Info

Simak Pengenaan Sanksi Administrasi Pajak karena Pembetulan SPT

Ketentuan Sanksi Pembetulan SPT

Menurut Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri membetulkan SPT yang telah disampaikan dan pembetulan tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka atas pajak yang kurang dibayar tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga.

Sanksi ini dihitung berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir hingga tanggal pembayaran, dengan maksimal pengenaan sanksi selama 24 bulan.

Baca Juga:Tarif Sanksi Administrasi yang Terbaru

 

Dasar Hukum Pembetulan SPT

Dasar hukum utama yang mengatur pembetulan SPT dan sanksi terkait adalah:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 yang memperbarui batasan pembetulan SPT, menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 

 

Peraturan Terkait Sanksi Administrasi Pembetulan SPT

Selain UU KUP dan PP 50/2022, peraturan lain yang relevan adalah:

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 yang mengatur tentang tata cara pembetulan SPT dan sanksi administrasi yang dikenakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yang memberikan kebijakan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak.

 

Tarif Sanksi Administrasi Pembetulan SPT

Tarif sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dapat berubah setiap periode. 

Sebagai contoh, untuk periode 1 Januari hingga 31 Januari 2025, tarif bunga sanksi administrasi pajak ditetapkan sebesar 1,00% per bulan untuk sanksi terkait pembetulan SPT. 

Perhitungan sanksi dilakukan dengan mengalikan tarif bunga tersebut dengan jumlah pajak yang kurang dibayar dan jumlah bulan keterlambatan, dengan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Tips Mengelola Pajak Perusahaan Cabang

Mengelola pajak untuk perusahaan yang memiliki cabang memerlukan perhatian khusus. Berikut beberapa tips yang dapat membantu:

  • Pendaftaran NPWP Cabang: Pastikan setiap cabang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tersendiri sesuai dengan lokasi operasionalnya. Hal ini penting untuk memudahkan administrasi dan kepatuhan pajak. 
  • Sentralisasi Pelaporan: Pertimbangkan untuk melakukan sentralisasi pelaporan pajak di kantor pusat, terutama untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), guna menyederhanakan proses administrasi. 
  • Pemahaman Kewajiban Pajak: Setiap cabang harus memahami kewajiban pajak yang berlaku, termasuk pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk karyawan dan PPh Pasal 23 atas transaksi tertentu. 
  • Pengelolaan Pembukuan yang Baik: Lakukan pencatatan keuangan yang rapi dan teratur untuk setiap cabang, sehingga memudahkan dalam pelaporan pajak dan menghindari kesalahan yang dapat berujung pada sanksi. 
  • Konsultasi dengan Ahli Pajak: Berkonsultasilah dengan konsultan pajak profesional untuk memastikan kepatuhan dan efisiensi dalam pengelolaan pajak perusahaan, terutama yang memiliki struktur organisasi yang kompleks dengan banyak cabang.

 

KESIMPULAN

Pembetulan SPT pajak memungkinkan Wajib Pajak mengoreksi kesalahan dalam pelaporan sebelumnya, namun jika mengakibatkan utang pajak lebih besar, akan dikenakan sanksi bunga administrasi. Sanksi ini dihitung berdasarkan tarif bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku hingga maksimal 24 bulan. Dasar hukum terkait pembetulan ini mencakup UU KUP, PP 50/2022, dan peraturan Menteri Keuangan. Penting bagi Wajib Pajak untuk memahami ketentuan ini untuk menghindari sanksi dan memastikan kepatuhan pajak yang efisien.

Cara Pembatalan Dan Ketentuan Faktur Pajak

Pengertian Faktur Pajak Batal

Faktur Pajak batal adalah Faktur Pajak Keluaran maupun Faktur Masukan yang dibatalkan karena beberapa hal penyebab perlunya dilakukan pembatalan Faktur Pajak.

Berikut penyebab Faktur Pajak batal:

  • Adanya pembatalan transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak.
  • Adanya kesalahan dalam pengisian Faktur Pajak, seperti salah input NPWP lawan transaksi.

Perlu dipahami, kesalahan input NPWP sedangkan eFaktur sudah diunggah atau di-upload di eFaktur, maka harus melakukan pembatalan, bukan Faktur Pajak Pengganti.

 

Apa perbedaan Faktur Pajak pengganti dan Faktur Pajak batal?

Faktur Pajak Pengganti adalah Faktur Pajak yang dibuat ketika terjadi kesalahan dalam proses memasukkan data, dan transaksinya masih dianggap terjadi, tetapi ada beberapa yang harus diganti dari Faktur Pajak awal.

Faktur Pajak pengganti ini pun tetap menggunakan NSFP yang sama, hanya saja kodenya berubah dari kode Faktur Pajak normal (010) menjadi kode Faktur Pajak pengganti (011).

Begitu juga dengan tanggal dalam Faktur Pajak pengganti ini bukan tanggal transaksi Faktur Pajak awal dibuat, tapi tanggal saat Faktur Pajak pengganti itu dibuat.

Sedangkan yang dimaksud Faktur Pajak Batal merupakan Faktur Pajak yang dianggap transaksinya tidak pernah terjadi karena transaksi tersebut telah dilakukan pembatalan.

Pembuatan eFaktur Pajak batal ini juga biasanya karena salah memasukkan NPWP, bencana alam, atau kerusakan barang.

Begitu juga dengan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang sebelumnya digunakan pada faktur pajak yang akan dibatalkan tidak dapat digunakan lagi dalam pembuatan Faktur Pajak Batal.

Baca juga: Simak Syarat dan Mekanisme Penghapusan NPWP

Kapan eFaktur Bisa Ditabalkan?

Merujuk Pasal 18 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak sebagaimana sudah diperbarui dengan PER-11/PJ/2022, batas waktu upload eFaktur paling lambat tanggal 15 setelah masa pajak.

Namun untuk pembatalan eFaktur tidak mengikuti ketentuan batas waktu upload eFaktur.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam huruf K angka 2 PER-03/2022 yang disebutkan bahwa pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN masa pajak dilaporkannya eFaktur yang dibatakan masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan.

eFaktur yang dibatalkan tersebut harus tetap diadministrasikan oleh PKP yang membuat.

 

Konsekuensi Pembatalan eFaktur Pajak

Ketika ada eFaktur yang dibatalkan, terdapat konsekuensi yang harus dihadapi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembeli maupun PKP Penjual terhadap terhadap pelaporan SPT Masa PPN.

Berikut konsekuensi Faktur Pajak Batal bagi PKP Pembeli dan Penjual:

1. Konsekuensi bagi PKP penjual

Konsekuensi bagi PKP penjual dengan adanya pembuatan eFaktur Pajak batal ini adalah:

  • Bisa muncul lebih bayar dalam pelaporan SPT Masa PPN dan dapat mengkompensasikan untuk masa pajak berikutnya dalam pembetulan SPT Masa PPN

2. Konsekuensi bagi PKP pembeli

Sedangkan konsekuensi bagi PKP pembeli sebagai berikut:

  • Membuat SPT Masa PPN PKP pembeli menjadi kurang bayar dan wajib membayar PPN kurang bayar dalam pembetulan SPT Masa PPN.
  • Berpotensi dikenai Surat Tagihan denda dari KPP atas kondisi kurang bayar.

Perlu diperhatikan, sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER – 24/PJ/2012, ketika terjadi pembatalan eFaktur, segera buat surat pemberitahuan yang diserahkan ke KPP dari masing-masing PKP terdaftar dengan menyertakan eFaktur yang dibatalkan beserta alasannya.

Selain itu, pahami juga adanya sanksi pembatalan eFaktur dan ketahui bagaimana cara membuat berita acara dalam proses pembatalannya.

Baca juga: Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

Syarat dan Ketentuan Pembatalan eFaktur

Pembatalan transaksi atas BKP/JKP harus didukung oleh bukti atau dokumen yang menunjukkan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi.

Bukti yang dipersyaratkan dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.

Ketika akan membatalkan eFaktur Keluaran, apabila PKP telah melaporkannya ke dalam SPT Masa PPN, maka PKP penjual tetap harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN tersebut.

Pembetulan Faktur Pajak dilakukan dengan cara tetap melaporkan eFaktur Pajak batal tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Berikut poin-poin penting ketentuan dan syarat pembatalan eFaktur Pajak yang harus diperhatikan PKP berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012:

  • Melampirkan bukti pembatalan transaksi.
  • Menyimpan Faktur Pajak yang dibatalkan.
  • Mengirim surat pemberitahuan dan salinan Faktur Pajak yang dibatalkan ke KPP tempat PKP dikukuhkan dan ke KPP tempat PKP pembeli dikukuhkan.
  • Jika eFaktur yang dibatalkan belum dilaporkan ke SPT Masa PPN, PKP penjual tetap wajib melaporkannya dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP PPN atau PPnBM.
  • Jika Faktur Pajak yang dibatalkan sebelumnya sudah dilaporkan dalam SPT Masa PPN, maka PKP penjual tetap wajib melakukan pembetulan SPT Masa PPN dengan cara mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP PPN atau PPnBM.
  • Jika Faktur Pajak Keluaran telah dilaporkan PKP pembeli sebagai Faktur Pajak Masukan, maka PKP pembeli harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan, dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP PPN atau PPnBM.
  • Faktur Pajak batal yang dibuat PKP penjual karena kesalahan penulisan NPWP, Faktur Pajak baru yang dibuat harus menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang baru.

    Sedangkan pembetulan SPT Masa PPN dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN dari eFaktur Pajak yang dibatalkan itu dilaporkan sebelum:

  • Dilakukannya pemeriksaan
  • Dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka
  • PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi

 

Kesimpulan

Faktur pajak adalah bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikeluarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat menjual barang atau jasa. Faktur ini mencakup informasi mengenai harga barang/jasa, PPN, serta identitas PKP dan pembeli. Kesalahan dalam pengisian faktur pajak dapat menyebabkan pembatalan, yang harus dilaporkan sesuai ketentuan pajak. Pembatalan faktur pajak dapat dilakukan melalui e-Faktur dan harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi?

 

Mengenal Pajak Hiburan : Jenis, Tarif, dan Contoh Perhitungan

Pengertian Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan yang dikenakan pada orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

Sedangkan pihak yang wajib membayarkan pajak hiburan ke kas daerah adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

 

Dasar Hukum

Dasar hukum pengenaan pajak hiburan tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Kemudian beleid tersebut diperbarui dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Akan tetapi, pengaturan teknis sebagai regulasi pelaksana undang-undang pajak hiburan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing wilayah Pemerintah Daerah (Pemda).

 

Kaitannya Pajak Hadiah dengan PBJT

Melalui UU 1/2022 ini, pajak hiburan masuk dalam pengaturan tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

Jadi, barang dan jasa tertentu kena pajak tersebut yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.

“PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak UU PDR. Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan”. –Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana, seperti dikutip dari informasi publik Kementerian Keuangan.

 

Jenis Pajak Hiburan atau BPJT

Pasal 55 UU HKPD disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak hiburan atau yang termasuk objek BPJT jenis jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak di antaranya:

  1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi.
  2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busaha.
  3. Kontes kecantikan.
  4. Kontes binaraga.
  5. Pameran
  6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
  7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor.
  8. Permainan ketangkasan.
  9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
  10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
  11. Panti pijat dan pijat refleksi.
  12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Sementara itu, jasa kesenian dan hiburan yang dikecualikan atau tidak dikenakan pajak jika:

  • Sebagai promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran.
  • Kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran.
  • Bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.

Dasar Pengenaan Pajak dan Tarifnya

Dasar pengenaan PBJT atau dasar yang digunakan sebagai perhitungan pajak sektor hiburan sendiri adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu tersebut.

Tarif pajak hiburan ecara umum ditetapkan paling tinggi 10%.

Akan tetapi, tarif BPJT atas jasa hiburan berikut ini ditetapkan paling rendah dalam kisaran antara 40% hingga 75%.

Tarif pastinya ditentukan oleh pemerintah daerah masing-masing melalui Perda.

Klikpajak_Pajak Hiburan

Tarif Pajak Hiburan Naik?

Sesuai ketentuan dalam UU PDRD dan UU HKPD bahwa yang berwenang menentukan besar tarif pajak hiburan atau pajak atas barang dan jasa tertentu yakni pemerintah daerah, maka tarif pajak daerah di masing-masing wilayah di Indonesia berbeda.

Beberapa pemerintah daerah di sejumlah provinsi telah menaikkan tarif pajak hiburan hingga 75% mulai Januari 2024.

Salah satunya adalah Pemerintah DKI Jakarta yang menaikkan tarif pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan sejenisnya melalui Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2024 tentang PDRD.

Meskipun kenaikan tarif tersebut sesuai dengan ketentuan yang diizinkan oleh undang-undang, hal ini tetap menuai banyak protes dari para pelaku usaha hiburan.

Menanggapi hal itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno, melalui akun mendia sosial resminya Instagram @sandiuno pada 1 Februari 2024 menyatakan membatalkan kenaikan pajak hiburan.

“Alhamdulillah berkat masukan daripada seluruh pelaku kepentingan, Bapak Presiden sudah memberikan arahan dan tidak ada kenaikan dari segi pajak hiburan,” kata Sandiaga.

 

Contoh Perhitungan Pajak Hiburan

Perhitungan pajak hiburan cukup mudah, yakni dengan mengalikan jumlah barang atau jasa yang dibeli konsumen dengan tarif pajak yang berlaku.

Contoh:

Tuan A bersama 5 orang rekan kerjanya memesan tempat di Karaoke BBB di Jakarta dengan harga jasa karaoke sebesar Rp100 ribu per jam. Harga tersebut belum termasuk tarif pajak hiburan sebesar 40%.

Tuan A dan kelima rekannya tersebut menghabiskan waktu 3 jam untuk karaoke. Maka biaya karaoke yang harus dibayar Tuan A termasuk tarif pajaknya sebesar:

Jumlah harga karaoke:

= Rp100 ribu x 3 jam

= Rp300 ribu

Tarif pajak karaoke:

= Tarif pajak x Jumlah harga

= 40% x Rp300 ribu

= Rp120 ribu

Total biaya karaoke:

= Jumlah harga + Tarif pajak

= Rp300 ribu + Rp120 ribu

= Rp420 ribu

Jumlah akhir perkalian itulah yang menjadi kewajiban dari WP yang menyelenggarakan hiburan untuk menyetorkan ke pemerintah daerah.

Maka, tempat Karaoke BBB harus menyetorkan pajak karaoke atas pembayaran dari Tuan A tersebut ke pemerintah daerah Jakarta sebesar Rp120 ribu.

Baca Juga: Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

 

Keringanan dan Pengurangan Pajak

Beberapa daerah menerapkan kebijakan masing-masing terkait dengan pungutan pajak daerahnya.

Pemda dapat menerapkan keringanan dan pengurangan pengenaan pajak di wilayahnya dengan pertimbangan kondisi tertentu seperti:

  • Terjadinya bencana alam.
  • Pemberian stimulus pada wajib pajak dengan mempertimbangkan kemampuan wajib pajak.
  • Usaha pengentasan kemiskinan.
  • Usaha peningkatan perekonomian masyarakat.
  • Alasan lain dari wajib pajak yang dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti atau dokumen sah atau legal.

Keringanan pajak dapat diperoleh jika wajib pajak mengalami satu atau lebih dari kelima kondisi yang disebutkan sebelumnya.

Tentu saja, pemeriksaan dan audit yang ketat akan dilaksanakan saat wajib pajak mengajukan keringanan ini.

Dengan demikian, hal ini tidak akan berdampak negatif pada penerimaan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah setempat.

 

Sanksi atas Pelanggaran Pembayaran 

Apabila kewajiban perpajakan tidak dilaksanakan dengan benar dan tepat waktu, wajib pajak akan dikenakan sanksi.

Contohnya, jika terdapat kesalahan informasi dalam laporan pembayaran pajak, hukuman maksimal yang bisa dikenakan adalah dua tahun penjara dan denda hingga empat kali lipat jumlah pajak terutang.

Jika kesalahan tersebut tidak disengaja, ancaman sanksinya dapat mencapai satu tahun penjara dan denda maksimal dua kali jumlah pajak terutang.

Ketidaksengajaan yang tidak disengaja dianggap sebagai kekeliruan yang wajar dan masih bisa diperbaiki oleh wajib pajak.

Mengetahui jenis pajak hiburan yang berlaku di setiap daerah sangat penting bagi pelaku usaha di sektor ini agar mereka tidak melanggar aturan perpajakan dan bisa menjalankan bisnis dengan aman.

 

Kesimpulan

Pajak hiburan adalah pajak yang dikenakan pada penyelenggaraan hiburan yang dibebankan pada konsumen yang menikmati jasa hiburan. Tarif pajaknya bervariasi, dengan tarif maksimum 10% dan bisa berkisar antara 40% hingga 75%, tergantung pada peraturan daerah setempat. Beberapa jenis hiburan yang dikenakan pajak meliputi karaoke, diskotek, bioskop, dan wahana rekreasi. Perhitungan pajaknya dilakukan dengan mengalikan harga jasa dengan tarif pajak yang berlaku. Selain itu, pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban pajaknya dapat dikenakan sanksi berupa denda atau hukuman penjara. Pemerintah daerah juga dapat memberikan keringanan pajak dalam kondisi tertentu.Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Contoh Perhitungan dan tarif nya Pajak Kripto (Cryptocurrency) Indonesia

Mengenal Kripto dan Apa itu Cryptocurrency?

Dikutip dari berbagai sumber, pengertian mata uang kripto atau cryptocurrency adalah mata uang kripto atau aset digital yang digunakan sebagai media pertukaran menggunakan kriptografi.

Kriptografi ini merupakan jaminan bahwa mata uang kripto tidak akan bisa dimanipulasi, mengingat cryptocurrency dibuat secara terpusat dalam sistem teknologi blockchain.

Jadi cara kerja mata uang kripto atau cryptocurrency ini adalah berbasis digital yang terenkripsi dan desentralisasi.

Sehingga cryptocurrency atau uang digital ini berbeda dengan mata uang konvensional seperti rupiah, dolar Amerika Serikat, euro, atau mata uang negara-negara lainnya.

Jika mata uang konvensional tersebut dikontrol oleh otoritas moneter setiap negara, sedangkan cryptocurrency atau mata uang kripto sepenuhnya dikelola oleh pengguna aset kripto itu sendiri secara virtual melalui jaringan internet.

 

Sejarah Aset Kripto atau virtual currency

Sedikit tentang sejarah mata uang kripto atau sejarah crypto yang diambil dari berbagai sumber ialah:

· 1983: Kriptografer David Chaum, menciptakan alat kriptografi elektronik anonim. Alat kriptografi elektronik anonim ini disebut e-Cash.

· 1995: Pembayaran dalam bentuk kriptografi pertama kali dibuat berupa DigiCash menggunakan perangkat lunak untuk menarik nota dari bank.

· 1998: Sistem kas elektronik yang disebut ‘b-money’ dirilis dan didistribusikan secara anonim.

· 2009: Satoshi Nakamoto yang digunakan sebagai nama samaran menciptakan Bitcoin sebagai bukti skema kerja menggunakan fungsi SHA-256 dan terjadi transaksi Bitcoin dengan Hal Finney yang kemudian meluas ke masyarakat.

· Sempat dinyatakan ilegal yang memicu investigasi Biro Investigasi Ilegal (FBI/Federal Bureau of Investigation), hingga akhirnya banyak investor dunia mengembangkan mata uang kripto.

Baca Juga: Tarif Sanksi Administrasi yang terbaru

 

Perbedaan Mata Uang Kripto dan Konvensional

Selain bentuknya tidak sama, perbedaan mata uang kripto atau cryptocurrency lainnya adalah berdasarkan pembuatan keduanya.

Mata uang konvensional seperti rupiah maupun mata uang negara-negara lain di dunia dicetak oleh lembaga khusus pencetak mata uang sesuai persetujuan bank sentral masing-masing negara.

Sedangkan mata uang kripto atau cryptocurrency diperoleh dari hasil penambangan.

 

Apa itu penambangan mata uang kripto?

Bukan menambang komoditas sumber daya alam seperti emas atau mineral saja, istilah menambang juga digunakan untuk memperoleh aset cryptocurrency ini.

Cryptocurrency ini ditambang oleh seseorang penambang mata uang kripto.

Penambang cryptocurrency juga berusaha menambang mata uang kripto dengan cara memecahkan masalah matematika untuk menambah blok baru dalam sistem blockchain.

Kemudian penambang cryptocurrency dapat menjual aset kriptonya dari hasil menambang tersebut dan pembeli mata uang kripto juga dapat memperjualbelikan asetnya.

 

Bagaimana cara menambangnya?

Menambang aset kripto dilakukan dengan cara menggunakan komputer yang terkoneksi internet.

Penambangan crypto menggunakan perangkat komputer khusus untuk memecahkan algoritma atau hitungan matematika dari transaksi mata uang kripto yang dilakukan oleh para penambang (miner).

Komputer atau PC yang digunakan untuk menambang cryptocurrency juga harus mumpuni, mengingat ada banyak penambang lain yang juga sedang mengais aset kripto.

Perangkat untuk menambang crypto juga biasa disebut mesin penambang cryptocurrency atau mining Bitcoin.

Untuk bisa menambang cryptocurrency atau menambang bitcoin biasanya memerlukan mesin penambang kripto dengan jenis hardware tertentu, contohnya Antminer S19 Pro atau M30 S++.

Perangkat atau mesin penambang crypto atau mesin bitcoin ini biasanya diperjual-belikan di e-Commerce.

Guna memperoleh mesin penambang cryptocurrency ini, penambang harus memiliki uang yang cukup mengingat harganya juga relatif cukup mahal.

Selain harus menyediakan perangkat mesin penambang crypto atau mesin mining bitcoin, penambang mata uang kripto juga harus memiliki software untuk menambangnya.

Penambang crypto juga wajib memiliki dompet mata uang kripto tersebut untuk menempatkan hasil penambangan mata uang kriptonya.

Sebagai penambang, juga perlu mencari sumber penambangan crypto tersebut dan bisa bekerjasama dengan penambang crypto atau penambang bitcoin lainnya untuk memudahkan proses pemecahan algoritma dan berhasil menambang crypto.

 

Jenis Aset Kripto

Sejatinya ada banyak jenis mata uang kripto yang diperdagangan dan dijadikan aset investasi.

Setidaknya, menurut data CoinMarketCap, ada lebih dari 13.506 jenis mata uang kripto atau jenis cryptocurrencies ini.

Namun ada beberapa mata uang crypto yang cukup popular di dunia dan memiliki kapitalisasi pasar yang lumayan besar.

Contoh jenis-jenis cryptocurrency atau jenis mata uang kripto yang cukup populer dan memiliki kapitalisasi pasar besar, seperti Bitcoin, Ethereum, Cardano, Polkadot, Tether, Binance Coin, XRP, Shibu Inu, Degocoin, Solana, USD Coin.

Perlakuan Kripto di Indonesia

Di Indonesia, mata uang kripto memang bukan alat pembayaran yang sah.

Hal ini sesuai dengan ketentuan penggunaan mata uang di Indonesia yang termaksud dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dalam UU Mata Uang ini jelas ditegaskan bahwa alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah rupiah, mata uang yang dikeluarkan oleh negara Indonesia.

Namun cryptocurrency diakui sebagai komoditas. Artinya, uang digital atau cryptocurrency dijadikan sebagai aset investasi saja.

 

Taksi Kripto Hanya Boleh di Bappebti

Sebagai komiditas, perdagangan atau transaksi aset cryptocurrency hanya dapat dilakukan melalui perusahaan penyedia platform aset kripto yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah naungan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Hal ini diatur dalam Peraturan Bappebti No 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Otoritas moneter atau bank sentral Indonesia (BI/Bank Indonesia) sendiri melarang keras lembaga keuangan menggunakan dan fasilitasi mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran maupun jasa pelayanannya.

Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

Beleid tersebut menjelaskan bahwa seluruh jasa sistem pembayaran seperti principal, penyelenggara switching, kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirerpayment gateway, dompet digital dan penyelenggara transfer dana maupun penyelenggara teknologi finansial (fintech) bank juga lembaga selain bank dilarang memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency atau mata uang digital/mata uang kripto.

Lembaga keuangan sendiri terdiri dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.

Lembaga keuangan bank di antaranya, Bank sentral, Bank umum, Bank Perkreditan Rakyat.

Sedangkan lembaga keuangan non bank adalah Pegadaian, Koperasi simpan pinjam, Perusahaan modal ventura, Perusahaan sewa guna (leasing) atau multifinance, Dana pensiun, Pasar modal, Perusahaan asuransi.

Kemudian Bappebti menerbitkan peraturan untuk penyelenggaraan pasar fisik aset kripto melalui Peraturan Bappebti No 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan pasar Fisik di Bursa Berjangka.

Perdagangan pasar fisik aset kripto hanya dapat diselenggarakan oleh pedagang fisik aset kripto yang difasilitasi dan pengawasan pasarnya dilakukan oleh Bursa Berjangka yang sudah mendapat persetujuan dari Kepala Bappebti.

Setidaknya, kriteria aset kripto yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka yang ditetapkan Bappebti adalah:

  • Berbasis ledger technology
  • Berupa aset kripto utilitas (utility crypto)
  • Atau aset kripto beragun aset (crypto backed asset)
  • Telah memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

 

Bagaimana Pengenaan Pajak Kripto di Dunia?

Ada sejumlah kesamaan maupun perbedaan dalam memperlakukan cryptocurrency di seluruh dunia.

Masing-masing negara juga memiliki kebijakan berbeda-beda terhadap pengenaan pajak cryptocurrency.

Ada yang menganggap cryptocurrency sebagai mata uang digital atau uang virtual sehingga bisa digunakan sebagai media pembayaran.

Juga ada pula yang menganggap sebagai komoditas atau aset virtual yang merupakan objek yang dapat diperdagangkan saja.

Hal ini dikemukakan oleh Khanna, A., dalam bukunya berjudul ‘Taxing Cryptocurrency: A Review and a Call for Consensus’ yang dipublikasikan pada 2021.

Seperti apa pelaksanaan pajak cryptocurrency di negara-negara di dunia?

1. Jepang

Negeri Sakura atau Jepang mengenakan pajak cryptocurrency berupa pajak penghasilan yang termasuk dalam kategori pendapatan lain-lain.

Pajak cryptocurrency atau pajak atas pendapatan dari cryptocurrency di Jepang sebesar hingga 55%.

Jepang juga mengenakan pajak cryptocurrency terhadap wajib pajak luar negeri yang memiliki aset kripto dengan tarif pajak final sebesar 20% atas penghasilan yang harus dibayarkan saat meninggalkan Jepang.

2. Hong Kong

Hong Kong menganggap cryptocurrency sebagai komoditas virtual dan mengatur ketentuan investasi serta perdagangan mata uang digital ini.

Namun Hong Kong tidak menerapkan pajak atas penjualan saham terutang atas penjualan mata uang kripto ini.

Akan tetapi, cryptocurrency yang digunakan untuk transaksi bisnis akan dikenakan pajak keuntungan.

Sedangkan cryptocurrency yang digunakan sebagai investasi jangka panjang secara individu, maka tidak akan dikenakan pajak keuntungan.

3. China

Tiongkok memang tidak mengakui cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah.

Namun Negeri Tirai Bambu ini mengenakan Pajak Penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan mata uang kripto.

Artinya, ketika wajib pajak pribadi membeli cryptocurrency kemudian menjualnya dan memperoleh keuntungan dari penjualan tersebut, maka keuntungan tersebut akan dikenakan PPh.

4. India

Sebagaimana banyak diberitakan media internasional, India rupanya tidak tinggal diam soal mata uang kripto ini.

Kendati belum ada ketentuan perundangan yang mengatur mengenai pajak cryptocurrency, namun Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, mengumumkan semua aset digital akan dikenakan pajak 30%.

5. Kazakhtan

Berbeda dengan di beberapa negara lain, pemerintah Kazakhtan menerapkan kebijakan hanya mengenakan pajak cryptocurrency ini terhadap penambang mata uang kripto.

Kebijakan ini diambil lantara penambang kripto dinilai tidak menciptakan banyak lapangan kerja, tapi justru banyak mengonsumsi listrik, dan tidak dikenakan pajak atas impor peralatan yang digunakan untuk menambang mata uang kripto.

6. Rusia

Pada 2022 ini, pemerintah Rusia mewacanakan rencana pengenaan pajak kripto di Negeri Beruang Merah tersebut.

Rencana kebijakan pajak cryptocurrency ini digulirkan mengingat Rusia dinilai sebagai negara dengan penyumbang ekonomi kripto global yang cukup besar.

7. Amerika Serikat

Berbeda halnya dengan AS yang memperlakukan cryptocurrency seperti halnya instrumen investasi saham, obligasi, serta properti.

Sehingga pajak yang berlaku untuk transaksi properti dan instrumen investasi lainnya tersebut juga berlaku untuk cryptocurrency.

Maka, ada pengenaan pajak capital gain dalam investasi cryptocurrency di Amerika Serikat.

Buat yang belum tahu apa itu pajak capital gain. Capital gain adalah keuntungan yang didaptkan atas selisih harga saham berupa investasi tertentu.

Otoritas pajak Negeri Paman Sam atau dikenal IRS (Internal Revenue Service) tersebut mengharuskan setiap transaksi cryptocurrency yang dilakukan tercatat dengan baik.

Maksudnya, apabila wajib pajak melakukan transaksi cryptocurrency, apakah mengalami kerugian maupun keuntungan, harus dilaporkan.

Sedangkan ketika menerima transaksi pembayaran menggunakan cryptocurrency untuk barang dan jasa, harus menyertakan nilai wajar dalam penghasilan kena pajak yang dilaporkan tersebut.

8. Inggris

Negeri Ratu Elizabeth atau Inggris tidak mengakui cryptocurrency sebagai mata uang. Namun Inggris menyebut cryptocurrency sebagai token.

Transaksi mata uang kripto di Inggris dianggap sebagai investasi. Sehingga setiap orang yang melakukan transaksi dengan token mata uang kripto akan dikenakan pajak cryptocurrency.

9. Georgia dan Illionis

Negara bagian di Amerika Serikat, Georgia dan Illionis dikabarkan justru memberikan insentif pajak bagi para penambang mata uang kripto.

Dalam rancangan undang-undang yang tengah disusun, anggota dewan Georgia mengusulkan pembebasan pajak untuk penjualan atau penggunaan listrik yang digunakan untuk kegiatan penambangan cryptocurrency.

10. Portugal

Portugal bisa dibilang jadi surganya para investor mata uang kripto ataupun penambang cryptocurrency.

Bagaimana tidak? Di tengah banyak negara berlomba-lomba menyusun kebijakan pengenaan pajak kripto, Portugal justru jadi negara yang membebaskan pajak kripto alias pajak cryptocurrency nol persen.

Sebab Portugal menganggap cryptocurrency bukanlah sebagai aset, melainkan mata uang kripto di negara ini sebagai alat pembayaran yang telah diakui.

 

Pajak Kripto di Indonesia

Melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah menetapkan aset kripto menjadi objek pajak dan dikenakan pajak PPN dan PPh.

Hal ini tertuang dalam peraturan pelaksananya UU PPh melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Neilmaldrin Noor, dalam siaran pers Nomor SP-29/2022 menyatakan bagaiamana pajak memandang aset kripto sebagai komoditas yang memenuhi kriteria sebagai objek PPN.

“Pertama yang harus diluruskan bahwa aset kripto di Indonesia ini tidak sebagai alat tukar maupun surat berharga, melainkan sebuah komoditas. Bank Indonesia menyatakan bahwa aset kripto bukanlah alat tukar yang sah. Bappebti dan Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas. Karena komoditas, maka merupakan barang kena pajak tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga agar adil,” kata Neilmaldrin.

 

Subjek pajak kripto

Merujuk Pasal 19 PMK 68/2022, subjek pajak kripto atau yang dikenakan pajak penghasilan atau PPh kripto adalah:

  • Penjual aset kripto
  • Penyelenggara PMSE
  • Penambang Aset Kripto (miner)

Sedanagkan subjek PPN kripto atau yang dikenakan PPN atas transaksi aset kripto adalah:

  • Pembeli aset kripto
  • Penjual aset kripto

 

Objek pajak kripto

Pasal 2 PMK 68/2022 disebutkan yang menjadi objek pajak aset kripto atau pengenaan PPN kripto adalah:

  • Penyerahan BKP Tidak Berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto
  • Penyerahan JKP berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto, oleh penyelenggara PMSE
  • Penyerahan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto

 

Tarif Pajak Kripto

Berikut besar tarif PPN kripto dan PPh kripto berdasarkan PMK 68 Tahun 2022:

  • 0,11% : Tarif PPN atas perdagangan aset kripto

Tarif PPN atas perdagangan aset kripto sebesar 0,11% dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara perdangan adalah Pedagang Fisik Aset (PFAK).

  • 0,22% : Tarif PPN atas perdagangan aset kripto

Tarif PPN atas perdagangan aset kripto sebesar 0,22% dari nilai transaksi ini dalam hal penyelenggara perdagangan bukan oleh PFAK.

  • 1,1% : Tarif PPN atas jasa mining

Tarif PPN atas jasa mining sebesar 1,1% dari nilai konversi aset kripto dan jasa mining sudah terdapat verifikasi transaksi aset.

  • 0,1% : Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan perdagangan aset kripto

Tarif PPh Pasal 22 atas perdagangan aset kripto sebesar 0,1% dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK) dikenakan pada penjual perdagangan aset kripto.

  • 0,2% : Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan perdagangan aset kripto

Tarih PPh Pasal 22 atas penambangan aset kripto sebesar 0,2% dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).

  • 0,1% : Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan penambangan aset kripto

Tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan penambangan aset kripto 0,1% dari penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto (miner), tidak termasuk PPN.

 

Tarif PPN Kripto dengan Besaran Tertentu

Merujuk Pasal 16 ayat (1) PMK 68/2022, PPN atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto sebagai PKP, PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.

Besaran tertentu PPN atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto oleh penambang aset kripto adalah 10% dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas aset kritpo yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).

 

Ketentuan Mata Uang dalam Pajak Kripto

Pasal 17 ayat (3) PMK 68/2022, dalam hal imbalan yang diterima penambang aset kripto atas penyerahan aset kripto sehubungan jasa verifikasi transaksi dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) berupa:

1. Mata uang fiat selain mata uang rupiah, mata uang fiat tersebut dikonversikan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Kurs Pajak atau Kurs Kementerian Keuangan).

2. Aset kripto tersebut dikonversikan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan:

  • Nilai yang ditetapkan oleh bursa berjangka yang menyelenggarakan perdagangan aset kripto, atau
  • Berdasarkan nilai dalam sistem yang dimiliki oleh penambang aset kripto, yang ditetapkan secara konsistem.

 

Pemungut PPN dan PPh Kripto

Pengenaan pajak kripto pada perdagangan aset kripto melalui penunjukan pihak ketiga sebagai pemungut PPN perdagangan aset kripto.

Pemungut PPN dan PPN kripto yaitu Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Eektronik (PPMSE), baik dalam negeri maupun luar negeri.

Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau PPMSE merupakan wajib pajak yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Selain itu, pihak PPMSE juga harus memungut PPh Pasal 22 atas transaksi aset kripto tersebut.

PPN atas penyerahan jasa verisikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto dipungut oleh Penambang Aset Kripto (miner) yang sudah dikukuhkan sebagai PKP.

 

Contoh Perhitungan Pajak Kripto

Berikut contoh pemungutan pajak kripto atau PPN kripto, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPh atas jual beli aset kripto dengan mata uang Fiat berdasarkan PMK 68/2022:

Tuan A memiliki 1 koin aset kripto dan Tuan B punya uang rupiah, yang disimpan pada e-wallet yang disediakan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto X.

Pada 5 Mei 2024, melalui paltform yang disediakan PFAK X tersebut, Tuan A menjual 0,7 koin aset kripto dan Tuan B membeli 0,7 koin aset kripto, pada harga 1 koin aset kripto = Rp500.000.000.

PFAK X sebagai penyelenggara PMSE merupakan exchanger yang terdaftar di Bappebti.

Atas transaksi tersebut, PFAK X wajib:

  1. Memungut PPh Pasal 22 pada Tuan A sebesar = 0,1% x (0,7 koin x Rp500.000.000) = Rp350.000
  2. Memungut PPN pada Tuan B sebesar = 1% x 10% x (0,7 koin x Rp500.000.000) = Rp350.000
  3. Membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan bukti pemungutan PPN berupa Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi
  4. Menyetorkan PPh Pasal 22 dan PPN yang telah dipungut paling lambat 15 Juni 2024
  5. Melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 pada SPT Masa Unifikasi Masa Mei dan melaporkan pemungutan PPN pada SPT Masa PPN 1107 PUT bagi Pihak Lain Masa Mei, paling lambat 20 Juni 2024.

Berikut contoh pemungutan pajak kripto atau PPh kripto, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPh atas tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto laiannya (Swap) berdasarkan PMK 68/2022:

Pada 10 mei 2024, Tuan B sebagaimana dimaksud contoh di atas, melakukan transaksi tukar-menukar (swap) 0,3 koin aset kripto F dengan 30 koin aset kripto G yang dimiliki oleh Nyonya C sebagai pelanggan Pedagang Fisik aset kripto PFAK X.

Pada 10 Mei 2024, nilai konversi aset kripto ke dalam mata uang rupiah yaitu 1 koin aset kripto = Rp500.000.000.

Atas transaksi tersebut PFAK X wajib memungut pajak:

1. Atas penyerahan koin aset kripto F:

  • Memungut PPn Pasal 22 pada Tuan B sebesar = 0,1% x (0,3 x Rp500.000.000) = Rp150.000
  • Memungut PPN pada Nyonya C sebesar = 1% x 10% x (0,3 x Rp500.000.000) = Rp150.000

2. Atas penyerahan koin aset kripto G:

  • Memungut PPh Pasal 22 pada Nyonya C sebesar = 0,1% x (30 x Rp5.000.000) = Rp150.000
  • Memungut PPN pada Tuan B sebesar = 1% x 10% x (30 x Rp5.000.000) = Rp150.000

3. Membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan bukti pemungutan PPN berupa Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi

4. Menyetorkan PPh Pasal 22 dan PPN yang telah dipungut paling lambat 15 Juni 2022

5. Melaporkan pemungutan PPh 22 pada SPT Masa Unifikasi masa pajak Mei dan melaporkan pemungutan PPN pada SPT Masa PPN 1107 PUT bagi pihak lain masa pajak Mei paling lambat pada 20 Juni 2024.

 

Kesimpulan

Pajak kripto di Indonesia dikenakan atas transaksi aset kripto yang dianggap sebagai komoditas dan bukan sebagai alat pembayaran yang sah. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Pajak PPN atas transaksi kripto bervariasi, yaitu 0,11% untuk transaksi yang dilakukan melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) dan 0,22% jika dilakukan melalui platform lain. Sedangkan PPh Pasal 22 dikenakan pada penjual kripto (0,1%) dan penambang kripto (0,2%). Contoh perhitungannya, jika Tuan A menjual 0,7 koin kripto dengan harga 500 juta per koin, PPh yang dipungut akan sebesar Rp350.000, sementara PPN yang dipungut pada pembeli adalah Rp350.000 juga. Dengan kebijakan ini, pemerintah Indonesia mengatur transaksi kripto sebagai komoditas dengan sistem pajak yang terstruktur, memastikan keadilan dalam perdagangan aset digital. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik. Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Tarif Sanksi Administrasi yang Terbaru

Dalam sanksi perpajakan, ditetapkan tarif sanksi pajak dihitung berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak terbaru.

Tarif bunga sanksi perpajakan Maret 2025, berlaku 1 – 31 Maret 2025 sebesar terendah 0,57% hingga tertinggi 2,24% berdasarkan KMK No. 3/KMK.10/2025.

Tarif bunga sanksi pajak periode Maret ini lebih rendah dibanding periode Februari 2025. Begitu juga dengan tarif imbalan bunga pajak yang lebih rendah dibanding bulan sebelumnya.

Tarif sanksi ini akan diperbaharui setiap bulannya melalui penerbitan Keputusan Menteri Keuangan yang dapat di cek pada website Badan Kebijakan Fiskal.

Ketahui tarif bunga sanksi pajak terbaru untuk mempermudah melakukan kewajiban pajak Anda.

 

Tentang Tarif Sanksi Perpajakan & Tarif Bunga Sanksi Pajak

Tarif bunga sanksi pajak ini sebagai dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga pada periode tertentu selama satu bulan.

Singkatnya, tarif bunga sanksi pajak ini untuk menghitung besar tarif sanksi pajak. Ketentuan tarif bunga sanksi pajak ini didasarkan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja s.t.d.t.d Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022.

Ada yang baru dalam komponen penetapan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang berlaku mulai Desember 2021, yakni penambahan ayat dalam Pasal 13 UU KUP dalam UU HPP yang sebelumnya diatur dalam UU Cipta Kerja.

Dalam UU HPP yang tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, revisi UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, ada penambahan pada Pasal 13 yakni Pasal 13 ayat (3b).

Baca juga: Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

Rumusnya :

Sanksi denda berdasarkan Suku Bunga Acuan BI, ditambah persentase denda sesuai ketentuan yang tercantum pada UU Cipta Kerja klaster perpajakan, dibagi 12 bulan berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

 

Tarif Sanksi Administrasi Pajak Mengacu Suku Bunga Acuan BI

Melalui UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan yang mengubah dan menambah beberapa pasal dalam UU No. 6/1983 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi atau denda mengacu pada Tarif Bunga Acuan BI yang besaran tarif bunga sanksi administrasi pajak perbulannya ditetapkan Menteri Keuangan.

Artinya, jika Menkeu menurunkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih rendah.

Sebaliknya, ketika Menkeu menaikkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih tinggi.

Dengan demikian, pengenaan sanksi pajak sejak berlakunya UU Cipta Kerja ini bersifat fluktuatif mengikuti pergerakan tingkat Suku Bunga Acuan BI (BI-7DRRR) dan besaran tarif bunga sanksi administrasi pajaknya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap bulannya.

Tentu saja, model pengenaan tarif sanksi pajak ini berbeda jika dibanding yang berlaku sebelumnya sebagaimana diatur dalam UU KUP.

Sebelumnya, tarif sanksi pajak sesuai UU KUP adalah single tarif, yakni 2% per bulan untuk sanksi keterlambatan atau kurang bayar pajak. Sebelumnya, sanksi administrasi pajak berlaku tarif tunggal sebagaimana diatur dalam UU KUP, contohnya:

  • Denda telat bayar pajak sebesar 2% per bulan dari waktu biaya pajak belum dibayarkan. Denda dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran pajak dan apabila telat bayar dari batas waktunya akan dihitung 1 bulan penuh.

Kini, seiring berlakunya perubahan dalam UU Cipta Kerja dan UU HPP, tarif sanksi administrasi pajak bersifat dinamis setiap bulannya mengikuti ketentuan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Menteri Keuangan, mengacu pada suku bunga BI sebagai dasar perhitungan untuk menentukan besar sanksi pajaknya. 

 

Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Maret 2025

Berlaku: 1 Maret 2025 – 31 Maret 2025

(Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor – 3/KMK.10/2025)

A. Sanksi Administrasi

No. Ketentuan dalam UU KUP Tarif Bunga Per Bulan

(1 – 31 Maret 2025)

Tarif Bunga Per Bulan

(1 – 28 Februari 2025)

1 Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) 0,57% 0,59%
2 Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), dan Pasal 14 ayat (3) 0,99% 1,00%
3 Pasal 8 ayat (5) 1,41% 1,41%
4 Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2a) 1,82% 1,83%
5 Pasal 13 ayat (3b) 2,24% 2,25%

Bukan hanya pengenaan sanksi perpajakan saja, pemerintah juga memberikan imbalan pajak dengan tarif imbalan yang diperbarui setiap bulannya kepada wajib pajak yang berhak.

B. Imbalan Bunga

No. Ketentuan dalam KUP Tarif Imbalan Per Bulan

(1 – 31 Maret 2025)

Tarif Imbalan Per Bulan

(1 – 28 Februari 2024)

1. Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), dan Pasal 27B ayat (4) 0,57% 0,59%

 

Penjelasan Tabel Pasal dalam UU KUP pada Tarif Sanksi Bunga Administrasi Pajak

Perlu dipahami, selain pengenaan sanksi administrasi pajak, DJP juga memberikan imbalan bunga terhadap Wajib Pajak (WP) yang berhak.

Berikut penjelasan pasal-pasal dalam UU KUP terkait pengenaan sanksi denda pajak dan pemberian imbalan bunga terhadap Wajib Pajak:

A. Sanksi Administrasi (Ketentuan Tarif Sanksi Pajak)

1. Penjelasan Pasal 19 UU KUP

a. Pasal 19 ayat (1):

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau SKPKB Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP), dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

Baca juga: Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

b. Pasal 19 ayat (2):

“Dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 19 ayat (3):

“Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, WP dikenai bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menkeu yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

2. Penjelasan Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 14 UU KUP

a. Pasal 8 ayat (2):

“Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 8 ayat (2a):

“Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 9 ayat (2a):

“Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

d. Pasal 9 ayat (2b):

“Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunandikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

e. Pasal 14 ayat (3):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak (STP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STPdan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

3. Penjelasan Pasal 8 UU KUP

Pasal 8 ayat (5):

“Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dari pajak yang kurang dibayar, yang dihitung sejak:

  1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT Tahunan, atau;
  2. Jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT Masa;

Dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

4. Penjelasan Pasal 13 UU KUP

a. Pasal 13 ayat (2):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 13 ayat (2a):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat jatuh tempo pembayaran kembali berakhir sampai dengan tanggal diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dan bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 13 ayat (3b):

“Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

Pasal 13 ayat (3) huruf a dan huruf b berbunyi:

Pasal 13 ayat (3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administratif berupa:

a. Bunga dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam 1 Tahun Pajak

b. Bunga dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut

Baca juga: Simak Pemerintah Kaji Insentif PPh Badan Ditanggung Pemerintah untuk Sektor Pariwisata 10%

B. Imbalan Bunga

Penjelasan beberapa pasal dalam UU KUP terkait pemberian imbalan bunga terhadap Wajib Pajak:

a. Pasal 11 ayat (3):

“Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 bulan, pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung sejak batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan dan diberikan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 17B ayat (3):

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) terlambat diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada WP diberi imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.”

c. Pasal 17B ayat (4):

“Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a):

  1. Tidak dilanjutkan dengan penyidikan
  2. Dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, atau;
  3. Dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Dan dalam hal kepada WP diterbitkan SKPLB, kepada WP diberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.”

d. Pasal 27B ayat (4):

“Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan:

  1. Berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12; dan
  2. Diberikan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

Tabel Daftar Tarif Sanksi Pajak Periode 1 – 31 Maret 2025

Berdasarkan update data tarif bunga sanksi administrasi pajak dari Kemenkeu tersebut, berikut KWA Consulting rangkum tarif sanksi pajak berdasarkan jenis pelanggaran perpajakan:

No. Jenis Sanksi Pajak Tarif Bunga Sanksi Pajak Uplift
1 Bunga penagihan [Pasal 19 (1)] 0,57% 0%
2 Penundaan pembayaran/angsuran pajak [Pasal 19 (2)] 0,57% 0%
3 Kurang bayar penundaan pelaporan SPT Tahunan [Pasal 19 (3)] 0,57% 0%
4 Pembetulan SPT [Pasal 8 (2) & (2a)] 1,01% 5%
5 Terlambat bayar/setor pajak 0,99% 5%
6 Pajak tidak/kurang dibayar akibat salah tulis/hitung atau PPh tahun berjalan [Pasal 14 (3)] 0,99% 5%
7 Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT [Pasal 8 (5)] 1,41% 10%
8 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (2)] 1,82% 15%
9 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (2a)] 1,82% 15%
10 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (3b)] 2,24% 15%

 

Tabel Daftar Imbalan Pajak Periode 1 – 31 Maret 2025

Berdasarkan update data bunga imbalan pajak dari Kemenkeu tersebut, berikut KWA Consulting rangkum tarif imbalan bunga pajak berdasarkan jenis imbalan pajak:

No. Jenis Sanksi Pajak Tarif Imbalan Bunga Pajak
1 Pengembalian kelebihan pembayaran pajak lewat 1 bulan 0,57%
2 Terlambat penerbitan SKPLB 0,57%
3 Pemeriksaan pajak tidak dilanjutkan 0,57%

 

Penggunaan Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak

Berikut rincian aturan sanksi perpajakan dan denda pajak dalam UU Cipta Kerja:

1. Sanksi denda terkait Surat Pemberitahuan (SPT)

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 5% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

Sanksi denda ini dikenakan pada Wajib Pajak (WP) yang:

  • Melakukan pembetulan SPT sendiri dan membuat utang pajak jadi lebih besar
  • Kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan/Masa
  • Terlambat membayar PPh Pasal 29 SPT Tahunan
  • Terlambat membayar SPT Masa

 

2. Sanksi denda tidak melunasi SPT kurang bayar

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 10% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

 

3. Sanksi denda tidak melunasi pajak kurang bayar dan mendapat SKPKB

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 15% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

Sanksi denda ini dikenakan pada WP yang tidak melunasi pajak kurang bayar dan telah mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

 

4. Sanksi denda terkait tindak pidana karena pengungkapan ketidakbenaran

Untuk tarif sanksi denda ini tidak menggunakan tarif fluktuatif yang mengacu pada suku bunga acuan BI.

Tarif sanksi karena pengungkapan ketidakbenaran atau ketidaksesuaian data dalam konteks tindak pidana perpajakan, maupun melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang bayar saat pengungkapan pelaporan pajak tidak benar.

Baca juga: Bentuk penggunaan Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

5. Penghentian Penyidikan

Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah WP melunasi utang pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

 

Cara Menghitung Sanksi Administrasi Pajak

Berikut contoh perhitungan tarif denda sanksi pajak berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Kemenkeu setiap bulannya.

PT AAA menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2024 pada 20 Juli  2025. Jumlah kurang bayar sebesar 250.000.000 dilunasi PT AAA pada 19 Juli 2025.

Sanksi bunga terlambat bayar pajak atas SPT Tahunan (sesuai Pasal 9 ayat 2b UU KUP) dihitung sejak berakhirnya jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan (paling lambat 30 April untuk SPT Tahunan Badan) sampai dengan pembayaran.

Misalnya, tarif bunga acuan yang ditetapkan Menteri Keuangan pada Mei 2025 sebesar 4,96%.

Maka sanksi administrasi yang dihitung mulai bulan April 2025 dikenakan tarif sebesar 0,83% per bulan [(4,96% + 5%) / 12)].

Tarif sanksi yang digunakan adalah tarif saat sanksi mulai dihitung yang 1 April dikalikan dengan jumlah bulan keterlambatan yakni 4 bulan (bagian bulan [19 Juli] dihitung penuh menjadi 1 bulan].

Maka, begini cara hitungnya:

= Rp250.000.000 x 0,83% x 4 bulan

= Rp2.075.000 x 4 bulan

= Rp8.300.000

Jadi, PT AAA harus membayar terlambat setor pajak kurang bayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp8.300.000.

 

Sanksi Pemeriksaan Pajak

Dalam UU HPP ditetapkan penurunan sanksi pemeriksaan atas WP yang tidak menyampaikan SPT / membuat pembukuan sebagai perubahan dari ketentuan sanksi pemeriksaan dalam UU KUP.

Juga menurunkan sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP.

Besar sanksi pemeriksaan tersebut ditambah dengan perhitungan dari sanksi bunga sanksi administrasi atau bunga acuan ditambah uplift factor 20%.

Berikut perubahan sanksi pemeriksaan atau penurunan sanksi pemeriksaan dan sanksi upaya hukum dalam UU HPP.

A. Sanksi pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan SPT / membuat pembukuan

Keterangan KUP Lama UU HPP
PPh Kurang Bayar 50% Sanksi bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan)
PPh Kurang Dipotong 100% Sanksi bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplft factor 20% (maksimal 24 bulan)
PPh Dipotong tetapi Tidak Disetor 100% 75%
PPN & PPnBM Kurang Dibayar 100% 75%

B. Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP

Keterangan KUP Lama UU HPP
Keberatan 50% 30%
Banding 100% 60%
Peninjauan Kembali 100% 80%

 

Ketahui Batas Waktu Bayar dan Lapor SPT Pajak

Tak perlu bingung kapan waktunya harus bayar lapor pajak untuk menghindari sanksi atau denda telat bayar dan lapor pajak.

Lebih mudah lihat semua jadwal pembayaran dan pelaporan pajak pada Kalender Pajak KWA Consulting.

 

Update tarif bunga sanksi administrasi pajak secara berkala untuk mengetahui besar tarif sanksi pajak

Selain pengenaan sanksi perpajakan, DJP juga memberikan imbalan bunga pajak.

Ketahui besar imbalan bunga pajak yang menjadi hak Anda yang juga diperbarui setiap bulannya.

 

Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Pajak

Pengenaan sanksi administrasi atas lapor pajak dikecualikan terhadap wajib pajak pribadi apabila memenuhi ketentuan terkait situasi dan kondisi yang bersangkutan.

Berikut kondisi dan situasi wajib pajak yang dapat dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan:

  1. WP Pribadi yang dinyatakan meninggal dunia.
  2. WP Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
  3. WP Pribadi yang berstataus Warga Negara Asing (WNA) dan tidak lagi bertempat tinggal di wilayah Indonesia.
  4. Bendahara yang sudah tidak lagi melakukan pembayaran.
  5. WP yang terkena bencana dan ketentuannya telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
  6. WP lain sebagaimana telah diatur atau sesuai dengan PMK Nomor 186/PMK.03/2007.

 

Kesimpulan

Tarif bunga sanksi administrasi pajak terbaru untuk periode Januari 2025 telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dan lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2024. Sanksi pajak ini dihitung berdasarkan suku bunga acuan BI yang berfluktuasi, dan tarifnya ditentukan setiap bulan. Pengenaan sanksi ini mencakup berbagai pelanggaran perpajakan, seperti keterlambatan pembayaran dan pembetulan SPT, dengan tarif bunga yang berbeda sesuai dengan jenis pelanggaran. Pemerintah juga memberikan imbalan bunga bagi wajib pajak yang berhak, dengan tarif yang juga diperbarui setiap bulan.Nah itulah informasi Tentang SPPH, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!!

Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

Kategori UMKM sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Perlu dipahami, UMKM tidak hanya wajib pajak pribadi saja tapi juga bisa sebagai WP Badan.

Sebelum membahas terkait terbaru dalam UU HPP dan tarif pajak UMKM terbaru berapa persen, terlebih dahulu akan diulas apa saja kategori bahwa suatu usaha itu tergolong dalam UMKM.

Sebab hal ini akan memengaruhi bagaimana kewajiban pajaknya. Antara UMKM dan Non-UMKM, kewajiban pajaknya berbeda.

Tidak semua usaha dapat dikategorikan UMKM. Ada kriteria tertentu jenis usaha itu termasuk tergolong sebagai UMKM.

Golongan UMKM ini pun harus dilihat dari berbagai aspek, mulai dari jumlah pendapatan usahanya, hingga bagaimana operasional dari bisnis tersebut.

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, penggolongan UMKM dibedakan berdasarkan jumlah aset dan total omzet penjualan.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, penggolongan tersebut termasuk jumlah karyawan.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Jasa Catering PPh 23

Kategori usaha yang tergolong sebagai UMKM berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 sebagai berikut:

Kategori UMKM

Kelompok UKM Berdasarkan Perpajakan dan Tarif Pajaknya

Perlu dipahami, UMKM/UKM terbagi menjadi 2 kategori berdasarkan berapa persen pajak yang harus dibayarkan, di antaranya:

A. UKM dengan penghasilan bruto tertentu

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018 yang diperbarui dengan PP No. 55 T

Penggunaan tarif ini hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu saja sesuai masing-masing bentuk usahanya.

Berikut ketentuan penggunaan tarif PPh Final UMKM 0,5% PP 23/2018 (diganti PP 55/2022):

  • 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
  • 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
  • 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% tersebut terhitung sejak:

  • Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP 23/2018
  • Tahun Pajak berlakunya PP 23/2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini

Setelah masa penggunaan tarif PPh habis, maka akan dikenakan tarif normal Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh untuk WP Pribadi pengusaha atau metode perhitungan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto).

Sedangkan WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), Firma, Perseroan Terbatas (PT), atau Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa bersama, dapat menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dengan pertimbangan Pasal 31E UU PPh untuk WP Badan.

B. UKM berbentuk badan dan berstatus PKP

Sedangkan UKM berbentuk badan atau dengan status Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) yang sudah memiliki omzet bruto lebih dari Rp4,8 miliar setahun, juga dapat menggunakan tarif pajak 0,5% dengan jangka waktu yang sudah ditentukan.

Setelah itu, WP Badan harus menggunakan tarif normal sebesar 22% mulai 2022 sesuai Pasal 64 ayat b PP 55/2022.

 

Pajak yang Harus Dibayarkan UKM

Kewajiban perpajakannya yang dibayarkan perusahaan atau UKM terdiri dari dua jenis pajak, yakni pajak yang dibayarkan ataupun dilaporkan setiap bulannya dan pajak yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun atau pajak tahunan.

A. Pajak Bulanan

Pajak yang dibayarkan atau dilaporkan setiap bulannya biasa disebut Pajak Masa, terdiri dari:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 jika UKM punya karyawan
  • PPh Pasal 23 jika ada transaksi jasa dengan WP dalam negeri
  • PPh Pasal 26 jika melakukan transaksi jasa dengan WP luar negeri
  • PPh Pasal 4 ayat (2) jika terdapat sewa gedung/kantor dan lainnya
  • PPh Final UMKM jika menggunakan tarif PPh 0,5%
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika UKM sudah berstatus PKP

B. Pajak Tahunan

Sedangkan kewajiban pajak yang dibayarkan atau dilaporkan secara tahunan atau disebut Tahunan Pajak, yakni:

  • PPh Badan

UKM dengan kategori pengusaha dengan skala usaha menengah dikenakan PPh Badan yang dibayarkan setahun sekali atau melalui angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan.

 

Skema Penggunaan Pajak UMKM

Pajak UMKM merupakan pajak yang dikenakan secara final Sehingga PPh Final dalam skema PP 23 pajak UMKM ini tidak dapat dikreditkan di akhir tahun pajak pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan.

Dalam PMK No. 99 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan PP 23/2018, Pajak Penghasilan yang terutang dapat dilunasi dengan 2 cara, yaitu:

  • Pertama, disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
  • Kedua, dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak.
  • Pemotong atau pemungut pajak tersebut berkedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria PP 23/2018 dengan tarif setengah persen.

Untuk menjadi perhatian, pemungutan/pemotongan PPh Final  sebesar 0,5% ini dipungut/dipotong terhadap WP yang sudah memiliki Surat Keterangan PP 55 Tahun 2022.

Baca juga: Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

 

Dasar Penghitungan PPh Pajak UKM dan Rumus

Perlu dipahami, wajib pajak UMKM itu bisa berupa WP Badan maupun WP Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/bisnis atau disebut WP Pribadi Pengusaha.

Untuk mengetahui besar PPh yang harus dibayarkan ke kas negara, UKM harus menghitung terlebih dahulu berapa besar PPh Terutangnya.

Guna mengetahui jumlah PPh Terutang, UKM harus mengetahui Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak penghasilannya, dengan cara:

Menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak, kemudian mengalikannya dengan tarif pajak badan bagi WP Badan atau mengalikan dengan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 ayat (1) bagi WP Pribadi Pengusaha UMKM ataupun WP Badan yang memiliki kewajiban memungut PPh 21 karyawan harus memerhatikan pajak progresif WP Pribadi ini.

Namun sebelum itu, bagi WP Pribadi UMKM atau WP Badan yang memotong PPh 21 karyawan, harus mengurangkan penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk penghitungan PPh WP Orang Pribadi (WP OP).

a. Rumus untuk mencari Penghasilan Kena Pajak WP Orang Pribadi:

  • Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP

b. Sedangkan rumus untuk mencari PPh Terutang:

  • PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17

c. Rumus pajak perusahaan (WP) Badan dalam hal ini UKM:

  • PPh Badan = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Badan

d. Jika untuk PPh Badan UMKM/UKM dengan tarif PPh Final, ada beberapa cara penghitungan, yakni:

  • Mekanisme PPh OP secara Umum
  • PPh Final PP 55/2022
  • Mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Contoh kasus 1

Tuan A sebagai pengusaha dengan omzet dalam setahun mencapai Rp3.500.000.000 dan mendirikan usahanya pada tahun 2018.

Artinya, Tuan A sebagai WP Prbadi yang melakukan usaha dengan skala UKM dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5%.

Karena Tuan merupakan WP Pribadi yang dapat menggunakan fasilitas PPh Final setengah persen hingga 7 tahun terhitung sejak 2018 dan berakhir pada 2024.

Memasuki tahun kedelapan, yakni pada 2025 Perusahaan AAA sudah harus menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh atau NPPN.

 

Contoh kasus 2

CV BBB didirikan pada tahun 2024 dengan omzet Rp4.800.000.000 dalam setahun dan memanfaatkan tarif PPh Final 0,5%.

Karena perusahaan BBB ini berbentuk CV, maka hanya dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh Final 0,5% ini hingga 2028 saja.

Memasuki tahun kelima, yakni pada 2029 CV BBB sudah harus menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh atau NPPN.

 

Contoh kasus 3

Perusahaan AAA merupakan WP Badan berbentuk Perserotan terbatas (PT) dengan omzet sebesar RpRp4.800.000.000 setahun yang didirikan pada tahun 2023 dan memilih menggunakan tarif PPh Final UMKM.

Karena ketentuan WP Badan berbentuk PT hanya dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari omzet selama 3 tahun, maka Perusahaan AAA hanya dapat menggunakan tarif PPh final setengah persen ini hingga 2026 saja.

Memasuki tahun keempat, yakni pada 2027 Perusahaan AAA sudah harus menggunakan tarif PPh Badan Normal.

 

Cara Menghitung Pajak UMKM

Agar lebih mudah memahami perhitungan PPh Pribadi Pengusaha atau UMKM yang bebas PPh, berikut ilustrasi perhitungannya:

Tuan B punya bisnis Katering. Katakanlah jumlah omzet Katering Tuan B setiap bulannya sama, yakni Rp40.000.000 per bulan. Sehingga total omzet setahun adalah Rp480.000.000.

Dan memilih menghitung pajak penghasilan usahanya menggunakan tarif PPh Final 0,5% berdasarkan PP No. 55/2022.

Maka, perhitungan PPh Final 0,5% atas usaha catering Tuan B adalah:

PPh Final = Tarif PPh Final x Peredaran Bruto

= 0,5% x Rp480.000.000

= Rp2.400.000 setahun

atau

= Rp2.400.000 : 12 bulan

= Rp200.000 sebulan

Karena dalam UU HPP ditetapkan peredaran bruto Tidak Kena Pajak sebesar Rp500.000.000, maka Tuan B tidak perlu membayar PPh Final sebesar Rp200.000 tersebut.

 

Bagaimana jika jumlah omzet bruto setiap bulannya berbeda-beda?

Artinya, ada kalanya peredaran usaha yang didapat pada bulan tertentu ternyata jumlahnya banyak.

Untuk lebih mudah memahaminya, simak tabel penghitungan Pajak Tuan A pengusaha Toko Kelontong pada Tahun Pajak 2022 seperti yang diilustrasikan Kementerian Keuangan pada pengesahan RUU HPP menjadi UU berikut ini:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Ilustrasi tabel via dokumentasi DJP Kementerian Keuangan

Baca juga: Mengenal Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya

Cara Bayar Pajak UMKM

PPh Final UMKM langsung dibayarkan ketika penghasilan diterima dalam masa pajak.

Ini guna menyederhanakan mekanisme perpajakan dan mengurangi beban administrasi wajib pajak, terutama bagi yang masih dalam tahap berkembang dan belum mampu menyelenggarakan pembukuan keuangan dengan baik.

Perhitungan PPh Final UMKM 0,5% dari omzet bruto disetor ke kas negara setiap tanggal 15 bulan berikutnya dengan mencantumkan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 420. Tidak perlu ke ATM, pembayaran pajak dapat langsung dilakukan pada E-Billing

 

Ketentuan Pelaporan SPT Pajak UMKM

UKM wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir atau setiap bulannya.

Setelah melakukan pelaporan, maka UMKM akan dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum pada Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.

Namun, jika pelaku UMKM tidak memiliki peredaran usaha pada bulan tertentu, maka tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh.

Akan tetapi, jika pelaku UMKM tersebut merupakan Pemotong atau Pemungut pajak, maka wajib menyampaikan SPT Masa PPh atas pemotongan atau pemungutan PPh paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Ketentuan penyampaian SPT Tahunan UMKM dengan penghasilan bruto tertentu mengikuti Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan secara umum.

Tapi yang harus diperhatikan adalah terkait penyampaian informasi penghasilan bruto dan PPh yang telah dibayar atas penghasilan tersebut.

DJP menekankan, informasi tersebut harus diisi pada bagian PPh Final yang terdapat pada masing-masing SPT Tahunan PPh, serta dilengkapi dengan Lampiran Khusus Daftar Rekap Penghitungan Peredaran Bruto dan Pembayaran PPh.

Contoh Daftar Peredaran Bruto selama 1 Tahun Pajak:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Contoh daftar peredaran bruto 1 tahun pajak UMKM

Mereka yang masuk kategori UMKM dari aspek perpajakan adalah:

  1. Hanya memiliki sumber penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu
  2. Tidak ada pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain

Secara sederhana, berikut tahapan perpajakan bagi UMKM:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Cara Lapor SPT Tahunan UMKM

1. Siapkan Dokumen untuk WP Pribadi UKM

Berikut adalah dokumen yang harus disiapkan saat lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi UMKM:

  • Formulir 1770
  • Laporan keuangan atas usaha atau neraca dan laporan laba rugi (jika menggunakan metode pembukuan)
  • Laporan peredaran bruto/rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya (jika menggunakan metode NPPN)
  • Daftar perhitungan peredaran bruto (jika menggunakan perhitungan sesuai PP 55/2022)

2. Dokumen yang disiapkan untuk WP Badan UKM

  • Formulir SPT PPh Badan 1771
  • Laporan keuangan atau laba rugi dan neraca
  • Daftar penyusutan
  • Daftar peredaran bruto
  • Daftar pembayaran final UMKM PP 55 Tahun 2022

Ingat, pindai atau scan dokumen yang nantinya akan di-upload (unggah) pada saat penyampaian SPT Tahunan.

 

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Pajak UMKM

Tenggat waktu atau jatuh temponya pembayaran pajak dan pelaporan SPT pajak berbeda-beda tergantung termasuk pajak bulanan atau tahunan.

Perlu diperhatikan, kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau pajak kurang bayar berdasarkan hasil pelaporan SPT Tahunan, maka harus dilunasi dengan SSP sebelum SPT PPh tersebut dilaporkan kembali ke DJP.

 

Keuntungan Skema PPh Final UMKM

Ada paradigma baru dalam pengenaan PPh Final Pajak UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 (diganti dengan PP 55/2022), yaitu:

A. Administrasi lebih mudah

Dalam skema tarif PPh 0,5%, terdapat Surat Keterangan yang menerangkan pemotongan PPh Final atas penghasilan Wajib Pajak UMKM dari nilai dasar pengenaan pajaknya.

Teknis ini semakin mempermudah wajib pajak mengurus administrasinya tanpa datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk penggunaan PPh Final UMKM ini.

B. Ada kepastian

Peraturan baru menegaskan bahwa sekali Wajib Pajak memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar, maka di Tahun tersebut dan seterusnya wajib menggunakan tarif PPh Pasal 17 dan mengadakan pembukuan.

Hal ini dianggap lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan memudahkan skema penghitungan PPh.

C. Menjadikan PPh Final sebagai pilihan

Aturan sebelumnya, PPh Final berlaku atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi sebelum dikurangi biaya usaha sehingga Wajib Pajak tidak dapat mengakui kerugiannya.

Skema pemajakan ini dinilai sederhana dan tepat sasaran dan dijadikan sebuah opsi.

Wajib Pajak hanya perlu mengirimkan surat pemberitahuan ke pihak KPP terdaftar dahulu untuk menggunakan metode PPh Final.

Dengan demikian, pelaku UMKM lebih mudah memenuhi kewajiban pajak karena lebih sederhana dan dinilai lebih adil serta dapat optimal memenuhi kewajiban pajaknya.

D. Membuat pembukuan menjadi mudah

Melalui skema pajak final UMKM, WP berkesempatan untuk belajar pembukuan dan menghitung laba bersih atas pengenaan PPh Final atas usahanya.

 

Kesimpulan

Pajak UMKM dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5% bagi usaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun, dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa tarif ini berakhir, pajak dikenakan sesuai tarif normal. Pelaku UMKM harus melaporkan pajaknya setiap bulan dan tahunan, serta dapat membayar dan melaporkan melalui sistem e-Billing. Skema PPh Final ini mempermudah administrasi pajak dengan kepastian hukum dan sederhana, serta dapat membantu pelaku UMKM dalam mengelola kewajiban pajak mereka. Dengan adanya Penerbitan Peraturan Pemerintah baru ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00