iuran pensiun setahun
Rp1,2 juta
Dengan rincian pada tabel tersebut, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025 sebagai berikut:
Penghasilan bruto setahun
Rp214 juta
Pengurang:
– Biaya jabatan setahun
Rp6 juta
– Iuran pensiun setahun
Rp1,2 juta (+)
Rp7,2 juta (-)
Penghasilan neto setahun
Rp206,8 juta
PTKP setahun:
– untuk wajib pajak sendiri
Rp54 juta
– tambahan untuk menikah
Rp4,5 juta
– tambahan untuk 1 tanggungan
Rp4,5 juta (+)
Rp63 juta (-)
Penghasilan kena pajak setahun
Rp143,8 juta
– 5% x Rp60 juta
Rp3 juta
– 15% x Rp83,8 juta
Rp12,57 juta (+)
Rp15,57 juta
PPh 21 yang dipotong hingga November 2024
Rp14,6 juta (-)
PPh 21 harus dipotong pada Desember 2024
Rp970 ribu
B. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tidak Tetap
Seperti yang diketahui, penghitungan pajak penghasilan bagi pegawai tidak tetap dibagi menjadi dua skema pembayaran, yaitu harian atau bulanan.
1. Penghasilan tidak dibayar bulanan kurang dari Rp2,5 juta
Tuan D mengerjakan pekerjaan tidak tetap di PT AAA pada Februari 2025 dan menyelesaikan pekerjaan tersebut selama 12 hari.
Kemudian Tuan D memperoleh penghasilan sebesar Rp2,4 juta atas penyelesaian pekerjaan tersebut untuk 12 hari atau Rp200 ribu/hari.
Karena penghasilannya masih di bawah Rp250 ribu per hari, maka perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif 0%.
Sehingga perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan harian Tuan D sebesar: = Tarif efektif harian x Penghasilan bruto harian = 0% x Rp200 ribu = 0% x Rp200 ribu = Rp0
2. Penghasilan tidak dibayar bulanan lebih dari Rp2,5 juta
Lalu pada bulan April 2025, Tuan D mendapatkan pekerjaan tidak tetap di PT EEE selama 2 hari dan memperoleh penghasilan sebesar Rp5,5 juta.
Oleh karena itu, penghasilan yang diterima Tuan D dikenakan pajak menggunakan perhitungan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh.
Dengan demikian, penghasilan Tuan D sebagai pegawai tidak tetap dikenakan PPh 21 dengan perhitungan sebagai berikut: = 5% x 50% x Rp5,5 juta = Rp137,5 ribu
3. Penghasilan dibayar bulanan
Tuan B bekerja di PT EEE sebagai pegawai tidak tetap yang berstatus tidak menikah dan memiliki 2 tanggungan (TK/2) memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara bulanan.
Karena Tuan B merupakan berstatus TK/2 maka perhitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori C, dengan rincian perhitungan PPh 21 TER bulanan seperti berikut:
Bulan
Penghasilan Bruto (Rp)
TER Kategori B
PPh 21 (Rp)
Januari
2 juta
0%
0
Februari
3 juta
0%
0
Maret
5 juta
0%
0
April
7 juta
0,75%
52,5 ribu
Mei
2 juta
0%
0
Juni
1 juta
0%
0
Juli
8 juta
1%
80 ribu
Agustus
2 juta
0%
0
September
4 juta
0%
0
Oktober
3 juta
0%
0
November
9 juta
1%
90 ribu
Desember
10 juta
1,5%
150 ribu
Jumlah
53 juta
372,5 ribu
C. Contoh Hitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Tuan A sebagai akuntan publik yang mendapatkan proyek untuk mengaudit keuangan PT GGG dan mendapatkan imbalan sebesar Rp350 juta.
Sehingga perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Tuan A tersebut sebesar:
1. Dasar pengenaan/pemotongan = Pasal 17 UU PPh x (50% x Penghasilan bruto) = Pasal 17 x (50% x Rp350 juta) = Pasal 17 x Rp175 juta
2. Besar PPh 21 = 5% x Rp60 juta = Rp3 juta = 15% x Rp115 juta = Rp17,250 juta = Rp3 juta + Rp17,250 juta = Rp20,250 juta
D. Contoh hitung PPh 21 Bukan Pegawai (Pengacara)
Tuan G berprofesi sebagai pengacara di Kantor Advokat AAA dengan perjanjian setiap jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh pengguna jasanya akan dipotong 10% oleh pihak kantor advokat AAA sebagai bagian penghasilan kantor advokat tersebut.
Kemudian 80% dari jasa konsultasi hukum yang dibayarkan pengguna jasa tersebut akan dibayarkan pada Tuan G setiap akhir bulan.
Selama 2025, rincian jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh klien dari pemberian jasa Tuan G di Kantor Advokat AAA sebagai berikut:
Bulan
Penghasilan Bruto (Rp)
Januari
35 juta
Februari
25 juta
Maret
40 juta
April
38 juta
Mei
45 juta
Juni
27 juta
Juli
50 juta
Agustus
42 juta
September
34 juta
Oktober
55 juta
November
46 juta
Desember
30 juta
Jumlah
467 juta
Atas rincian pembayaran oleh klien dari jasa konsultasi hukum tersebut, maka besar pemotongan PPh 21 dan penghasilan yang diperoleh Tuan G dari jasa konsultasi hukum di Kantor Advokat AAA sebagai berikut:
Menghitung Dasar Pemotongan PPh 21 = Penghasilan bruto x 50%.
Dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terkecil yakni 5%.
Bulan
Penghasilan Bruto
Dasar Pemotongan / DPP PPh 21 (Rp)
Tarif Pasal 17
PPh 21 Terutang (Rp)
(Penghasilan Bruto x 50%)
(DPP PPh 21 x Tarif Pasal 17)
Januari
35 juta
17,5 juta
5%
875 ribu
Februari
25 juta
12,5 juta
5%
625 ribu
Maret
40 juta
20 juta
5%
1 juta
April
38 juta
19 juta
5%
950 ribu
Mei
45 juta
22,5 juta
5%
1,125 juta
Juni
27 juta
13,5 juta
5%
675 ribu
Juli
50 juta
25 juta
5%
1,25 juta
Agustus
42 juta
21 juta
5%
1,05 juta
September
34 juta
17 juta
5%
850 ribu
Oktober
55 juta
27,5 juta
5%
1,375 juta
November
46 juta
23 juta
5%
1,15 juta
Desember
30 juta
15 juta
5%
750 ribu
Jumlah
467 juta
233,5 juta
10,625 juta
E. Contoh Hitung PPh 21 Subjek Lainnya
1. Komisaris tidak merangkap sebagai pegawai tetap perusahaan
Tuan H seorang anggota komisaris di PT KKK yang berstatus menikah dan menikah memiliki 1 anak.Selama 2025, Tuan H hanya menerima penghasilan berupa honorarium dari perusahaan sebesar Rp80 juta pada Desember 2025.
Atas penghasilan yang diperoleh Tuan H dari PT KKK tersebut, maka berikut perhitungan pajak penghasilannya:
Tuan H menikah dan punya 1 tanggungan, maka status PTKP-nya = (K/1).
Sesuai perhitungan tarif efektif rata-rata bulanan, perhitungan pemotongan PPh 21 atas honorariumTuan H menggunakan tarif kategori TER B .
Tarif TER kategori B untuk status (K/1) dari penghasilan Rp80 juta sebesar 23%.
Maka perhitungannya sebagai berikut: = Penghasilan bruto x Tarif efektif bulanan = Rp80 juta x 23% = Rp18,4 juta
2. Pegawai yang menarik dana pensiun
Tuan J bekerja di PT MMM sebagai pegawai tetap. Perusahaan mengikutsertakan pegawainya dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun SSS.
Pada Februari 2025 mengambil uang manfaat pensiun dari Dana Pensiun SSS sebesar Rp25 juta.
Maka, atas penarikan dana pensiun tersebut dikenakan pemotongan PPh 21 dengan perhitungan berikut:
Dasar pengenaan PPh 21 yakni penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan yakni tarif pasal 17 UU PPh
Perhitungan: = Tarif pasal 17 UU PPh x Penghasilan bruto = 5% x Rp25 juta = Rp1,25 juta
Berikut adalah 5 tips praktis untuk menghitung pajak penghasilan pribadi bagi pekerja:
1. Ketahui total penghasilan
Pastikan mencatat semua penghasilan bulanan, seperti gaji pokok, tunjangan tetap, dan bonus. Jangan lupa untuk mengecualikan pendapatan yang tidak dikenakan pajak, seperti uang lembur atau tunjangan perjalanan dinas.
2. Hitung pengurang pajak dengan benar
Gunakan data yang tepat untuk menghitung pengurang pajak, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang dibayar oleh karyawan sebagai komponen untuk mengurangi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.
3. Perbarui status PTKP
Pastikan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sudah sesuai karena akan memengaruhi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.
4. Manfaatkan kalkulator penghitung PPh 21
Gunakan aplikasi penghitung pajak atau kalkulator online untuk memudahkan perhitungan. Anda dapat menggunakan software HRIS Mekari Talenta agar perhitungan PPh 21 TER dapat dihitung secara otomatis.
5. Terapkan tarif pajak yang berlaku
Gunakan tarif pajak yang berlaku, yakni metode TER untuk perhitungan pajak bulanannya yang mencerminkan kewajiban pajak tahunan secara akurat.
Kesimpulan
Pemerintah menerapkan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bulanan, yang menyederhanakan perhitungan dan memastikan pemotongan pajak lebih akurat sesuai kewajiban tahunan. Proses perhitungan meliputi penghitungan penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan kena pajak (PKP), kemudian menggunakan TER untuk menghitung pajak bulanan. Setiap individu, baik pegawai tetap maupun tidak tetap, diharuskan mengikuti prosedur ini dengan tarif progresif dan melaporkan kewajiban pajak mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.