Info

NITKU Sebagai Pengganti NPWP Cabang?

Sebagai tanda pengenal dalam menjalankan kewajiban perpajakan, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau biasa disingkat NPWP adalah hal pertama yang harus Anda perhatikan. NPWP digunakan dalam melaksanakan berbagai hak dan kewajiban perpajakan ataupun kebutuhan administratif lain selain yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. 

Selain itu, bagi Anda yang memiliki usaha di beberapa lokasi berbeda, pasti sudah tidak asing dengan NPWP Cabang. NPWP Cabang diberikan bagi tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang tidak dapat menggunakan NPWP Pusat.   

Namun, semua itu telah berubah sejak adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah yang salah satunya menghapus keberadaan NPWP Cabang. Dalam PMK ini diperkenalkanlah NITKU sebagai ‘pengganti’ NPWP Cabang.  

 

Apa itu NITKU? 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah disebutkan bahwa NITKU atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.  

Berdasarkan definisi NITKU tersebut, apabila kita bandingkan dengan definisi NPWP Cabang maka akan terlihat perbedaannya. Pada definisi NITKU, sudah tidak ada lagi kalimat ‘untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiba perpajakan’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa NITKU ini sebatas nomor identitas untuk membedakan transaksi yang dilakukan antar cabang.  NITKU sendiri terdiri dari 16 digit NPWP Pusat dan 6 digit urutan cabang. Nomor urut antarcabang ini akan di-generate secara otomatis melalui sistem DJP

 

Kewajiban Perpajakan NITKU 

“We can’t make paying taxes pleasant, but at least we can make it simple.” Begitulah slogan The Algemene Fiscale Politiek, otoritas perpajakan Belanda alias ‘DJP’-nya Belanda. Di seluruh penjuru dunia manapun, ternyata tidak ada orang yang suka membayar pajak. Namun, dengan proses yang lebih sederhana, tentunya akan memudahkan masyarakat dan mendorong untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal inilah yang menjadi tugas besar bagi penyelenggara negara termasuk Indonesia. 

Dalam rangka mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, Direktorat Jenderal Pajak juga telah melaksanakan berbagai kebijakan yang meyederhanakan proses administrasi. Perubahan NPWP cabang menjadi NITKU, salah satunya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah NPWP badan yang memiliki banyak cabang dengan melaksanakan kewajiban pajaknya secara terpusat.  

Berbeda dengan NPWP Cabang, NITKU hanya merupakan nomor identitas dan tidak memiliki kewajiban perpajakan. Semua kewajiban perpajakan seperti penyetoran, pembuatan bukti potong dan faktur pajak serta pelaporan nantinya menggunakan NPWP Pusat. Sehingga diharapkan dapat mempermudah administrasi dan meringkankan biaya kepatuhan bagi Wajib Pajak. 

Namun, sebagai identitas cabang, NITKU juga masih diperlukan. NITKU digunakan dalam pembuatan faktur, bukti potong, dan SPT sebagai bagian dari data yang diperlukan selain NPWP Pusat sebagai data utama. Sebagai detail, NITKU digunakan untuk membedakan cabang mana yang melakukan transaksi. Selain itu, nantinya pusat dapat memberikan penambahan akses aplikasi bagi penanggung jawab masing-masing tempat kegiatan usaha dalam rangka pembuatan bukti potong. 

Cara Memperoleh NITKU

Implementasi Peraturan Menteri ini sendiri dilakukan secara bertahap. Bagi Wajib Pajak Cabang yang telah diterbitkan NPWP Cabang sebelum NITKU berlaku, akan diberikan NITKU secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk saat ini, pengecekan NITKU bagi yang sebelumnya telah memiliki NPWP Cabang dapat dilakukan melalui akun djponline atau dapat menghubungi langsung ke kantor pajak terdaftar. 

Sementara itu, bagi cabang baru akan di-generate NITKU secara otomatis. Nantinya apabila telah berlaku implementasi penuh, NPWP pusat dapat menambahkan sendiri cabangnya dan DJP akan meng-generate nomor NITKU. Adapun saat ini, masih dalam masa peralihan sehingga pendaftaran NPWP cabang masih dapat dilakukan. 

Pada 28 Juni 2024 juga telah dirilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (enam belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan. Pada perdirjen tersebut disebutkan beberapa layanan yang telah dapat digunakan menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU. Sedangkan NPWP 15 digit yang telah dimiliki juga masih dapat digunakan. Implementasi ini tentunya akan terus dikembangkan secara bertahap pada aplikasi-aplikasi lain. 

Pada akhirnya, perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil. Keseriusan Direktorat Jenderal Pajak dalam membawa perpajakan Indonesia menuju yang lebih baik, dilakukan dengan satu persatu memperbaiki sistem administrasinya. Kemudahan pelaksanaan kewajiban pun diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak hingga tentunya meningkatkan penerimaan pajak. 

 

Kesimpulan

Langkah ini diharapkan dapat mempermudah administrasi perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki cabang-cabang usaha di berbagai lokasi, serta mengurangi biaya kepatuhan. Implementasi NITKU dilakukan secara bertahap, dengan penggunaan NPWP 16 digit dan NITKU yang semakin diperluas dalam layanan administrasi perpajakan.

Dengan demikian, perubahan ini merupakan bagian dari upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan perpajakan di Indonesia, yang diharapkan dapat mendukung peningkatan penerimaan pajak secara keseluruhan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Mengenal Ketentuan PPN atas Ekspor JKP

Untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mendorong ekspor jasa dan meningkatkan daya saing industri jasa nasional. Hal ini dilakukan dengan memperluas jenis Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar Daerah Pabean. Jenis JKP yang diatur dalam ketentuan ini diantaranya:

  • Jasa maklon, dengan ketentuan bahwa spesifikasi dan bahan baku dan/atau bahan setengah jadi disediakan oleh Penerima Ekspor JKP, bahan baku dan/atau bahan setengah jadi akan diproses untuk menghasilkan BKP, kepemilikan atas BKP yang dihasilkan berada pada Penerima Ekspor JKP, dan pengusaha jasa maklon mengirim BKP dengan menggunakan mekanisme ekspor barang.
  • Jasa perbaikan dan perawatan;
  • Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor;
  • Jasa konsultasi konstruksi, meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait banguan atau rencana bangunan;
  • Jasa teknologi dan informasi, meliputi layanan analisis sistem komputer, layanan perancangan sistem komputer, layanan pembuatan sistem komputer dan/ atau situs web menggunakan bahasa pemrograman, antara lain layanan pembuatan aplikasi, layanan keamanan teknologi informasi (IT security) layanan pusat kontak (contact center), layanan dukungan teknik, layanan komputasi awan (cloud computing), dan layanan pembuatan konten dengan menggunakan bantuan teknologi informasi. 
  • Jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
  • Jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/ atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
  • Jasa konsultasi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering services), jasa konsultansi pemasaran (marketing services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
  • Jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
  • Jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data, meliputi layanan singkat interkoneksi panggilan dan/ atau pesan internasional, layanan transmitter and responder (transponder) satelit, layanan pengendalian satelit, dan/atau layanan ketersambungan internet global melalui jaringan publik atau privat.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) UU PPN, batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu PMK Nomor 32/PMK.010/2019. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK Nomor 32/PMK.010/2019, besarnya tarif PPN atas ekspor JKP oleh PKP adalah 0% (nol persen). Lebih lanjut, PPN atas ekspor JKP terutang ketika ekspor JKP dilakukan, yaitu pada saat penggantian atas jasa yang diekspor dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Meskipun secara matematis tidak ada PPN yang dipungut, PKP yang melakukan ekspor JKP tetap wajib membuat Faktur Pajak. Namun, berbeda dengan Faktur Pajak pada umumnya, Faktur Pajak untuk ekspor JKP adalah dokumen berupa Pemberitahuan Ekspor JKP yang dilampiri dengan faktur penjualan (invoice), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP. Khusus untuk ekspor BKP yang dihasilkan dari pelaksanaan jasa maklon, PKP wajib membuat pemberitahuan ekspor barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Contoh Surat Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak

 

Baca Juga : Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik

 

Pengenaan PPN atas ekspor JKP dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara PKP dengan penerima ekspor JKP yang mencantumkan dengan jelas jenis, rincian kegiatan yang dihasilkan dan nilai penyerahan;
  • Terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor JKP kepada PKP.

Lebih lanjut, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 32/PMK.010/2019, PPN atas perolehan BKP, perolehan JKP, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor JKP dapat dikreditkan, atau dengan kata lain merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

 

Kesimpulan

Kebijakan PPN 0% untuk ekspor JKP merupakan kebijakan yang proaktif dalam meningkatkan ekspor jasa Indonesia. Dengan memperluas jenis JKP yang dikenai PPN 0%, pemerintah memberikan insentif bagi sektor jasa untuk lebih berkembang dan bersaing di pasar internasional. Ini adalah upaya yang sejalan dengan visi pemerintah untuk memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan kontribusi sektor jasa terhadap ekspor. Pengaturan yang jelas dan persyaratan yang ketat juga akan membantu menjaga integritas kebijakan ini dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh pelaku usaha yang memenuhi syarat.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik

Perusahan logistik diartikan sebagai perusahaan yang menyediakan jasa pengiriman barang dan penyewaan gudang bagi perusahaan lain. Tentunya perusahaan logistik juga ada perlakuan pajaknya.

Pajak perusahaan logistik merupakan pajak yang dikenakan atas kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang bergerak pada bidang logistik pengadaan, perawatan, distribusi dan penyediaan (untuk mengganti) perlengkapan, perbekalan dan ketenagaan.

 

Berikut ini aspek pajak yang terdapat pada Wajib Pajak perusahaan logistik, yaitu:

1. Pajak Penghasilan (PPh)
Sebagai suatu badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah mendapatkan NPWP, maka Wajib Pajak Perusahaan Jasa wajib menyetorkan dan melaporkan SPT PPh Tahunan dan SPT Bulanan.

 

– PPh Tahunan
Setiap 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib Pajak perusahaan logistik wajib melaporkan SPT PPh Tahunan Badan. Tarif PPh Badan yang dikenakan tergantung berapa penghasilan bruto yang diperoleh oleh Wajib Pajak.

– PPh Masa
Kemudian kewajiban pajak bulanan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak perusahaan logistik yaitu membayar dan melapor SPT PPh 25 atas angsuran pajak, SPT PPh 4 ayat 2 atas penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, SPT PPh 21 atas pemotongan pajak pada penghasilan yang diterima oleh pegawai maupun bukan pegawai , SPT PPh 22 sebagai pemungut apabila diwajibkan untuk memungut PPh 22, PPh 23 atas pemotongan pajak pada penghasilan berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa dan jasa.

Karena perusahaan memberikan layanan jasa sewa gudang, sesuai dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2017 menyebutkan, atas  penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Oleh karena itu atas jasa sewa gudang dikenakan pajak jasa pergudangan dengan tarif final sebesar 10% dari bruto nilai sewa gudang.

Kemudian atas pelayanan jasa pengiriman barang atau ekspedisi dikenakan PPh Pasal 23 jika transaksi tersebut dilakukan dengan suatu Badan.

 

Baca Juga : Mengenal Pajak Reklame: Pengertian, Subjek, Objek, Tarif, dan Cara Menghitungnya

 

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak perusahaan logistik berupa PPN akan dikenakan terhadap Wajib Pajak perusahaan logistik jika memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka perusahaan tersebut wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian memiliki kewajiban untuk memungut, menghitung dan menyetor PPN yang terutang.

Namun apabila penghasilan bruto Wajib Pajak perusahaan jasa kurang dari atau sama dengan Rp 4,8 miliar, maka Wajib Pajak tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak. PPN tersebut dapat dikenakan atas Jasa Kena Pajak berupa jasa pengiriman barang dan jasa sewa gudang dengan tarif 10%. (Azzahra Choirrun Nissa)

 

Kesimpulan

Perusahaan logistik memiliki tanggung jawab pajak yang beragam, mencakup Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan jenis jasa yang diberikan dan besaran penghasilan. Kepatuhan terhadap kewajiban pajak ini sangat penting untuk menghindari sanksi dan menjaga reputasi perusahaan. Perusahaan logistik harus memahami dengan jelas berbagai ketentuan perpajakan yang berlaku, termasuk tarif dan jenis pajak yang dikenakan, agar dapat mengelola kewajiban pajaknya dengan baik. Selain itu, perencanaan dan konsultasi pajak yang tepat dapat membantu perusahaan dalam memaksimalkan efisiensi pajak dan mendukung operasional bisnis secara optimal.

Nah itulah informasi Tentang Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Mengenal Pajak Reklame: Pengertian, Subjek, Objek, Tarif, dan Cara Menghitungnya

Pengertian Pajak Reklame

Pajak reklame merupakan biaya yang harus dibayar agar mendapatkan izin penyelenggaraan reklame. Jika tidak membayar pajak reklame, siap-siap saja baliho atau spanduk Anda akan diturunkan.

Di Jakarta, pajak reklame diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame. Dalam Perda tersebut dijelaskan, pajak reklame adalah pungutan yang dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Kita biasanya mengidentikkan reklame dengan media periklanan besar yang ditempatkan pada area yang sering dilewati masyarakat umum seperti sisi jalan raya. Reklame umumnya berisi informasi dengan ilustrasi yang besar dan menarik.

Tapi, apa saja yang masuk dalam kategori reklame berdasarkan undang-undang? Dalam Perda Pajak Reklame DKI Jakarta, disebutkan, reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak garamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

 

2 Jenis Reklame

Secara umum, reklame dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu reklame produk dan reklame non-produk. Reklame produk adalah reklame berisi informasi tentang barang atau jasa. Tujuannya semata-mata untuk keperluan promosi. Sedangkan reklame non-produk adalah jenis reklame yang semata-mata memuat nama perusahaan/badan/nama usaha. Contohnya logo, simbol, atau identitas perusahaan yang bertujuan agar diketahui oleh orang banyak.

 

Subjek dan Objek Pajak Reklame

Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame tersebut. Sedangkan objek pajak reklame adalah:

  1. Semua penyelenggaraan reklame.

  2. Objek pajak yang dimaksud pada poin pertama, meliputi:

    • Reklame papan, reklame billboard, reklame videotron, reklame megatron, dan sejenisnya,

    • Reklame kain,

    • Reklame melekat, stiker,

    • Reklame selebaran,

    • Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,

    • Reklame udara,

    • Reklame apung ,

    • Reklame suara,

    • Reklame film/slide, dan

    • Reklame paragaan.

Selain objek pajak reklame, ada juga yang tidak termasuk objek pajak reklame, di antaranya:

  1. Reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
  2. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
  3. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
  4. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut luasnya tidak melebihi 1 m² (satu meter persegi) dengan ketinggian maksimum 15 meter dan jumlah reklame tidak lebih dari 1 buah.
  5. Penyelenggaraan reklame semata-mata memuat nama tempat ibadah dan panti asuhan.
  6. Penyelenggaraan reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan/atau peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak lebih damri 1 m² dan diselenggarakan di atas tanah tersebut kecuali reklame produk.
  7. Reklame yang diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan PBB, badan dan lembaga khususnya badan atau lembaga organisasi internasional pada lokasi kantor badan yang dimaksud.

Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR). Jika reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, NSR ditetapkan berdasarkan dari nilai kontrak reklame. Namun, jika reklame diselenggarakan sendiri, NSR dihitung berdasarkan pada jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame.

Jika reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, namun pihak tersebut tidak memiliki kontrak reklamenya, maka NSR ditetapkan dengan menggunakan faktor sebagaimana reklame yang diselenggarakan sendiri.

Di Jakarta, NSR telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 2014 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Reklame.

 

Tarif dan Cara Menghitung Pajak Reklame

Di Jakarta, tarif pajak reklame  diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pajak Reklame. Tarif yang dikenakan untuk reklame, sebesar 25%. Di luar Jakarta, aturan ini banyak diadaptasi untuk diterapkan di daerah masing-masing.

Lalu, bagaimana cara menghitung pajak reklame? Untuk menghitungnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui tarif NSR. Berikut ini contoh tarif NSR di Jakarta

 

Tarif NSR Reklame untuk Produk

Kelas Jalan Durasi Tayang Tarif Pajak Reklame
Protokol A /Meter/hari Rp. 125.000,-
Protokol B /Meter/hari Rp. 120.000,-
Protokol C /Meter/hari Rp. 75.000,-
Ekonomi I /Meter/hari Rp. 50.000,-
Ekonomi II /Meter/hari Rp. 25.000,-
Ekonomi III /Meter/hari Rp. 15.000,-
Lingkungan /Meter/hari Rp. 10.000,-

 

Tarif NSR Reklame untuk Non-Produk

Kelas Jalan Durasi Tayang Tarif Pajak Reklame
Protokol A /Meter/hari Rp. 25.000,-
Protokol B /Meter/hari Rp. 20.000,-
Protokol C /Meter/hari Rp. 15.000,-
Ekonomi I /Meter/hari Rp. 10.000,-
Ekonomi II /Meter/hari Rp. 5.000,-
Ekonomi III /Meter/hari Rp. 3.000,-
Lingkungan /Meter/hari Rp. 2.000,-

Contoh perhitungan pajak reklame papan/bilboard untuk wilayah DKI Jakarta:

Pajak reklame produk: Ukuran billboard 3 m x 1 m, lokasi di Jalan Sudirman (Protokol A)

  • 3 m x 1 m x Rp125.000 x 365 hari x 25 % = Rp34.218.750 (pajak reklame yang harus dibayar).

Pajak reklame non-produk dengan ukuran yang sama namun dengan jenis pajak reklame non-produk. Berikut cara menghitungnya:

  • 3 m x 1 m x Rp25.000 x 365 hari x 25 % = Rp6.843.750 (pajak reklame yang harus dibayar).

 

Kesimpulan

Mematuhi pajak reklame bukan hanya menghindarkan dari penalti, tetapi juga mendukung penataan kota dan tanggung jawab dalam beriklan. Edukasi lebih lanjut kepada masyarakat dan pelaku usaha diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan.

Nah itulah informasi Tentang Pajak Reklame, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

Mengenal Surat Keterangan Terdaftar (SKT)

Urusan perpajakan tentu tidak terlepas dari berbagai surat-surat atau dokumen penting yang mendukung jalannya administrasi pajak. Dari semua dokumen yang dibutuhkan, kali ini OnlinePajak akan membahas salah satu dokumen yang diperuntukan bagi Wajib Pajak Badan, yaitu Surat Keterangan Terdaftar atau SKT. Simak artikel ini selengkapnya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Surat Keterangan Pajak. 

 

Apa Itu SKT Pajak?

Surat Keterangan Terdaftar merupakan surat yang diperuntukan bagi Wajib Pajak Badan yang baru pertama kali mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020, Surat Keterangan Terdaftar atau yang dikenal juga dengan istilah SKT merupakan surat yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang berisi identitas Wajib Pajak.

 

Contoh SKT Pajak dan Keterangannya 

Contoh SKT Pajak dan Keterangannya

Berdasarkan lampiran dalam laman pajak.go.id, berikut ini penjelasan atas keterangan yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar Pajak:

  • Nama 
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Nomor Induk Kependudukan (NIK) 
  • Klasifikasi Lapangan Usaha
  •  Alamat
  • Kategori Wajib Pajak seperti Badan, JO, KPDA, Bend, dan lainnya
  • Tanggal Wajib Pajak terdaftar pertama kali di Direktorat Jenderal Pajak 
  • Kewajiban pajak sesuai dengan keadaan Wajib Pajak. Pemungutan PPN hanya diisi untuk Bendahara dan Pemungut PPN. PPN Kegiatan Membangun Sendiri hanya diisi dalam hal penerbitan NPWP secara Jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB PPN KMS
  • Diisi tanggal Wajib Pajak terdaftar di KPP bersangkutan. Dalam hal penerbitan NPWP secara jabatan, tanggal diisi sesuai dengan tanggal penerbitan SKT 
  • Tempat, tanggal bulan dan tahun SKT diterbitkan 
  • Nama, TTD dan NIP Kepala Seksi Pelayanan. Dalam hal SKT diterbitkan oleh KP2KP, bagian ini diisi dengan nama, tanda tangan dan NIP Kepala KP2KP

 

Cara Mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar Pajak 

Wajib Pajak akan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar saat mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak untuk memperoleh NPWP. Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis.

Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis serta melampirkan dokumen yang disyaratkan. 

Apabila KPP menyetujui permohonan pendaftaran NPWP maka dalam jangka waktu 1 hari WP akan menerima: 

  • NPWP
  • Surat Keterangan Terdaftar 
  • Electronic Filing Identification Number (EFIN) 

 

Mencetak Ulang Surat Keterangan Terdaftar

Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan kembali Surat Keterangan Terdaftar karena hilang, rusak atau alasan lainnya dengan menyampaikan formulir permintaan kembali pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha. 

Permintaan SKT pajak dapat diajukan secara elektronik, secara langsung, atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, serta harus dilengkapi dokumen yang sama dengan yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran Wajib Pajak. 

Setelah melakukan prosedur diatas, KPP atau KP2KP memberikan kembali SKT kepada Wajib Pajak. Jika diperlukan SKT juga dapat diberikan kepada WP dalam bentuk Dokumen Elektronik.

 

KESIMPULAN

Surat Keterangan Terdaftar (SKT) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyatakan bahwa wajib pajak, khususnya badan usaha, telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. SKT ini mencakup informasi penting seperti nama, NPWP, NIK, klasifikasi usaha, dan kewajiban pajak yang berlaku.

SKT diterbitkan setelah wajib pajak mendaftar untuk memperoleh NPWP, yang bisa dilakukan secara elektronik atau tertulis. Jika disetujui, SKT bersama dengan NPWP dan EFIN akan diterbitkan dalam satu hari.

Jika SKT hilang atau rusak, wajib pajak dapat mengajukan permintaan ulang. SKT penting untuk memenuhi kepatuhan pajak dan memastikan pelaporan pajak dilakukan tepat waktu.

Nah itulah informasi Tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Mengenal Apa Itu SKF(Surat Keterangan Fiskal)

Apa Itu Surat Keterangan Fiskal?

Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang berisikan data pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu. Surat ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu, di antaranya:

  1. Pengadaan barang dan/atau jasa.
  2. Pengenaan PPh sebesar 0.5% atas pengalihan real estate kepada Special Purpose Company (SPC) atau Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam skema tertentu.
  3. Pengajuan permohonan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  4. Pengajuan permohonan Tax Holiday atau fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
  5. Pengajuan fasilitas non-fiskal perusahaan industri atau perusahaan kawasan industri.
  6. Pelayanan dan/atau kegiatan tertentu lainnya yang mensyaratkan Surat Keterangan Fiskal.
  7. Penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.
  8. Pengajuan permintaan pembayaran kembali PPN atau PPN dan PPnBM kepada SKK Migas oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).
  9. Kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank.

 

Syarat Pengajuan SKF

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2019 Pasal 3, wajib pajak yang ingin mengajukan SKF adalah wajib pajak pusat yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. Telah menyampaikan SPT Pajak Penghasilan untuk 2 tahun pajak terakhir dan SPT PPN untuk 3 masa pajak terakhir untuk wajib pajak pusat dan/atau wajib pajak cabang jika ada.
  2. Tidak mempunyai utang pajak di KPP tempat wajib pajak pusat maupun wajib pajak cabang terdaftar, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda/mengangsur seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang KUP Pasal 9 ayat 4.
  3. Tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan.

 

Cara Pengajuan Surat Keterangan Pajak

Jika Anda membutuhkan surat keterangan fiskal untuk suatu kegiatan atau kebutuhan tertentu, Anda dapat mengajukannya pada Ditjen Pajak melalui 2 cara. Ada cara pengajuan permohonan SKF secara online dan pengajuan permohonan SKF ke Kantor Pajak Pratama. Kedua cara itu juga dijelaskan dalam peraturan yang sama (PER-03/PJ/2019).

1. Pengajuan Permohonan SKF secara Online

Anda dapat memperoleh SKF dengan mengakses langsung laman Ditjen Pajak di https://djponline.pajak.go.id/. Kemudian, pilih menu ‘KSWP’ dan isi formulir permohonan yang tersedia. 

Setelah menyelesaikan permohonan melalui online, Ditjen Pajak dapat menerbitkan SKF pada wajib pajak secara otomatis melalui sistem mereka. Surat Keterangan Fiskal itu berlaku untuk jangka waktu 1 bulan terhitung dari tanggal diterbitkan, dan berlaku untuk wajib pajak cabang jika ada.

Namun, Ditjen Pajak akan menerbitkan surat penolakan jika permohonan SKF itu tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

 

2. Pengajuan Permohonan SKF secara Offline

Jika laman Ditjen Pajak tidak dapat diakses, Anda dapat mengajukan permohonan surat keterangan fiskal secara langsung ke KPP/KP2KP yang ditujukan kepada Ditjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat permohonan diajukan (tidak terbatas pada KPP tempat wajib pajak terdaftar).

Jika mengajukan di KPP/KP2KP selain tempat wajib pajak terdaftar, untuk mendukung keabsahan penandatangan, permohonan tersebut disertai dengan fotokopi akta pendirian dan/atau dokumen pendukung lainnya, seperti fotokopi SPT Tahunan Pajak Penghasilan, paling tidak meliputi Induk SPT dan lampiran yang memuat data pengurus wajib pajak.  

Permohonan tertulis itu wajib ditandatangani oleh wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan atau pimpinan tertinggi wajib pajak badan/pengurus yang diberikan kuasa untuk menjalankan kegiatan perpajakan perusahaan dan terbukti dengan fotokopi akta pendirian maupun dokumen lainnya.

Format permohonan pengajuan SKF secara langsung terlampir dalam (PER-03/PJ/2019) sebagai berikut:

Apa itu surat keterangan fiskal? Bagaimana cara mendapatkannya? Pada saat seperti apa Anda membutuhkan surat ini? Cari tahu selengkapnya di sini.

Setelah permohonan diajukan, Ditjen Pajak dapat menerbitkan SKF dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja. Surat tersebut berlaku untuk jangka waktu 1 bulan terhitung tanggal diterbitkan, serta berlaku juga untuk Wajib Pajak Cabang jika ada.

Jika permohonan ditolak, surat penolakan akan diterbitkan selambatnya 3 hari kerja. Petugas Loket TPT akan menyampaikan alasan penolakan dan memberitahukan alasan penolakan secara lengkap pada Anda di KPP tempat mendaftar.

 

Kesimpulan

Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah dokumen dari Ditjen Pajak yang menunjukkan bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya. SKF diperlukan untuk berbagai kegiatan bisnis dan administratif. Untuk mengajukan SKF, wajib pajak harus memenuhi syarat seperti pelaporan SPT yang tepat waktu dan tidak memiliki utang pajak yang belum diselesaikan. Pengajuan bisa dilakukan secara online atau langsung ke KPP, dan SKF yang diterbitkan berlaku selama satu bulan.

Nah itulah informasi Tentang Surat Keterangan Fiskal (SKF), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

 

 

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00