Info

INI DIA KRITERIA MEMBUAT PENGUKUHAN PKP DICABUT

Syarat pencabutan PKP harus dipenuhi secara lengkap agar dapat diterima. Agar prosesnya lancar, ketahui tata cara permohonan pencabutan Pengusaha Kena Pajak yang benar. Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan status yang diberikan kepada wajib pajak badan maupun pribadi yang dapat mengelola Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun apabila dari segi kualifikasi sudah tidak memenuhi syarat mengelola PPN atas transaksi barang dan/jasa kena pajak, maka dapat mengajukan diri sebagai wajib pajak Non PKP. Terus simak ulasan dari Kami untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pencabutan status PKP ini.

 

Kriteria Pemohon Pencabutan PKP

Merujuk Pasal 21 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak, kriteria WP yang dapat mengajukan permohonan pencabutan PKP di antaranya:

  1. PKP dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
  2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
  3. PKP menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
  5. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai
    Pengusaha Kena Pajak;
  6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; atau
  7. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
    dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencabutan PKP atas dasar:

  • atas permohonan PKP; atau
  • secara jabatan.

Keputusan pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan PKP maupun secara jabatan dapat dilakukan berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan ketentuan yang berlaku.

Perlu diperhatikan, pencabutan pengukuhan PKP yang didasarkan hasil verifikasi hanya dilakukan apabila:

  1. PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
  2. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
  3. PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;
  4. PKP yang jumlah peredaran usaha dan/ atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi PKP;
  5. PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
  6. PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

Baca Juga: Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

 

Syarat Pencabutan PKP

Sebelum mengajukan permohonan penghapusan status pengusaha kena pajak, harus memenuhi syarat pencabutan PKP seperti berikut:

  1. Formulir Permohonan Penghapusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
  2. Dokumen asli Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP)
  3. Salinan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan NPWP pengurus/likuidator
  4. Salinan Akta pendirian dan/atau Perubahan
  5. Dokumen pendukung yang menjadi alasan pengajuan permohonan pencabutan PKP

Contoh Format Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP

Syarat Pencabutan PKP dan Cara Permohonan

Proses Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP

Proses pencabutan status PKP maksimal 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap atau Bukti Penerimaan Surat diterbitkan KPP.

Apabila jangka waktu tersebut sudah terlampaui dan belum ada kabar, maka permohonan Pencabutan PKP dianggap dikabulkan.

Cara Permohonan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak

Ketentuan dan mekanisme pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP.

Permohonan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni secara online dan tertulis ke KPP.

A. Permohonan secara online

  1. Mengisi Formulir Pencabutan PKP pada aplikasi e-Registration DJP Online.
  2. Permohonan yang diajukan secara elektronik melalui e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
  3. Unggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen pendukung.
  4. Kirim ke KPP terdaftar.
  5. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan Kepala KPP akan mengirim email terdaftar ke PKP.
  6. KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) apabila dinyatakan lengkap.
  7. Setelah pemeriksaan selesai dan permohonan disetujui, KPP akan mengirimkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP

B. Permohonan tertulis

  1. Datang langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KPP.
  2. Tunggu sesuai nomor antrean pelayanan.
  3. Mengisi Formulir Permohonan Penghapusan NPWP dan bubuhi tanda tangan, serta lampirkan dokumen pendukung lainnya.
  4. Serahkan berkas permohonan pencabutan PKP ke petugas TPT KPP.
  5. Petugas akan memeriksa kelengkapan dokumen.
  6. Apabila seluruh dokumen permohonan dinyatakan lengkap, petugas akan memberikan LPAD (Lembar Pengawasan Arus Dokumen) dan Bukti Penerimaan Surat (BPS).
  7. Proses permohonan pencabutan PKP sekitar 6 bulan sejak pengajuan disampaikan.
  8. Selanjutnya Surat Pencabutan PKP sudah dapat diambil ke TPT KPP tempat pengajuan dilakukan.

Contoh Surat Pencabutan PKP

 

Kesimpulan 

Dari penjelasan diatas memberikan panduan yang komprehensif tentang tata cara permohonan pencabutan PKP, mulai dari kriteria pemohon, syarat-syarat, hingga proses keputusan. Penjelasan yang jelas dan langkah-langkah yang terperinci memberikan pemahaman yang baik bagi para pengusaha yang ingin mengajukan pencabutan PKP. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Cara Mengatasi Surat Teguran Pajak

Saat menerima surat teguran pajak bisa membuat panik, terutama bagi wajib pajak yang kurang familiar dengan proses perpajakan.

KWA Consulting akan menjelaskan secara detail apa itu surat teguran pajak, alasan diterbitkannya, langkah-langkah penanganan, dan konsekuensi jika ditindaklanjuti, agar Anda dapat menangani teguran pajak dengan tepat.

Apa itu Surat Teguran Pajak?

Surat teguran pajak adalah surat resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada wajib pajak.

Surat ini berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau pengingat terkait kewajiban pajak yang belum terpenuhi.

Surat teguran bukanlah sanksi, melainkan bentuk peringatan agar wajib pajak segera memenuhi kewajiban pajaknya.

Dasar Hukum Penerbitan Surat Teguran Pajak

Penerbitan dan pelaksanaan surat teguran pajak diatur dengan beberapa regulasi atau peraturan perpajakan sebagai dasar hukumnya, di antaranya:

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa

UU ini mengatur tentang mekanisme penagihan pajak jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya setelah diberikan surat teguran.

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (KUP)

Pasal 9 ayat (2a) dan (2b) mengatur mengenai kewajiban melunasi pajak tepat waktu. Apabila wajib pajak lalai atau tidak memenuhi kewajiban, DJP berwenang menerbitkan Surat Teguran dan melakukan langkah penagihan. Dalam situasi ini dijelaskan bahwa penerbitan surat teguran terjadi jika pajak tidak dibayar dalam waktu 7 hari setelah jatuh tempo.

3. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Regulasi ini mengatur mekanisme pelaporan dan pembayaran pajak, serta tindakan yang dapat diambil DJP jika wajib pajak tidak mematuhi kewajiban tersebut.

4. Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penagihan Pajak dan Penanganan Surat Teguran

Peraturan ini memperjelas tata cara penerbitan, penyampaian, dan penagihan pajak jika terdapat keterlambatan pembayaran atau pelaporan. Surat teguran menjadi tahapan administrasi sebelum penagihan secara hukum dilakukan.

Mengapa Saya Mendapat Surat Teguran Pajak?

Beberapa alasan umum mengapa DJP mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak dikarenakan:

1. Keterlambatan Pelaporan SPT Tahunan

SPT Tahunan wajib dilaporkan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Jika wajib pajak terlambat atau belum melaporkan, DJP akan mengirimkan teguran.

2. Terlambat Lapor SPT Masa

Begitu juga pelaporan SPT Masa harus disampaikan sesuai dengan ketentuan batas waktunya. Apabila terlambat atau bahkan tidak dilaporkan, maka DJP akan memberikan surat teguran.

3. Tunggakan Pembayaran Pajak

Selain pelaporan, kewajiban pembayaran pajak juga harus dipenuhi tepat waktu dan sesuai dengan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan.

Surat teguran bisa diterbitkan jika terdapat utang pajak yang belum dilunasi.

4. Data Tidak Sesuai atau Kelalaian Administrasi

Kesalahan atau ketidaksesuaian dalam pelaporan data administrasi perpajakan juga dapat memicu diterbitkannya surat teguran, terutama jika DJP mendeteksi perbedaan antara data yang ada pada wajib pajak dengan catatan DJP.

Langkah yang Harus Diambil Setelah Menerima Surat Teguran

Jika Anda menerima surat teguran pajak, tidak perlu panik. Lakukan langkah-langkah berikut untuk menanganinya:

1. Baca dan Pahami Isi Surat Teguran dengan Teliti

Pastikan Anda memahami isi surat, termasuk jenis pajak yang menjadi masalah, jumlah tunggakan, atau kekurangan pelaporan pajak.

2. Segera Periksa Status Pelaporan dan Pembayaran Pajak

Cek riwayat pelaporan dan pembayaran pajak Anda melalui akun pajak Anda di DJP Online.

Hal ini membantu memastikan apakah benar ada kewajiban yang belum terpenuhi.

3. Lakukan Pelunasan atau Pelaporan Segera

Jika Anda memang belum melaporkan atau melunasi pajak, segera selesaikan kewajiban tersebut.

Namun apabila merasa sudah memenuhi kewajiban tapi masih mendapat teguran, Anda bisa mengajukan klarifikasi atau permohonan pembetulan ke DJP.

4. Hubungi Kantor Pajak atau Konsultan Pajak

Apabila kesulitan memahami surat teguran, Anda dapat berkonsultasi dengan petugas pajak di layanan yang sudah disediakan DJP, atau melakukan konsultasi dengan konsultan pajak terdaftar. Hal ini untuk memastikan Anda mengambil langkah yang benar.

Baca juga: Pentingkah Laporan Keuangan Bagi UMKM ?

Konsekuensi jika Surat Teguran Diabaikan

Mengabaikan surat teguran pajak dapat menimbulkan berbagai masalah serius bagi wajib pajak. Beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi adalah:

1. Denda atau Sanksi Administrasi

Setiap keterlambatan dalam pelaporan atau pembayaran pajak bisa dikenakan denda, seperti terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pribadi dikenakan denda sebesar Rp100 ribu dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan.

2. Penerbitan Surat Paksa

Jika surat teguran tidak diindahkan, DJP bisa menerbitkan Surat Paksa sebagai langkah hukum lanjutan yang lebih serius.

3. Pemblokiran Rekening atau Penyitaan Aset

Pada tahap lanjut, DJP berhak melakukan pemblokiran rekening dan bahkan penyitaan aset milik wajib pajak jika utang pajak masih belum dilunasi setelah surat teguran dan surat paksa diterbitkan.

Kesimpulan

Surat teguran pajak adalah pemberitahuan resmi dari DJP kepada wajib pajak terkait kewajiban pajak yang belum terpenuhi, seperti keterlambatan pelaporan SPT atau pembayaran pajak. Surat ini bukan sanksi, melainkan peringatan untuk segera memenuhi kewajiban pajak. Jika diabaikan, dapat berujung pada denda, surat paksa, bahkan penyitaan aset. Untuk menanganinya, wajib pajak harus memeriksa status pelaporan, segera melunasi atau melaporkan pajak, dan bisa meminta klarifikasi jika merasa sudah memenuhi kewajiban. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Pentingkah Laporan Keuangan Bagi UMKM ?

Halo Teman Bisnis !!! Siapa yang disini sedang buka usaha ??? Apakah teman punya laporan keuangan buat usaha owner ??? Laporan keuangan itu apa sih ? Untuk penjelasan lebih lanjut, simak terus apa itu laporan keuangan dan seberapa penting laporan keuangan itu. Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu entitas yang dapat menggambarkan kinerja UMKM tersebut pada suatu periode akuntansi. Laporan keuangan dibuat untuk menyajikan informasi mengenai kinerja UMKM dan berguna untuk mengambil keputusan bisnis.

Alasan pentingnya laporan keuangan bagi UMKM, antara lain :

1. Sebagai Perencanaan Bisnis

Pembukuan merupakan hal yang sangat penting bagi jalannya suatu usaha, terutama untuk usaha yang sudah cukup besar. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan biaya yang dimiliki dan juga sebagai perencanaan. Saat melakukan pencatatan untuk usaha, dapat melihat jalannya usaha melalui pencatatan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu merencanakan merupakan langkah selanjutnya untuk meningkatkan usaha dari pencatatan yang telah sobat lakukan.

 2. Dapat mengetahui posisi keuangan setiap bulan.

Alasan lain mengapa laporan keuangan UMKM sangat penting adalah untuk mengetahui jumlah aset dan modal yang dimiliki. Besaran hutang perusahaan juga akan terlihat. Jadi pergerakan aset, modal, dan hutang akan terpantau dengan jelas. Jika usaha tersebut tidak mempunyai laporan keuangan, maka akan sulit untuk mengetahui jumlah aset, modal, dan hutang yang dimiliki.

 Baca juga: Ditjen Pajak Rilis Aplikasi PPh 21 Tarif Efektif!

 3. Mudah dalam mengontrol biaya

Setiap biaya dalam usaha yang dijalankan perlu dicatat dengan benar dan jelas. Biaya yang perlu dicatat ini meliputi biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan biaya untuk operasional. Dengan adanya laporan keuangan, rincian biaya dalam usaha ini akan terpantau dengan jelas dalam suatu periode. Setiap rincian biaya yang tercatat dalam laporan keuangan akan membantu UMKM untuk menentukan besaran harga produksi. UMKM juga akan terbantu dalam menghitung besaran untung dan rugi yang didapat. Jika tidak ada laporan keuangan, maka akan sulit untuk menentukan harga produksi dan mengetahui besaran untung rugi.

 

4. Mudah mendapatkan Pinjaman dari Bank

Saat usaha berkembang cukup pesat, maka akan membutuhkan dana tambahan ataupun jasa di dalam produksi agar usaha terus meningkat. Dengan pencatatan akuntansi akan mempermudah untuk dapat mengajukan pinjaman di bank untuk penambahan modal. Karena saat mengajukan pinjaman melalui bank, biasanya salah satu persyaratannya adalah laporan keuangan yang harus lengkap. Hal ini cukup penting mengingat, bank tersebut perlu mengetahui arus keuangan dari jalannya suatu usaha.

5. Untuk menghitung pajak yang harus dibayar.

Saat usaha mulai berkembang dan pendapatan sudah memenuhi persyaratan untuk pembayaran pajak, maka akan dikenakan pajak sesuai pendapatan usaha. Laporan keuangan bisa digunakan untuk menentukan berapa pajak yang harus dibayar. Tarif pajak pelaku UMKM, PPh Final 0,5% untuk pelaku UMKM. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan yang belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap merupakan objek pajak penghasilan. Pajak yang dikenakan oleh UMKM adalah PPh Final. PPh Final untuk UMKM merupakan pajak atas penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak yang memiliki omzet atau peredaran bruto di bawah Rp4,8 Miliar dalam satu tahun. Sejak 1 Juli 2018 pun Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah rajin memberikan sosialisasi tarif baru PPh Final yang tadinya 1 persen menjadi 0,5%.

 Baca juga: PERSIAPKAN DOKUMEN INI UNTUK PELAPORAN SPT TAHUNAN BADAN AGAR TIDAK KENA SP2DK!

 6. Sebagai informasi untuk manajemen dan alat pengambilan keputusan dalam bisnis

Apabila para UMKM belum menyusun laporan keuangan yang baik, maka akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :

  • Para UMKM tidak akan bisa mengetahui bagaimana perkembangan usaha mereka secara riil, para UMKM hanya mengetahui perkembangan usahanya berdasarkan perikiraan serta angan-angan saja;
  • Para UMKM akan kesulitan untuk mengakses kredit dari bank sehingga berpengaruh terhadap perkembangan usaha

 

Kesimpulan

Laporan keuangan bagi UMKM sangat penting. Pertama, sebagai perencanaan bisnis dan pengoptimalan biaya. Kedua, untuk memantau posisi keuangan setiap bulan, termasuk aset dan hutang. Ketiga, memudahkan kontrol biaya dan menentukan harga produksi. Keempat, mendukung pengajuan pinjaman dari bank. Kelima, membantu perhitungan PPh Final untuk UMKM. Keenam, sebagai informasi manajemen untuk pengambilan keputusan. Kesimpulannya, laporan keuangan bukan hanya kewajiban perpajakan, melainkan alat vital dalam mengelola UMKM. Dengan adanya informasi yang telah dijelaskan diatas, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Cara Pembulatan PPN di e-Faktur yang Benar

Kesalahan dalam melakukan pembulatan dapat menyebabkan dokumen perpajakan ditolak oleh sistem e-Faktur atau menimbulkan masalah saat pelaporan SPT Masa PPN.

Agar pengelolaan e-Faktur Anda lancar, pahami ketentuan dan cara pembulatan PPN yang benar. KWA Consulting  akan mengulasnya untuk Anda.


Apakah Nilai PPN Wajib Dibulatkan?

Ya, nilai PPN memang harus dibulatkan ketika dimasukkan ke dalam dokumen seperti faktur pajak elektronik (e-Faktur), Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, dan bukti potong.

Pembulatan ini bertujuan agar nilai pajak tercatat dalam satuan rupiah penuh tanpa angka desimal, sehingga sesuai dengan ketentuan administrasi perpajakan dan memudahkan sistem elektronik dalam memproses data.

Dasar Hukum Pembulatan PPN e-Faktur

Dasar ketentuan penulisan nominal rupiah dalam pembulatan PPN Faktur Pajak ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.24/1990 tentang Penulisan Angka Rupiah Pada Dokumen Perpajakan.

Dalam beleid ini disebutkan, penulisan angka rupiah dalam dokumen perpajakan dari semua jenis pajak (Laporan/SSP/SPT/Semua Jenis Ketetapan Pajak dan sebagainya) ditetapkan;

Jumlah Pajak yang Terutang, Kredit Pajak, Kenaikan, Bunga, dan Pajak yang Masih Harus Dibayar dibulatkan ke bawah hingga rupiah penuh.

Peraturan pembulatan PPN Faktur Pajak mengalami beberapa kali perubahan, di antaranya:

1. Perubahan Pertama

Peraturan Direktur Jenderal Pajak No, PER-25/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

Dalam Perdirjen ini dijelaskan, petunjuk pengisian SPT Masa PPN disebutkan, “Jumlah Rupiah PPN atau PPN dan PPnBM dihitung dalam satuan Rupiah penuh (dibulatkan ke bawah)”.

2. Perubahan Kedua

Berikutnya, diatur dalam PER-29/PJ/2015 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

Dalam Lampiran II, Penjelasan Umum Halaman 4, Catatan Huruf C beleid tersebut disebutkan, ketentuan isian kolom jumlah PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) dihitung dalam satuan rupiah penuh (dibulatkan ke bawah) tanpa angka dibelakang koma.

Dengan ketentuan ini, apabila pengisian jumlah PPN dan PPnBM pada e-Faktur angkanya dibulatkan ke atas maka bisa menyebabkan unggahan Faktur Pajak ditolak atau rejected.

3. Perubahan Ketiga

Ketentuan pembulatan PPN terbaru tertuang dalam Peraturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025. Melalui regulasi ini, pembulatan menjadi lebih jelas dan rinci seiring diberlakukannya sistem Coretax.

Baca Juga: Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

Ketentuan Pembulatan PPN

Berikut beberapa ketentuan teknis pembulatan PPN yang harus dipatuhi oleh wajib pajak:

1. Pembulatan ke Rupiah Penuh

Semua nilai PPN, DPP, dan PPnBM yang tercantum dalam faktur pajak, dokumen yang setara dengan faktur pajak, dan SPT Masa PPN wajib dibulatkan ke rupiah penuh tanpa angka desimal.

2. Aturan Pembulatan

Pembulatan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 129 ayat (3) PER-11/PJ/2025 disebutkan bahwa pembulatan dilakukan ke rupiah penuh dengan ketentuan:

  • Jika angka desimal kurang dari 0,50, dibulatkan ke bawah (contoh: Rp4567,49 menjadi Rp4567).
  • Jika angka desimal sama dengan atau lebih dari 0,50, dibulatkan ke atas (contoh: Rp4567,50 menjadi Rp4568).

3. Implementasi Pembulatan di e-Faktur dan SPT Masa PPN

Sistem e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN mewajibkan nilai yang diinput sudah dalam bentuk pembulatan rupiah penuh agar data dapat diterima dan diproses.

Contoh Pembulatan PPN

Agar lebih mudah memahami ketentuan pembulatan pajak pertambahan nilai dalam eFaktur, simak contoh berikut ini:

A. Contoh pembulatan salah

Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp21.889. Dengan demikian harga perhitungan PPN yakni Rp21.889 dikalikan 11% menjadi Rp2.407,79.

Kemudian dilakukan pembulatan ke bawah menjadi Rp2.407. Maka otomatis e-Faktur yang diupload akan gagal karena dianggap “PPN tidak 11% dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak)”.

B. Contoh pembulatan benar

Dari contoh di atas, jika dilakukan pembulatan ke atas sesuai ketentuan, karena angka desimalnya lebih dari 0,50, maka harus tertulis Rp2.408. Inilah cara pembulatan PPN yang benar.

Tabel Contoh Pembulatan PPN

Agar lebih mudah memahami bagaimana pembulatan PPN yang benar, simak tabel contoh berikut:

Penjelasan dari tabel:

a). Contoh 1:

DPP Rp8.945 x 11% = Rp983,95

  • Desimal 0,95 (lebih dari 0,50)
  • Maka dibulatkan ke atas menjadi Rp984

b). Contoh 2:

DPP Rp1.234.567 x 11% = Rp135.802,37

  • Desimal 0,37 (kurang dari 0,50)
  • Maka dibulatkan ke bawah menjadi Rp135.802

c). Contoh 3:

DPP Rp3.500.000,49 x 12% = Rp420.000,06

  • Desimal 0,06 (kurang dari 0,50)
  • Maka dibulatkan ke bawah menjadi Rp420.000

d). Contoh 4:

DPP Rp3.597.999 x 12% = Rp431.759,88

  • Desimal 0,88 (lebih dari 0,50)
  • Maka dibulatkan ke atas menjadi Rp431.760

Cara Melakukan Pembulatan PPN

Ikuti langkah-langkah berikut untuk memastikan pembulatan PPN sudah sesuai dengan ketentuan:

  1. Hitung DPP sesuai tarif yang berlaku, 11% untuk barang/jasa non-mewah, dan 12% untuk barang mewah.
  2. Hitung PPN dengan mengalikan DPP dan tarif PPN sesuai jenis barang/jasa.
  3. Lakukan pembulatan sesuai PER-11/PJ/2025.
  4. Masukkan nilai PPN yang sudah dibulatkan pada saat mengisi faktur pajak elektronik dan SPT Masa PPN.

Kesimpulan

Pembulatan PPN di e-Faktur harus dilakukan dengan tepat agar faktur tidak ditolak. Sesuai ketentuan, jumlah PPN harus dibulatkan ke bawah tanpa koma. Kesalahan dalam pembulatan, seperti membulatkan ke atas, dapat menyebabkan e-Faktur gagal diunggah. Pastikan untuk mengikuti aturan ini agar Faktur Pajak yang diunggah valid dan terhindar dari masalah.

Metode Perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi komponen yang digunakan untuk menentukan batas penghasilan yang dikenakan pajak, sehingga wajib pajak hanya membayar pajak atas penghasilan yang melebihi batas tersebut.

KWA Consulting akan membahas langkah-langkah menghitung PTKP, komponen yang mempengaruhi PTKP, dan contoh perhitungannya berdasarkan klasifikasi status wajib pajak sesuai peraturan terbaru.


Apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan penghasilan bruto yang diberikan kepada wajib pajak sebelum menghitung pajak penghasilan (PPh). Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan keringanan pajak bagi masyarakat sesuai dengan kondisi ekonomi dan status keluarga.

Dasar hukum PTKP yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan No.168 Tahun 2023,  Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 sebagaimana telah diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021.

 

Komponen untuk Menghitung PTKP

Beberapa komponen utama yang mempengaruhi PTKP adalah:

  • Status Perkawinan: Wajib pajak yang belum menikah, menikah, atau memiliki tanggungan.
  • Jumlah Tanggungan Keluarga: Maksimal 3 orang, seperti anak atau anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan penuh.
  • Regulasi yang Berlaku: PTKP dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun pajak tertentu.

Temukan detail besar PTKP terbaru berdasarkan status wajib pajak: PTKP Terbaru dan Peraturan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Langkah-Langkah Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak

Simak langkah-langkah atau tahapan cara menghitung PTKP:

1. Tentukan Status Perkawinan

Identifikasi status perkawinan Anda, apakah tidak menikah (TK), menikah (K), atau memiliki tanggungan keluarga (K/1, K/2, K/3).

2. Hitung Jumlah Tanggungan

Tentukan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dengan maksimal 3 orang.

3. Gunakan Tabel PTKP

Gunakan tabel PTKP terbaru sebagai referensi untuk menghitung batas penghasilan tidak kena pajak Anda.

4. Kurangi Penghasilan Bruto dengan PTKP

Setelah mengetahui nilai PTKP, kurangi penghasilan bruto Anda dengan nilai PTKP. Hasilnya adalah penghasilan kena pajak (PKP). Berikut infografis sederhana terkait tips cara menghitung besaran PTKP:

 

Besaran PTKP

Besaran PTKP diatur oleh Undang-Undang  beserta aturan turunan lainnya seperti Peraturan Kementerian Keuangan (PMK). Indonesia sendiri beberapa kali mengalami perubahan penyesuaian PTKP. Perubahan PTKP ini mengikuti perekonomian nasional, kondisi global juga inflasi. Terhitung Indonesia melakukan perubahan PTKP di tahun 2016 melalui PMK Nomor 101 Tahun 2016. Berikut daftar besaran PTKP berdasarkan PMK Nomor 101 tahun 2016:

Contoh Perhitungan PTKP Berdasarkan Status Wajib Pajak

Berikut contoh perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan klasifikasi status wajib pajak:

1. WP Tidak Kawin Tanpa Tanggungan (TK/0)

  • Besar PTKP WP Tidak Kawin (TK/0) Rp54.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak (PKP) = Rp70.000.000 – Rp54.000.000 = Rp16.000.000

2. WP Tidak Kawin Punya 1 Tanggungan (TK/1)

  • Besar PTKP WP Tidak Kawin (TK/0) Rp58.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp70.000.000 – Rp58.000.000 = Rp14.000.000

3. WP Tidak Kawin Punya 2 Tanggungan (TK/2)

  • Besar PTKP WP Tidak Kawin (TK/2) Rp63.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp70.000.000 – Rp63.000.000 = Rp7.000.000

4. WP Tidak Kawin Punya 3 Tanggungan (TK/3)

  • Besar PTKP WP Tidak Kawin (TK/3) Rp67.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp70.000.000 – Rp65.500.000 = Rp2.500.000

5. WP Kawin Tanpa Tanggungan (K/0)

  • Besar PTKP WP Kawin (K/0) Rp58.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp70.000.000 – Rp58.500.000 = Rp11.500.000

6. WP Kawin Punya 1 Tanggungan (K/1)

  • Besar PTKP WP Kawin + 1 tanggungan (K/1) Rp63.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp75.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp75.000.000 – Rp63.000.000 = Rp12.000.000

7. WP Kawin Punya 2 Tanggungan (K/2)

  • Besar PTKP WP Kawin + 2 tanggungan (K/2) Rp67.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 85.000.000

Penghitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp85.000.000 – Rp67.500.000 = Rp17.500.000

8. WP Kawin Punya 3 Tanggungan (K/3)

  • Besar PTKP WP Kawin + 3 tanggungan (K/3) Rp72.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp72.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp90.000.000 – Rp72.000.000 = Rp18.000.000

7. Penghasilan Istri + Suami Digabung Tanpa Tanggungan (K/I/0)

  • Besar PTKP Penghasilan Istri + Suami Digabung Tanpa Tanggungan (K/I/0) Rp112.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp140.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp140.000.000 – Rp112.500.000 = Rp27.500.000

8. Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 1 Tanggungan (K/I/1)

  • Besar PTKP Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 1 Tanggungan (K/I/1) Rp117.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp140.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp140.000.000 – Rp117.000.0000 = Rp23.000.000

9. Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 2 Tanggungan (K/I/2)

  • Besar PTKP Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 2 Tanggungan (K/I/2) Rp121.500.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp140.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp140.000.000 – Rp121.500.000 = Rp18.500.000

10. Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 3 Tanggungan (K/I/3)

  • Besar PTKP Penghasilan Istri + Suami Digabung Punya 3 Tanggungan (K/I/3) Rp126.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp140.000.000

Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = Rp140.000.000 – Rp126.000.000 = Rp14.000.000

 

Kesimpulan 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengurangi pajak yang harus dibayar, sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan keluarga. PTKP dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku dan dapat bervariasi tergantung pada status pribadi wajib pajak. Tujuan utamanya adalah memberikan keringanan pajak, terutama bagi mereka dengan penghasilan rendah atau banyak tanggungan keluarga. Nah itulah informasi Tentang SPPH, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Berikut Beberapa Panduan Pajak Penghasilan PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) merupakan regulasi yang dapat digunakan wajib pajak yang punya penghasilan dari luar negeri.

Penghasilan tersebut telah dikenakan pajak oleh otoritas pajak di luar negeri, sehingga PPh yang telah dibayarkan wajib pajak itu dapat digunakan untuk mengurangi jumlah PPh yang harus dibayar di dalam negeri.

Selengkapnya penjelasan tentang PPh 24 dan kaitannya dengan pengurang PPh terutang di Indonesia yang dapat dimanfaatkan wajib pajak, KWA Consulting akan mengulasnya untuk Anda.

 

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24

PPh Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur tentang hak wajib pajak (WP) untuk memanfaatkan kredit pajaknya di luar negeri untuk mengurangi jumlah nilai pajak penghasilan terutang yang dimiliki di Indonesia.

Artinya, pajak penghasilan yang telah dibayar WP di luar negeri dapat digunakan untuk mengurangi jumlah PPh yang harus dibayarkan di dalam negeri.

Namun pajak penghasilan pasal 24 ini hanya diperuntukkan bagi WP yang menerima penghasilan dari luar negeri selama satu tahun pajak.

PPh 24 ini menjadi fasilitas pajak dari pemerintah yang bertujuan untuk menghindari pembayaran ganda oleh warga negara Indonesia yang memiliki pendapatan di luar negeri.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang berbunyi:

“Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama”.

Subjek dan Objek PPh 24

Wajib pajak yang menjadi subjek atau dapat memanfaatkan hak kredit pajak PPh Pasal 24 di antaranya WP Orang Pribadi atau Badan dan Bentuk Usaha tetap (BUT) yang memiliki pendapatan dari luar negeri dan terutang PPh.

Sedangkan sumber penghasilan yang menjadi objek PP 24 yakni penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri sesuai Pasal 24 ayat (3) UU PPh, seperti:

  1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya
  2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak
  3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tidak bergerak
  4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  5. Penghasilan dari BUT di luar negeri
  6. Penghasilan dari pengalihan hak penambangan atau pembiayaan/permodalan perusahaan pertambangan di luar negeri
  7. Keuntungan dari pengalihan harta tetap di luar negeri
  8. Keuntungan dari pengalihan harta dari BUT di luar negeri

Baca Juga: Pemerintah menerapkan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bulanan

Contoh Perhitungan PPh Pasal 24

Perlu diperhatikan, apabila jumlah total kredit pajak luar negeri lebih besar dari PPh terutang yang dimiliki di Indonesia, maka yang dapat dikurangkan dengan PPh terutang dalam negeri hanya sejumlah pajak terutang yang dimiliki di dalam negeri.

Simak contoh perhitungannya berikut:

PT AAA pada 2024 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp30.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp15.000.000.000, dengan asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.

Maka total penghasilan PT AAA yang tercatat sebesar Rp45.000.000.000 karena penjumlahan dari penghasilan dalam negeri dan penghasilan luar negeri.

Kemudian tarif PPh Badan yang berlaku saat ini sebesar 22%. Sehingga perhitungan PPh Terutangnya sebagai berikut:

= Tarif PPh Badan x Penghasilan Neto Dalam Negeri

= 22% x Rp30.000.000.000

= Rp6.600.000.000

PPh 24 yang dapat dikreditkan:

= (Penghasilan luar negeri/Total penghasilan) x Total PPh Terutang

= (Rp15.000.000.000/Rp45.000.000.000) x Rp6.600.000.000

= Rp2.200.000.000

Dengan demikian, PPh Terutang yang telah dibayarkan PT AAA di luar negeri sebesar Rp2.200.000.000.

Sehingga nominal kredit pajak PPh Pasal 24 yang dapat digunakan untuk mengurangi PPh Terutang di dalam negeri sebesar Rp2.200.000.000.

Anda juga dapat mengetahui lebih lanjut mengenai ketentuan pengkreditan atas pajak luar negeri PPh Pasal 24 ini dengan membaca artikel Kredit pajak Luar Negeri dan Cara Menghitungnya.

 

Manfaatkan Pengkreditan atas Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24

Apabila Anda memiliki penghasilan dari luar negeri, manfaatkan peraturan PPh Pasal 24 untuk dikreditkan atau dikurangkan dengan pajak penghasilan terutang di Indonesia.

Sehingga jumlah PPh terutang atau pajak penghasilan yang harus Anda bayarkan di dalam negeri menjadi lebih kecil.

Sebab ini menjadi hak Anda sebagai wajib pajak yang telah membayar atau memiliki penghasilan terutang pajak di luar negeri.

Sebagai wajib pajak badan.

Mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan dengan langkah-langkah yang mudah.

Setelah pembayaran dan pelaporan pajak selesai, Anda akan langsung menerima bukti bayar serta lapor sah dari Ditjen Pajak.

Seluruh riwayat transaksi perpajakan juga akan tersimpan otomatis dalam Fitur Arsip Pajak sehingga memudahkan Anda untuk mengaksesnya sewaktu-waktu saat dibutuhkan.

 

Kesimpulan

PPh Pasal 24 memberikan fasilitas bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri untuk mengurangi pajak terutang di Indonesia. Pajak yang telah dibayar di luar negeri dapat dikreditkan untuk mengurangi PPh yang harus dibayar di dalam negeri, sehingga mencegah pembayaran pajak ganda. Fasilitas ini berlaku bagi individu atau badan yang memperoleh pendapatan luar negeri dan terutang PPh di Indonesia, dengan ketentuan pengkreditan yang bergantung pada perhitungan tertentu. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00