Info

Simak Insentif Pajak untuk Eksportir

KWA Consulting – Pemerintah resmi memberikan insentif pajak bagi eksportir. Daftar insentif tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) pada Instrumen Moneter dan atau Instrumen Keuangan Tertentu.

“Bahwa untuk mendukung kebijakan pemasukan dan penempatan devisa hasil ekspor yang berasal dari barang ekspor sumber daya alam ke dalam sistem keuangan Indonesia, perlu memberikan kebijakan khusus di bidang PPh. Kebijakan khusus di bidang PPh sebagaimana dimaksud dapat diberikan melalui pengenaan PPh bersifat final atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam pada instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu,” lanjut aturan tersebut,” tulis bagian pertimbangan pada PP Nomor 22 Tahun 2024 tersebut, dikutip KWA Consulting, (27/5). 

Untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu yang dananya dalam valuta asing, maka dikenai PPh yang bersifat final. Berikut daftarnya:

  • Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan;
  • Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan;
  • Tarif sebesar 7,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  • Tarif sebesar 10 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

Selain itu, untuk penghasilan dari instrumen moneter dan atau instrumen keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai PPh bersifat final dengan rincian:

  • Tarif sebesar 0 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan;
  • Tarif sebesar 2,5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; atau
  • Tarif sebesar 5 persen untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

Perlu dipahami bahwa pemberian PPh yang bersifat final itu harus dilunasi melalui mekanisme pemotongan. Pemotongan PPh dilakukan pada saat pembayaran penghasilan kepada eksportir.

Adapun pemotongan PPh bisa dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu bank untuk penghasilan eksportir dari instrumen; peserta operasi pasar terbuka untuk penghasilan eksportir dari instrumen; Lembaga Pembiayaan Ekspor (LPEI) untuk penghasilan eksportir; atau bank atau LPEI sebagai penerbit instrumen keuangan, peserta operasi pasar terbuka untuk penghasilan eksportir dari instrumen.

 

KESIMPULAN

PP Nomor 22 Tahun 2024 merupakan kebijakan yang tepat dan diperlukan untuk mendorong eksportir menempatkan devisa hasil ekspor mereka ke dalam sistem keuangan Indonesia. Dengan insentif berupa tarif PPh final yang rendah, pemerintah memberikan daya tarik bagi eksportir untuk mengonversi dan menempatkan devisa mereka di dalam negeri dalam jangka waktu yang lebih lama. Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa nasional, menstabilkan nilai tukar rupiah, dan meningkatkan likuiditas dalam sistem keuangan Indonesia.

Penerapan pemotongan PPh melalui bank dan LPEI menunjukkan langkah pemerintah untuk memastikan proses berjalan dengan baik dan sesuai regulasi. Secara keseluruhan, kebijakan ini merupakan langkah proaktif untuk mendukung stabilitas ekonomi dan keuangan Indonesia di tengah dinamika global yang semakin kompleks. Masih bingung dengan perpajakan? Konsultasi masalah pajak Anda langsung di KWA Conulting saja! Hubungi kami sekarang.

 

 

 

 

Cara Menonaktifkan NPWP: Panduan Lengkap Pribadi & Badan

Cara Menonaktifkan NPWP: Panduan Lengkap Pribadi & Badan

Pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara. Namun, ada kalanya seseorang atau suatu badan usaha perlu menonaktifkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka. Bagi individu atau perusahaan yang berada dalam situasi ini, berikut adalah panduan lengkap tentang cara menonaktifkan NPWP, baik untuk pribadi maupun badan usaha.

Baca Juga: Simak Cara Cek NPWP Aktif atau Nonaktif dan Mengaktifkan NPWP NE

 

Cara Menonaktifkan NPWP Pribadi

Syarat Menonaktifkan NPWP Pribadi

Sebelum melangkah untuk menonaktifkan NPWP pribadi, pastikan Anda memenuhi beberapa syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut melibatkan beberapa hal, seperti:

  • Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta warisan.
  • Bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai wajib pajak karena telah berhenti melakukan pembayaran.
  • Warga asing yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
  • Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu NPWP.
  • Wajib pajak yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik, dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah, dengan penghasilan neto yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Dokumen yang Diperlukan untuk Menonaktifkan NPWP Pribadi

Untuk melengkapi proses penonaktifan NPWP pribadi, beberapa dokumen yang perlu disiapkan antara lain:

  • WP meninggal: lampirkan surat keterangan kematian atau dokumen serupa dari instansi yang berwenang, serta surat pernyataan yang menyatakan bahwa tidak ada warisan atau bahwa warisan sudah terbagi dengan mencantumkan ahli waris bagi individu yang telah meninggal dunia.
  • WP yang meninggalkan Indonesia secara permanen: lampirkan dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia secara permanen.
  • Bendahara pemerintah: sertakan dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak tidak lagi memiliki kewajiban sebagai bendahara.
  • WP dengan NPWP ganda: lampirkan surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda dan fotokopi semua kartu NPWP yang dimiliki.
  • WP perempuan yang sudah menikah: lampirkan fotokopi buku nikah atau dokumen serupa, dan surat pernyataan yang menegaskan tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau bahwa tidak ingin melaksanakan hak serta memenuhi kewajiban perpajakannya secara terpisah dari suami.
  • WP Badan: lampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, telah dibubarkan sehingga tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Dokumen tersebut dapat berupa akta pembubaran badan yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: NPWP Badan Baru Terdaftar Akhir Tahun, SPT Tahunan Tetap Dilaporkan?

Langkah-langkah Menonaktifkan NPWP Pribadi

Setelah memastikan syarat-syarat dan dokumen-dokumen terpenuhi, ikuti langkah-langkah berikut untuk menonaktifkan NPWP pribadi:

  • Mengisi formulir penghapusan NPWP yang tersedia di laman Ditjen Pajak melalui tautan: https://pajak.go.id/id/formulir-pajak/formulir-penghapusan-npwp. File formulir untuk menonaktifkan NPWP dapat diunduh dengan nama file “Formulir Penghapusan NPWP.xls” dalam format Excel pada bagian bawah halaman.
  • Setelah berhasil diunduh dan diisi, unggah dokumen formulir tersebut melalui aplikasi e-Registration di https://ereg.pajak.go.id/login. Setelah dokumen diterima dan diverifikasi sebagai lengkap, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menerbitkan bukti penerimaan melalui e-mail.
  • Namun, jika dokumen belum diterima oleh KPP dalam waktu 14 hari setelah permohonan diajukan, maka permohonan dianggap tidak diajukan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang meninggal dunia, permohonan penghapusan NPWP dapat diajukan oleh ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta warisan.

Cara Menonaktifkan NPWP Badan

Syarat Menonaktifkan NPWP Badan

Proses penonaktifan NPWP badan memiliki syarat-syarat khusus yang perlu dipenuhi, antara lain:

  • Tidak memiliki tunggakan pajak;
  • Tidak sedang berada dalam tahap penyelesaian persetujuan bersama;
  • Tidak sedang menjalani proses pemeriksaan untuk menilai kepatuhan pajak, pemeriksaan bukti awal, penyelidikan tindak pidana perpajakan, atau penuntutan tindak pidana perpajakan;
  • Tidak sedang mengikuti tahap penyelesaian kesepakatan harga transfer;
  • Seluruh NPWP cabang atau nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU) telah dihapus; dan
  • Tidak sedang berproses dalam upaya hukum di bidang perpajakan.

Baca juga: NIK Vs NITKU Apa Bedanya??

Dokumen yang Diperlukan untuk Menonaktifkan NPWP Badan

Dokumen-dokumen yang perlu disiapkan untuk menonaktifkan NPWP badan meliputi:

  • FC KTP + NPWP Direktur
  • FC NPWP Badan
  • FC Akta Pembubaran
  • Surat Pernyataan dari Direktur yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut telah dibubarkan dengan materai 6.000 dan stempel perusahaan
  • Formulir Penghapusan NPWP
  • NPWP Badan Cabang
    • FC KTP +NPWP Kepala Cabang
    • FC NPWP Cabang
    • FC Akta Pembubaran
    • Surat Pernyataan dari Pusat yang menyatakan bahwa Cabang tersebut telah ditutup dengan materai 6.000 dan stempel perusahaan
    • Formulir Penghapusan NPWP

Karena Sudah Dibubarkan: Pastikan untuk melampirkan semua dokumen yang diperlukan sebagai bukti bahwa perusahaan atau cabang telah resmi dibubarkan saat mengajukan proses penghapusan NPWP.

Langkah-langkah Menonaktifkan NPWP Badan

Cara penonaktifan NPWP badan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

  • Kirimkan permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang terdaftar. Formulir dapat diunduh di https://www.pajak.go.id/formulir-penghapusan-npwp;
  • Permohonan penghapusan NPWP harus diajukan oleh Wajib Pajak secara langsung, wakil, atau kuasa Wajib Pajak;
  • Sertakan dokumen pendukung, seperti fotokopi akta pembubaran badan atau dokumen sejenis yang telah disesuaikan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Wajib Pajak dapat menyampaikan formulir dan dokumen pendukung melalui tiga metode, yaitu dengan mengirimkannya langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau KP2KP, mengirimkannya lewat pos, atau mengirimkannya melalui perusahaan jasa ekspedisi atau kurir dengan bukti pengiriman surat;
  • Setelah memeriksa kelengkapan dokumen, petugas akan mengirimkan bukti penerimaan surat (BPS) kepada Wajib Pajak; dan
  • Keputusan Kepala KPP atau KP2KP akan diterima dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima lengkap, termasuk menerima atau menolak permohonan NPWP.

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, Anda dapat menonaktifkan NPWP baik untuk diri pribadi maupun badan usaha dengan lancar. Pastikan seluruh prosedur diikuti dengan teliti dan dokumen-dokumen yang diperlukan disiapkan dengan baik untuk memperlancar proses penonaktifan NPWP.

 

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, menonaktifkan NPWP memerlukan pemahaman mendetail tentang syarat, dokumen, dan langkah administratif yang diperlukan. Pastikan semua persyaratan dipenuhi dan dokumen disiapkan dengan baik untuk memperlancar proses penonaktifan NPWP.

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, Anda dapat menonaktifkan NPWP baik untuk diri pribadi maupun badan usaha dengan lancar. Pastikan seluruh prosedur diikuti dengan teliti dan dokumen-dokumen yang diperlukan disiapkan dengan baik untuk memperlancar proses penonaktifan NPWP. Masih bingung cara menonaktifkan NPWP? Konsultasi masalah pajak Anda langsung di KWA Conulting saja! Hubungi kami sekarang.

 

 

 

 

 

 

Daftar Negative List PPN Terbaru

Pemerintah melakukan perubahan daftar negatif list PPN. Apa saja jasa dan barang bebas PPN terbaru dalam daftar negative list tersebut?

Seperti diketahui, perubahan daftar negatif list terhadap barang bebas PPN terbaru ini dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2021. Melalui beleid ini, barang bebas PPN resmi ditambah.

PMK No 115 Tahun 2021 adalah tentang:

Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, Tata Cara Pembayaran PPN BKP yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan dari Pengenaan PPN yang Digunakan Tidak Sesuai dengan Tujuan Semua atau Dipindahtangankan, dan Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran PPN.

Terbaru, pemerintah juga menerbitkan PP No. 49/2022 sebagai aturan turunan UU HPP No. 7 Tahun 2021.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada transaksi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Kecuali barang bebas PPN, transaksi atas barang/jasa kena PPN ini dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang memiliki hak dan kewajiban atas PPN.

PKP berhak mengkreditkan Pajak Masukan sekaligus wajib memungut dan menyetorkan PPN ke kas negara. Kecuali barang bebas PPN yang tentunya tidak bisa dikreditkan.

Apa saja jenis penambahan barang bebas PPN terbaru atau objek bebas PPN dan subjek yang dapat menikmati penambahan barang bebas PPN dalam PMK 115/2021?

Jenis barang dan jasa bebas PPN apa saja yang diatur dalam PP 49/2022 ini? 


Barang dan Jasa dalam Negatif List PPN Sesuai UU 42/2009

Sebelum masuk pada regulasi daftar negatif list terbaru, Klikpajak akan menjabarkan terlebih dahulu jenis barang dan jasa bebas PPN sebelumnya yang ada dalam UU PPN No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 /1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang lebih lanjut diatur dalam PMK, di antaranya:

1. Jenis Barang Bebas PPN atau Barang dalam Daftar Negatif List PPN dalam UU PPN 2009

Barang bebas PPN bisa dibagi ke dalam empat jenis, yaitu :

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya

  • Minyak mentah
  • Gas bumi
  • Panas bumi
  • Pasir dan kerikil
  • Batu bara (sebelum diproses jadi briket)
  • Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak dan bijih bauksit

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

  • Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan atau beras putih (dalam bentuk beras berkulit, digiling, beras setengah giling, beras pecah dan menir dari beras).
  • Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau jagung brondong (jagung yang telah dikupas atau belum dikupas atau jagung tongkol dan biji jagung, menir atau beras jagung, sepanjang masih berbentuk buliran).
  • Sagu (dalam bentuk empulur sagu, tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu).
  • Segala bentuk kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh.
  • Garam, baik yang beryodium atau tidak (garam meja, garam curah atau kemasan 50 kg atau lebih dengan kadar NaCl minimum 94,7%).

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.

d. Uang, emas batangan dan surat berharga.

  • Minyak mentah (crude oil)
  • Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
  • Panas bumi
  • Asbes, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, baru permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam baru (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum) tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit
  • Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

 

2. Jenis Jasa Bebas PPN atau Jasa dalam Daftar Negatif List PPN dalam UU PPN 2009

Mengingat jasa ini dibutuhkan oleh masyarakat luas, maka sesuai Pasal 4A ayat (3) UU PPN No 42 Tahun 2009, berikut adalah jenis jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN:

a. Jasa pelayanan kesehatan medis

  • Jasa dokter umum, spesialis dan dokter gigi
  • Jasa dokter hewan
  • Jasa ahli kesehatan (akupuntur, ahli gizi, fisioterapi dan ahli gigi)
  • Jasa kebidanan
  • Jasa paramedis dan perawat
  • Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan dan sanatorium

b. Jasa pelayanan sosial

  • Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo
  • Jasa pemadam kebakaran (kecuali yang bersifat komersial)
  • Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan
  • Jasa lembaga rehabilitasi (kecuali bersifat komersial)
  • Jasa pemakaman dan krematorium
  • Jasa bidang olahraga (kecuali yang bersifat komersial)

c. Jasa pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan PT. Pos Indonesia (Persero)

d. Jasa keuangan

e. Jasa asuransi

  • Jasa asuransi (kecuali broker asuransi)

f. Jasa keagamaan

  •   Jasa pelayanan rumah ibadat
  •   Jasa pemberian khotbah atau dakwah
  •   Jasa lain di bidang keagamaan

g. Jasa pendidikan

  • Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah (jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional)
  • Jasa penyelenggara pendidikan luar sekolah seperti kursus

h. Jasa kesenian dan hiburan

  • Meliputi semua jasa kesenian dan hiburan ini yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa bidang kesenian yang tidak bersifat komersial (pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara gratis).

i. Jasa penyiaran yang bukan bersifat iklan

  • Jasa penyiaran radio atau televisi, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial).

j. Jasa angkutan umum di darat maupun di air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.

  • Meliputi jasa angkutan umum darat, laut, danau atau sungai yang dilakukan pemerintah maupun swasta.

k. Jasa tenaga kerja

  • Jasa tenaga kerja
  • Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut
  • Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja

l. Jasa perhotelan

  • Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap.
  • Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

  • Meliputi jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP dan pembuatan KTP

n. Jasa penyediaan tempat parkir

o. Jasa telepon umum dengan menggunakan logam

p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

q. Jasa boga atau katering

Subjek dan Objek Barang Bebas PPN Terbaru dalam UU HPP

Perubahan daftar negatif list PPN ini juga sekaligus pelaksana UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang tertuang dalam Pasal 4A ayat (2) dan (3).

Berikut bunyi perubahan daftar negatif list PPN pada UU No. 7 Tahun 2021:

Pasal 4A ayat (2) UU HPP:

(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. dihapus

b. dihapus

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah

d. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga

Pasal 4A ayat (3) UU HPP:

(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a. dihapus

b. dihapus

c. dihapus

d. dihapus

e. dihapus

f. Jasa keagamaan

g. dihapus

h. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah

i. dihapus

j. dihapus

k. dihapus

l. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah

m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain

n. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dari retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

o. dihapus

p. dihapur

q. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Baca Juga: Tarif PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

a. Barang / Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negative List PPN

Merujuk perubahan dari UU PPN No. 41/2009 pada Pasal 4A ayat 2 dan 3 UU HPP tersebut, maka kategori barang/jasa yang dikeluarkan dari daftar negatif list PPN adalah:

  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
  3. Jasa pelayanan sosial
  4. Jasa pengiriman surat dengan perangko
  5. Jasa keuangan
  6. Jasa asuransi
  7. Jasa pendidikan
  8. Jasa penyiaran yang bukan bersifat iklan
  9. Jasa angkutan umum
  10. Jasa tenaga kerja
  11. Jasa telepon umum dengan menggunakan logam
  12. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

b. Barang / Jasa yang Masih Tetap dalam Daftar Negatif List PPN atau Bebas PPN

Dari uraian Pasal 4 ayat (2) dan(3) UU HPP, maka barang dan/atau jasa yang masih dalam daftar negatif list atau tetap bebas PPN adalah:

  1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
  2. Uang, emas batangan dan surat berharga.
  3. Jasa keagamaan
  4. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dibidang pajak daerah dan retribusi daerah
  5. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  6. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
  7. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dari retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  8. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Inilah Daftar Negatif List PPN Terbaru

Barang dan Jasa Tertentu yang Dibebaskan PPN dalam PP 49/2022

Pemerintah kembali menerbitkan peraturan terbaru terkait impor barang atau penyerahan barang dan jasa tertentu dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut PPN.

Ketentuan barang dan jasa bebas PPN ini diatur dalam PP No. 49 Tahun 2022.

Berikut detail impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN dalam PP 49/2022 Bab III Pasal 6:

1. Impor BKP tertentu bersifat strategis yang bebas PPN

a. Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;

b. Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini;

c. Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;

d. Ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;

e. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;

f. Pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;

g. Pakan ikan yang memenuhi persyaratan umum dan khusus/teknis dalam Impor pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan

h. Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;

i. Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;

k. Senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diimpor oleh:

  1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;
  2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kapolri dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; atau
  3. pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 atau angka 2 untuk melakukan Impor tersebut; komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf j angka 1 atau angka 2, yang digunakan dalam pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:
  4. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
  5. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kapolri dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

l. Senjata, amunisi, peralatan militer, dan perlengkapan militer milik negara lain yang diimpor oleh TNI dalam rangka kegiatan militer sebagai bagian dari kerja sama militer berupa latihan militer bersama;

m. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah NKRI yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional, yang diimpor oleh:

  1. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan;
  2. Tentara Nasional Indonesia; atau
  3. pihak yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau TNI;

n. Kendaraan dinas khusus kepresidenan yang diimpor oleh lembaga kepresidenan atau pihak yang ditunjuk oleh lembaga kepresidenan untuk melakukan Impor, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;

o. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;

p. Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

q. Gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;

r. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:

  1. minyak mentah (crude oil);
  2. gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
  3. panas bumi;
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (hnlite), grafit, granit/andesit, gtps, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, maffner, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, zeolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
  5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;

s. Liquified natural gas dan compressed natural gas;

t. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;

u. Obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk; dan

v. Bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk.

B. Penyerahan BKP tertentu bersifat strategis yang bebas PPN

a. Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP oleh
PKP yang menghasilkan BKP tersebut, termasuk yang atas perolehannya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;

b. Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;

c. Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;

d. Ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;

e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;

f. pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;

g. Pakan ikan yang memenuhi persyaratan pendaftaran dan peredaran pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;

h. Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertirnbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;

i. Satuan rumah susun umum milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit/ pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 mz (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 sp (tiga puluh enam meter persegi);
  2. pembangunannya mengacu kepada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
  3. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan
  4. batasan terkait harga jual satuan rumah susun umum milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh satuan rumah susun umum milik diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

j. Rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja yang batasannya diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

k. Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;

l. Listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 voltase ampere;

m. Air bersih;

n. Senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diserahkan kepada:

  1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
  2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

o. Komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf n angka 1 atau angka 2 untuk pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:

  1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
  2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kapolri dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

p. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah NKRI untuk mendukung pertahanan nasional, yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau TNI;

q. Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

r. Gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;

s. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:

  1. minyak mentah (crude oil);
  2. gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
  3. panas bumi;
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, Bips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, mafiner, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, znolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
  5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit; dan

t. Liquified natural gas dan compressed natural gas.

Untuk mengetahui detail jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN, Anda dapat melihat dalam PP Nomor 49 Tahun 2022.

Tata Cara Pengajuan Bebas PPN dalam PMK 115 Tahun 2021

PMK 115/2021 yang mengatur tentang subjek dan objek yang dibebaskan dari PPN atas impor atau perolehan BKP tertentu yang bersifat strategis ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2020 tentang:

Perubahan atas PP No. 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

Untuk diketahui, PP 48/2020 ini sudah diganti dengan PP 49/2022.

Poin-poin dari pengaturan kembali subjek dan objek yang bisa mendapatkan bebas PPN di antaranya:

a. Penambahan subjek penerima bebas PPN

Menambahkan subjek yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu:

  • Kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC) yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi
  • Kontraktor EPC mendapat bebas PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas
  • Tidak termasuk suku cadang yang digunakan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam proses menghasilkan BKP.

b. Menambah objek yang bebas PPN

Menambahkan liquified natural gas (LPG) sebagai objek yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

c. Perluasan definisi mesin dan peralatan pabrik termasuk unit pembangkit listrik

Memperluas definisi mesin dan peralatan pabrik termasuk unit pembangkit listrik yang merupakan bagian terintegrasi dari industri pengolahan yang memiliki izin usaha penyediaan listrik.

d. Biaya listrik bebas PPN

Ada penambahan ketentuan biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik termasuk dalam pengertian listrik yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Baca juga: Perbedaan PPN Masukan Vs PPN Keluaran

Syarat & Cara Mendapatkan Bebas Pajak Pertambahan Nilai

Untuk dapat memanfaatkan fasilitas penambahan bebas PPN ini sebagaimana diatur dalam PMK 115/2021 adalah harus memenuhi syarat sebagai berikut:

A. Syarat & Cara Bebas PPN Impor Mesin dan Peralatan Pabrik

Pemberian bebas PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik, PKP harus memenuhi syarat dan tata cara pengajuan untuk mendapatkan bebas PPN, yaitu:

1. Syarat Bebas PPN Impor Mesin & Peralatan Pabrik

Berikut adalah syarat yang harus dipenuhi PKP untuk bisa mendapatkan bebas PPN impor mesin dan peralatan listrik:

a). Sudah Lapor SPT PPh & PPN

Syarat pertama yang harus dipenuhi PKP untuk bisa terbebas dari pengenaan PPN impor mesin dan peralatan listrik adalah:

  • Sudah lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) untuk 2 Tahun Pajak terakhir
  • Sudah lapor SPT Masa PPN untuk 3 Masa Pajak terakhir

b). Tidak Punya Utang Pajak

Syarat berikutnya yang harus dipenuhi PKP untuk mendapatkan bebas PPN impor mesin dan peralatan listrik adalah:

  • Tidak punya utang pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan maupun cabangnya dikukuhkan
  • Atau punya utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak itu telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak

c). Laporan Realisasi Impor

  • Syarat berikutnya adalah PKP telah menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan

 

2. Cara Mendapatkan Bebas PPN Impor Mesin & Peralatan Pabrik

Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan PKP untuk bisa mendapatkan bebas PPN impor mesin dan peralatan listrik adalah:

a). Memiliki Masterlist

Langkah untuk dapat memanfaatkan bebas PPN impor mesin dan peralatan pabrik ini adalah memiliki Masterlist.

Masterlist ini digunakan sebagai syarat untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas atau SKB PPN.

  • Permohonan Masterlist diajukan ke sistem informasi pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Ketahui juga Penambahan Jenis Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak

b). Melengkapi RKIP

Sebelum mengajukan permohonan SKP PPN, terlebih dahulu harus melengkapi Rencana Kebutuhan Impor dan Pabean (RKIP).

RKIP adalah daftar alat angkutan tertentu yang direncanakan untuk diimpor dan/atau diperoleh yang digunakan untuk memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN.

  • RKIP akan diterbitkan secara otomatis melalui SINSW

c). Mengajukan Permohonan SKB PPN

  • Menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN
  • Pengajuan SKB melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW)
  • Penerbitan SKB PPN sudah otomatis dan terintegrasi dengan sistem informasi di Bea Cukai, BKPM, dan Lembaga National Single Window

Bagi PKP atau pemilik proyek yang mengajukan SKP PPN atas impor mesin dan peralatan pabrik untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, maka harus melengkapi beberapa informasi dengan cara:

1). Memasukkan informasi nomor izin usaha

2). Mengisi jenis barang, spesifikasi teknis dan kode HS (Harmonized System), dan kuantitas barang

3). Mengunggah:

  • Uraian ringkas proses produksi bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor dan/atau diperoleh akan digunakan dalam unit produksi untuk menghasilkan BKP
  • Kalkulasi kapasitas mesin produksi yang disesuaikan dengan jenis usaha
  • Gambar teknis atau denah tata letak mesin pabrik di unit produksi
  • Data teknis atau brosur mesin
  • Pernyataan bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu.

d). Ketentuan bagi PKP atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk Pembangkit Tenaga Listrik

Bagi PKP atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum, PKP atau Pemilik Proyek harus menyampaikan tambahan informasi selain info umum di atas dengan cara mengunggah:

  • Izin usaha penyediaan tenaga listrik
  • Perjanjian jual beli tenaga listrik

Dalam hal impor mesin dan peralatan pabrik dilakukan oleh penyedia pekerjaan EPC sebagai bagian dari kontrak pekerjaan EPC dengan pemilik proyek, maka pemilik proyek harus:

  • Menyampaikan informasi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Penyedia Pekerjaan EPC

Baca juga: Memahami Fasilitas PPN 0%, Dasar Hukum dan Penerapannya

B. Bebas PPN Rumah Susun

Pembebasan PPN tidak hanya untuk impor BKP saja, tapi juga berlaku terhadap penyerahan Rumah Susun Sederhana Milik kepada orang pribadi.

Syaratnya, Orang Pribadi harus menyampaikan pernyataan pada PKP yang menyerahkan Rusun Sederhana Milik tersebut sebelum:

  • Dilakukan penyerahan
  • Saat pembayaran uang muka (DP/down payment)

Satu hal lagi, Rusun Sederhana Milik tersebut harus sudah memiliki kode identifikasi rumah dalam sistem aplikasi informasi pengembang perumahan yang disediakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Baca juga: PMK 48/2023, Perhiasan Bukan Emas Kena PPN 1,1%

Ingat, ya? Setelah mendapatkan SKB PPN, maka PKP, pemilik proyek, dan penyedia pekerjaan EPC harus menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan setiap tahun, paling lama akhir bulan Januari setelah tahun takwim yang bersangkutan.

Inilah Daftar Negatif List PPN Terbaru

Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak dari Jasa dan Barang Bebas PPN

Itulah penjelasan tentang siapa saja yang dapat memanfaatkan bebas PPN terbaru dan objek apa saja yang masuk dalam penambahan barang bebas PPN.

Berikutnya, yang tak kalah penting untuk diketahui adalah kewajiban dan syarat untuk buat Faktur Pajak dari penambahan barang bebas PPN ini.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) PMK 115/2021, PKP yang melakukan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut, wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang perpajakan.

 

Setidaknya, Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP yang menyerahkan BKP tertentu bersifat strategis bebas PPN ini dibuat:

  • Atas penyerahan yang sesuai dengan ketentuan diberikan fasilitas pembebasan dari PPN
  • Mencantumkan keterangan “PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 81 TAHUN 2015 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP 48 TAHUN 2020”.

 

Sedangkan Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan Rumah Susun Sederhana Milik sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (5), harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Faktur Pajak diisi dengan lengkap dan benar, termasuk:

  • Identitas pembeli berupa nama pembeli
  • NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK)
  • Kode identifikasi rumah dalam sistem aplikasi informasi pengembang perumahan milik Kemenpera

b. Faktur Pajak dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP yang melakukan penyerahan Rusun Sederhana Milik

c. Tidak berlaku ketentuan pembuatan Faktur Pajak bagi PKP pedagang eceran atas penyerahan tersebut.

Demikian daftar barang dan jasa yang terbebas dari pemungutan atau pemotongan PPN atau daftar negative list PPN sesuai regulasi pajak yang berlaku.

Mengingat barang dan jasa tersebut diperlukan secara luas, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak mengenakan PPN pada komoditas tersebut dan menambah subjek maupun objek bebas PPN.

Meski demikian, kewajiban perpajakan lain tetap harus dilaksanakan oleh PKP.

 

 

Mengenal “Corresponding Adjustment” dan Prosedur Penerapannya

Dalam penyelesaian koreksi transfer pricing, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki opsi melakukan penyesuaian lanjutan melalui corresponding adjustment) atau dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 disebut sebagai penyesuaian keterkaitan. Lantas, apa pengertian corresponding adjustment atau penyesuaian keterkaitan itu? Lalu, bagaimana prosedur penerapannya? KWA Consulting telah merangkumnya dari beberapa regulasi yang berlaku.

Pengertian “corresponding adjustment”

Mengutip PMK Nomor 240 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure), corresponding adjustment adalah penyesuaian penghasilan kena pajak Wajib Pajak suatu negara atau yurisdiksi oleh otoritas pajak negara atau yurisdiksi tersebut sebagai akibat koreksi transfer pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak negara atau yurisdiksi lainnya (primary adjustment), sehingga alokasi penghasilan pada kedua negara atau yurisdiksi tersebut konsisten—dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda.

Seperti yang telah disebutkan bahwa PMK Nomor 172 Tahun 2023, menerjemahkan corresponding adjustment sebagai penyesuaian keterkaitan. Pada Pasal 40 PMK Nomor 172 Tahun 2023, penyesuaian keterkaitan dapat dilakukan dalam hal:

  • Penentuan harga transfer oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
  • Koreksi penentuan harga transfer oleh otoritas pajak mitra persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atas subjek pajak luar negeri, yang menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda.

Penyesuaian keterkaitan merupakan penyesuaian materi penentuan harga transfer dalam penghitungan penghasilan kena pajak Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi:

  • Wajib Pajak dalam negeri yang dilakukan penentuan harga transfer oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
  • Subjek pajak luar negeri yang dilakukan koreksi penentuan harga transfer oleh otoritas pajak mitra P3B. Penyesuaian keterkaitan tersebut harus dilakukan melalui MAP.

Penyesuaian keterkaitan harus dilakukan dengan:

  • Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan memperhitungkan penentuan harga transfer oleh Direktur Jenderal Pajak—sepanjang Wajib Pajak dalam negeri belum dilakukan pemeriksaan;
  • Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan mempertimbangkan penentuan harga transfer oleh Direktur Jenderal Pajak—sepanjang terhadap Wajib Pajak dalam negeri sedang dilakukan pemeriksaan terpenuhi; atau
  • Pembetulan SKP dengan mempertimbangkan penentuan harga transfer oleh Direktur Jenderal Pajak—sepanjang Wajib Pajak dalam negeri telah diterbitkan SKP dan tidak mengajukan upaya hukum atas materi penyesuaian keterkaitan terpenuhi.

Prosedur melakukan penyesuaian keterkaitan adalah sebagai berikut:

  • Didahului dengan pemberitahuan secara tertulis Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar mengenai informasi penentuan harga transfer; dan
  • Pemberitahuan secara tertulis serta pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dapat disampaikan secara langsung, melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau secara elektronik (apabila sistem sudah tersedia).

 

KESIMPULAN

 

PMK Nomor 240 Tahun 2014 dan PMK Nomor 172 Tahun 2023 memberikan kerangka yang komprehensif dan terstruktur untuk menangani isu-isu terkait transfer pricing dan menghindari pengenaan pajak berganda. Penyesuaian keterkaitan melalui MAP adalah mekanisme yang penting untuk memastikan bahwa alokasi penghasilan antara yurisdiksi yang berbeda konsisten dan adil. Dengan adanya prosedur yang jelas dan terperinci, Wajib Pajak dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menghindari pajak berganda, serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan internasional dan nasional.

Pentingnya penyesuaian keterkaitan ini tidak hanya dalam konteks keadilan pajak, tetapi juga dalam mendukung lingkungan bisnis yang lebih stabil dan dapat diprediksi, di mana perusahaan dapat beroperasi dengan kepastian hukum yang lebih tinggi. Implementasi yang tepat dari peraturan ini akan membantu menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Nah itulah informasi Tentang Corresponding Adjustment, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

 

 

Apakah PPh 21 Nihil dan PTKP Tetap Dibuatkan Bupot Oleh Pemotong Pajak?

Pemotong pajak tetap harus membuat bukti pemotongan (bupot) Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), meski jumlah penghasilan pegawai merupakan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Ketentuan ini juga berlaku bagi jumlah PPh 21 yang dipotong nihil, bila merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024. Artinya, baik Wajib Pajak dengan PPh 21 nihil dan PTKP tetap dibuatkan bupot oleh pemotong pajak.

Secara keseluruhan, PER-2/PJ/2024 menetapkan lima kondisi pemotong pajak tetap membuat bupot PPh. 

Pertama, apabila tidak dilakukan pemotongan PPh 21 karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi PTKP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PTKP orang pribadi ditetapkan sebesar Rp 54 juta per tahun atau masih sama dengan yang diatur dalam UU PPh. 

Kedua, jika jumlah PPh 21 yang dipotong nihil karena adanya surat keterangan bebas atau dikenakan tarif 0 persen. Jadi, meskipun tidak ada pajak yang dipotong, karyawan yang memiliki PPh 21 nihil tetap berhak mendapatkan bupot dari perusahaan. 

Ketiga, apabila terdapat PPh 21 yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Keempat, kalau terdapat PPh 21 yang diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Kelima, jika jumlah PPh 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili Wajib Pajak luar negeri.

Bupot PPh 21 merupakan dokumen yang dibuat oleh pemotong pajak sebagai bukti atas pemotongan PPh Pasal 21 dan menunjukkan besarnya PPh Pasal 21 yang telah dipotong. Bupot sangat penting bagi Wajib Pajak untuk keperluan administrasi, seperti melaporkan SPT Tahunan, mengajukan kredit perbankan, atau mengurus hal-hal lain yang membutuhkan data penghasilan.

Dalam Pasal 4 PER-2/PJ/2024, penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 harus memberikan informasi identitas untuk keperluan pembuatan bupot, berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak dalam negeri; atau tax identification number maupun identitas perpajakan lainnya bagi Wajib Pajak luar negeri.

Jika Wajib Pajak menerapkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, maka ia harus memberikan surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili kepada pemotong pajak. Lebih lanjut, PER-2/PJ/2024 juga mengatur tentang kewajiban lain yang harus dilakukan pemotong pajak selain membuat bupot PPh 21.

Kewajiban lain tersebut yakni memberikan bupot PPh 21 kepada penerima penghasilan yang merupakan orang pribadi dengan status sebagai Wajib Pajak dalam negeri, serta melaporkan bupot PPh 21 kepada DJP menggunakan SPT Masa Pajak PPh 21.

Baca Juga  : Syarat dan Cara Permohonan Pencabutan PKP

Sebagai catatan, bupot PPh 21 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dibuat dan dilaporkan secara manual dalam bentuk formulir kertas atau dokumen elektronik. Untuk SPT Masa PPh 21 dalam bentuk formulir kertas yang telah ditandatangani oleh pemotong pajak dan dibubuhi cap, dapat disampaikan secara langsung ke KPP atau KP2KP, melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP.

Sementara untuk SPT Masa PPh 21 yang dilaporkan secara elektronik, dapat disampaikan oleh pemotong pajak melalui aplikasi e-Bupot milik DJP atau milik Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Yang perlu diingat, pemotong pajak yang telah memilih menyampaikan SPT Masa PPh 21 secara elektronik, tidak diperbolehkan lagi menyampaikan secara manual untuk masa-masa pajak berikutnya.

 

Kesimpulan

Penjelasan mengenai kewajiban pemotong pajak dalam membuat dan melaporkan bupot PPh 21, serta proses pelaporannya adalah langkah yang penting dalam memastikan kepatuhan perpajakan yang baik dan transparan. Dengan mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam PER-2/PJ/2024, diharapkan semua pihak dapat menjalankan proses pemotongan PPh 21 dengan tepat dan efisien.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Syarat dan Cara Permohonan Pencabutan PKP

Kriteria Pemohon Pencabutan PKP

Merujuk Pasal 21 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak, kriteria WP yang dapat mengajukan permohonan pencabutan PKP di antaranya:

  1. PKP dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
  2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
  3. PKP menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
  5. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai
    Pengusaha Kena Pajak;
  6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; atau
  7. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
    dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencabutan PKP atas dasar:

  • atas permohonan PKP; atau
  • secara jabatan.

Keputusan pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan PKP maupun secara jabatan dapat dilakukan berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan ketentuan yang berlaku.

Perlu diperhatikan, pencabutan pengukuhan PKP yang didasarkan hasil verifikasi hanya dilakukan apabila:

  1. PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
  2. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
  3. PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;
  4. PKP yang jumlah peredaran usaha dan/ atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi PKP;
  5. PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
  6. PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

Baca Juga: Simak Ketentuan Perpajakan Perseroan Perorangan

Syarat Pencabutan PKP

Sebelum mengajukan permohonan penghapusan status pengusaha kena pajak, harus memenuhi syarat pencabutan PKP seperti berikut:

  1. Formulir Permohonan Penghapusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
  2. Dokumen asli Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP)
  3. Salinan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan NPWP pengurus/likuidator
  4. Salinan Akta pendirian dan/atau Perubahan
  5. Dokumen pendukung yang menjadi alasan pengajuan permohonan pencabutan PKP

Contoh Format Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP

Syarat Pencabutan PKP dan Cara Permohonan

 

Proses Keputusan Pencabutan Pengukuhan PKP

Proses pencabutan status PKP maksimal 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap atau Bukti Penerimaan Surat diterbitkan KPP.

Apabila jangka waktu tersebut sudah terlampaui dan belum ada kabar, maka permohonan Pencabutan PKP dianggap dikabulkan.

 

Cara Permohonan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak

Ketentuan dan mekanisme pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP.

Permohonan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni secara online dan tertulis ke KPP.

A. Permohonan secara online

  1. Mengisi Formulir Pencabutan PKP pada aplikasi e-Registration DJP Online.
  2. Permohonan yang diajukan secara elektronik melalui e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
  3. Unggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen pendukung.
  4. Kirim ke KPP terdaftar.
  5. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan Kepala KPP akan mengirim email terdaftar ke PKP.
  6. KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) apabila dinyatakan lengkap.
  7. Setelah pemeriksaan selesai dan permohonan disetujui, KPP akan mengirimkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.

 

B. Permohonan tertulis

  1. Datang langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KPP.
  2. Tunggu sesuai nomor antrean pelayanan.
  3. Mengisi Formulir Permohonan Penghapusan NPWP dan bubuhi tanda tangan, serta lampirkan dokumen pendukung lainnya.
  4. Serahkan berkas permohonan pencabutan PKP ke petugas TPT KPP.
  5. Petugas akan memeriksa kelengkapan dokumen.
  6. Apabila seluruh dokumen permohonan dinyatakan lengkap, petugas akan memberikan LPAD (Lembar Pengawasan Arus Dokumen) dan Bukti Penerimaan Surat (BPS).
  7. Proses permohonan pencabutan PKP sekitar 6 bulan sejak pengajuan disampaikan.
  8. Selanjutnya Surat Pencabutan PKP sudah dapat diambil ke TPT KPP tempat pengajuan dilakukan.

 

Contoh Surat Pencabutan PKP

 

Kesimpulan

Itulah penjelasan tentang syarat pencabutan PKP dan tata cara permohonannya. Pemahaman yang baik tentang syarat-syarat pencabutan PKP dan prosedur permohonannya sangat penting bagi wajib pajak untuk memastikan kelancaran proses perubahan status pajak mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Agar mudah mengelola perpajakan, mulai dari menghitung, bayar hingga lapor pajaknya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik. Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00