Info

Tahukah anda tentang pajak yang bisa dikenakan atas event?

Jasa event organizer (EO) atau penyelenggara acara menjadi salah satu bisnis yang memiliki potensi besar. Apalagi setelah pandemi COVID-19 kian terkendali, beragam acara telah diperbolehkan untuk dihadiri oleh banyak tamu/penonton. Terbukti, PT Dyandra Media International Tbk, holding yang membawahi 28 perusahaan pada sektor industri meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 15,9 miliar pada kuartal III-2022. Pendapatan pada periode Januari-September 2022 ini dikontribusikan oleh segmen bisnis event organizer yang mencapai 77 persen. Lantas, bagaimana aspek perpajakan untuk jasa event organizer?

Apa itu event organizer?

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-11/PJ.53/2003, event organizer adalah sebuah kegiatan usaha yang dilakukan pengusaha jasa penyelenggara kegiatan. Kegiatan itu, meliputi penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, dan kegiatan lainnya yang memakai jasa penyelenggara acara.

Event organizer mempunyai beberapa jenis, yakni wedding organizer; jasa penyelenggara kegiatan khusus pada bidang musik atau hiburan; kegiatan pertemuan, seperti MICE. Selain itu, ada jenis event organizer di Indonesia yang mendaulatkan diri sebagai one stop service agency.

 

Apa saja pengenaan pajak event organizer?

Event organizer mempunyai beberapa macam kegiatan dan penghasilan yang juga akan dikenakan ragam jenis pajak, yakni:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
    Pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan terhadap pendapatan yang diperoleh atas jasanya dan dipungut langsung oleh penerima jasa. Untuk event organizer berbentuk badan, perlu melakukan pemungutan PPh 21 terhadap pendapatan karyawan mereka.
  • PPh Pasal 23
    Ketika event organizer berbentuk badan, maka harus melaporkan penghasilan yang didapatkan dengan dikenakan tarif PPh 23. Pemungutan langsung dilakukan oleh penerima jasa yang berbentuk badan, yakni dengan tarif sebesar 15 persen atau 2 persen mengikuti objek pajaknya. Tarif ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  • PPh Pasal 4 Ayat 2
    Bila event organizer melakukan penyewaan tanah atau gedung, maka perusahaan harus melakukan pembayaran dan melaporkan PPh Pasal 4 ayat 2.
  • PPh final 0,5 persen
    Jika omzet setiap tahun yang diperoleh usaha event organizer tidak melebihi Rp 4,8 miliar, maka dikenakan PPh final 0,5 persen.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Bila event organizer yang menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan beromzet setiap tahunnya melewati batas Rp 4,8 miliar, perusahaan harus melakukan pemungutan PPN sebesar 11 persen dari jasa yang diberikan.

Secara lebih rinci, PPN untuk jasa event organizer dikenakan atas kegiatan berikut:

  • Kegiatan event organizer dilakukan atas permintaan klien yang menggunakan jasa.
  • Pemesanan gedung, penentuan design, sound system, konsumsi, dan hal-hal lain yang bersangkutan dalam jasa event organizer.
  • Dasar pengenaan PPN adalah biaya yang dikenakan event organizer kepada klien, imbalan dari perolehan termasuk bagi hasil, dan perusahaan sebagai pemungut pajak.

 

KESIMPULAN

Jasa event organizer (EO) tunduk pada beberapa jenis pajak, termasuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh final 0,5%, dan PPN 11% bagi EO yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar. PPN dikenakan atas berbagai kegiatan EO seperti pemesanan gedung, desain, sound system, konsumsi, dll. Adherence pada regulasi perpajakan penting untuk menjalankan bisnis EO secara legal dan efisien.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Telaah Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran

 

Sekilas PPN atas Jasa Pelayaran

Bicara mengenai PPN atas jasa pelayaran berarti membahas mengenai dua bentuk jasa, yakni jasa angkutan penumpang dan jasa angkutan barang menggunakan kapal. Keduanya jelas memiliki perlakuan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berbeda.

Perlakuan PPN atas jasa pelayaran ini memang harus dibedakan, lantaran jasa pelayaran yang dimaksudkan untuk angkutan umum memiliki aturan PPN yang pastinya berbeda dengan jasa pelayaran yang dimaksudkan untuk angkutan barang/komersial.

Yang menjadi persamaan terkait perlakuan PPN atas jasa pelayaran angkutan penumpang dan barang adalah, untuk impor alat angkutan dan penyerahan alat angkutan serta impor dan penyerahan suku cadang terkait alat angkutan kapal. Terkait kegiatan impor dan penyerahan alat angkutan di air dan suku cadang, perlakuannya adalah tidak dikenakan PPN.

Baca Juga: Mahasiswa Belum Ber-NPWP Tapi Mau Investasi Obligasi??

 

Aturan Terkait PPN atas Jasa Pelayaran

Aturan yang melandasi perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang utama tentu saja Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Namun, terkait aturan teknisnya, maka ada beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berisi mengenai perlakuan PPN atas jasa pelayaran.

Untuk perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang berhubungan dengan jasa pelayaran angkutan umum, aturan yang menjadi dasar hukum adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28/PMK.03/2006. PMK ini mengatur mengenai jasa di bidang angkutan umum di darat dan air yang tidak dikenakan PPN.

Sementara, untuk perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang bersifat komersial, dalam arti sepenuhnya untuk pengangkutan barang, maka landasan hukum yang mendasarinya adalah, PMK No.75/PMK.03/2010.

 

Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran Bersifat Angkutan Umum

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang bersifat angkutan umum ini diatur dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006, dimana jasa pelayaran yang bersifat angkutan umum ini mendapat fasilitas tidak dikenakan pungutan PPN.

Memang, dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006 tidak disebutkan secara jelas mengenai jasa pelayaran. Namun, mengingat jasa pelayaran sifat alaminya adalah penggunaan moda transportasi kapal, maka PMK Nomor 28/PMK.03/2006 merupakan rujukan yang tepat jika ingin mengetahui perlakuan PPN atas jasa pelayaran bersifat angkutan umum.

Dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan angkutan umum air adalah angkutan yang mengangkut penumpang dan barang dari satu tempat ketempat lain menggunakan kapal dan beroperasi di laut, sungai dan danau. Termasuk juga di dalamnya adalah angkutan umum penyeberangan.

 

Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran Bersifat Komersial

Yang dimaksud dengan jasa pelayaran bersifat komersial di sini adalah, jasa pengurusan transportasi atau freight forwarding. Kegiatan usaha freight forwarding dimasukan dalam jasa pelayaran karena kegiatan usahanya juga dapat berfungsi sebagai Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).

Karena sifat usahanya juga dapat berfungsi sebagai EMKL, maka freight forwarding ini dapat juga diklasifikasikan sebagai jasa pelayaran. Terkait dengan perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang berbentuk EMKL ini, perhitungan yang digunakan adalah nilai lain.

Baca Juga: Simak Kriteria Keahlian Tertentu Serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Warga Negara Asing

Nilai lain merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPN. Penggunaan nilai lain PPN dimaksudkan untuk mengindentifikasi DPP yang bisa dikenakan pada beberapa transaksi tertentu, khususnya yang berada di luar klasifikasi DPP PPN pada umumnya.

Nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN untuk freight forwarding, yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi adalah sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

Artinya, PPN atas jasa pelayaran berbentuk freight forwarding ini penghitungannya adalah 10% x Harga Jual JKP. Jadi, tarif PPN-nya adalah 11% x 10% x Harga Jual JKP atau 1% x Harga Jual JKP.

Untuk transaksi terkait PPN atas jasa pelayaran berupa freight forwarding ini, pembuatan faktur pajaknya menggunakan kode faktur 040. Namun, pajak masukan oleh PKP yang bergerak di bidang freight forwarding tidak bisa dikreditkan. Buat dan kirimkan faktur pajak dengan kode 040 maupun kode lainnya, beserta invoice transaksi bisnis tersebut.

 

 

KESIMPULAN

Perlakuan PPN atas jasa pelayaran di Indonesia memiliki perbedaan tergantung pada jenis layanan, baik itu angkutan penumpang maupun angkutan barang. Untuk jasa angkutan umum, seperti penyeberangan, berlaku fasilitas tidak dikenakan PPN sesuai dengan PMK Nomor 28/PMK.03/2006.

Sementara itu, untuk jasa pelayaran bersifat komersial atau freight forwarding, aturannya diatur oleh PMK No.75/PMK.03/2010 dengan penghitungan PPN menggunakan nilai lain sebesar 10% dari jumlah yang ditagih. Penting untuk memahami peraturan ini agar dapat mengelola pajak dengan tepat sesuai jenis layanan pelayaran yang diberikan.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Kriteria Keahlian Tertentu Serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Warga Negara Asing

Ketentuan terbaru terkait pengenaan pajak penghasilan bagi warga negara asing tercantum dalam “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 dalam pasal 3 dan 4. Warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang mereka terima atau peroleh dari Indonesia dengan ketentuan mempunyai keahlian tertentu yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hanya berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang terhitung sejak menjadi SPDN. 

Penghasilan yang diperoleh oleh warga negara asing merupakan penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia dan tidak berlaku bagi warga negara asing yang ingin memanfaatkan persetujuan penghindaran pajak berganda antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra maupun yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda tempat warga negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.

Warga negara asing yang memiliki keahlian tertentu meliputi tenaga kerja asing yang menjabat pada pos jabatan tertentu serta peneliti asing dengan persyaratan sebagai berikut :

  1. Tenaga kerja asing yang dapat menduduki pos jabatan tertentu yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; 
  2. peneliti asing yang ditetapkan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggara ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi.

Dalam hal kriteria tertentu yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. Memiliki keahlian di bidang ilmu pengetahuan,teknologi, dan/atau matematika, yang dapat dibuktikan dengan:
  • Memiliki sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah negara asal tenaga kerja asing
  • Memiliki ijazah pendidikan
  • Memiliki pengalaman kerja paling sedikit minimal 5 (lima) tahun

 2. Memiliki kewajiban untuk dapat melakukan alih pengetahuan

Demikian penjelasan terkait ketentuan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia bagi Warga negara asing yang telah menjadi SPDN, kriteria keahlian tertentu, dan tata cara pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia bagi Warga negara asing.

 

KESIMPULAN

Peraturan ini menegaskan kriteria keahlian tertentu untuk WNA yang ingin dikenakan pajak di Indonesia, dengan fokus pada pemajuan pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, persetujuan penghindaran pajak berganda memberikan fleksibilitas bagi WNA yang ingin memanfaatkan kerjasama lintas negara tanpa beban pajak yang berlebihan.

Nah itulah informasi Tentang Perpajakan, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Mahasiswa Belum Ber-NPWP Tapi Mau Investasi Obligasi??

1. Pengertian NPWP dan Obligasi

NPWP merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan dan digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Obligasi merupakan surat berharga jangka menengah dan Panjang yang bisa diperdagangkan. Obligasi juga berisi janji oleh penerbit saham untuk membayar bunga berupa bunga selama jangka waktu tertentu untuk membayarkan kembali pokok obligasi kepada pembeli pada akhir jangka waktu yang ditentukan.

Pada saat ini, banyak sekali anak muda dan mahasiswa yang mau untuk berinvestasi namun masih belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Mahasiswa dapat berinvestasi tanpa NPWP dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) berupa Obligasi Negara Ritel, Mahasiswa bisa saja hidup tanpa NPWP. Tapi apakah rekening perantara memiliki NPWP wajib? Jawabannya tentulah tidak.

Yang penting saat membeli ORI adalah masa rilis awal. Tanpa NPWP, mahasiswa bisa menjadi investor, bahkan jika ORI dibeli sebelum masa penawaran berakhir.

Ada distributor yang memungkinkan pelajar tanpa NPWP memberi ORI. Tapi, beberapa distributor memerlukan NPWP merupakan sebagai salah satu persyaratan investasi ORI mereka.

Persyaratan NPWP tergantung pada mitra penjual obligasi. Ada mitra penjual yang meminta NPWP, tapi ada juga yang hanya meminta Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Satu keluarga itu dianggap tidak diperhitungkan sebagai satu-kesatuan ekonomi kalau memang menghendaki (persyaratan) NPWP, tapi belum punya NPWP, sesuai dengan prinsip perpajakan Indonesia. Jadi, mahasiswa bisa pinjam saja NPWP orang tuanya bisa ada di kepala keluarga beban (pajak).

Lalu mengenai tarif pajak penghasilan final (PPh) atas beban pajak wajib di masing-masing negara dan model bisnis berkelanjutan (BUT).

Tarif PPh final atas bunga obligasi adalah 10%, dengan 3 dasar pengenaan pajak (DPP). DPP pertama-tama menghitung jumlah bruto untuk bunga kupon obligasi berdasarkan berapa lama perkebunan telah dimiliki.

Kedua, untuk diskonto dari obligasi dengan kupon, DPP-nya adalah selisih lebih harga jual atau nilai nominal di tas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan. Ketiga, untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga, DPP yang dipakai yaitu selisih dari lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

Pengenaan PPh final itu tidak berlaku jika penerima penghasilan bunga obligasi merupakan Wajib Pajak dana pension dan Wajib Pajak bank didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

 

KESIMPULAN

Mahasiswa dapat berinvestasi tanpa NPWP dengan membeli ORI, namun penting untuk memperhatikan persyaratan distributor dan tarif PPh atas bunga obligasi. Meskipun tidak memiliki NPWP, ini bukanlah hambatan mutlak untuk berinvestasi.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Perbedaan Kantor Pajak Wilayah, KPP Madya, dan KPP Pratama

Mengingat pentingnya peran pajak dan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah selalu mengupayakan agar penyelenggaraan administrasi perpajakan dilakukan secara efisien, efektif, berintegritas, dan berkeadilan. Selain itu, penyempurnaan dari sisi penataan organisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga terus dilaksanakan untuk mewujudkan sebuah instansi perpajakan yang andal dan berintegritas.

Kantor DJP atau kantor pajak adalah tempat bagi masyarakat yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak (WP), sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga kemudian dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Namun, lebih dari itu, kantor pajak merupakan tempat untuk melaksanakan pelayanan, edukasi, pengawasan, dan penegakan hukum Wajib Pajak di bidang perpajakan.

Sehubungan dengan hal tersebut, kantor pajak dibagi menjadi Kantor Wilayah (Kanwil), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Secara umum, perbedaan antara Kanwil, KPP dan KP2KP adalah pada tugas dan wilayah yang menjadi wewenang masing-masing kantor sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan undang-undang.

 

1. Kantor Wilayah
Kantor Wilayah DJP yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah (Kanwil) merupakan instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak. Kanwil terdiri atas:

  • Kanwil WP Besar dan Kanwil Jakarta Khusus; dan
  • Kanwil selain Kanwil WP Besar dan Kanwil Jakarta Khusus.

Tugas Kanwil adalah melaksanakan analisis, penjabaran, koordinasi, bimbingan, evaluasi, dan pengendalian kebijakan serta pelaksanaan tugas di bidang pajak dalam wilayah kerjanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Salah satu fungsi yang paling membedakan antara Kanwil dan KPP adalah penyelesaian keberatan serta pelaksanaan urusan gugatan dan banding, yang mana ketiga fungsi tersebut diselenggarakan oleh Kanwil dan tidak diselenggarakan oleh KPP.

 

2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
KPP merupakan instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil. Jenis KPP terdiri atas:

  • KPP WP Besar;
  • KPP Khusus;
  • KPP Madya; dan
  • KPP Pratama.

Secara garis besar, perbedaan jenis KPP terdapat pada segmentasi WP yang dilayani. Segmentasi tersebut dapat ditetapkan berdasarkan besaran penghasilan, jenis WP atau jenis usaha yang dilaksanakan oleh WP. Sebagai contoh, KPP WP Besar dan KPP Khusus melayani WP yang memiliki penghasilan besar dalam skala nasional, sedangkan KPP Madya melayani WP dengan penghasilan cukup besar yang berada di wilayah Kabupaten/Kota. Lebih lanjut, KPP di lingkungan Kanwil WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil Jakarta Khusus, dan KPP Madya dikenal juga dengan istilah KPP BKM. 

 

KPP WP Besar
KPP WP Besar terdiri atas 4 (empat) KPP yang dibagi berdasarkan sektor yang diadministrasikan. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai pembagian KPP WP Besar:

  1. KPP WP Besar Satu mengadministrasikan WP dari sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan, dan jasa keuangan;
  2. KPP WP Besar Dua mengadministrasikan WP Besar dari sektor industri, perdagangan, dan jasa selain jasa penunjang pertambangan dan jasa keuangan;
  3. KPP WP Besar Tiga mengadministrasikan WP dari Perusahaan Negara/BUMN sektor pertambangan, industri dan perdagangan; dan
  4. KPP WP Besar Empat mengadministrasikan WP dari Perusahaan Negara/ BUMN sektor jasa dan WP Orang Pribadi tertentu.

Pembagian sektor, penentuan kriteria, dan/atau pemilihan WP ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 
KPP Khusus
KPP khusus terdiri atas 9 (sembilan) KPP yang dibagi berdasarkan kriteria tertentu. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai pembagian KPP Khusus:

  1. KPP Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA Satu), untuk WP penanaman modal asing (PMA) tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri kimia dan barang galian nonlogam;

  2. KPP Penanaman Modal Asing Dua (KPP PMA Dua), untuk WP PMA tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri logam dan mesin;

  3. KPP Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA Tiga), untuk WP PMA tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan; 

  4. KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA Empat), untuk WP PMA tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu;

  5. KPP Penanaman Modal Asing Lima (KPP PMA Lima), untuk WP penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor agrobisnis dan jasa tertentu;

  6. KPP Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA Enam), untuk WP PMA tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan perdagangan tertentu;

  7. KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora), untuk:
    a. WP bentuk usaha tetap yang berkedudukan di DKI Jakarta;
    b. Orang asing yang bertempat tinggal di DKI Jakarta;
    c. Bentuk usaha tetap yang merupakan PPMSE yang berkedudukan di dalam wilayah DKI Jakarta atau di luar DKI Jakarta;
    d. Wajib Pajak Badan yang merupakan PPMSE Dalam Negeri;
    e. Pedagang Luar Negeri;
    f. Penyedia Jasa Luar Negeri;
    g. PPMSE Luar Negeri; dan
    h. Organisasi internasional yang termasuk Subjek Pajak Penghasilan;
    Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana KPP WP Besar dan KPP Khusus, KPP Badora juga menyelenggarakan fungsi pemberian NPWP secara jabatan dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan

  8. KPP Minyak dan Gas Bumi, untuk WP Migas, dan WP selain WP Migas yang pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB harus dilakukan pada KPP Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
    Selain melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana KPP WP Besar dan KPP Khusus, KPP Minyak dan Gas Bumi juga melaksanakan tugas edukasi, pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum serta menyelenggarakan fungsi pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, pengelolaan basis data dan sistem informasi, serta penatausahaan dan pengawasan bagi WP di bidang Pajak Bumi dan Bangunan Minyak dan Gas Bumi areal perairan lepas pantai (offshore) dan tubuh  bumi serta Pajak Bumi dan Bangunan Sektor  Lainnya.

  9. KPP Perusahaan Masuk Bursa, untuk WP yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh otoritas pengawas pasar modal dan jasa keuangan, perusahaan efek nonbank, dan badan-badan khusus (self-regulatory organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar modal.


KPP Madya
KPP Madya adalah KPP untuk WP orang pribadi dan WP Badan besar tertentu dalam suatu Kanwil.  KPP Madya melayani WP dengan penghasilan cukup besar yang berada di wilayah Kabupaten/Kota. Pembagian sektor penentuan kriteria dan/atau pemilihan WP yang diadministrasikan oleh KPP Madya ditetapkan oleh DJP, secara terperinci ketentuan tersebut diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2014.

 
KPP Pratama
KPP Pratama dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

  1. KPP Pratama Kelompok I; dan
  2. KPP Pratama Kelompok II.

Perbedaan antara KPP Pratama Kelompok I dan KPP Pratama Kelompok II terdapat pada jumlah Seksi Pengawasan. KPP Pratama Kelompok I terdiri atas Seksi Pengawasan I-VI sedangkan KPP Pratama Kelompok II terdiri atas Seksi Pengawasan I-V.

 

3. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
KP2KP merupakan instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama. KP2KP mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi pajak, dan penyajian informasi perpajakan, melakukan edukasi dan konsultasi pajak, pelayanan, pengawasan dan ekstensifikasi pajak, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, dan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Pratama.

 

KESIMPULAN 

Pentingnya pembagian tugas ini untuk memastikan bahwa pelayanan dan pengawasan pajak dapat dilakukan dengan lebih terfokus dan sesuai dengan kebutuhan Wajib Pajak di berbagai tingkatan.

Dengan organisasi perpajakan yang terstruktur dan efisien, diharapkan penerimaan pajak dapat dioptimalkan, sambil memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan meningkatkan tingkat kepatuhan perpajakan secara keseluruhan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

Intip Persyaratan Agar PT Terima Tarif Pajak Penghasilan 3 Persen Lebih Rendah

Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Oleh karena itu, PT wajib menyetorkan pajak atas seluruh penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghitungan PPh terutang dilakukan dengan mengalikan penghasilan neto secara fiskal dengan tarif umum.

Tarif PPh Badan secara umum adalah 22%. Dasar hukum penetapan besar tarif tersebut diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tarif 22% mulai digunakan sejak Tahun Pajak 2022 dan diberlakukan secara nasional per 1 Januari 2022.

Meskipun penurunan tarif PPh diurungkan (tarif PPh Badan sempat direncanakan menjadi 20%), pemerintah tetap memberikan keistimewaan khusus bagi PT yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau disebut juga dengan perusahaan terbuka (Tbk.) atau go public. Sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (2b) Undang-Undang PPh, Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk PT dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah. Syaratnya, paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di BEI. Selain itu, PT harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sekitar satu tahun setelah tarif 22% berlaku, aturan pelaksanaan tentang persyaratan tertentu penerimaan tarif PPh lebih rendah untuk PT yang go public akhirnya disahkan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 64-68 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Untuk menerima tarif PPh 3% lebih rendah, PT yang go public harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada BEI paling rendah 40%;
  2. Saham yang disetor harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak;
  3. Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;
  4. Kepemilikan saham yang dimaksud dalam persyaratan ini tidak termasuk yang dimiliki oleh pihak dengan hubungan istimewa berupa pemegang saham pengendali dan/atau pemegang saham utama ataupun saham yang dimiliki PT dengan skema pembelian kembali saham (buyback)*;
  5. Pemenuhan ketentuan jumlah saham, banyaknya pihak yang memiliki saham, dan besarnya kepemilikan saham masing-masing pihak harus dipenuhi minimal 183 hari kalender dalam 1 Tahun Pajak; dan
  6. PT menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam hal tertentu, PT dapat melakukan buyback dan tetap memenuhi persyaratan untuk mendapat tarif PPh 3% lebih rendah (Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022). Atas pembelian kembali saham, Wajib Pajak harus melampirkan laporan hasil pelaksanaan pembelian saham yang diperdagangkan di BEI pada SPT Tahunan.

Apabila seluruh persyaratan di atas terpenuhi, maka besarnya tarif PPh Badan untuk PT yang go public adalah 19%, yang didapat dari 22% - 3%. Tarif PPh lebih rendah 3% dari Tarif PPh Badan, yaitu 19%, mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2020. Namun, apabila salah satu saja syarat tidak dipenuhi, PT harus menggunakan tarif 22% dalam menghitung PPh Badan, meskipun telah go public

Daftar Wajib Pajak PT yang memenuhi persyaratan tertentu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau pejabat yang ditunjuk kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak. Daftar PT yang berhak menerima tarif PPh lebih rendah beserta bentuk laporan yang disampaikan oleh PT kepada DJP diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

Adapun selain PPh Badan yang dibayarkan tahunan, beberapa jenis pajak penghasilan bagi PT antara lain:

  • PPh Pasal 25 sehubungan dengan angsuran atas kurang bayar PPh Badan Tahun Pajak sebelumnya;
  • PPh Pasal 23 sehubungan dengan pemotongan atas pembayaran dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus, sewa dan jasa;
  • PPh Pasal 22 sehubungan dengan pemungutan atas impor atau kegiatan usaha di bidang tertentu, serta pemungutan atas pembelian barang sangat mewah;
  • PPh Pasal 4 ayat (2) sehubungan dengan penghasilan yang merupakan objek pajak final;
  • PPh Pasal 26 sehubungan dengan penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri; dan
  • PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain kepada pegawai atau bukan pegawai.

Atas pajak penghasilan yang telah dipungut/dipotong wajib disetorkan dan dilaporkan setiap bulannya pada SPT masa.

Dengan berlakunya ketentuan Pasal 64-68 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, PT yang telah go public dan telah memenuhi seluruh persyaratan paling lambat sejak pertengahan Tahun Pajak 2022 dapat menerima penurunan tarif PPh, sehingga nantinnya dapat melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dengan tarif 19%. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih detail tentang daftar PT yang menerima pengurangan tarif PPh Badan serta bentuk pelaporan atas penerimaan penurunan tarif diharapkan dapat segera disahkan sehingga dapat memberi kepastian hukum bagi Wajib Pajak, khususnya PT dengan status go public atau terbuka.

 

KESIMPULAN
Pemahaman yang baik tentang jenis-jenis pajak penghasilan yang harus disetorkan oleh PT, seperti PPh Pasal 25, PPh Pasal 23, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 21, juga menjadi kunci dalam mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk pengelolaan keuangan yang tepat dan pemenuhan kewajiban pajak secara berkala.

Semua ini membawa kita bahwa pemahaman yang baik tentang pajak, khususnya bagi PT adalah kunci utama dalam menjalankan aktivitas bisnis secara legal dan berkelanjutan.

Nah itulah informasi Tentang Perpajakan, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00