Info

Tarif Sanksi Administrasi yang Terbaru

Dalam sanksi perpajakan, ditetapkan tarif sanksi pajak dihitung berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak terbaru.

Tarif bunga sanksi perpajakan Maret 2025, berlaku 1 – 31 Maret 2025 sebesar terendah 0,57% hingga tertinggi 2,24% berdasarkan KMK No. 3/KMK.10/2025.

Tarif bunga sanksi pajak periode Maret ini lebih rendah dibanding periode Februari 2025. Begitu juga dengan tarif imbalan bunga pajak yang lebih rendah dibanding bulan sebelumnya.

Tarif sanksi ini akan diperbaharui setiap bulannya melalui penerbitan Keputusan Menteri Keuangan yang dapat di cek pada website Badan Kebijakan Fiskal.

Ketahui tarif bunga sanksi pajak terbaru untuk mempermudah melakukan kewajiban pajak Anda.

 

Tentang Tarif Sanksi Perpajakan & Tarif Bunga Sanksi Pajak

Tarif bunga sanksi pajak ini sebagai dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga pada periode tertentu selama satu bulan.

Singkatnya, tarif bunga sanksi pajak ini untuk menghitung besar tarif sanksi pajak. Ketentuan tarif bunga sanksi pajak ini didasarkan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja s.t.d.t.d Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022.

Ada yang baru dalam komponen penetapan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang berlaku mulai Desember 2021, yakni penambahan ayat dalam Pasal 13 UU KUP dalam UU HPP yang sebelumnya diatur dalam UU Cipta Kerja.

Dalam UU HPP yang tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, revisi UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, ada penambahan pada Pasal 13 yakni Pasal 13 ayat (3b).

Baca juga: Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

Rumusnya :

Sanksi denda berdasarkan Suku Bunga Acuan BI, ditambah persentase denda sesuai ketentuan yang tercantum pada UU Cipta Kerja klaster perpajakan, dibagi 12 bulan berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

 

Tarif Sanksi Administrasi Pajak Mengacu Suku Bunga Acuan BI

Melalui UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan yang mengubah dan menambah beberapa pasal dalam UU No. 6/1983 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi atau denda mengacu pada Tarif Bunga Acuan BI yang besaran tarif bunga sanksi administrasi pajak perbulannya ditetapkan Menteri Keuangan.

Artinya, jika Menkeu menurunkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih rendah.

Sebaliknya, ketika Menkeu menaikkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih tinggi.

Dengan demikian, pengenaan sanksi pajak sejak berlakunya UU Cipta Kerja ini bersifat fluktuatif mengikuti pergerakan tingkat Suku Bunga Acuan BI (BI-7DRRR) dan besaran tarif bunga sanksi administrasi pajaknya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap bulannya.

Tentu saja, model pengenaan tarif sanksi pajak ini berbeda jika dibanding yang berlaku sebelumnya sebagaimana diatur dalam UU KUP.

Sebelumnya, tarif sanksi pajak sesuai UU KUP adalah single tarif, yakni 2% per bulan untuk sanksi keterlambatan atau kurang bayar pajak. Sebelumnya, sanksi administrasi pajak berlaku tarif tunggal sebagaimana diatur dalam UU KUP, contohnya:

  • Denda telat bayar pajak sebesar 2% per bulan dari waktu biaya pajak belum dibayarkan. Denda dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran pajak dan apabila telat bayar dari batas waktunya akan dihitung 1 bulan penuh.

Kini, seiring berlakunya perubahan dalam UU Cipta Kerja dan UU HPP, tarif sanksi administrasi pajak bersifat dinamis setiap bulannya mengikuti ketentuan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Menteri Keuangan, mengacu pada suku bunga BI sebagai dasar perhitungan untuk menentukan besar sanksi pajaknya. 

 

Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Maret 2025

Berlaku: 1 Maret 2025 – 31 Maret 2025

(Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor – 3/KMK.10/2025)

A. Sanksi Administrasi

No. Ketentuan dalam UU KUP Tarif Bunga Per Bulan

(1 – 31 Maret 2025)

Tarif Bunga Per Bulan

(1 – 28 Februari 2025)

1 Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) 0,57% 0,59%
2 Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), dan Pasal 14 ayat (3) 0,99% 1,00%
3 Pasal 8 ayat (5) 1,41% 1,41%
4 Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2a) 1,82% 1,83%
5 Pasal 13 ayat (3b) 2,24% 2,25%

Bukan hanya pengenaan sanksi perpajakan saja, pemerintah juga memberikan imbalan pajak dengan tarif imbalan yang diperbarui setiap bulannya kepada wajib pajak yang berhak.

B. Imbalan Bunga

No. Ketentuan dalam KUP Tarif Imbalan Per Bulan

(1 – 31 Maret 2025)

Tarif Imbalan Per Bulan

(1 – 28 Februari 2024)

1. Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), dan Pasal 27B ayat (4) 0,57% 0,59%

 

Penjelasan Tabel Pasal dalam UU KUP pada Tarif Sanksi Bunga Administrasi Pajak

Perlu dipahami, selain pengenaan sanksi administrasi pajak, DJP juga memberikan imbalan bunga terhadap Wajib Pajak (WP) yang berhak.

Berikut penjelasan pasal-pasal dalam UU KUP terkait pengenaan sanksi denda pajak dan pemberian imbalan bunga terhadap Wajib Pajak:

A. Sanksi Administrasi (Ketentuan Tarif Sanksi Pajak)

1. Penjelasan Pasal 19 UU KUP

a. Pasal 19 ayat (1):

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau SKPKB Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP), dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

Baca juga: Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

b. Pasal 19 ayat (2):

“Dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 19 ayat (3):

“Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, WP dikenai bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menkeu yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

2. Penjelasan Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 14 UU KUP

a. Pasal 8 ayat (2):

“Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 8 ayat (2a):

“Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 9 ayat (2a):

“Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

d. Pasal 9 ayat (2b):

“Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunandikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

e. Pasal 14 ayat (3):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak (STP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STPdan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

3. Penjelasan Pasal 8 UU KUP

Pasal 8 ayat (5):

“Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dari pajak yang kurang dibayar, yang dihitung sejak:

  1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT Tahunan, atau;
  2. Jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT Masa;

Dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

4. Penjelasan Pasal 13 UU KUP

a. Pasal 13 ayat (2):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 13 ayat (2a):

“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak saat jatuh tempo pembayaran kembali berakhir sampai dengan tanggal diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dan bulan dihitung penuh 1 bulan.”

c. Pasal 13 ayat (3b):

“Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

Pasal 13 ayat (3) huruf a dan huruf b berbunyi:

Pasal 13 ayat (3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administratif berupa:

a. Bunga dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam 1 Tahun Pajak

b. Bunga dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut

Baca juga: Simak Pemerintah Kaji Insentif PPh Badan Ditanggung Pemerintah untuk Sektor Pariwisata 10%

B. Imbalan Bunga

Penjelasan beberapa pasal dalam UU KUP terkait pemberian imbalan bunga terhadap Wajib Pajak:

a. Pasal 11 ayat (3):

“Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 bulan, pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung sejak batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan dan diberikan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

b. Pasal 17B ayat (3):

“Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) terlambat diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada WP diberi imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.”

c. Pasal 17B ayat (4):

“Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a):

  1. Tidak dilanjutkan dengan penyidikan
  2. Dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, atau;
  3. Dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Dan dalam hal kepada WP diterbitkan SKPLB, kepada WP diberikan imbalan bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.”

d. Pasal 27B ayat (4):

“Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan:

  1. Berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12; dan
  2. Diberikan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.”

 

Tabel Daftar Tarif Sanksi Pajak Periode 1 – 31 Maret 2025

Berdasarkan update data tarif bunga sanksi administrasi pajak dari Kemenkeu tersebut, berikut KWA Consulting rangkum tarif sanksi pajak berdasarkan jenis pelanggaran perpajakan:

No. Jenis Sanksi Pajak Tarif Bunga Sanksi Pajak Uplift
1 Bunga penagihan [Pasal 19 (1)] 0,57% 0%
2 Penundaan pembayaran/angsuran pajak [Pasal 19 (2)] 0,57% 0%
3 Kurang bayar penundaan pelaporan SPT Tahunan [Pasal 19 (3)] 0,57% 0%
4 Pembetulan SPT [Pasal 8 (2) & (2a)] 1,01% 5%
5 Terlambat bayar/setor pajak 0,99% 5%
6 Pajak tidak/kurang dibayar akibat salah tulis/hitung atau PPh tahun berjalan [Pasal 14 (3)] 0,99% 5%
7 Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT [Pasal 8 (5)] 1,41% 10%
8 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (2)] 1,82% 15%
9 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (2a)] 1,82% 15%
10 Sanksi SKPKB [Pasal 13 (3b)] 2,24% 15%

 

Tabel Daftar Imbalan Pajak Periode 1 – 31 Maret 2025

Berdasarkan update data bunga imbalan pajak dari Kemenkeu tersebut, berikut KWA Consulting rangkum tarif imbalan bunga pajak berdasarkan jenis imbalan pajak:

No. Jenis Sanksi Pajak Tarif Imbalan Bunga Pajak
1 Pengembalian kelebihan pembayaran pajak lewat 1 bulan 0,57%
2 Terlambat penerbitan SKPLB 0,57%
3 Pemeriksaan pajak tidak dilanjutkan 0,57%

 

Penggunaan Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak

Berikut rincian aturan sanksi perpajakan dan denda pajak dalam UU Cipta Kerja:

1. Sanksi denda terkait Surat Pemberitahuan (SPT)

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 5% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

Sanksi denda ini dikenakan pada Wajib Pajak (WP) yang:

  • Melakukan pembetulan SPT sendiri dan membuat utang pajak jadi lebih besar
  • Kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan/Masa
  • Terlambat membayar PPh Pasal 29 SPT Tahunan
  • Terlambat membayar SPT Masa

 

2. Sanksi denda tidak melunasi SPT kurang bayar

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 10% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

 

3. Sanksi denda tidak melunasi pajak kurang bayar dan mendapat SKPKB

Rumus hitungannya:

(Tarif bunga sanksi pajak + 15% : 12)

Pengenaan sanksi paling lama 24 bulan (2 tahun).

Sanksi denda ini dikenakan pada WP yang tidak melunasi pajak kurang bayar dan telah mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

 

4. Sanksi denda terkait tindak pidana karena pengungkapan ketidakbenaran

Untuk tarif sanksi denda ini tidak menggunakan tarif fluktuatif yang mengacu pada suku bunga acuan BI.

Tarif sanksi karena pengungkapan ketidakbenaran atau ketidaksesuaian data dalam konteks tindak pidana perpajakan, maupun melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang bayar saat pengungkapan pelaporan pajak tidak benar.

Baca juga: Bentuk penggunaan Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

5. Penghentian Penyidikan

Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah WP melunasi utang pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

 

Cara Menghitung Sanksi Administrasi Pajak

Berikut contoh perhitungan tarif denda sanksi pajak berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Kemenkeu setiap bulannya.

PT AAA menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2024 pada 20 Juli  2025. Jumlah kurang bayar sebesar 250.000.000 dilunasi PT AAA pada 19 Juli 2025.

Sanksi bunga terlambat bayar pajak atas SPT Tahunan (sesuai Pasal 9 ayat 2b UU KUP) dihitung sejak berakhirnya jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan (paling lambat 30 April untuk SPT Tahunan Badan) sampai dengan pembayaran.

Misalnya, tarif bunga acuan yang ditetapkan Menteri Keuangan pada Mei 2025 sebesar 4,96%.

Maka sanksi administrasi yang dihitung mulai bulan April 2025 dikenakan tarif sebesar 0,83% per bulan [(4,96% + 5%) / 12)].

Tarif sanksi yang digunakan adalah tarif saat sanksi mulai dihitung yang 1 April dikalikan dengan jumlah bulan keterlambatan yakni 4 bulan (bagian bulan [19 Juli] dihitung penuh menjadi 1 bulan].

Maka, begini cara hitungnya:

= Rp250.000.000 x 0,83% x 4 bulan

= Rp2.075.000 x 4 bulan

= Rp8.300.000

Jadi, PT AAA harus membayar terlambat setor pajak kurang bayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp8.300.000.

 

Sanksi Pemeriksaan Pajak

Dalam UU HPP ditetapkan penurunan sanksi pemeriksaan atas WP yang tidak menyampaikan SPT / membuat pembukuan sebagai perubahan dari ketentuan sanksi pemeriksaan dalam UU KUP.

Juga menurunkan sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP.

Besar sanksi pemeriksaan tersebut ditambah dengan perhitungan dari sanksi bunga sanksi administrasi atau bunga acuan ditambah uplift factor 20%.

Berikut perubahan sanksi pemeriksaan atau penurunan sanksi pemeriksaan dan sanksi upaya hukum dalam UU HPP.

A. Sanksi pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan SPT / membuat pembukuan

Keterangan KUP Lama UU HPP
PPh Kurang Bayar 50% Sanksi bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan)
PPh Kurang Dipotong 100% Sanksi bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplft factor 20% (maksimal 24 bulan)
PPh Dipotong tetapi Tidak Disetor 100% 75%
PPN & PPnBM Kurang Dibayar 100% 75%

B. Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP

Keterangan KUP Lama UU HPP
Keberatan 50% 30%
Banding 100% 60%
Peninjauan Kembali 100% 80%

 

Ketahui Batas Waktu Bayar dan Lapor SPT Pajak

Tak perlu bingung kapan waktunya harus bayar lapor pajak untuk menghindari sanksi atau denda telat bayar dan lapor pajak.

Lebih mudah lihat semua jadwal pembayaran dan pelaporan pajak pada Kalender Pajak KWA Consulting.

 

Update tarif bunga sanksi administrasi pajak secara berkala untuk mengetahui besar tarif sanksi pajak

Selain pengenaan sanksi perpajakan, DJP juga memberikan imbalan bunga pajak.

Ketahui besar imbalan bunga pajak yang menjadi hak Anda yang juga diperbarui setiap bulannya.

 

Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Pajak

Pengenaan sanksi administrasi atas lapor pajak dikecualikan terhadap wajib pajak pribadi apabila memenuhi ketentuan terkait situasi dan kondisi yang bersangkutan.

Berikut kondisi dan situasi wajib pajak yang dapat dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan:

  1. WP Pribadi yang dinyatakan meninggal dunia.
  2. WP Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
  3. WP Pribadi yang berstataus Warga Negara Asing (WNA) dan tidak lagi bertempat tinggal di wilayah Indonesia.
  4. Bendahara yang sudah tidak lagi melakukan pembayaran.
  5. WP yang terkena bencana dan ketentuannya telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
  6. WP lain sebagaimana telah diatur atau sesuai dengan PMK Nomor 186/PMK.03/2007.

 

Kesimpulan

Tarif bunga sanksi administrasi pajak terbaru untuk periode Januari 2025 telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dan lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2024. Sanksi pajak ini dihitung berdasarkan suku bunga acuan BI yang berfluktuasi, dan tarifnya ditentukan setiap bulan. Pengenaan sanksi ini mencakup berbagai pelanggaran perpajakan, seperti keterlambatan pembayaran dan pembetulan SPT, dengan tarif bunga yang berbeda sesuai dengan jenis pelanggaran. Pemerintah juga memberikan imbalan bunga bagi wajib pajak yang berhak, dengan tarif yang juga diperbarui setiap bulan.Nah itulah informasi Tentang SPPH, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!!

Tarif dan Metode Perhitungan Pajak UMKM/UKM

Kategori UMKM sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Perlu dipahami, UMKM tidak hanya wajib pajak pribadi saja tapi juga bisa sebagai WP Badan.

Sebelum membahas terkait terbaru dalam UU HPP dan tarif pajak UMKM terbaru berapa persen, terlebih dahulu akan diulas apa saja kategori bahwa suatu usaha itu tergolong dalam UMKM.

Sebab hal ini akan memengaruhi bagaimana kewajiban pajaknya. Antara UMKM dan Non-UMKM, kewajiban pajaknya berbeda.

Tidak semua usaha dapat dikategorikan UMKM. Ada kriteria tertentu jenis usaha itu termasuk tergolong sebagai UMKM.

Golongan UMKM ini pun harus dilihat dari berbagai aspek, mulai dari jumlah pendapatan usahanya, hingga bagaimana operasional dari bisnis tersebut.

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, penggolongan UMKM dibedakan berdasarkan jumlah aset dan total omzet penjualan.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, penggolongan tersebut termasuk jumlah karyawan.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Jasa Catering PPh 23

Kategori usaha yang tergolong sebagai UMKM berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 sebagai berikut:

Kategori UMKM

Kelompok UKM Berdasarkan Perpajakan dan Tarif Pajaknya

Perlu dipahami, UMKM/UKM terbagi menjadi 2 kategori berdasarkan berapa persen pajak yang harus dibayarkan, di antaranya:

A. UKM dengan penghasilan bruto tertentu

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018 yang diperbarui dengan PP No. 55 T

Penggunaan tarif ini hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu saja sesuai masing-masing bentuk usahanya.

Berikut ketentuan penggunaan tarif PPh Final UMKM 0,5% PP 23/2018 (diganti PP 55/2022):

  • 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
  • 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
  • 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% tersebut terhitung sejak:

  • Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP 23/2018
  • Tahun Pajak berlakunya PP 23/2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini

Setelah masa penggunaan tarif PPh habis, maka akan dikenakan tarif normal Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh untuk WP Pribadi pengusaha atau metode perhitungan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto).

Sedangkan WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), Firma, Perseroan Terbatas (PT), atau Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa bersama, dapat menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dengan pertimbangan Pasal 31E UU PPh untuk WP Badan.

B. UKM berbentuk badan dan berstatus PKP

Sedangkan UKM berbentuk badan atau dengan status Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) yang sudah memiliki omzet bruto lebih dari Rp4,8 miliar setahun, juga dapat menggunakan tarif pajak 0,5% dengan jangka waktu yang sudah ditentukan.

Setelah itu, WP Badan harus menggunakan tarif normal sebesar 22% mulai 2022 sesuai Pasal 64 ayat b PP 55/2022.

 

Pajak yang Harus Dibayarkan UKM

Kewajiban perpajakannya yang dibayarkan perusahaan atau UKM terdiri dari dua jenis pajak, yakni pajak yang dibayarkan ataupun dilaporkan setiap bulannya dan pajak yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun atau pajak tahunan.

A. Pajak Bulanan

Pajak yang dibayarkan atau dilaporkan setiap bulannya biasa disebut Pajak Masa, terdiri dari:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 jika UKM punya karyawan
  • PPh Pasal 23 jika ada transaksi jasa dengan WP dalam negeri
  • PPh Pasal 26 jika melakukan transaksi jasa dengan WP luar negeri
  • PPh Pasal 4 ayat (2) jika terdapat sewa gedung/kantor dan lainnya
  • PPh Final UMKM jika menggunakan tarif PPh 0,5%
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika UKM sudah berstatus PKP

B. Pajak Tahunan

Sedangkan kewajiban pajak yang dibayarkan atau dilaporkan secara tahunan atau disebut Tahunan Pajak, yakni:

  • PPh Badan

UKM dengan kategori pengusaha dengan skala usaha menengah dikenakan PPh Badan yang dibayarkan setahun sekali atau melalui angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan.

 

Skema Penggunaan Pajak UMKM

Pajak UMKM merupakan pajak yang dikenakan secara final Sehingga PPh Final dalam skema PP 23 pajak UMKM ini tidak dapat dikreditkan di akhir tahun pajak pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan.

Dalam PMK No. 99 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan PP 23/2018, Pajak Penghasilan yang terutang dapat dilunasi dengan 2 cara, yaitu:

  • Pertama, disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
  • Kedua, dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak.
  • Pemotong atau pemungut pajak tersebut berkedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria PP 23/2018 dengan tarif setengah persen.

Untuk menjadi perhatian, pemungutan/pemotongan PPh Final  sebesar 0,5% ini dipungut/dipotong terhadap WP yang sudah memiliki Surat Keterangan PP 55 Tahun 2022.

Baca juga: Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

 

Dasar Penghitungan PPh Pajak UKM dan Rumus

Perlu dipahami, wajib pajak UMKM itu bisa berupa WP Badan maupun WP Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/bisnis atau disebut WP Pribadi Pengusaha.

Untuk mengetahui besar PPh yang harus dibayarkan ke kas negara, UKM harus menghitung terlebih dahulu berapa besar PPh Terutangnya.

Guna mengetahui jumlah PPh Terutang, UKM harus mengetahui Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak penghasilannya, dengan cara:

Menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak, kemudian mengalikannya dengan tarif pajak badan bagi WP Badan atau mengalikan dengan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 ayat (1) bagi WP Pribadi Pengusaha UMKM ataupun WP Badan yang memiliki kewajiban memungut PPh 21 karyawan harus memerhatikan pajak progresif WP Pribadi ini.

Namun sebelum itu, bagi WP Pribadi UMKM atau WP Badan yang memotong PPh 21 karyawan, harus mengurangkan penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk penghitungan PPh WP Orang Pribadi (WP OP).

a. Rumus untuk mencari Penghasilan Kena Pajak WP Orang Pribadi:

  • Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP

b. Sedangkan rumus untuk mencari PPh Terutang:

  • PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17

c. Rumus pajak perusahaan (WP) Badan dalam hal ini UKM:

  • PPh Badan = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Badan

d. Jika untuk PPh Badan UMKM/UKM dengan tarif PPh Final, ada beberapa cara penghitungan, yakni:

  • Mekanisme PPh OP secara Umum
  • PPh Final PP 55/2022
  • Mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Contoh kasus 1

Tuan A sebagai pengusaha dengan omzet dalam setahun mencapai Rp3.500.000.000 dan mendirikan usahanya pada tahun 2018.

Artinya, Tuan A sebagai WP Prbadi yang melakukan usaha dengan skala UKM dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5%.

Karena Tuan merupakan WP Pribadi yang dapat menggunakan fasilitas PPh Final setengah persen hingga 7 tahun terhitung sejak 2018 dan berakhir pada 2024.

Memasuki tahun kedelapan, yakni pada 2025 Perusahaan AAA sudah harus menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh atau NPPN.

 

Contoh kasus 2

CV BBB didirikan pada tahun 2024 dengan omzet Rp4.800.000.000 dalam setahun dan memanfaatkan tarif PPh Final 0,5%.

Karena perusahaan BBB ini berbentuk CV, maka hanya dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh Final 0,5% ini hingga 2028 saja.

Memasuki tahun kelima, yakni pada 2029 CV BBB sudah harus menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh atau NPPN.

 

Contoh kasus 3

Perusahaan AAA merupakan WP Badan berbentuk Perserotan terbatas (PT) dengan omzet sebesar RpRp4.800.000.000 setahun yang didirikan pada tahun 2023 dan memilih menggunakan tarif PPh Final UMKM.

Karena ketentuan WP Badan berbentuk PT hanya dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari omzet selama 3 tahun, maka Perusahaan AAA hanya dapat menggunakan tarif PPh final setengah persen ini hingga 2026 saja.

Memasuki tahun keempat, yakni pada 2027 Perusahaan AAA sudah harus menggunakan tarif PPh Badan Normal.

 

Cara Menghitung Pajak UMKM

Agar lebih mudah memahami perhitungan PPh Pribadi Pengusaha atau UMKM yang bebas PPh, berikut ilustrasi perhitungannya:

Tuan B punya bisnis Katering. Katakanlah jumlah omzet Katering Tuan B setiap bulannya sama, yakni Rp40.000.000 per bulan. Sehingga total omzet setahun adalah Rp480.000.000.

Dan memilih menghitung pajak penghasilan usahanya menggunakan tarif PPh Final 0,5% berdasarkan PP No. 55/2022.

Maka, perhitungan PPh Final 0,5% atas usaha catering Tuan B adalah:

PPh Final = Tarif PPh Final x Peredaran Bruto

= 0,5% x Rp480.000.000

= Rp2.400.000 setahun

atau

= Rp2.400.000 : 12 bulan

= Rp200.000 sebulan

Karena dalam UU HPP ditetapkan peredaran bruto Tidak Kena Pajak sebesar Rp500.000.000, maka Tuan B tidak perlu membayar PPh Final sebesar Rp200.000 tersebut.

 

Bagaimana jika jumlah omzet bruto setiap bulannya berbeda-beda?

Artinya, ada kalanya peredaran usaha yang didapat pada bulan tertentu ternyata jumlahnya banyak.

Untuk lebih mudah memahaminya, simak tabel penghitungan Pajak Tuan A pengusaha Toko Kelontong pada Tahun Pajak 2022 seperti yang diilustrasikan Kementerian Keuangan pada pengesahan RUU HPP menjadi UU berikut ini:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Ilustrasi tabel via dokumentasi DJP Kementerian Keuangan

Baca juga: Mengenal Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya

Cara Bayar Pajak UMKM

PPh Final UMKM langsung dibayarkan ketika penghasilan diterima dalam masa pajak.

Ini guna menyederhanakan mekanisme perpajakan dan mengurangi beban administrasi wajib pajak, terutama bagi yang masih dalam tahap berkembang dan belum mampu menyelenggarakan pembukuan keuangan dengan baik.

Perhitungan PPh Final UMKM 0,5% dari omzet bruto disetor ke kas negara setiap tanggal 15 bulan berikutnya dengan mencantumkan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 420. Tidak perlu ke ATM, pembayaran pajak dapat langsung dilakukan pada E-Billing

 

Ketentuan Pelaporan SPT Pajak UMKM

UKM wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir atau setiap bulannya.

Setelah melakukan pelaporan, maka UMKM akan dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum pada Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.

Namun, jika pelaku UMKM tidak memiliki peredaran usaha pada bulan tertentu, maka tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh.

Akan tetapi, jika pelaku UMKM tersebut merupakan Pemotong atau Pemungut pajak, maka wajib menyampaikan SPT Masa PPh atas pemotongan atau pemungutan PPh paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Ketentuan penyampaian SPT Tahunan UMKM dengan penghasilan bruto tertentu mengikuti Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan secara umum.

Tapi yang harus diperhatikan adalah terkait penyampaian informasi penghasilan bruto dan PPh yang telah dibayar atas penghasilan tersebut.

DJP menekankan, informasi tersebut harus diisi pada bagian PPh Final yang terdapat pada masing-masing SPT Tahunan PPh, serta dilengkapi dengan Lampiran Khusus Daftar Rekap Penghitungan Peredaran Bruto dan Pembayaran PPh.

Contoh Daftar Peredaran Bruto selama 1 Tahun Pajak:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Contoh daftar peredaran bruto 1 tahun pajak UMKM

Mereka yang masuk kategori UMKM dari aspek perpajakan adalah:

  1. Hanya memiliki sumber penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu
  2. Tidak ada pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain

Secara sederhana, berikut tahapan perpajakan bagi UMKM:

Pajak UMKM Adalah? Tarif Pajak UMKM Berapa Persen? Cara Menghitung, Bayar, Lapor PPh Final UMKM

Cara Lapor SPT Tahunan UMKM

1. Siapkan Dokumen untuk WP Pribadi UKM

Berikut adalah dokumen yang harus disiapkan saat lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi UMKM:

  • Formulir 1770
  • Laporan keuangan atas usaha atau neraca dan laporan laba rugi (jika menggunakan metode pembukuan)
  • Laporan peredaran bruto/rekapitulasi bulanan peredaran bruto dan biaya (jika menggunakan metode NPPN)
  • Daftar perhitungan peredaran bruto (jika menggunakan perhitungan sesuai PP 55/2022)

2. Dokumen yang disiapkan untuk WP Badan UKM

  • Formulir SPT PPh Badan 1771
  • Laporan keuangan atau laba rugi dan neraca
  • Daftar penyusutan
  • Daftar peredaran bruto
  • Daftar pembayaran final UMKM PP 55 Tahun 2022

Ingat, pindai atau scan dokumen yang nantinya akan di-upload (unggah) pada saat penyampaian SPT Tahunan.

 

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Pajak UMKM

Tenggat waktu atau jatuh temponya pembayaran pajak dan pelaporan SPT pajak berbeda-beda tergantung termasuk pajak bulanan atau tahunan.

Perlu diperhatikan, kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau pajak kurang bayar berdasarkan hasil pelaporan SPT Tahunan, maka harus dilunasi dengan SSP sebelum SPT PPh tersebut dilaporkan kembali ke DJP.

 

Keuntungan Skema PPh Final UMKM

Ada paradigma baru dalam pengenaan PPh Final Pajak UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 (diganti dengan PP 55/2022), yaitu:

A. Administrasi lebih mudah

Dalam skema tarif PPh 0,5%, terdapat Surat Keterangan yang menerangkan pemotongan PPh Final atas penghasilan Wajib Pajak UMKM dari nilai dasar pengenaan pajaknya.

Teknis ini semakin mempermudah wajib pajak mengurus administrasinya tanpa datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk penggunaan PPh Final UMKM ini.

B. Ada kepastian

Peraturan baru menegaskan bahwa sekali Wajib Pajak memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar, maka di Tahun tersebut dan seterusnya wajib menggunakan tarif PPh Pasal 17 dan mengadakan pembukuan.

Hal ini dianggap lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan memudahkan skema penghitungan PPh.

C. Menjadikan PPh Final sebagai pilihan

Aturan sebelumnya, PPh Final berlaku atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi sebelum dikurangi biaya usaha sehingga Wajib Pajak tidak dapat mengakui kerugiannya.

Skema pemajakan ini dinilai sederhana dan tepat sasaran dan dijadikan sebuah opsi.

Wajib Pajak hanya perlu mengirimkan surat pemberitahuan ke pihak KPP terdaftar dahulu untuk menggunakan metode PPh Final.

Dengan demikian, pelaku UMKM lebih mudah memenuhi kewajiban pajak karena lebih sederhana dan dinilai lebih adil serta dapat optimal memenuhi kewajiban pajaknya.

D. Membuat pembukuan menjadi mudah

Melalui skema pajak final UMKM, WP berkesempatan untuk belajar pembukuan dan menghitung laba bersih atas pengenaan PPh Final atas usahanya.

 

Kesimpulan

Pajak UMKM dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5% bagi usaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun, dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa tarif ini berakhir, pajak dikenakan sesuai tarif normal. Pelaku UMKM harus melaporkan pajaknya setiap bulan dan tahunan, serta dapat membayar dan melaporkan melalui sistem e-Billing. Skema PPh Final ini mempermudah administrasi pajak dengan kepastian hukum dan sederhana, serta dapat membantu pelaku UMKM dalam mengelola kewajiban pajak mereka. Dengan adanya Penerbitan Peraturan Pemerintah baru ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Pemerintah Kaji Insentif PPh Badan Ditanggung Pemerintah untuk Sektor Pariwisata 10%

Pemerintah mengungkapkan rencana pemberian insentif untuk sektor pariwisata berupa Pajak Penghasilan (PPh) Badan ditanggung pemerintah sebesar 10%. Dengan demikian, jika kebijakan ini diterapkan maka wajib pajak badan di sektor pariwisata hanya akan dibebankan pajak sebesar 12% saja, dari tarif yang berlaku umum saat ini 22%. Kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan di internal pemerintah, yakni meliputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Kementerian Keuangan.

Adapun dalam pembahasan tersebut pihak Kementerian Keuangan diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.  Meski demikian, pemerintah belum mengungkapkan seberapa besar dampak kebijakan ini terhadap fiskal pemerintah. Pasalnya, pembahasan masih berlangsung.

 

Fasilitas Terbatas

Tidak semua wajib pajak yang bergerak di sektor pariwisata akan menikmati fasilitas. Sebab, pemberian akan terbatas pada Klasifikasi Lapangan Usaha tertentu (KLU).

Saat ini pemerintah masih mengkaji KLU yang akan tercakup dalam pemberian fasilitas. Karena hal ini terkait dengan besaran anggaran di dalam APBN yang akan dialokasikan untuk menanggung PPh Badan tersebut.

Pemerintah juga belum bisa memastikan kapan beleid mengenai hal ini dikeluarkan. Hanya saja, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini dikeluarkan untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan tarif pajak daerah. 

Khususnya jasa hiburan yang ditetapkan antara 40%-75% di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). 

 

Baca Juga : WNA yang Menikah dengan WNI, Bagaimana Penerapan Pajaknya?

 

Kesimpulan

Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap kenaikan tarif pajak daerah, terutama pada jasa hiburan yang ditetapkan antara 40%-75% dalam Undang-undang HKPD. Pemerintah sedang merancang kebijakan insentif PPh Badan untuk sektor pariwisata dengan harapan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut, namun rincian dan jadwal pelaksanaan masih dalam tahap pembahasan dan kajian lebih lanjut. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Bentuk penggunaan Pajak Penghasilan Pasal 25 : Tarif, Contoh, Cara Bayar PPh 25

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Sebagai pemahaman dasar, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tidak dikenakan pada objek pajak tertentu, melainkan hanyalah metode pembayaran pajak yang memiliki tarif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), bahwa pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan secara angsuran setiap bulannya dalam waktu satu tahun.

Jadi, tujuan metode angsuran PPh Pasal 25 ini menjadi opsi bagi wajib pajak pribadi maupun badan untuk meringankan keuangannya.

Alih-alih harus membayar pajak penghasilan terutangnya lunas seketika, dengan adanya Pasal 25 ini maka wajib pajak dapat mencicilnya setiap bulan sepanjang tahun berjalan.

 

Ketentuan Besar Angsuran PPh Pasal 25

Merujuk Pasal 25 ayat (1) UU PPh, besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi:

  1. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Lalu, bagaimana jika angsuran dilakukan sebelum SPT Tahunan disampaikan?

Merujuk Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), besarnya angsuran pajak yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Sedangkan dalam Pasal 25 ayat (4) disebutkan, apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Baca juga: Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

Siapa yang Menghitung Angsuran PPh 25?

Seperti diketahui, penerapan pajak penghasilan di Indonesia menganut sistem self assessment, yang artinya wajib pajak sendiri yang melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilannya.

Namun ada kalanya DJP yang menentukan besar angsuran PPh 25 tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

DJP berwenang menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Sementara itu, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (7) yakni bagi:

  • WP baru
  • Bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), WP masuk bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan ketentuan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala
  • WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto

 

Tarif PPh Pasal 25 Badan Berapa Persen?

Sejatinya, tidak ada istilah berapa tarif PPh Pasal 25 karena memang ini bukan pengenaan pajak pada suatu objek pajak, melainkan sebutan dari sebuah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

Jadi, pajak terutang yang harus dibayar disebut PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 adalah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan PPh tertutang tahun sebelumnya yang telah dikurangi dengan kredit pajak, seperti:

  • PPh Pasal 21
  • PPh Pasal 22
  • PPh Pasal 23
  • PPh Pasal 24 (pajak yang dibayar di luar negeri)
  • PPh Pasal 25 sebelumnya.

Jadi, pajak terutang yang harus dibayar disebut PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 adalah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

 

Rumus: Besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi 12 bulan = Angsuran pembayaran pajak (PPh 25)

 

Namun, bagi wajib pajak tertentu seperti usaha kecil atau perorangan, penghitungan dapat berbeda berdasarkan ketentuan pajak final (misalnya PPh Final UMKM 0,5%).

Berapa besar PPh terutang yang diangsur setiap bulannya?

Caranya, menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) terlebih dahulu, kemudian hasilnya dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku, lalu dibagi 12 bulan.

Dari situ akan ketemu cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan setiap bulannya atau pembayaran angsuran PPh 25.

Ada kalanya, pemerintah memberikan insentif pajak berupa potongan angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang atau insentif PPh 25.

 

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh Pasal 25 dituliskan dalam bentuk SPT Tahunan dengan penghitungannya selama setahun sekali setelah data penghasilan sudah lengkap selama satu tahun tersebut. Biasanya, penghitungannya dilakukan setelah laporan keuangan sudah memasuki masa tutup buku tahunan.

Dalam ketentuannya, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun pajak yang dibayarkan pada tahun berikutnya itu berdasarkan perhitungan PPh tahun pajak sebelumnya dalam pelaporan SPT Tahunan.

Contoh, PPh terutang tahun pajak 2024 yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2025 akan dibayarkan dengan cara diangsur selama tahun 2025.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Jasa Catering PPh 23

A. Contoh Soal PPh Pasal 25

Berikut beberapa contoh perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sebagai gambarannya:

1. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (1)

Contoh 1:

PPh yang terutang berdasarkan perhitungan PPh badan tahun 2023 Tuan A adalah Rp50.000.000, maka perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sebagai berikut:

Contoh Perhitungan PPh Pasal 25

Dengan demikian, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2025 sebesar Rp15.000.000 dibagi 12 bulan = Rp1.250.000.

Contoh 2:

Apabila PPh sebagaimana dimaksud pada contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2025, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar pada tahun 2025 adalah:

2. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (2)

Berdasarkan PPh Pasal 25 Ayat (2), mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan perhitungan di atas.

Sehingga, besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.

Contoh:

Tuan A menyampaikan SPT Tahunan PPh pada bulan Februari 2025, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar untuk bulan Januari 2025 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2024, misalnya sebesar Rp1.250.000.

Apabila dalam bulan September 2024 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil, sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2024 juga menjadi nihil.

Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Tuan A untuk bulan Januari 2025 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2024, yaitu nihil.

3. Perhitungan PPh Pasal 25 Ayat (4)

Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Contoh:

Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 yang disampaikan Tuan A dalam bulan Februari 2025, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah Rp1.250.000.

Lalu pada bulan Juni 2025 telah diterbitkan SKP Tahun Pajak 2024 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 25 ayat (4) ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2025 adalah sebesar Rp2.000.000.

Catatan:

Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan SKP tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.

4. Perhitungan PPh 25 jika Memiliki Penghasilan Tidak Teratur

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur sesuai Pasal 25 ayat 6 UU PPh, DJP dapat menentukan besar PPh Pasal 25 dengan contoh perhitungan sebagai berikut:

Tuan A pada tahun 2024 memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp100.000.000 dan penghasilan tidak teratur sebesar Rp50.000.000.

Dengan demikian, penghasilan yang dapat dijadikan dasar perhitungan PPh 25 untuk tahun 2025 Tuan A hanya berasal dari penghasilan teratur saja yakni sebesar Rp100.000.000.

B. Contoh Soal PPh Pasal 25 Badan

PT AAA bergerak di bidang produksi makanan yang mana penjualannya dimasukkan ke banyak supermarket atau toko besar.

Tidak hanya itu, perusahaan ini juga melakukan ekspor ke luar negeri seperti Thailand dan Korea Selatan.

Misalnya pada data pajak, angsuran PPh 25 yang sudah dibayarkan adalah Rp168.982.456 dan jumlah penghasilan PT AAA dalam setahun lebih dari Rp50.000.000.000 maka penghitungannya menggunakan tarif PPh Badan 22%.

Adapun laba-rugi sebelum pajaknya atau penghasilan kena pajak sebesar Rp937.688.000.

Maka, perhitungan PPh Pasal 25 Badan dari PT AAA sebagai berikut:

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25

1. Perhitungan PPh 25 Badan jika Ada Kompensasi Kerugian

Dalam Pasal 25 ayat 6 UU PPh, Ditjen Pajak dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal terdapat kompensasi kerugian bagi wajib pajak.

Contoh soal PPh 25 atas hak kompensasi kerugian tersebut sebagai berikut:

PT AAA tahun 2024 memiliki penghasilan sebesar Rp4.000.000.000. Kemudian PT AAA memiliki sisa kerugian tahun 2023 yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp2.000.000.000.

Sedangkan sisa kerugian yang belum dikompensasikan pada tahun 2023 sebesar Rp1.000.000.000.

Pada tahun 2024 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain sebesar Rp200.000.000. PT AAA juga tidak memiliki pajak terutang atau dibayar di luar negeri.

Maka, angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar PT AAA sebagai berikut:

2. Perhitungan PPh 25 jika Membetulkan Sendiri SPT Tahunan

Dalam Pasal 25 ayat 6 UU PPh. DJP berwenang menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, salah satunya karena wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan pajak.

Namun dari pembetulan sendiri SPT Tahunan Pajak tersebut mengakibatkan angsuran pajak menjadi lebih besar dari angsuran pajak sebelum dilakukannya pembetulan.

Dengan demikian, angsuran PPh 25 atas pembetulan sendiri SPT Tahunan pajak yang menyebabkan angsuran pajak jadi lebih besar tersebut, dapat dilihat dari contoh berikut:

PT CCC menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 pada tanggal 15 Maret 2024, dengan data sebagai berikut:

Kemudian PT CCC melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 pada tanggal 12 Juli 2024, dengan data baru sebagai berikut:

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2024 dihitung sebagai berikut:

1. Angsuran PPh 25 untuk masa Januari – Februari 2024 sama besar dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2023 yakni masing-masing Rp6.166.666.

2. Angsuran PPh 25 untuk masa Maret – Juni 2024 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 sebelum pembetulan sebagai berikut:

PPh Pasal 25 untuk masa Maret – Desember 2024 sebesar Rp74.000.000 / 12 bulan = Rp6.166.666.

PPh 25 masa Maret – Juni 2024 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh 2023 setelah adanya pembetulan sebagai berikut:

PPh Pasal 25 untuk Masa Maret – Desember 2024 sebesar Rp96.000.000 / 12 bulan = Rp8.000.000.

PPh Pasal 25 masa Maret – Juni 2024 yang telah disetor masing-masing sebesar Rp6.166.666, akan tetapi yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp8.000.000.

Sehingga pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut menyebabkan kekurangan masing-masing sebesar Rp1.833.334 yang masih harus dibayarkan kembali.

Pajak kurang bayar yang harus disetorkan kembali tersebut dikenakan utang bunga berdasarkan berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak akibat pembetulan yang menyebabkan kurang bayar PPh.

Pengenaan sanksi bunga administrasi pajak akibat pembetulan SPT Tahunan PPh yang menyebabkan kurang bayar tersebut dihitung sejak:

  1. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Maret 2024 terhitung sejak 16 April 2024 hingga tanggal penyetoran.
  2. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa April 2024 terhitung sejak 16 Mei 2024 hingga tanggal penyetoran.
  3. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Mei 2024 terhitung sejak 16 Juni 2024 hingga tanggal penyetoran.
  4. Terutang sanksi bunga per bulan untuk masa Juni 2024 terhitung sejak 16 Juli 2024 hingga tanggal penyetoran.

Baca juga: Youtuber kena pajak berapa??

C. Contoh Soal PPh Pasal 25 Badan dan Orang Pribadi Wajib Pajak Baru

Dalam Pasal 25 ayat 7 UU PPh, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru.

Guna memahaminya, berikut contoh soal PPh 25 badan dan pribadi sebagai wajib pajak baru:

1. WP Badan baru yang menyelenggarakan pembukuan

PT AAA terdaftar sebagai wajib pajak pada 1 Maret 2024 memiliki peredaran bruto sebesar Rp800.000.000.

Setelah dikurangi biaya, penghasilan neto PT AAA sebesar Rp200.000. Maka, besarnya PPh Pasal 25 Badan sebagai wajib pajak baru untuk masa Maret 2024 sebagai berikut:

2. WP Orang Pribadi baru yang menyelenggarakan pembukuan

Tuan A merupakan pengusaha yang baru terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi pada 1 Juli 2024 dengan status lajang.

Ia menjalankan usahanya dengan menggunakan metode pembukuan yang tercatat penghasilan bruto pada Juli 2024 sebesar Rp200.000.0000.

Biaya pengurang penghasilan bruto Tuan A sebesar Rp100.000.000. Maka besarnya PPh Pasal 25 pada Juli 2024 Tuan A sebagai berikut:

Penghasilan bruto Juli 2024   Rp200.000.000
Biaya pengurang yang diperkenankan   Rp150.000.000 (-)
Penghasilan neto Juli 2024   Rp50.000.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp50.000.000 x 12 bulan Rp600.000.000
PTKP (TK/0)   Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak   Rp546.000.000
PPh Terutang:    
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000  
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000  
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000  
30% x Rp295.999.740 Rp88.799.922 (+)  
Total PPh Terutang setahun   Rp184.299.922
Angsuran PPh 25 Juli 2024 Rp184.299.922/12 bulan Rp15.358.326

3. Orang Pribadi baru yang menyelenggarakan pencatatan metode NPPN

CV BBB merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Tuan B yang berstatus tidak menikah namun memiliki 3 tanggungan dan baru terdaftar sebagai wajib pajak pada 1 Juni 2024.

Tuan B atas usahanya tersebut memiliki peredaran bruto berdasarkan catatan selama Juni 2024 sebesar Rp150.000.000.

Persentase norma perhitungan CV BBB berdasarkan jenis usahanya adalah 15%. Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan B atas perusahaan CV BBB sebagai berikut:

Penghasilan bruto Juni 2024   Rp150.000.000
Penghasilan neto 15% x Rp150.000.000 Rp22.500.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp22.500.000 x 12 bulan Rp270.000.000
PTKP (TK/3)   Rp67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak   Rp202.500.000
PPh Terutang:    
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000  
15% x Rp142.500.000 Rp21.375.000 (+)  
Total PPh Terutang setahun   Rp24.375.000
Angsuran PPh 25 Juli 2024 Rp24.375.000/12 bulan Rp2.031.250

D. Contoh Soal PPh 25 Bank dan BUMN / BUMD

1. Wajib pajak bank

Bank BBB dalam laporan triwulan Juli hingga September 2024 tercatat penghasilan neto sebesar Rp800.000.000.

Maka angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Oktober, November, Desember 2042 sebagai berikut:

Penghasilan Neto Triwulan   Rp800.000.000
Penghasilan neto disetahunkan Rp800.000.000 x 4 triwulan Rp3.200.000.000
PPh Terutang 5% x Rp3.200.000.000 Rp160.000.000
Besar PPh 25 masa Oktober, November, Desember 2022 Rp160.000.000/12 bulan Rp13.333.333,33
    (dibulatkan Rp13.333.333)

2. Wajib pajak BUMN atau BUMD

PT CCC merupakan BUMN yang memiliki penghasilan neto sebesar Rp5.000.000.000, yang punya kredit pajak berasal dari PPh 22, 23, dan 24 sebesar Rp500.000.000.

Maka angsuran PPh Pasal 25 badan usaha BUMN untuk tahun 2024 sebagai berikut:

Penghasilan neto   Rp5.000.000.000
PPh Terutang 22% x Rp5.000.000.000 Rp1.100.000.000
Kredit pajak PPh 22, 23, 24   Rp500.000.000 (-)
PPh dibayar sendiri   Rp600.000.000
Besar PPh 25 untuk tahun 2024 Rp600.000.000/12 bulan Rp50.000.000

Batas Waktu Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25

Merujuk Pasal 2 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Misal, bulan Mei 2024, maka angsuran PPh Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 Juni 2024.

Pasal 9 PMK 242/2014 menyebutkan, apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran/penyetoran dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.

Hari libur tersebut di antaranya: hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), atau cuti bersama nasional.

Dengan begini, wajib pajak bisa membayarkan angsuran PPh Pasal 25 tanpa terhambat hari libur atau kantor pajak yang sedang tidak membuka layanan offline di KPP.

Penggunaan sistem pajak online yang semakin praktis juga mendorong wajib pajak semakin taat pada jadwal penyetoran pajak.

Karena sistem yang terhubung selama 24 jam, Anda bisa membayar kapan saja dan di mana saja, dan setiap setoran akan dapat masuk ke laporan DJP saat itu juga.

Artinya, sistem ini menggunakan model real time sebagai dasar operasionalnya.

 

Sanksi Telat Bayar dan Lapor PPh Pasal 25

Selain wajib membayar/menyetorkan angsuran pajak penghasilan pasal 25, WP juga harus melaporkan SPT pajaknya.

Apabila terlambat melakukan pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 25, akan dikenai tarif bunga sanksi administrasi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

 

Kesimpulan

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25) adalah metode pembayaran pajak penghasilan secara angsuran bulanan sepanjang tahun berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya, yang bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak. Setiap bulan, wajib pajak membayar angsuran berdasarkan perhitungan PPh terutang yang dibagi 12 bulan, dengan beberapa ketentuan khusus bagi wajib pajak tertentu. Angsuran ini dihitung berdasarkan SPT Tahunan sebelumnya dan dapat disesuaikan jika ada perubahan atau ketetapan pajak. Pembayaran angsuran dilakukan hingga batas waktu yang ditentukan dengan potensi sanksi bunga jika terlambat. Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera lapor SPT tahunan sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

WP Terkendala Input SKPPKP, DJP Mutakhirkan Aplikasi e-Form

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lakukan pemutakhiran aplikasi e-form terkait pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan karena adanya kelebihan pembayaran (restitusi). 

Hal itu dilakukan setelah adanya kendala dalam penginputan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), pada aplikasi e-form SPT Tahunan Pembetulan sebelum Tahun Pajak 2022.

Sebagai informasi SKPPKP merupakan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pajak atas permohonan pengembalian atau restitusi pendahuluan yang diajukan wajib pajak. Adapun, SKPPKP berisikan informasi yang terdiri dari jumlah restitusi pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak. 

Dalam Pengumuman Direktur Jenderal Pajak nomor PENG-1/PJ.09/2024 dijelaskan, setelah dilakukan pemutakhiran tersebut maka penginputan SKPPKP pada formulir SPT Tahunan pembetulan sebelum tahun pajak 2022, dapat dilakukan dengan cara berikut.

Pertama, untuk e-form 1770, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1770-II bagian A, dengan cara mengisikan di setiap kolomnya data-data, diantaranya:
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
4) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan tanggal SKPPKP;
5) kolom jenis pajak: diisi dengan “PPh 21”;
6) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi nol;
7) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi bilangan negatif nilai SKPPKP

Baca Juga : GAK BAYAR DENDA PAJAK BISA DIPENJARA???

 

Kedua, pada e-form 1770S, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1770S-I bagian C, dengan mengisikan di setiap kolomnya data-data seperti: 
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
4) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan tanggal SKPPKP;
5) kolom jenis pajak: diisi dengan “PPh 21”;
6) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi nol;
7) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi bilangan negatif nilai SKPPKP

Ketiga, pada e-form 1771 dan 1771$, SKPPKP dapat diinput dalam lampiran 1771-III pada bagian kredit pajak PPh 21/26, dengan mengisikan di setiap kolomnya data-data seperti: 
1) kolom nama pemotong/pemungut: diisi dengan “SKPPKP”;
2) kolom NPWP: diisi dengan “00.000.000.0-000.000”;
3) kolom jenis penghasilan: dipilih dengan “Imbalan/jasa lainnya”;
4) kolom objek pemotongan/pemungutan: diisi dengan angka nol;
5) kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut: diisi dengan bilangan negatif nilai SKPPKP;
6) kolom nomor bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
7) kolom tanggal bukti pemotongan/pemungutan: diisi dengan nomor SKPPKP;
8) kolom alamat pemotong/pemungut: diisi dengan nama KPP; dan
9) kolom NTPN: tidak diisi.

 

Kesimpulan

Pemutakhiran aplikasi e-form oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan langkah yang positif untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam penginputan SPT Tahunan pembetulan. Petunjuk yang rinci tentang penginputan SKPPKP pada formulir 1770, 1770S, 1771, dan 1771$ memberikan kejelasan kepada wajib pajak, membantu mengatasi kendala yang ada, dan memastikan keakuratan dalam proses restitusi. Ini mencerminkan komitmen DJP untuk memberikan pelayanan yang baik dan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Panduan Komprehensif mengenai Ketentuan Pajak THR (Tunjangan Hari Raya)

Apakah THR Kena Pajak?

Ya, Tunjangan Hari Raya atau THR merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan pajak.

Berdasarkan peraturan Menteri Ketenagakerjaan, pemberian THR wajib dibayarkan secara penuh atau proporsional sesuai masa kerja kepada pekerja/buruh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

  • THR harus diberikan kepada pekerja/buruh yang telah:
  • Bekerja selama 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang berstatus sebagai karyawan tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), ataupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Maupun pekerja lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Jenis Pajak yang Dikenakan pada THR

Jenis pajak yang dikenakan pada THR adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21),

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, THR dianggap sebagai tambahan penghasilan yang sifatnya tidak terpisahkan dari penghasilan rutin seorang karyawan.

Pajak tunjangan hari raya dihitung berdasarkan jumlah THR dan total penghasilan karyawan dalam setahun. PPh 21 dikenakan langsung oleh pemberi kerja melalui mekanisme pemotongan pajak.

Baca juga: Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pribadi

Dasar Hukum Pajak THR

Dasar hukum yang mengatur pajak THR antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh: Dalam Pasal 21 diatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan, termasuk penghasilan tidak rutin seperti THR.
  • UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP): Memperbarui ketentuan tarif pajak progresif yang berlaku, yang juga berdampak pada perhitungan pajak THR.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168/PMK.03/2023: Memberikan panduan teknis mengenai perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21, termasuk untuk penghasilan tambahan seperti THR.
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2023: Mengatur tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.

Ketentuan ini menjelaskan bahwa penghasilan berupa THR dikenakan PPh sesuai tarif progresif berdasarkan penghasilan kena pajak.

 

Ketentuan Tunjangan Hari Raya (THR) Kena Pajak

Mekanisme pengenaan pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR) dilakukan melalui pemotongan langsung oleh pemberi kerja. Dengan demikian, karyawan atau pekerja menerima THR yang sudah dipotong pajaknya oleh perusahaan atau pemberi kerja.

Berdasarkan BAB II Pasal 2 PER-16/PJ/2016, pihak yang bertindak sebagai pemberi kerja meliputi:

  • Orang pribadi
  • Badan hukum
  • Cabang, perwakilan, atau unit usaha.

Namun, terdapat pengecualian bagi beberapa pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan pajak atas THR, yaitu:

  • Kantor perwakilan negara asing,
  • Organisasi internasional yang bukan subjek PPh sesuai ketentuan dalam PMK,
  • Organisasi internasional yang pengaturan pajaknya didasarkan pada perjanjian internasional (diatur dalam PMK),
  • Orang pribadi sebagai pemberi kerja yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan hanya mempekerjakan individu untuk keperluan rumah tangga, bukan dalam konteks kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

 

Komponen untuk Menentukan THR dan Pajaknya

Untuk menghitung pajak THR, diperlukan beberapa komponen berikut:

  • Jumlah THR yang diterima.
  • Penghasilan bulanan atau tahunan karyawan.
  • Status karyawan (lajang atau sudah menikah).
  • Jumlah tanggungan keluarga yang dilaporkan.
  • Pengurangan seperti biaya jabatan, iuran pensiun, dan lainnya.

 

Langkah-Langkah Perhitungan Pajak THR

Berikut adalah tahapan untuk menghitung pajak THR:

  1. Tentukan total penghasilan bruto. Tambahkan THR ke penghasilan bruto tahunan.
  2. Hitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sesuaikan dengan status pernikahan dan tanggungan.
  3. Kurangi biaya jabatan. Biaya jabatan maksimal adalah 5% dari penghasilan bruto atau Rp6 juta per tahun.
  4. Hitung penghasilan kena pajak (PKP). Total penghasilan bruto dikurangi PTKP dan biaya jabatan.
  5. Terapkan tarif progresif PPh 21. Gunakan tarif progresif untuk menghitung pajak berdasarkan lapisan Penghasilan Kena Pajak.

Baca juga: Mengenal Kawasan Berikat dan Fasilitas Perpajakannya

 

Contoh Perhitungan Pajak THR

Tuan A karyawan di PT BBB berstatus menikah tanpa tanggungan dengan gaji sebesar Rp15 juta sebulan, mendapatkan THR dari perusahaan pada perayaan hari besar keagamaan. Berikut rincian dan perhitungan pajaknya:

  • Status: Menikah tanpa tanggungan (K/0)
  • Penghasilan Bulanan (Gaji): Rp15.000.000
  • THR: Rp15.000.000
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Rp58.500.000 (status K/0)
  • Penghasilan Setahun (tanpa THR): Rp15.000.000 × 12 = Rp180.000.000
  • Total Penghasilan Bruto (dengan THR): Rp180.000.000 + Rp15.000.000 = Rp195.000.000

Perhitungan:

1. Kurangi Biaya Jabatan

  • Biaya jabatan: 5% dari total penghasilan bruto setahun (maksimal Rp6.000.000 per tahun atau Rp500.000)
  • Karena penghasilan bruto Rp195.000.000, biaya jabatan adalah: Rp195.000.000 × 5% = Rp9.750.000 (tapi dibatasi maksimal Rp6.000.000).
  • Biaya jabatan yang diakui: Rp6.000.000.

2. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

  • Total bruto setelah biaya jabatan: Rp195.000.000 − Rp6.000.000 = Rp189.000.000
  • Kurangi PTKP (K/0): Rp189.000.000 − Rp58.500.000 = Rp130.500.000
  • PKP: Rp130.500.000

3. Hitung Pajak Berdasarkan Tarif Progresif

Tarif pajak progresif berlaku sebagai berikut:

  • Lapisan 1: Penghasilan hingga Rp60.000.000 dikenakan 5%: Rp60.000.000 × 5% = Rp3.000.000
  • Lapisan 2: Penghasilan Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000 dikenakan 15%: (Rp130.500.000 − Rp60.000.000) = Rp70.500.000 × 15% = Rp10.575.000

Total pajak (PPh 21): Rp3.000.000 + Rp10.575.000 = Rp13.575.000

4. Pajak yang Dibebankan pada THR

Karena pajak dihitung secara proporsional, kita cari persentase pajak atas total penghasilan (Rp195.000.000):

  • Proporsi Pajak THR = THR / Total Penghasilan Bruto × Total Pajak
  • Proporsi Pajak THR = Rp15.000.000 / Rp195.000.000 × Rp13.575.000 = Rp1.044.231 

Hasil Akhir:

  • Pajak yang dikenakan pada THR Budi adalah Rp1.044.231.
  • THR yang diterima setelah pajak: Rp15.000.000 − Rp1.044.231 = Rp13.955.769.

 

Tips Menghitung Pajak THR

  • Gunakan kalkulator PPh online. Banyak situs pajak menyediakan kalkulator PPh gratis untuk mempermudah perhitungan.
  • Periksa dokumen penghasilan. Pastikan semua komponen penghasilan telah dihitung dengan benar.
  • Konsultasikan dengan pihak HR atau konsultan pajak. Hal ini membantu memastikan tidak ada kesalahan dalam perhitungan.

 

Kesimpulan

THR dikenakan pajak penghasilan (PPh 21) berdasarkan UU PPh, UU HPP, dan peraturan terkait, dihitung dengan tarif progresif sesuai penghasilan tahunan, PTKP, dan biaya jabatan. Perhitungannya meliputi penjumlahan THR ke penghasilan bruto, pengurangan PTKP, dan penerapan tarif progresif. Untuk mempermudah, gunakan HRIS Mekari Talenta dan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak untuk pengelolaan pajak THR. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00