Info

Simak Pemerintah Kaji Insentif PPh Badan Ditanggung Pemerintah untuk Sektor Pariwisata 10%

Pemerintah mengungkapkan rencana pemberian insentif untuk sektor pariwisata berupa Pajak Penghasilan (PPh) Badan ditanggung pemerintah sebesar 10%. Dengan demikian, jika kebijakan ini diterapkan maka wajib pajak badan di sektor pariwisata hanya akan dibebankan pajak sebesar 12% saja, dari tarif yang berlaku umum saat ini 22%. Kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan di internal pemerintah, yakni meliputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Kementerian Keuangan.

Adapun dalam pembahasan tersebut pihak Kementerian Keuangan diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.  Meski demikian, pemerintah belum mengungkapkan seberapa besar dampak kebijakan ini terhadap fiskal pemerintah. Pasalnya, pembahasan masih berlangsung.

 

Fasilitas Terbatas

Tidak semua wajib pajak yang bergerak di sektor pariwisata akan menikmati fasilitas. Sebab, pemberian akan terbatas pada Klasifikasi Lapangan Usaha tertentu (KLU).

Saat ini pemerintah masih mengkaji KLU yang akan tercakup dalam pemberian fasilitas. Karena hal ini terkait dengan besaran anggaran di dalam APBN yang akan dialokasikan untuk menanggung PPh Badan tersebut.

Pemerintah juga belum bisa memastikan kapan beleid mengenai hal ini dikeluarkan. Hanya saja, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini dikeluarkan untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan tarif pajak daerah. 

Khususnya jasa hiburan yang ditetapkan antara 40%-75% di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). 

 

Baca Juga : WNA yang Menikah dengan WNI, Bagaimana Penerapan Pajaknya?

 

Kesimpulan

Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap kenaikan tarif pajak daerah, terutama pada jasa hiburan yang ditetapkan antara 40%-75% dalam Undang-undang HKPD. Pemerintah sedang merancang kebijakan insentif PPh Badan untuk sektor pariwisata dengan harapan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut, namun rincian dan jadwal pelaksanaan masih dalam tahap pembahasan dan kajian lebih lanjut. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Bentuk penggunaan Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Sebagai pemahaman dasar, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tidak dikenakan pada objek pajak tertentu, melainkan hanyalah metode pembayaran pajak yang memiliki tarif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), bahwa pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan secara angsuran setiap bulannya dalam waktu satu tahun.

Jadi, tujuan metode angsuran PPh Pasal 25 ini menjadi opsi bagi wajib pajak pribadi maupun badan untuk meringankan keuangannya.

Alih-alih harus membayar pajak penghasilan terutangnya lunas seketika, dengan adanya Pasal 25 ini maka wajib pajak dapat mencicilnya setiap bulan sepanjang tahun berjalan.

 

Ketentuan Besar Angsuran PPh Pasal 25

Merujuk Pasal 25 ayat (1) UU PPh, besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi:

  1. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Lalu, bagaimana jika angsuran dilakukan sebelum SPT Tahunan disampaikan?

Merujuk Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), besarnya angsuran pajak yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Sedangkan dalam Pasal 25 ayat (4) disebutkan, apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Baca juga: Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

Siapa yang Menghitung Angsuran PPh 25?

Seperti diketahui, penerapan pajak penghasilan di Indonesia menganut sistem self assessment, yang artinya wajib pajak sendiri yang melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilannya.

Namun ada kalanya DJP yang menentukan besar angsuran PPh 25 tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

DJP berwenang menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Sementara itu, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (7) yakni bagi:

  • WP baru
  • Bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), WP masuk bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan ketentuan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala
  • WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto

 

Tarif PPh Pasal 25 Badan Berapa Persen?

Sejatinya, tidak ada istilah berapa tarif PPh Pasal 25 karena memang ini bukan pengenaan pajak pada suatu objek pajak, melainkan sebutan dari sebuah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

Jadi, pajak terutang yang harus dibayar disebut PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 adalah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan PPh tertutang tahun sebelumnya yang telah dikurangi dengan kredit pajak, seperti:

  • PPh Pasal 21
  • PPh Pasal 22
  • PPh Pasal 23
  • PPh Pasal 24 (pajak yang dibayar di luar negeri)
  • PPh Pasal 25 sebelumnya.

Jadi, pajak terutang yang harus dibayar disebut PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 adalah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

 

Rumus: Besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi 12 bulan = Angsuran pembayaran pajak (PPh 25)

 

Namun, bagi wajib pajak tertentu seperti usaha kecil atau perorangan, penghitungan dapat berbeda berdasarkan ketentuan pajak final (misalnya PPh Final UMKM 0,5%).

Berapa besar PPh terutang yang diangsur setiap bulannya?

Caranya, menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) terlebih dahulu, kemudian hasilnya dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku, lalu dibagi 12 bulan.

Dari situ akan ketemu cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan setiap bulannya atau pembayaran angsuran PPh 25.

Ada kalanya, pemerintah memberikan insentif pajak berupa potongan angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang atau insentif PPh 25.

 

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh Pasal 25 dituliskan dalam bentuk SPT Tahunan dengan penghitungannya selama setahun sekali setelah data penghasilan sudah lengkap selama satu tahun tersebut. Biasanya, penghitungannya dilakukan setelah laporan keuangan sudah memasuki masa tutup buku tahunan.

Dalam ketentuannya, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun pajak yang dibayarkan pada tahun berikutnya itu berdasarkan perhitungan PPh tahun pajak sebelumnya dalam pelaporan SPT Tahunan.

Contoh, PPh terutang tahun pajak 2024 yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2025 akan dibayarkan dengan cara diangsur selama tahun 2025.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Jasa Catering PPh 23

A. Contoh Soal PPh Pasal 25

Berikut beberapa contoh perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sebagai gambarannya:

1. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (1)

Contoh 1:

PPh yang terutang berdasarkan perhitungan PPh badan tahun 2023 Tuan A adalah Rp50.000.000, maka perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sebagai berikut:

Contoh Perhitungan PPh Pasal 25

Dengan demikian, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2025 sebesar Rp15.000.000 dibagi 12 bulan = Rp1.250.000.

Contoh 2:

Apabila PPh sebagaimana dimaksud pada contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2025, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar pada tahun 2025 adalah:

2. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (2)

Berdasarkan PPh Pasal 25 Ayat (2), mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan perhitungan di atas.

Sehingga, besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.

Contoh:

Tuan A menyampaikan SPT Tahunan PPh pada bulan Februari 2025, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar untuk bulan Januari 2025 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2024, misalnya sebesar Rp1.250.000.

Apabila dalam bulan September 2024 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil, sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2024 juga menjadi nihil.

Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Tuan A untuk bulan Januari 2025 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2024, yaitu nihil.

3. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (4)

Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Contoh:

Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 yang disampaikan Tuan A dalam bulan Februari 2025, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah Rp1.250.000.

Lalu pada bulan Juni 2025 telah diterbitkan SKP Tahun Pajak 2024 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 25 ayat (4) ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2025 adalah sebesar Rp2.000.000.

Catatan:

Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan SKP tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.

4. Perhitungan PPh 25 jika Memiliki Penghasilan Tidak Teratur

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur sesuai Pasal 25 ayat 6 UU PPh, DJP dapat menentukan besar PPh Pasal 25 dengan contoh perhitungan sebagai berikut:

Tuan A pada tahun 2024 memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp100.000.000 dan penghasilan tidak teratur sebesar Rp50.000.000.

Dengan demikian, penghasilan yang dapat dijadikan dasar perhitungan PPh 25 untuk tahun 2025 Tuan A hanya berasal dari penghasilan teratur saja yakni sebesar Rp100.000.000.

B. Contoh Soal PPh Pasal 25 Badan

PT AAA bergerak di bidang produksi makanan yang mana penjualannya dimasukkan ke banyak supermarket atau toko besar.

Tidak hanya itu, perusahaan ini juga melakukan ekspor ke luar negeri seperti Thailand dan Korea Selatan.

Misalnya pada data pajak, angsuran PPh 25 yang sudah dibayarkan adalah Rp168.982.456 dan jumlah penghasilan PT AAA dalam setahun lebih dari Rp50.000.000.000 maka penghitungannya menggunakan tarif PPh Badan 22%.

Adapun laba-rugi sebelum pajaknya atau penghasilan kena pajak sebesar Rp937.688.000.

Maka, perhitungan PPh Pasal 25 Badan dari PT AAA sebagai berikut:

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25

1. Perhitungan PPh 25 Badan jika Ada Kompensasi Kerugian

Dalam Pasal 25 ayat 6 UU PPh, Ditjen Pajak dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal terdapat kompensasi kerugian bagi wajib pajak.

Contoh soal PPh 25 atas hak kompensasi kerugian tersebut sebagai berikut:

PT AAA tahun 2024 memiliki penghasilan sebesar Rp4.000.000.000. Kemudian PT AAA memiliki sisa kerugian tahun 2023 yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp2.000.000.000.

Sedangkan sisa kerugian yang belum dikompensasikan pada tahun 2023 sebesar Rp1.000.000.000.

Pada tahun 2024 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain sebesar Rp200.000.000. PT AAA juga tidak memiliki pajak terutang atau dibayar di luar negeri.

Maka, angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar PT AAA sebagai berikut:

2. Perhitungan PPh 25 jika Membetulkan Sendiri SPT Tahunan

Dalam Pasal 25 ayat 6 UU PPh. DJP berwenang menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, salah satunya karena wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan pajak.

Namun dari pembetulan sendiri SPT Tahunan Pajak tersebut mengakibatkan angsuran pajak menjadi lebih besar dari angsuran pajak sebelum dilakukannya pembetulan.

Dengan demikian, angsuran PPh 25 atas pembetulan sendiri SPT Tahunan pajak yang menyebabkan angsuran pajak jadi lebih besar tersebut, dapat dilihat dari contoh berikut:

PT CCC menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 pada tanggal 15 Maret 2024, dengan data sebagai berikut:

Kemudian PT CCC melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 pada tanggal 12 Juli 2024, dengan data baru sebagai berikut:

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2024 dihitung sebagai berikut:

1. Angsuran PPh 25 untuk masa Januari – Februari 2024 sama besar dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2023 yakni masing-masing Rp6.166.666.

2. Angsuran PPh 25 untuk masa Maret – Juni 2024 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 sebelum pembetulan sebagai berikut:

PPh Pasal 25 untuk masa Maret – Desember 2024 sebesar Rp74.000.000 / 12 bulan = Rp6.166.666.

PPh 25 masa Maret – Juni 2024 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh 2023 setelah adanya pembetulan sebagai berikut:

PPh Pasal 25 untuk Masa Maret – Desember 2024 sebesar Rp96.000.000 / 12 bulan = Rp8.000.000.

PPh Pasal 25 masa Maret – Juni 2024 yang telah disetor masing-masing sebesar Rp6.166.666, akan tetapi yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp8.000.000.

Sehingga pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut menyebabkan kekurangan masing-masing sebesar Rp1.833.334 yang masih harus dibayarkan kembali.

Pajak kurang bayar yang harus disetorkan kembali tersebut dikenakan utang bunga berdasarkan berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak akibat pembetulan yang menyebabkan kurang bayar PPh.

Pengenaan sanksi bunga administrasi pajak akibat pembetulan SPT Tahunan PPh yang menyebabkan kurang bayar tersebut dihitung sejak:

  1. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Maret 2024 terhitung sejak 16 April 2024 hingga tanggal penyetoran.
  2. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa April 2024 terhitung sejak 16 Mei 2024 hingga tanggal penyetoran.
  3. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Mei 2024 terhitung sejak 16 Juni 2024 hingga tanggal penyetoran.
  4. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Juni 2024 terhitung sejak 16 Juli 2024 hingga tanggal penyetoran.

Baca juga: Youtuber kena pajak berapa??

C. Contoh Soal PPh Pasal 25 Badan dan Orang Pribadi Wajib Pajak Baru

Dalam Pasal 25 ayat 7 UU PPh, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru.

Guna memahaminya, berikut contoh soal PPh 25 badan dan pribadi sebagai wajib pajak baru:

1. WP Badan baru yang menyelenggarakan pembukuan

PT AAA terdaftar sebagai wajib pajak pada 1 Maret 2024 memiliki peredaran bruto sebesar Rp800.000.000.

Setelah dikurangi biaya, penghasilan neto PT AAA sebesar Rp200.000. Maka, besarnya PPh Pasal 25 Badan sebagai wajib pajak baru untuk masa Maret 2024 sebagai berikut:

2. WP Orang Pribadi baru yang menyelenggarakan pembukuan

Tuan A merupakan pengusaha yang baru terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi pada 1 Juli 2024 dengan status lajang.

Ia menjalankan usahanya dengan menggunakan metode pembukuan yang tercatat penghasilan bruto pada Juli 2024 sebesar Rp200.000.0000.

Biaya pengurang penghasilan bruto Tuan A sebesar Rp100.000.000. Maka besarnya PPh Pasal 25 pada Juli 2024 Tuan A sebagai berikut:

Penghasilan bruto Juli 2024   Rp200.000.000
Biaya pengurang yang diperkenankan   Rp150.000.000 (-)
Penghasilan neto Juli 2024   Rp50.000.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp50.000.000 x 12 bulan Rp600.000.000
PTKP (TK/0)   Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak   Rp546.000.000
PPh Terutang:    
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000  
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000  
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000  
30% x Rp295.999.740 Rp88.799.922 (+)  
Total PPh Terutang setahun   Rp184.299.922
Angsuran PPh 25 Juli 2024 Rp184.299.922/12 bulan Rp15.358.326

3. Orang Pribadi baru yang menyelenggarakan pencatatan metode NPPN

CV BBB merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Tuan B yang berstatus tidak menikah namun memiliki 3 tanggungan dan baru terdaftar sebagai wajib pajak pada 1 Juni 2024.

Tuan B atas usahanya tersebut memiliki peredaran bruto berdasarkan catatan selama Juni 2024 sebesar Rp150.000.000.

Persentase norma perhitungan CV BBB berdasarkan jenis usahanya adalah 15%. Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan B atas perusahaan CV BBB sebagai berikut:

Penghasilan bruto Juni 2024   Rp150.000.000
Penghasilan neto 15% x Rp150.000.000 Rp22.500.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp22.500.000 x 12 bulan Rp270.000.000
PTKP (TK/3)   Rp67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak   Rp202.500.000
PPh Terutang:    
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000  
15% x Rp142.500.000 Rp21.375.000 (+)  
Total PPh Terutang setahun   Rp24.375.000
Angsuran PPh 25 Juli 2024 Rp24.375.000/12 bulan Rp2.031.250

D. Contoh Soal PPh 25 Bank dan BUMN / BUMD

1. Wajib pajak bank

Bank BBB dalam laporan triwulan Juli hingga September 2024 tercatat penghasilan neto sebesar Rp800.000.000.

Maka angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Oktober, November, Desember 2042 sebagai berikut:

Penghasilan Neto Triwulan   Rp800.000.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp800.000.000 x 4 triwulan Rp3.200.000.000
PPh Terutang 5% x Rp3.200.000.000 Rp160.000.000
Besar PPh 25 masa Oktober, November, Desember 2022 Rp160.000.000/12 bulan Rp13.333.333,33
    (dibulatkan Rp13.333.333)

2. Wajib pajak BUMN atau BUMD

PT CCC merupakan BUMN yang memiliki penghasilan neto sebesar Rp5.000.000.000, yang punya kredit pajak berasal dari PPh 22, 23, dan 24 sebesar Rp500.000.000.

Maka angsuran PPh Pasal 25 badan usaha BUMN untuk tahun 2024 sebagai berikut:

Penghasilan neto   Rp5.000.000.000
PPh Terutang 22% x Rp5.000.000.000 Rp1.100.000.000
Kredit pajak PPh 22, 23, 24   Rp500.000.000 (-)
PPh dibayar sendiri   Rp600.000.000
Besar PPh 25 untuk tahun 2024 Rp600.000.000/12 bulan Rp50.000.000

Batas Waktu Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25

Merujuk Pasal 2 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Misal, bulan Mei 2024, maka angsuran PPh Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 Juni 2024.

Pasal 9 PMK 242/2014 menyebutkan, apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran/penyetoran dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.

Hari libur tersebut di antaranya: hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), atau cuti bersama nasional.

Dengan begini, wajib pajak bisa membayarkan angsuran PPh Pasal 25 tanpa terhambat hari libur atau kantor pajak yang sedang tidak membuka layanan offline di KPP.

Penggunaan sistem pajak online yang semakin praktis juga mendorong wajib pajak semakin taat pada jadwal penyetoran pajak.

Karena sistem yang terhubung selama 24 jam, Anda bisa membayar kapan saja dan di mana saja, dan setiap setoran akan dapat masuk ke laporan DJP saat itu juga.

Artinya, sistem ini menggunakan model real time sebagai dasar operasionalnya.

 

Sanksi Telat Bayar dan Lapor PPh Pasal 25

Selain wajib membayar/menyetorkan angsuran pajak penghasilan pasal 25, WP juga harus melaporkan SPT pajaknya.

Apabila terlambat melakukan pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 25, akan dikenai tarif bunga sanksi administrasi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

 

Kesimpulan

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25) adalah metode pembayaran pajak penghasilan secara angsuran bulanan sepanjang tahun berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya, yang bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak. Setiap bulan, wajib pajak membayar angsuran berdasarkan perhitungan PPh terutang yang dibagi 12 bulan, dengan beberapa ketentuan khusus bagi wajib pajak tertentu. Angsuran ini dihitung berdasarkan SPT Tahunan sebelumnya dan dapat disesuaikan jika ada perubahan atau ketetapan pajak. Pembayaran angsuran dilakukan hingga batas waktu yang ditentukan dengan potensi sanksi bunga jika terlambat. Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera lapor SPT tahunan sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

WP Terkendala Input SKPPKP, DJP Mutakhirkan Aplikasi e-Form

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lakukan pemutakhiran aplikasi e-form terkait pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan karena adanya kelebihan pembayaran (restitusi). 

Hal itu dilakukan setelah adanya kendala dalam penginputan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), pada aplikasi e-form SPT Tahunan Pembetulan sebelum Tahun Pajak 2022.

Sebagai informasi SKPPKP merupakan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pajak atas permohonan pengembalian atau restitusi pendahuluan yang diajukan wajib pajak. Adapun, SKPPKP berisikan informasi yang terdiri dari jumlah restitusi pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak. 

Dalam Pengumuman Direktur Jenderal Pajak nomor PENG-1/PJ.09/2024 dijelaskan, setelah dilakukan pemutakhiran tersebut maka penginputan SKPPKP pada formulir SPT Tahunan pembetulan sebelum tahun pajak 2022, dapat dilakukan dengan cara berikut.

Pertama, untuk e-form 1770, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1770-II bagian A, dengan cara mengisikan di setiap kolomnya data-data, diantaranya:
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
4) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan tanggal SKPPKP;
5) kolom jenis pajak: diisi dengan “PPh 21”;
6) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi nol;
7) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi bilangan negatif nilai SKPPKP

Baca Juga : GAK BAYAR DENDA PAJAK BISA DIPENJARA???

 

Kedua, pada e-form 1770S, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1770S-I bagian C, dengan mengisikan di setiap kolomnya data-data seperti: 
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
4) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan tanggal SKPPKP;
5) kolom jenis pajak: diisi dengan “PPh 21”;
6) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi nol;
7) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi bilangan negatif nilai SKPPKP

Ketiga, pada e-form 1771 dan 1771$, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1771-III pada bagian kredit pajak PPh 21/26, dengan mengisikan di setiap kolomnya data-data seperti: 
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom jenis penghasilan: dipilih dengan “Imbalan/jasa lainnya”;
4) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi dengan angka nol;
5) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi dengan bilangan negatif nilai SKPPKP;
6) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
7) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
8) kolom alamat pemotong/pemungut: diisi dengan nama KPP; dan
9) kolom NTPN: tidak diisi.

 

Kesimpulan

Pemutakhiran aplikasi e-form oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan langkah yang positif untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam penginputan SPT Tahunan pembetulan. Petunjuk yang rinci tentang penginputan SKPPKP pada formulir 1770, 1770S, 1771, dan 1771$ memberikan kejelasan kepada wajib pajak, membantu mengatasi kendala yang ada, dan memastikan keakuratan dalam proses restitusi. Ini mencerminkan komitmen DJP untuk memberikan pelayanan yang baik dan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

Apakah THR Kena Pajak?

Ya, Tunjangan Hari Raya atau THR merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan pajak.

Berdasarkan peraturan Menteri Ketenagakerjaan, pemberian THR wajib dibayarkan secara penuh atau proporsional sesuai masa kerja kepada pekerja/buruh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

  • THR harus diberikan kepada pekerja/buruh yang telah:
  • Bekerja selama 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang berstatus sebagai karyawan tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), ataupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Maupun pekerja lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Jenis Pajak yang Dikenakan pada THR

Jenis pajak yang dikenakan pada THR adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21),

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, THR dianggap sebagai tambahan penghasilan yang sifatnya tidak terpisahkan dari penghasilan rutin seorang karyawan.

Pajak tunjangan hari raya dihitung berdasarkan jumlah THR dan total penghasilan karyawan dalam setahun. PPh 21 dikenakan langsung oleh pemberi kerja melalui mekanisme pemotongan pajak.

Baca juga: Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

Dasar Hukum Pajak THR

Dasar hukum yang mengatur pajak THR antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh: Dalam Pasal 21 diatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan, termasuk penghasilan tidak rutin seperti THR.
  • UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP): Memperbarui ketentuan tarif pajak progresif yang berlaku, yang juga berdampak pada perhitungan pajak THR.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168/PMK.03/2023: Memberikan panduan teknis mengenai perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21, termasuk untuk penghasilan tambahan seperti THR.
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2023: Mengatur tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.

Ketentuan ini menjelaskan bahwa penghasilan berupa THR dikenakan PPh sesuai tarif progresif berdasarkan penghasilan kena pajak.

 

Ketentuan Tunjangan Hari Raya (THR) Kena Pajak

Mekanisme pengenaan pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR) dilakukan melalui pemotongan langsung oleh pemberi kerja. Dengan demikian, karyawan atau pekerja menerima THR yang sudah dipotong pajaknya oleh perusahaan atau pemberi kerja.

Berdasarkan BAB II Pasal 2 PER-16/PJ/2016, pihak yang bertindak sebagai pemberi kerja meliputi:

  • Orang pribadi
  • Badan hukum
  • Cabang, perwakilan, atau unit usaha.

Namun, terdapat pengecualian bagi beberapa pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan pajak atas THR, yaitu:

  • Kantor perwakilan negara asing,
  • Organisasi internasional yang bukan subjek PPh sesuai ketentuan dalam PMK,
  • Organisasi internasional yang pengaturan pajaknya didasarkan pada perjanjian internasional (diatur dalam PMK),
  • Orang pribadi sebagai pemberi kerja yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan hanya mempekerjakan individu untuk keperluan rumah tangga, bukan dalam konteks kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

 

Komponen untuk Menentukan THR dan Pajaknya

Untuk menghitung pajak THR, diperlukan beberapa komponen berikut:

  • Jumlah THR yang diterima.
  • Penghasilan bulanan atau tahunan karyawan.
  • Status karyawan (lajang atau sudah menikah).
  • Jumlah tanggungan keluarga yang dilaporkan.
  • Pengurangan seperti biaya jabatan, iuran pensiun, dan lainnya.

 

Langkah-Langkah Perhitungan Pajak THR

Berikut adalah tahapan untuk menghitung pajak THR:

  1. Tentukan total penghasilan bruto. Tambahkan THR ke penghasilan bruto tahunan.
  2. Hitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sesuaikan dengan status pernikahan dan tanggungan.
  3. Kurangi biaya jabatan. Biaya jabatan maksimal adalah 5% dari penghasilan bruto atau Rp6 juta per tahun.
  4. Hitung penghasilan kena pajak (PKP). Total penghasilan bruto dikurangi PTKP dan biaya jabatan.
  5. Terapkan tarif progresif PPh 21. Gunakan tarif progresif untuk menghitung pajak berdasarkan lapisan Penghasilan Kena Pajak.

Baca juga: Mengenal Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya

 

Contoh Perhitungan Pajak THR

Tuan A karyawan di PT BBB berstatus menikah tanpa tanggungan dengan gaji sebesar Rp15 juta sebulan, mendapatkan THR dari perusahaan pada perayaan hari besar keagamaan. Berikut rincian dan perhitungan pajaknya:

  • Status: Menikah tanpa tanggungan (K/0)
  • Penghasilan Bulanan (Gaji): Rp15.000.000
  • THR: Rp15.000.000
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Rp58.500.000 (status K/0)
  • Penghasilan Setahun (tanpa THR): Rp15.000.000 × 12 = Rp180.000.000
  • Total Penghasilan Bruto (dengan THR): Rp180.000.000 + Rp15.000.000 = Rp195.000.000

Perhitungan:

1. Kurangi Biaya Jabatan

  • Biaya jabatan: 5% dari total penghasilan bruto setahun (maksimal Rp6.000.000 per tahun atau Rp500.000)
  • Karena penghasilan bruto Rp195.000.000, biaya jabatan adalah: Rp195.000.000 × 5% = Rp9.750.000 (tapi dibatasi maksimal Rp6.000.000).
  • Biaya jabatan yang diakui: Rp6.000.000.

2. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

  • Total bruto setelah biaya jabatan: Rp195.000.000 − Rp6.000.000 = Rp189.000.000
  • Kurangi PTKP (K/0): Rp189.000.000 − Rp58.500.000 = Rp130.500.000
  • PKP: Rp130.500.000

3. Hitung Pajak Berdasarkan Tarif Progresif

Tarif pajak progresif berlaku sebagai berikut:

  • Lapisan 1: Penghasilan hingga Rp60.000.000 dikenakan 5%: Rp60.000.000 × 5% = Rp3.000.000
  • Lapisan 2: Penghasilan Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000 dikenakan 15%: (Rp130.500.000 − Rp60.000.000) = Rp70.500.000 × 15% = Rp10.575.000

Total pajak (PPh 21): Rp3.000.000 + Rp10.575.000 = Rp13.575.000

4. Pajak yang Dibebankan pada THR

Karena pajak dihitung secara proporsional, kita cari persentase pajak atas total penghasilan (Rp195.000.000):

  • Proporsi Pajak THR = THR / Total Penghasilan Bruto × Total Pajak
  • Proporsi Pajak THR = Rp15.000.000 / Rp195.000.000 × Rp13.575.000 = Rp1.044.231 

Hasil Akhir:

  • Pajak yang dikenakan pada THR Budi adalah Rp1.044.231.
  • THR yang diterima setelah pajak: Rp15.000.000 − Rp1.044.231 = Rp13.955.769.

 

Tips Menghitung Pajak THR

  • Gunakan kalkulator PPh online. Banyak situs pajak menyediakan kalkulator PPh gratis untuk mempermudah perhitungan.
  • Periksa dokumen penghasilan. Pastikan semua komponen penghasilan telah dihitung dengan benar.
  • Konsultasikan dengan pihak HR atau konsultan pajak. Hal ini membantu memastikan tidak ada kesalahan dalam perhitungan.

 

Kesimpulan

THR dikenakan pajak penghasilan (PPh 21) berdasarkan UU PPh, UU HPP, dan peraturan terkait, dihitung dengan tarif progresif sesuai penghasilan tahunan, PTKP, dan biaya jabatan. Perhitungannya meliputi penjumlahan THR ke penghasilan bruto, pengurangan PTKP, dan penerapan tarif progresif. Untuk mempermudah, gunakan HRIS Mekari Talenta dan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak untuk pengelolaan pajak THR. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pribadi

Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 diatur dalam:

  • Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023 yang mengatur metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk pemotongan bulanan.
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

 

Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi dengan Tarif Efektif Rata-rata (TER)

Berikut adalah tahapan dalam penghitungan pajak penghasilan pribadi menggunakan skema PPh 21 TER:

1. Menghitung Penghasilan Bruto Bulanan

Anda dapat melakukan kalkulasi penghasilan bruto setiap bulan. Penghasilan bruto adalah total penghasilan bulanan karyawan, termasuk:

  • Gaji pokok.
  • Tunjangan tetap.
  • Bonus bulanan (jika ada).

Penghasilan bruto tidak mencakup komponen tidak tetap seperti uang lembur atau perjalanan dinas.

2. Pengurang Penghasilan Bruto

Pengurang meliputi:

  • Biaya Jabatan: 5% dari gaji bruto (maksimal Rp500.000 per bulan).
  • Iuran Pensiun: 2% dari gaji pokok.
  • Iuran Jaminan Hari Tua (BPJS Ketenagakerjaan): 2% dari gaji pokok (dibayarkan oleh karyawan).

3. Penghitungan Penghasilan Neto Bulanan

Penghasilan neto bulanan dihitung dengan rumus:

  • Netto Bulanan = Bruto Bulanan − Total Pengurang
  • Netto Bulanan=Bruto Bulanan−Total Pengurang

4. Menghitung Penghasilan Neto Tahunan

Penghasilan neto bulanan dikalikan 12 untuk mendapatkan penghasilan neto tahunan:

  • Neto Tahunan = Neto Bulanan × 12
  • Neto Tahunan = Neto Bulanan×12

Baca juga: Mengenal Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya

5. Perhitungan PKP dan Tarif Pajak Progresif

Setelah menghitung penghasilan neto tahunan, kurangi dengan PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Terapkan tarif progresif pada PKP

Metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) digunakan untuk menghitung PPh 21 bulanan:

  • TER dihitung dengan membagi total pajak tahunan dengan total PKP tahunan, sehingga menghasilkan tarif rata-rata yang lebih akurat.
  • Pajak bulanan dihitung dengan mengalikan tarif TER dengan penghasilan kena pajak bulanan.

 

Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi PPh 21 TER

Untuk memudahkan pemahaman tentang penerapan tarif efektif rata-rata dalam menghitung PPh 21, berikut adalah contoh perhitungan untuk setiap status penerima penghasilan tersebut:

A. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tetap

Tuan B berstatus menikah dan memiliki 2 tanggungan (K/1) bekerja sebagai pegawai tetap di PT CCC selama tahun 2025 dengan penghasilan bruto yang diterima setiap bulannya, pembayaran premi JKK dan JKM, iuran pensiun, bonus maupun THR, dengan rincian pada tabel seperti berikut:

Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan (Rp) THR (Rp) Bonus (Rp) Premi JKK & JKM (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) TER Bulanan Kategori B PPh Pasal 21 (Rp)
Januari 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Februari 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Maret 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1. 190.000
April 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Mei 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Juni 10 juta 5 juta   10 juta 2 juta 27 juta 10% 2.700.000
Juli 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Agustus 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
September 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Oktober 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
November 10 juta 5 juta     2 juta 17 juta 7% 1.190.000
Desember 10 juta 5 juta 10 juta   2 juta 27 juta    
Jumlah 144 juta 60 juta 10 juta   24 juta 214 juta   14,6 juta

Berikut rincian biaya jabatan dan iuran pensiun yang dibayarkan Tuan B sebagai pengurang pajak:

No. Pengurang Penghasilan Bruto Jumlah 
1. Biaya jabatan maksimal setahun Rp6 juta
2. Iuran pensiun setahun Rp1,2 juta

Dengan rincian pada tabel tersebut, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025 sebagai berikut:

Penghasilan bruto setahun   Rp214 juta
Pengurang:    
– Biaya jabatan setahun Rp6 juta  
– Iuran pensiun setahun Rp1,2 juta (+)  
    Rp7,2 juta (-)
Penghasilan neto setahun   Rp206,8 juta
PTKP setahun:    
– untuk wajib pajak sendiri Rp54 juta  
– tambahan untuk menikah Rp4,5 juta  
– tambahan untuk 1 tanggungan Rp4,5 juta (+)  
    Rp63 juta (-)
Penghasilan kena pajak setahun   Rp143,8 juta
– 5% x Rp60 juta Rp3 juta  
– 15% x Rp83,8 juta Rp12,57 juta (+)  
    Rp15,57 juta
PPh 21 yang dipotong hingga November 2024   Rp14,6 juta (-)
PPh 21 harus dipotong pada Desember 2024   Rp970 ribu

B. Contoh Hitung PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Seperti yang diketahui, penghitungan pajak penghasilan bagi pegawai tidak tetap dibagi menjadi dua skema pembayaran, yaitu harian atau bulanan.

1. Penghasilan tidak dibayar bulanan kurang dari Rp2,5 juta

Tuan D mengerjakan pekerjaan tidak tetap di PT AAA pada Februari 2025 dan menyelesaikan pekerjaan tersebut selama 12 hari.

Kemudian Tuan D memperoleh penghasilan sebesar Rp2,4 juta atas penyelesaian pekerjaan tersebut untuk 12 hari atau Rp200 ribu/hari.

Karena penghasilannya masih di bawah Rp250 ribu per hari, maka perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif 0%.

Sehingga perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan harian Tuan D sebesar:
= Tarif efektif harian x Penghasilan bruto harian
= 0% x Rp200 ribu
= 0% x Rp200 ribu
= Rp0

Baca juga: Perhitungan PPN & PPh 23 Atas Jasa Freight Forwarding

2. Penghasilan tidak dibayar bulanan lebih dari Rp2,5 juta

Lalu pada bulan April 2025, Tuan D mendapatkan pekerjaan tidak tetap di PT EEE selama 2 hari dan memperoleh penghasilan sebesar Rp5,5 juta.

Oleh karena itu, penghasilan yang diterima Tuan D dikenakan pajak menggunakan perhitungan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU PPh.

Dengan demikian, penghasilan Tuan D sebagai pegawai tidak tetap dikenakan PPh 21 dengan perhitungan sebagai berikut:
=  5% x 50% x Rp5,5 juta
= Rp137,5 ribu

3. Penghasilan dibayar bulanan

Tuan B bekerja di PT EEE sebagai pegawai tidak tetap yang berstatus tidak menikah dan memiliki 2 tanggungan (TK/2) memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara bulanan.

Karena Tuan B merupakan berstatus TK/2 maka perhitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori C, dengan rincian perhitungan PPh 21 TER bulanan seperti berikut:

Bulan Penghasilan Bruto (Rp) TER Kategori B PPh 21 (Rp)
Januari 2 juta 0% 0
Februari 3 juta 0% 0
Maret 5 juta 0% 0
April 7 juta 0,75% 52,5 ribu
Mei 2 juta 0% 0
Juni 1 juta 0% 0
Juli 8 juta 1% 80 ribu
Agustus 2 juta 0% 0
September 4 juta 0% 0
Oktober 3 juta 0% 0
November 9 juta 1% 90 ribu
Desember 10 juta 1,5% 150 ribu
Jumlah 53 juta   372,5 ribu

C. Contoh Hitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Tuan A sebagai akuntan publik yang mendapatkan proyek untuk mengaudit keuangan PT GGG dan mendapatkan imbalan sebesar Rp350 juta.

Sehingga perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Tuan A tersebut sebesar:

1. Dasar pengenaan/pemotongan
= Pasal 17 UU PPh x (50% x Penghasilan bruto)
= Pasal 17 x (50% x Rp350 juta)
= Pasal 17 x Rp175 juta

2. Besar PPh 21
= 5% x Rp60 juta = Rp3 juta
= 15% x Rp115 juta = Rp17,250 juta
= Rp3 juta + Rp17,250 juta
= Rp20,250 juta

D. Contoh hitung PPh 21 Bukan Pegawai (Pengacara)

Tuan G berprofesi sebagai pengacara di Kantor Advokat AAA dengan perjanjian setiap jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh pengguna jasanya akan dipotong 10% oleh pihak kantor advokat AAA sebagai bagian penghasilan kantor advokat tersebut.

Kemudian 80% dari jasa konsultasi hukum yang dibayarkan pengguna jasa tersebut akan dibayarkan pada Tuan G setiap akhir bulan.

Selama 2025, rincian jasa konsultasi hukum yang dibayarkan oleh klien dari pemberian jasa Tuan G di Kantor Advokat AAA sebagai berikut:

Bulan Penghasilan Bruto (Rp)
Januari 35 juta
Februari 25 juta
Maret 40 juta
April 38 juta
Mei 45 juta
Juni 27 juta
Juli 50 juta
Agustus 42 juta
September 34 juta
Oktober 55 juta
November 46 juta
Desember 30 juta
Jumlah 467 juta

Atas rincian pembayaran oleh klien dari jasa konsultasi hukum tersebut, maka besar pemotongan PPh 21 dan penghasilan yang diperoleh Tuan G dari jasa konsultasi hukum di Kantor Advokat AAA sebagai berikut:

  • Menghitung Dasar Pemotongan PPh 21 = Penghasilan bruto x 50%.
  • Dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terkecil yakni 5%.
Bulan Penghasilan Bruto Dasar Pemotongan / DPP PPh 21 (Rp) Tarif Pasal 17 PPh 21 Terutang (Rp)
    (Penghasilan Bruto x 50%)   (DPP PPh 21 x Tarif Pasal 17)
Januari 35 juta 17,5 juta 5% 875 ribu
Februari 25 juta 12,5 juta 5% 625 ribu
Maret 40 juta 20 juta 5% 1 juta
April 38 juta 19 juta 5% 950 ribu
Mei 45 juta 22,5 juta 5% 1,125 juta
Juni 27 juta 13,5 juta 5% 675 ribu
Juli 50 juta 25 juta 5% 1,25 juta
Agustus 42 juta 21 juta 5% 1,05 juta
September 34 juta 17 juta 5% 850 ribu
Oktober 55 juta 27,5 juta 5% 1,375 juta
November 46 juta 23 juta 5% 1,15 juta
Desember 30 juta 15 juta 5% 750 ribu
Jumlah 467 juta 233,5 juta   10,625 juta

E. Contoh Hitung PPh 21 Subjek Lainnya

1. Komisaris tidak merangkap sebagai pegawai tetap perusahaan

Tuan H seorang anggota komisaris di PT KKK yang berstatus menikah dan menikah memiliki 1 anak. Selama 2025, Tuan H hanya menerima penghasilan berupa honorarium dari perusahaan sebesar Rp80 juta pada Desember 2025.

Atas penghasilan yang diperoleh Tuan H dari PT KKK tersebut, maka berikut perhitungan pajak penghasilannya:

  • Tuan H menikah dan punya 1 tanggungan, maka status PTKP-nya = (K/1).
  • Sesuai perhitungan tarif efektif rata-rata bulanan, perhitungan pemotongan PPh 21 atas honorarium Tuan H menggunakan tarif kategori TER B .
  • Tarif TER kategori B untuk status (K/1) dari penghasilan Rp80 juta sebesar 23%.

Maka perhitungannya sebagai berikut:
= Penghasilan bruto x Tarif efektif bulanan
= Rp80 juta x 23%
= Rp18,4 juta

2. Pegawai yang menarik dana pensiun

Tuan J bekerja di PT MMM sebagai pegawai tetap. Perusahaan mengikutsertakan pegawainya dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun SSS.

Pada Februari 2025 mengambil uang manfaat pensiun dari Dana Pensiun SSS sebesar Rp25 juta.

Maka, atas penarikan dana pensiun tersebut dikenakan pemotongan PPh 21 dengan perhitungan berikut:

  • Dasar pengenaan PPh 21 yakni penghasilan bruto
  • Tarif pajak yang digunakan yakni tarif pasal 17 UU PPh

Perhitungan:
= Tarif pasal 17 UU PPh x Penghasilan bruto
= 5% x Rp25 juta
= Rp1,25 juta

 

Tips Menghitung Pajak Penghasilan Pribadi

Berikut adalah 5 tips praktis untuk menghitung pajak penghasilan pribadi bagi pekerja:

1. Ketahui total penghasilan

Pastikan mencatat semua penghasilan bulanan, seperti gaji pokok, tunjangan tetap, dan bonus. Jangan lupa untuk mengecualikan pendapatan yang tidak dikenakan pajak, seperti uang lembur atau tunjangan perjalanan dinas.

2. Hitung pengurang pajak dengan benar

Gunakan data yang tepat untuk menghitung pengurang pajak, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang dibayar oleh karyawan sebagai komponen untuk mengurangi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.

3. Perbarui status PTKP

Pastikan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sudah sesuai karena akan memengaruhi jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak.

4. Manfaatkan kalkulator penghitung PPh 21

Gunakan aplikasi penghitung pajak atau kalkulator online untuk memudahkan perhitungan. Anda dapat menggunakan software HRIS Mekari Talenta agar perhitungan PPh 21 TER dapat dihitung secara otomatis.

5. Terapkan tarif pajak yang berlaku

Gunakan tarif pajak yang berlaku, yakni metode TER untuk perhitungan pajak bulanannya yang mencerminkan kewajiban pajak tahunan secara akurat.

 

Kesimpulan

Pemerintah menerapkan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bulanan guna menyederhanakan proses dan memastikan pemotongan pajak yang lebih akurat. Langkah-langkah perhitungannya meliputi menghitung penghasilan bruto, pengurang seperti biaya jabatan dan iuran pensiun, serta menghitung penghasilan neto dan PKP. Metode TER kemudian digunakan untuk menghitung pajak bulanan dengan membagi total pajak tahunan dengan PKP tahunan, menghasilkan tarif yang lebih akurat.Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Catat! Ini perhitungan bea cukai di indonesia

Pengertian Bea dan Cukai, Bea Masuk, Pajak Impor atau PDRI

Istilah bea adalah pungutan pajak atas barang atau komoditas dalam hal kegiatan ekspor maupun impor.

Selain itu, bea juga dikenakan terhadap barang atau komoditas tertentu yang dinilai perlu kena pajak.

Bea juga dikelompokkan menjadi 2 bentuk, yakni:

1. Bea Masuk

Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor.

2. Bea Keluar

Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.

Barang-barang yang terkena bea keluar antara lain:

  • Kulit
  • Kayu
  • Biji kakao
  • Kelapa sawit (CPO dan turunannya)
  • Produk hasil pengolahan mineral logam
  • Produk mineral logam dengan kriteria tertentu

Perhitungan Bea Keluar jika tarifnya ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorem), maka Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus berikut:
Rumus Bea Keluar
Sedangkan perhitungan bea keluar jika tarifnya ditetapkan secara spesifik, maka Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus:

 

Bea Masuk dan Jenisnya

Bea Masuk adalah pungutan atau bea dari barang impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI.

Aturan mengenai Bea Masuk barang impor ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10/1995 tentang Kepabeanan.

Berikut ini jenis-jenis bea masuk barang impor berdasarkan BAB IV Undang-Undang Kepabeanan:

1. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

Jenis Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau BMTP ini disebut juga safeguard, yakni bea masuk yang dikenakan pada barang impor, di mana jenis barang tersebut sudah kebanyakan diimpor.

BMPT dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang sejenis yang mengalami kerugian serius.

2. Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD)

Sedangkan jenis Bea Masuk Anti Dumping atau BMAD dikenakan pada barang impor yang ditetapkan sebagai barang dumping.

Barang dumping adalah barang yang harganya lebih murah dibanding barang sejenis di dalam negeri.

BMAD dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri supaya tidak kalah saing.

3. Bea Masuk Pembalasan (BMP)

Jenis Bea Masuk Pembalasan atau BMP adalah Bea Masuk yang dikenakan pada barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang-barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.

4. Bea Masuk Imbalan (BMI)

Jenis Bea Masuk Imbalan atau BMI ini dikenakan pada barang impor, yang ditemukan adanya subsidi dari pemerintah di negara pengekspor.

Dengan begitu, pengenaan Bea Masuk Imbalan atau BMI ini ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang yang sama.

Baca juga: Perbedaan Pajak Vs Pungutan Resmi Lainnya

Apa itu cukai?

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang memiliki sifat dan karakteristik tersendiri.

Sehingga jenis barang yang berkaitan dengan pengenaan pungutan ini dikenal dengan istilah barang kena cukai.

Barang kena cukai artinya barang-barang tertentu yang sifatnya dikonsumsi namun perlu dikendalikan dan diawasi peredarannya karena efek yang ditimbulkannya sehingga perlu dikenakan pungutan cukai.

Jenis barang kena cukai di antaranya:

  • Etanol atau etil alkohol
  • Minuman dengan kadar etil alkohol
  • Produk tembakau (seperti cerutu, sigaret, rokok, daun tembakau iris, dan hasil tembakau lainnya yang proses pembuatannya tidak sesuai dengan himbauan dari pemerintah)

 

Apa itu Pajak Impor atau PDRI?

Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atau pajak impor adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas komoditas atau barang-barang impor.

Pajak impor atau PDRI ini dihitung di luar dari bea masuk dan cukai.

Pajak impor atau PDRI terdiri dari beberapa jenis pajak, yakni:

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22 Impor)
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

PDRI atau pajak impor dihitung berdasarkan nilai impor barang.

Nilai impor merupakan nilai barang di dalam international commercial term CIF atau Cost, Insurance and Freight.

CIF adalah total nilai harga barang + ongkos kirim dan asuransi.

Dengan kata lain, nilai impor adalah hasil penambahan bea masuk dengan nilai impor suatu barang.

 

Bagaimana Perhitungan Biaya Bea Cukai di Indonesia?

Apabila selama ini Anda belanja online luar negeri sebesar US$75 bebas bea masuk, kini melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.010/2019, tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman, nilai bebas Bea Masuk turun menjadi USD3 per kiriman.

Akan tetapi, untuk barang jenis tekstil, sepatu, dan tas, tetap dikenakan bea masuk.

Berikut ketentuan pajak impor dalam PMK 199/2019:

  • Nilai impor kurang dari USD3 per kiriman atau setara Rp45.000 (kurs 2023 sekira Rp15.000 per dolar AS) => Bebas Bea Masuk, tapi dikenakan PPN 11% (tarif PPN sesuai UU HPP)
  • Nilai impor lebih dari USD3 hingga USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk 7,5% dan PPN 11%
  • Nilai impor lebih dari USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk, PPN, dan PDRI

Jika nilai total barang kiriman >USD1500 maka wajib menggunakan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) atau PIBK (Pemberitahuan Impor Barang Khusus) berdasarkan persamaan prinsip yang sama antar negara-negara yang terdaftar dalam World Trade Organization (WTO).

Penerima barang kiriman senilai lebih dari USD1500 ini harus menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) kepada Bea Cukai untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan.

 

Jenis Barang yang Dikenakan Tarif Pajak Impor Normal

Pemerintah telah menetapkan tarif normal bea masuk dan PDRI untuk untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen sebesar:

  • Tas khusus 15% – 20%
  • Sepatu khusus 15% – 25%
  • Produk tekstil dengan PPN 11%
  • Serta PPh Pasal 22 impor sebesar 7,5% hingga 10%
  • Untuk barang khusus yaitu Buku Ilmu Pengetahuan bebas dikenakan Bea Masuk 0%, PPN 0%, dan PPh 22 impor 0%.

Penetapan tarif normal ini ditujukan demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM (Industri Kecil Menengah) dan dikenakan pajak, dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum.

Baca juga: Simak Dampak Kenaikan Tarif PPN 12 Persen pada Barang Mewah

 

Cara Menghitung Pajak Impor Barang

Pajak impor ini dikenakan atas barang kiriman, bukan barang yang dibeli dengan cara dibawa langsung dari luar negeri.

Berikut cara menghitung pajaknya:

1. Hitung Nilai Dasar atau CIF

CIF (Cost-Insurance-Freight) atau CIF = Harga Barang (Cost) + Nilai Asuransi (insurance) + Biaya Kirim (freight).

2. Hitung CIF

Lalu CIF x (Tarif bea masuk 7,5%).

Khusus untuk barang seperti tas, sepatu, dan garmen dikenakan tarif bea masuk khusus seperti yang sudah disebutkan di atas.

3. Hitung DPP

Angka hasil dari penjumlahan CIF akan akan menjadi nilai DPP.

4. Hitung nilai akhir

Selanjutnya, DPP dikalikan PPN 11% dan dikalikan dengan PPh (kecuali PPh telah dikecualikan oleh pemerintah).

 

A. Contoh Perhitungan Bea Masuk untuk Hitung Pajak Impor atau Bea Cukai

Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 22 untuk Bea Masuk dan Pajak Impor/PDRI sesuai ketentuan pajak Bea Cukai:

Tuan A impor tas olahraga dari Perancis senilai USD1000, dengan biaya asuransi USD10, biaya pengiriman USD20.

Karena sepatu bukan merupakan barang yang tergolong mewah, maka sepatu yang diimpor Tuan A tidak termasuk barang kena PPnBM.

Maka hanya perlu membayar sejumlah tarif PPN impor dan PPh 22 impor.

Tas olahraga yang diimpor Tuan A memiliki kode HS 43040091, maka tarif Bea Masuk sebesar 20%.

Berikut perhitungan bea masuk untuk menghitung pajak impor dari pembelian sepatu impor:
Hitung Bea Masuk dan Cukai atau Pajak Impor Barang
Jumlah Uang untuk Belanja Impor Tas Olahraga
Dari perhitungan ini, maka Tuan A harus mengeluarkan uang untuk membeli tas olahraga impor dari Perancis sebesar:

Baca juga: Simak Manfaat Invoice Financing Bagi Industri Manufaktur

B. Contoh Barang Impor Tidak Kena Bea Masuk sesuai Aturan Pajak Bea Cukai

Seperti penjelasan di atas, sesuai PMK No. 199/2019, untuk barang impor senilai USD3 tidak akan dikenakan dikenakan Bea Masuk dan PPh 22 Impor.

Namun, bebas Bea Masuk impor ini tidak berlaku pada jenis produk tekstil, sepatu, dan tas.

Karena nilai impor yang tidak dipungut bea masuk hanya sebesar 3 dolar AS atau sekira Rp48.000 (kurs Rp16.000 per dolar AS), tentunya barang yang diimpor tidak tergolong mewah, sehingga juga terbebas dari pengenaan PPnBM impor.

Berikut contoh perhitungan bebas Bea Masuk impor barang belanja online.

Tuan A belanja online perhiasan imitasi dari Perancis seharga USD3 dengan biaya asuransi USD2 dan biaya pengiriman US$10.

Berikut perhitungan pajak impornya:

1. Penghitungan jika Kena PDRI

Namun, Tuan A dikenakan PDRI atas pembelian perhiasan imitasi dari Perancis tersebut.

Begini perhitungannya:

2. Jumlah Uang untuk Belanja Online

Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan Tuan A untuk membeli perhiasan imitasi dari belanja online tersebut sebesar:

 

Kesimpulan

Regulasi bea dan cukai memiliki dampak signifikan pada biaya impor, khususnya setelah perubahan aturan. Pemahaman mendalam mengenai jenis bea masuk, cukai, dan perhitungan pajak impor menjadi kunci untuk mengelola biaya dengan efektif. Penting bagi pelaku bisnis dan konsumen untuk terus memantau perubahan regulasi agar dapat mengantisipasi dampaknya pada keuangan. Kesimpulannya, pemahaman yang baik tentang sistem bea dan cukai sangat penting untuk mengoptimalkan aktivitas impor dan meminimalkan dampak finansial. Nah itulah informasi Tentang Bea Cukai, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00