Info

Bagaimana Pengenaan Pajak Penghasilan Biro Perjalanan Wisata?

Siapa sih yang tidak butuh berwisata? Tuntutan untuk selalu eksis di medsos menjadikan wisata seolah menjadi kebutuhan primer.

Saat melakukan pikinik, sebenarnya kita punya kewajiban untuk membayar pajak. Ini terutama untuk piknik perusahaan yang menggunakan biro jasa perjalanan wisata.

Pajak biro jasa perjalanan wisata ini termasuk dalam pemotongan PPh 23. Yang menjadi masalah masih ada biro wisata yang tidak merinci tagihan.

Biasanya tagihannya hanya berbentuk hitungan secara total. Hal ini kerap membuat tax officer di perusahaan bingung saat melakukan potongan PPh 23.

Bagaimana cara memotong PPh 23 tanpa rincian?

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana cara menghitung PPh 23 biro perjalanan wisata?

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) huruf b PMK-141/PMK.03/2015:

Jumlah bruto untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

  1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  2. pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan;
  3. pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau
  4. pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan.

 

Selanjutnya pada ayat (4) diatur bahwa:

Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang dapat dibuktikan dengan:

a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1;

b. faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2;

c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 3; dan

d. faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4.

 

Kesimpulan 

PPh 23 pada biro jasa perjalanan wisata diterapkan saat piknik, terutama oleh perusahaan yang menggunakan jasa perjalanan. Beberapa biro tidak merinci tagihan, menyebabkan kebingungan dalam pemotongan pajak.

Tarif PPh 23 bergantung pada jumlah bruto, mencakup penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak. Penting untuk merinci tagihan dengan bukti yang mendukung pembayaran guna menghitung PPh 23 sesuai regulasi. Kepatuhan pada ketentuan perpajakan menjadi kunci untuk pemotongan pajak yang benar.

Model Bisnis Perusahaan Perjalanan

 

 

A. Kegiatan usaha Perusahaan Perjalanan umumnya dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Membuat dan menjual produk Biro Perjalanan Umum sendiri yang berupa Paket Wisata. Komponen dari Paket Wisata terdiri dari tiket pesawat, akomodasi termasuk makan, angkutan darat/laut, jasa tour atau tour services (terdiri dari: menjemput dan mengantar tamu atau meeting service, mengurus dokumen re-ekspor barang atau handling service, dan jasa pendamping/penunjuk jalan atau guide service serta tontonan atau performance service),
  2. Menjualkan produk pihak lain seperti Paket Wisata luar negeri, tiket pesawat, kapal dan mengurus dokumen perjalanan dsb.;
  3. Mengorganisir konperensi atau Professional Conference Organizer (PCO);
  4. Mengurus dokumen perjalanan dsb.

B. Pihak-pihak terkait

  1. Perusahaan perjalanan (Biro Perjalanan Wisata/BPW dan Agen Perjalanan Wisata/APW)
  2. Perusahaan perjalanan pihak lain
  3. Perusahaan angkutan (darat, laut dan udara)
  4. Perusahaan akomodasi (restoran dan penginapan)
  5. Pembeli

C. Proses Bisnis Perusahaan Perjalanan antara lain:

  1. Proses Bisnis Penjualan Paket Wisata Sendiri

a)   Pembeli melakukan pemesanan paket wisata yang ditawarkan perusahan perjalanan
b)   Perusahaan perjalanan mengeluarkan invoice berisi rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli

c)   Pembeli melakukan pembayaran ke rekening yang telah ditetapkan oleh perusahaan perjalanan
d)   Perusahaan perjalanan mengurus pembelian tiket kepada perusahaan angkutan dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

e)   Perusahaan perjalanan mengurus akomodasi kepada restoran, perusahaan penginapan dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

f)   Apabila diperlukan, perusahaan perjalanan juga dapat membantu pengurusan dokumen pembeli
g)  Perusahaan perjalanan melayani pembeli sesuai waktu dan kesepakatan dalam paket wisata

 

  1. Proses Bisnis Penjualan Paket Wisata Pihak Lain

a)   Perusahaan perjalanan menawarkan Paket Wisata Pihak Lain kepada calon pembeli
b)   Pembeli melakukan pemesanan paket wisata pihak lain melalui perusahaan perjalanan
c)   Perusahaan perjalanan mengirimkan notifikasi pemesanan kepada perusahaan perjalanan pihak lain

d)   Perusahaan perjalanan mengeluarkan invoice berisi rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli

e)   Pembeli melakukan pembayaran ke rekening yang telah ditetapkan oleh Perusahaan perjalanan
f)    Perusahaan perjalanan membayar kepada perusahaan perjalanan pihak lain sejumlah uang sesuai kesepakatan terkait Paket Wisata Pihak Lain yang berhasil dijual

g)   Apabila diperlukan, Perusahaan perjalanan juga dapat membantu pengurusan dokumen pembeli
h)   Perusahaan perjalanan pihak lain melayani pembeli sesuai waktu dan kesepakatan paket wisata.

 

  1. Proses Bisnis Penjualan Tiket

a)   Pembeli melakukan pemesanan tiket (darat, laut, udara) yang ditawarkan perusahan perjalanan
b)   Perusahaan perjalanan mengeluarkan invoice berisi rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli

c)   Pembeli melakukan pembayaran ke rekening yang telah ditetapkan oleh perusahaan perjalanan
d)   Perusahaan perjalanan mengurus pembelian tiket kepada perusahaan angkutan dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

e)   Apabila diperlukan, perusahaan perjalanan juga dapat membantu pengurusan dokumen pembeli
f)   Perusahaan perjalanan menyerahkan tiket yang telah dipesan kepada pembeli

 

  1. Proses Bisnis Penjualan Voucher Hotel

a)   Pembeli melakukan pemesanan voucher yang ditawarkan perusahan perjalanan
b)   Perusahaan perjalanan mengeluarkan invoice berisi rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli

c)   Pembeli melakukan pembayaran ke rekening yang telah ditetapkan oleh perusahaan perjalanan
d)   Perusahaan perjalanan mengurus pembelian voucher kepada perusahaan penginapan (hotel) dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

e)   Apabila diperlukan, perusahaan perjalanan juga dapat membantu pengurusan dokumen pembeli
f)   Perusahaan perjalanan menyerahkan voucher yang telah dipesan kepada pembeli

 

  1. Proses Bisnis Penyediaan Professional Conference Organizer (PCO)

a)   Pembeli melakukan pemesanan PCO yang ditawarkan perusahan perjalanan
b)   Perusahaan perjalanan mengeluarkan invoice berisi rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli

c)   Pembeli melakukan pembayaran ke rekening yang telah ditetapkan oleh perusahaan perjalanan
d)   Perusahaan perjalanan mengurus pembelian tiket kepada perusahaan angkutan dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

e)   Perusahaan perjalanan mengurus akomodasi kepada restoran, perusahaan penginapan dan/atau melalui perusahaan perjalanan pihak lain

f)   Apabila diperlukan, perusahaan perjalanan juga dapat membantu pengurusan dokumen pembeli
g)   Perusahaan perjalanan melayani pembeli sesuai waktu dan kesepakatan

 

D. Aspek Perpajakan

Perusahaan Perjalanan pada umumnya mendapatkan penghasilan dari dua sumber, yaitu:

  1. Komisi/imbalan atas jasa keagenan
  2. Penjualan Paket Wisata yang dijual sendiri kepada konsumen akhir

 

1. Penghasilan Perusahaan Perjalanan atas komisi/imbalan dalam mengageni perusahaan angkutan umum di udara/darat/air, hotel, pengurusan dokumen perjalanan dan menghubungkan antara wisatawan/orang yang melakukan perjalanan dengan pemilik jasa

Pajak Penghasilan

Objek Pajak : Penghasilan dari jasa yang diberikan oleh BPW/APW dalam mengageni perusahaan angkutan umum di udara/darat/air, hotel, pengurusan dokumen perjalanan dan menghubungkan antara wisatawan/orang yang melakukan perjalanan dengan pemilik jasa termasuk dalam pengertian jasa perantara/keagenan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) WP Bruto tertentu, Pasal 23, atau Pasal 26.

 

Subjek Pajak :

Orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari jasa perantara/keagenan

 

Tarif :

Untuk perusahaan perjalanan sebagai penyedia jasa yang memiliki peredaran bruto tertentu, tarif PPh Final PP 23 Tahun 2018 diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima setiap bulan.

Untuk perusahaan perjalanan sebagai penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

 

PPh Potput :

Apabila lawan transaksi/vendor sebagai pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) WP Bruto tertentu, Pasal 23, atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) atas WP dengan peredaran bruto tertentu adalah sebesar 0,5% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa perantara/keagenan adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak PPN. Dalam hal penyedia jasa dimaksud tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen), yaitu menjadi sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan dari jasa perantara/keagenan adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, atau berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku.

Pajak Pertambahan Nilai

 

Objek Pajak :
Jasa yang diberikan oleh BPW/APW dalam mengageni perusahaan angkutan umum di udara/darat/air, hotel, pengurusan dokumen perjalanan dan menghubungkan antara wisatawan/orang yang melakukan perjalanan dengan pemilik jasa merupakan dalam Jasa Kena Pajak (JKP).

 

DPP :
Penggantian, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh perusahaan perjalanan karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

 

PPN terutang :

A. Untuk penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, yaitu pada:

1)   Saat:

a)   harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau

b)   kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud huruf a tidak diketahui.

2)   Saat pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean.

B. Untuk pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, yaitu pada saat:

1)   harga perolehan JKP tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
2)   penggantian JKP tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
3)   harga perolehan JKP tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya,

yang terjadi lebih dahulu, atau pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat terjadinya pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana tersebut di atas tidak diketahui.

 

Faktur Pajak :
dibuat oleh perusahaan perjalanan kepada lawan transaksi/vendor yang diageni.

 

2. Penghasilan Perusahaan Perjalanan atas Paket Wisata yang dijual sendiri tanpa mengambil komisi/imbalan jasa perantara

Pajak Penghasilan

Objek Pajak :
Penghasilan dari paket wisata yang diberikan oleh BPW/APW termasuk dalam objek PPh Pasal 4 ayat (2) WP Bruto tertentu atau PPh Pasal 29.

 

Subjek Pajak :
Orang pribadi atau badan selaku perusahaan perjalanan yang menjual paket wisata

 

Tarif :
Untuk perusahaan perjalanan yang memiliki peredaran bruto tertentu, tarif PPh Final PP 23 Tahun 2018 diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima setiap bulan.

Untuk perusahaan perjalanan yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai

 

Objek Pajak :
atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, merupakan dalam Jasa Kena Pajak (JKP).

 

DPP :
10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih (DPP dengan Nilai Lain)

 

PPN terutang :
A. Untuk penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, yaitu pada:

1)   Saat:

a)   harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau

b)   kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud huruf a tidak diketahui.

2)   Saat pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean.

B.   Untuk pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, yaitu pada saat:

1)   harga perolehan JKP tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
2)   penggantian JKP tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
3)   harga perolehan JKP tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya,
yang terjadi lebih dahulu, atau pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat terjadinya pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana tersebut di atas tidak diketahui.

 

Faktur Pajak :
dibuat oleh perusahaan perjalanan kepada pembeli paket wisata.

 

Lain-Lain :
Pajak Masukan atas penyerahan jasa perjalanan wisata yang menggunakan DPP dengan Nilai Lain tidak dapat dikreditkan.

 

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
  2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 99/PMK.03/2018 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 121/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
  6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 01/PJ.32/2000 Tentang Penegasan PPN atas Jasa Keagenan (Penjualan Tiket)
  7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 18/PJ.3/1989 Tentang Pengenaan PPN atas Jasa Perusahaan Perjalanan Seri PPN – 140
  8. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 135/PJ./2005 Tentang Peninjauan Kembali SE DJP Tentang PPN atas Jasa Keagenan dan Kep Dirjen Tentang PPh Psl 23
  9. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 368/PJ.53/2004 Tentang Perlakuan PPN atas Airport Tax Dalam Tagihan Penjualan Tiket Internasional oleh PKP Biro Perjalanan/Biro Pariwisata
  10. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 708/PJ.53/2004 Tentang Perlakuan PPN atas Kegiatan Agen Perjalanan Wisata
  11. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 1081/PJ.53/2002 Tentang PPN atas Penjualan Voucher Hotel Oleh Biro Perjalanan
  12. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 685/PJ.53/2001 Tentang PPN atas Penjualan Jasa Biro Perjalanan Kepada Badan Internasional
  13. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 2457/PJ.532/2000 Tentang PPN atas Jasa Professional Conference Organizer (PCO)

 

KESIMPULAN

 

Perusahaan perjalanan terlibat dalam penjualan paket wisata, tiket, dan layanan konferensi. Proses bisnis melibatkan langkah-langkah seperti pemesanan, pembayaran, dan pengurusan dokumen. Dalam aspek perpajakan, perusahaan memperoleh penghasilan dari komisi keagenan, penjualan paket wisata, dan layanan lainnya.

Pajak penghasilan dan PPN menjadi fokus utama, dengan tarif dan kewajiban pajak yang berbeda tergantung pada jenis penghasilan dan sumbernya. Keseluruhan, perusahaan harus mematuhi regulasi perpajakan untuk memastikan pemotongan pajak yang tepat.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Tahukah anda tentang pajak yang bisa dikenakan atas event?

Jasa event organizer (EO) atau penyelenggara acara menjadi salah satu bisnis yang memiliki potensi besar. Apalagi setelah pandemi COVID-19 kian terkendali, beragam acara telah diperbolehkan untuk dihadiri oleh banyak tamu/penonton. Terbukti, PT Dyandra Media International Tbk, holding yang membawahi 28 perusahaan pada sektor industri meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 15,9 miliar pada kuartal III-2022. Pendapatan pada periode Januari-September 2022 ini dikontribusikan oleh segmen bisnis event organizer yang mencapai 77 persen. Lantas, bagaimana aspek perpajakan untuk jasa event organizer?

Apa itu event organizer?

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-11/PJ.53/2003, event organizer adalah sebuah kegiatan usaha yang dilakukan pengusaha jasa penyelenggara kegiatan. Kegiatan itu, meliputi penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, dan kegiatan lainnya yang memakai jasa penyelenggara acara.

Event organizer mempunyai beberapa jenis, yakni wedding organizer; jasa penyelenggara kegiatan khusus pada bidang musik atau hiburan; kegiatan pertemuan, seperti MICE. Selain itu, ada jenis event organizer di Indonesia yang mendaulatkan diri sebagai one stop service agency.

 

Apa saja pengenaan pajak event organizer?

Event organizer mempunyai beberapa macam kegiatan dan penghasilan yang juga akan dikenakan ragam jenis pajak, yakni:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
    Pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan terhadap pendapatan yang diperoleh atas jasanya dan dipungut langsung oleh penerima jasa. Untuk event organizer berbentuk badan, perlu melakukan pemungutan PPh 21 terhadap pendapatan karyawan mereka.
  • PPh Pasal 23
    Ketika event organizer berbentuk badan, maka harus melaporkan penghasilan yang didapatkan dengan dikenakan tarif PPh 23. Pemungutan langsung dilakukan oleh penerima jasa yang berbentuk badan, yakni dengan tarif sebesar 15 persen atau 2 persen mengikuti objek pajaknya. Tarif ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  • PPh Pasal 4 Ayat 2
    Bila event organizer melakukan penyewaan tanah atau gedung, maka perusahaan harus melakukan pembayaran dan melaporkan PPh Pasal 4 ayat 2.
  • PPh final 0,5 persen
    Jika omzet setiap tahun yang diperoleh usaha event organizer tidak melebihi Rp 4,8 miliar, maka dikenakan PPh final 0,5 persen.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Bila event organizer yang menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan beromzet setiap tahunnya melewati batas Rp 4,8 miliar, perusahaan harus melakukan pemungutan PPN sebesar 11 persen dari jasa yang diberikan.

Secara lebih rinci, PPN untuk jasa event organizer dikenakan atas kegiatan berikut:

  • Kegiatan event organizer dilakukan atas permintaan klien yang menggunakan jasa.
  • Pemesanan gedung, penentuan design, sound system, konsumsi, dan hal-hal lain yang bersangkutan dalam jasa event organizer.
  • Dasar pengenaan PPN adalah biaya yang dikenakan event organizer kepada klien, imbalan dari perolehan termasuk bagi hasil, dan perusahaan sebagai pemungut pajak.

 

KESIMPULAN

Jasa event organizer (EO) tunduk pada beberapa jenis pajak, termasuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh final 0,5%, dan PPN 11% bagi EO yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar. PPN dikenakan atas berbagai kegiatan EO seperti pemesanan gedung, desain, sound system, konsumsi, dll. Adherence pada regulasi perpajakan penting untuk menjalankan bisnis EO secara legal dan efisien.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Telaah Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran

 

Sekilas PPN atas Jasa Pelayaran

Bicara mengenai PPN atas jasa pelayaran berarti membahas mengenai dua bentuk jasa, yakni jasa angkutan penumpang dan jasa angkutan barang menggunakan kapal. Keduanya jelas memiliki perlakuan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berbeda.

Perlakuan PPN atas jasa pelayaran ini memang harus dibedakan, lantaran jasa pelayaran yang dimaksudkan untuk angkutan umum memiliki aturan PPN yang pastinya berbeda dengan jasa pelayaran yang dimaksudkan untuk angkutan barang/komersial.

Yang menjadi persamaan terkait perlakuan PPN atas jasa pelayaran angkutan penumpang dan barang adalah, untuk impor alat angkutan dan penyerahan alat angkutan serta impor dan penyerahan suku cadang terkait alat angkutan kapal. Terkait kegiatan impor dan penyerahan alat angkutan di air dan suku cadang, perlakuannya adalah tidak dikenakan PPN.

Baca Juga: Mahasiswa Belum Ber-NPWP Tapi Mau Investasi Obligasi??

 

Aturan Terkait PPN atas Jasa Pelayaran

Aturan yang melandasi perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang utama tentu saja Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Namun, terkait aturan teknisnya, maka ada beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berisi mengenai perlakuan PPN atas jasa pelayaran.

Untuk perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang berhubungan dengan jasa pelayaran angkutan umum, aturan yang menjadi dasar hukum adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28/PMK.03/2006. PMK ini mengatur mengenai jasa di bidang angkutan umum di darat dan air yang tidak dikenakan PPN.

Sementara, untuk perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang bersifat komersial, dalam arti sepenuhnya untuk pengangkutan barang, maka landasan hukum yang mendasarinya adalah, PMK No.75/PMK.03/2010.

 

Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran Bersifat Angkutan Umum

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang bersifat angkutan umum ini diatur dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006, dimana jasa pelayaran yang bersifat angkutan umum ini mendapat fasilitas tidak dikenakan pungutan PPN.

Memang, dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006 tidak disebutkan secara jelas mengenai jasa pelayaran. Namun, mengingat jasa pelayaran sifat alaminya adalah penggunaan moda transportasi kapal, maka PMK Nomor 28/PMK.03/2006 merupakan rujukan yang tepat jika ingin mengetahui perlakuan PPN atas jasa pelayaran bersifat angkutan umum.

Dalam PMK Nomor 28/PMK.03/2006 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan angkutan umum air adalah angkutan yang mengangkut penumpang dan barang dari satu tempat ketempat lain menggunakan kapal dan beroperasi di laut, sungai dan danau. Termasuk juga di dalamnya adalah angkutan umum penyeberangan.

 

Perlakuan PPN atas Jasa Pelayaran Bersifat Komersial

Yang dimaksud dengan jasa pelayaran bersifat komersial di sini adalah, jasa pengurusan transportasi atau freight forwarding. Kegiatan usaha freight forwarding dimasukan dalam jasa pelayaran karena kegiatan usahanya juga dapat berfungsi sebagai Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).

Karena sifat usahanya juga dapat berfungsi sebagai EMKL, maka freight forwarding ini dapat juga diklasifikasikan sebagai jasa pelayaran. Terkait dengan perlakuan PPN atas jasa pelayaran yang berbentuk EMKL ini, perhitungan yang digunakan adalah nilai lain.

Baca Juga: Simak Kriteria Keahlian Tertentu Serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Warga Negara Asing

Nilai lain merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPN. Penggunaan nilai lain PPN dimaksudkan untuk mengindentifikasi DPP yang bisa dikenakan pada beberapa transaksi tertentu, khususnya yang berada di luar klasifikasi DPP PPN pada umumnya.

Nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN untuk freight forwarding, yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi adalah sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

Artinya, PPN atas jasa pelayaran berbentuk freight forwarding ini penghitungannya adalah 10% x Harga Jual JKP. Jadi, tarif PPN-nya adalah 11% x 10% x Harga Jual JKP atau 1% x Harga Jual JKP.

Untuk transaksi terkait PPN atas jasa pelayaran berupa freight forwarding ini, pembuatan faktur pajaknya menggunakan kode faktur 040. Namun, pajak masukan oleh PKP yang bergerak di bidang freight forwarding tidak bisa dikreditkan. Buat dan kirimkan faktur pajak dengan kode 040 maupun kode lainnya, beserta invoice transaksi bisnis tersebut.

 

 

KESIMPULAN

Perlakuan PPN atas jasa pelayaran di Indonesia memiliki perbedaan tergantung pada jenis layanan, baik itu angkutan penumpang maupun angkutan barang. Untuk jasa angkutan umum, seperti penyeberangan, berlaku fasilitas tidak dikenakan PPN sesuai dengan PMK Nomor 28/PMK.03/2006.

Sementara itu, untuk jasa pelayaran bersifat komersial atau freight forwarding, aturannya diatur oleh PMK No.75/PMK.03/2010 dengan penghitungan PPN menggunakan nilai lain sebesar 10% dari jumlah yang ditagih. Penting untuk memahami peraturan ini agar dapat mengelola pajak dengan tepat sesuai jenis layanan pelayaran yang diberikan.

Dengan adanya peraturan ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Kriteria Keahlian Tertentu Serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Warga Negara Asing

Ketentuan terbaru terkait pengenaan pajak penghasilan bagi warga negara asing tercantum dalam “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 dalam pasal 3 dan 4. Warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang mereka terima atau peroleh dari Indonesia dengan ketentuan mempunyai keahlian tertentu yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hanya berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang terhitung sejak menjadi SPDN. 

Penghasilan yang diperoleh oleh warga negara asing merupakan penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia dan tidak berlaku bagi warga negara asing yang ingin memanfaatkan persetujuan penghindaran pajak berganda antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra maupun yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda tempat warga negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.

Warga negara asing yang memiliki keahlian tertentu meliputi tenaga kerja asing yang menjabat pada pos jabatan tertentu serta peneliti asing dengan persyaratan sebagai berikut :

  1. Tenaga kerja asing yang dapat menduduki pos jabatan tertentu yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; 
  2. peneliti asing yang ditetapkan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggara ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi.

Dalam hal kriteria tertentu yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. Memiliki keahlian di bidang ilmu pengetahuan,teknologi, dan/atau matematika, yang dapat dibuktikan dengan:
  • Memiliki sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah negara asal tenaga kerja asing
  • Memiliki ijazah pendidikan
  • Memiliki pengalaman kerja paling sedikit minimal 5 (lima) tahun

 2. Memiliki kewajiban untuk dapat melakukan alih pengetahuan

Demikian penjelasan terkait ketentuan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia bagi Warga negara asing yang telah menjadi SPDN, kriteria keahlian tertentu, dan tata cara pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia bagi Warga negara asing.

 

KESIMPULAN

Peraturan ini menegaskan kriteria keahlian tertentu untuk WNA yang ingin dikenakan pajak di Indonesia, dengan fokus pada pemajuan pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, persetujuan penghindaran pajak berganda memberikan fleksibilitas bagi WNA yang ingin memanfaatkan kerjasama lintas negara tanpa beban pajak yang berlebihan.

Nah itulah informasi Tentang Perpajakan, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Mahasiswa Belum Ber-NPWP Tapi Mau Investasi Obligasi??

1. Pengertian NPWP dan Obligasi

NPWP merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan dan digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Obligasi merupakan surat berharga jangka menengah dan Panjang yang bisa diperdagangkan. Obligasi juga berisi janji oleh penerbit saham untuk membayar bunga berupa bunga selama jangka waktu tertentu untuk membayarkan kembali pokok obligasi kepada pembeli pada akhir jangka waktu yang ditentukan.

Pada saat ini, banyak sekali anak muda dan mahasiswa yang mau untuk berinvestasi namun masih belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Mahasiswa dapat berinvestasi tanpa NPWP dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) berupa Obligasi Negara Ritel, Mahasiswa bisa saja hidup tanpa NPWP. Tapi apakah rekening perantara memiliki NPWP wajib? Jawabannya tentulah tidak.

Yang penting saat membeli ORI adalah masa rilis awal. Tanpa NPWP, mahasiswa bisa menjadi investor, bahkan jika ORI dibeli sebelum masa penawaran berakhir.

Ada distributor yang memungkinkan pelajar tanpa NPWP memberi ORI. Tapi, beberapa distributor memerlukan NPWP merupakan sebagai salah satu persyaratan investasi ORI mereka.

Persyaratan NPWP tergantung pada mitra penjual obligasi. Ada mitra penjual yang meminta NPWP, tapi ada juga yang hanya meminta Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Satu keluarga itu dianggap tidak diperhitungkan sebagai satu-kesatuan ekonomi kalau memang menghendaki (persyaratan) NPWP, tapi belum punya NPWP, sesuai dengan prinsip perpajakan Indonesia. Jadi, mahasiswa bisa pinjam saja NPWP orang tuanya bisa ada di kepala keluarga beban (pajak).

Lalu mengenai tarif pajak penghasilan final (PPh) atas beban pajak wajib di masing-masing negara dan model bisnis berkelanjutan (BUT).

Tarif PPh final atas bunga obligasi adalah 10%, dengan 3 dasar pengenaan pajak (DPP). DPP pertama-tama menghitung jumlah bruto untuk bunga kupon obligasi berdasarkan berapa lama perkebunan telah dimiliki.

Kedua, untuk diskonto dari obligasi dengan kupon, DPP-nya adalah selisih lebih harga jual atau nilai nominal di tas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan. Ketiga, untuk diskonto dari obligasi tanpa bunga, DPP yang dipakai yaitu selisih dari lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

Pengenaan PPh final itu tidak berlaku jika penerima penghasilan bunga obligasi merupakan Wajib Pajak dana pension dan Wajib Pajak bank didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

 

KESIMPULAN

Mahasiswa dapat berinvestasi tanpa NPWP dengan membeli ORI, namun penting untuk memperhatikan persyaratan distributor dan tarif PPh atas bunga obligasi. Meskipun tidak memiliki NPWP, ini bukanlah hambatan mutlak untuk berinvestasi.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00