Info

Catat!! PPh Final 0,5% UMKM Orang Pribadi Hanya Sampai 2024

UMKM ialah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang merupakan klasifikasi jenis usaha ekonomi yang dibedakan dari jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Sesuai dengan asas keadilan, pemerintah secara khusus  mengatur mekanisme pajak bagi pelaku UMKM.  

Peraturan Dari Waktu ke Waktu

Pemerintah telah mengatur pengenaan pajak bagi pelaku UMKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan ini diterbitkan dalam rangka mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada UMKM.

Pengertian UMKM menurut PP 23 Tahun 2018 adalah pengusaha yang memiliki penghasilan dari usaha dengan omzet atau peredaran bruto dibawah 4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Omzet yang dimaksud merupakan omzet dari semua gerai, outlet, maupun counter atau semacamnya baik itu pusat maupun cabang.

PP 23 Tahun 2018 ini merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Dengan adanya peraturan ini tarif pengenaan pajak bagi Wajib Pajak UMKM yang semula bertarif 1% turun menjadi 0,5% dari peredaran bruto.

Kemudian pada tahun 2022, Pemerintah menyesuaikan kembali pengenaan pajak bagi UMKM melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang penyesuaian peraturan di bidang pajak penghasilan. Dalam peraturan ini pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan pajak untuk UMKM yang memiliki penghasiilan tidak lebih dari 500 juta rupiah dalam satu tahun pajak.

Berikut ini poin perubahan peraturan pajak bagi UMKM: 

sumber: data olahan

Tidak Selamanya, Ada Batas Waktu

Berdasarkan pasal 5 dalam PP 23 Tahun 2018 menjelaskan bahwa jangka waktu penggunaan PPh final UMKM 0,5% ini adalah paling lama 7 (tujuh) tahun bagi orang pribadi, sedangkan untuk badan usaha berbentuk koperasi, CV, dan firma paling lama 4 (empat) tahun, dan 3 (tiga) tahun untuk badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT). Jangka waktu ini terhitung sejak tahun wajib pajak terdaftar atau tahun berlakunya peraturan pemerintah ini.

Jangka waktu berdasarkan tahun wajib pajak terdaftar diperuntukkan bagi wajib pajak yang terdaftar sejak atau setelah berlakunya PP 23/2018 ini, sedangkan bagi wajib pajak yang telah terdaftar sebelum peraturan ini terbit, jangka waktu penggunaannya terhitung sejak tahun berlakunya PP 23/2018, yaitu pada tahun 2018.

Dengan demikian, apabila kita hitung berdasarkan tahun PP 23/2018 ini terbit, maka untuk wajib pajak berbentuk PT penggunaan PPh final UMKM 0,5% telah berakhir pada 2020, untuk wajib pajak berbentuk koperasi, CV, dan firma telah berakhir pada tahun 2021, sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi baru akan berakhir pada tahun 2024

 

Bagaimana Setelah Penggunaan PP 23/2018 Berakhir?

Bagi wajib pajak orang pribadi masih bisa menggunakan PPh final UMKM 0,5% sampai dengan tahun 2024. Lalu bagaimana untuk tahun setelahnya? Mengutip dari PP 23/2018 pasal 7 ayat (2), wajib pajak akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 17 ayat (1) huruf (a). Berikut ini adalah rincian tarifnya:

sumber: UU HPP, data diolah

PPh pasal 17 ayat (1) huruf (a) ini merupakan tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi. Adapun penghasilan kena pajak bisa dihitung dengan dua metode, yaitu menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau menggunakan pembukuan. Mulai tahun 2025 nanti, wajib pajak orang pribadi harus memilih diantara kedua metode tersebut untuk menghitung pajaknya.

Baca Juga: Mengenal E-Faktur Versi 4.0

 

Simulasi Penggunaan NPPN

Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan metode yang dapat digunakan sebagai dasar menentukan besarnya penghasilan neto yang dihitung dengan cara mengalikan persentase tertentu atas penghasilan bruto untuk bidang usaha dan lokasi usaha yang sesuai. Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) ini hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milliar delapan ratus juta rupiah). Untuk dapat menggunakan NPPN Wajib Pajak Orang Pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. 

Perlu diketahui, persentase norma perhitungan berbeda-beda berdasarkan jenis usaha dan lokasi usaha yang dijalankan. Berikut ini kami berikan simulasi contoh penerapan NPPN sebagai gambaran bagi pembaca.

Contoh Soal:

Roni adalah seorang pedagang eceran yang menjual suku cadang kendaraan bermotor yang berdomisili di Jakarta. Roni belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Berikut ini peredaran bruto selama satu tahun:

Mari kita asumsikan penghasilan diatas diperoleh pada tahun 2024, dapat kita lihat bahwa jumlah penghasilan. Roni tidak melebihi 4,8 miliar dalam setahun. Roni dapat menghitung pajaknya dengan menggunakan PPh Final UMKM 0,5%. Berikut pajak yang dibayar Roni selama tahun 2024:

PPh final 0,5% yang dibayarkan Roni dalam setahun sebesar Rp 9.500.000,-.

Sekarang kita hitung pajak yang harus dibayarkan Roni pada tahun 2025 dengan menggunakan NPPN. Kita asumsikan besaran peredaran bruto sama dengan tahun 2024. Sesuai dengan daftar NPPN, Roni termasuk dalam KLU 45406 yakni Perdagangan Eceran Suku Cadang Sepeda Motor dan Aksesorisnya dengan tarif norma 30% untuk domisili 10 Ibu kota Provinsi, 25% untuk Ibu kota Provinsi Lainnya dan 20% untuk daerah lainnya.

Sesuai soal simulasi diatas, dapat kita simpulkan Roni berdomisili di Jakarta sehingga dikenakan tarif norma 30% (10 Ibu kota Provinsi) dengan status PTKP TK/0. Berikut perhitungan pajak Roni pada tahun 2025:

Sesuai perhitungan diatas, Roni harus membayar PPh 29 untuk tahun 2025 sebesar Rp 143.800.000,-. Jika dibandingkan dengan PPh omset, perhitungan menggunakan NPPN 15 kali lebih tinggi. Namun, perhitungan diatas belum memperhitungkan kredit pajak yang telah dipotong/dipungut pihak lain, seperti PPh 21, PPh 22, PPh 23, dan PPh 26 yang dapat mengurangi PPh yang harus dibayar. 

Perhitungan menggunakan NPPN memang relatif lebih tinggi karena persentase norma setiap jenis usaha telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP), sedangkan pada praktiknya setiap pengusaha mengalami kondisi yang berbeda-beda meskipun jenis usaha yang dijalankan sama. Sebagai alternatif, Wajib pajak bisa menggunakan pembukuan untuk menghitung pajaknya. Dengan menggunakan metode pembukuan, pembayaran pajak dinilai akan lebih mencerminkan kondisi usaha karena memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan. (ASR)

 

KESIMPULAN

Perubahan peraturan pajak bagi UMKM menunjukkan upaya pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan adil bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Penurunan tarif pajak final dan pembebasan pajak bagi UMKM dengan penghasilan tertentu adalah langkah yang positif. Namun, transisi dari tarif final ke perhitungan pajak yang lebih kompleks seperti NPPN memerlukan kesiapan dan pemahaman yang baik dari wajib pajak.

Pemerintah perlu memastikan sosialisasi yang memadai dan dukungan bagi UMKM dalam menghadapi perubahan ini. Pengusaha kecil diharapkan dapat lebih siap dan memahami pilihan perhitungan pajak yang paling sesuai dengan kondisi usaha mereka, sehingga dapat tetap berkembang tanpa terbebani oleh peraturan pajak yang baru.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

Mengenal E-Faktur Versi 4.0

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi merilis e-Faktur 4.0. Ketahui fitur unggulan dan langkah-langkah cara update eFaktur 4.0 versi terbaru ini.

Pembaruan sistem eFaktur terbaru ini menggantikan eFaktur 3.2 bagi pengguna eFaktur Client Desktop DJP.

Simak penjelasan lengkapnya mengenai update aplikasi e-Faktur 4.0 di bawah ini..


Informasi Rilis Update eFaktur 4.0

DJP resmi meluncurkan pembaruan sistem aplikasi eFaktur Desktop versi v.4.0 pada 20 Juli 2024.

Update eFaktur 4.0 ini bersifat wajib bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang selama ini menggunakan aplikasi e-Faktur Desktop DJP.

Perilisan sistem ini diumumkan DJP melalui Pengumuman No. PENG-18/PJ.09/2024 tentang Pembaruan Daftar Layanan Perpajakan Berbasis NPWP 16 Digit, NITKU, dan NPWP 15 Digit.

Untuk dapat melakukan update e-Faktur 4.0, PKP harus mengunduh installer aplikasi eFaktur versi v.4.0 yang tersedia di laman https://efaktur.pajak.go.id/aplikasi dan sudah dapat diunduh sejak 12 Juli 2024.

Apa yang Perlu Diperhatikan saat Update e-Faktur 4.0 Terbaru?

1. PKP diimbau untuk tidak menggunakan atau menginstal eFaktur desktop 4.0 terlebih dahulu. Sebab aplikasi e-Faktur 4.0 baru bisa digunakan setelah masa henti waktu (downtime) untuk menghindari kesalahan teknis.

Update aplikasi e-faktur versi 4.0 hanya bisa dilakukan setelah downtime selesai ya. Saat waktu downtime adalah tanggal 20 Juli 2024 pukul 09.00 WIB sampai 19.00 WIB. Aplikasi tsb juga baru bisa digunakan setelah tanggal 20 Juli 2024.” -Cuit DJP menjawab pertanyaan netizen di akun X.com/kring_pajak (17/7/2024).

Selama proses peralihan, PKP diimbau menghentikan kegiatan upload data faktur, retur, dan dokumen lain sampai dengan proses downtime berakhir.

2. PKP masih dapat menggunakan e-Faktur desktop versi 3.2 hingga mulainya waktu henti pada 20 Juli 2024 pukul 09.59 WIB.

“Sampai dengan tanggal 20 Juli 2024 saat waktu henti (downtime), Pengusaha Kena Pajak masih dapat menggunakan aplikasi e-Faktur Desktop versi 3.2. Aplikasi e-Faktur Desktop versi 3.2 tidak dapat digunakan lagi sejak aplikasi Desktop versi v.4.0 diluncurkan” -bunyi pengumuman PENG-18/PJ.09/2024 tersebut.

3. Perlu diperhatikan, pada saat implementasi aplikasi e-Faktur versi terbaru pada 20 Juli 2024, PKP Wajib Pajak Orang Pribadi harus sudah melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP.

 

Fitur-Fitur Terbaru eFaktur 4.0

Berikut fitur tambahan dalam update aplikasi eFaktur 4.0 ini:

  • PKP dapat login web e-Nofa menggunakan NPWP 15 digit dan NPWP 16 digit.
  • Menu profil user terdapat tambahan informasi NPWP 16 digit dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
  • Perekaman dokumen Faktur Pajak pada e-Faktur desktop dan e-Faktur web based dapat menggunakan NPWP 15 digit atau NPWP 16 digit.
  • Penambahan fitur informasi NITKU pada output dokumen yang terekam.

 

Perbandingan e-Faktur 4.0 dengan e-Faktur 3.2

Berikut perbandingan antara aplikasi eFaktur versi v.4.0 dan aplikasi eFaktur versi sebelumnya:

Perbedaan e-Faktur 4.0 dan e-Faktur 3.2

Baca Juga: Menganl Daftar Kode Jenis Setoran PPN Dalam Negri

Tips Sebelum Melakukan Update eFaktur

Sebelum melakukan update, ikuti tips berikut untuk mencegah terjadinya gagal update eFaktur 4.0:

  • Lakukan back-up database (folder yang sudah digunakan) untuk menghindari terjadinya kesalahan (corrupt database e-Faktur).
  • Pastikan saat melakukan backup database, aplikasi eFaktur tidak sedang dalam keadaan terbuka.
  • Compress folder db ke bentuk zip/rar dan beri nama db_tanggalbackup.
  • Simpan folder backup database tersebut di drive atau tempat lain yang aman.

 

Cara Update dan Install e-Faktur 4.0

Berikut langkah-langkah cara update aplikasi e-Faktur 4.0 di komputer desktop: sesuai dengan Petunjuk Update Aplikasi DJP:

1. Buka laman https://installer-efaktur.pajak.go.id/ pada browser (Google, Chrome, Firefox, Safari, Opera, Microsoft Edge, dan sejenisnya).

2. Unduh file dengan pilih patch update aplikasi e-Faktur 4.0 dengan klik “Download disini” sesuai sistem operasi komputer yang digunakan.

Cara Update eFaktur 4.0

3. File yang terunduh akan terkompresi dalam bentuk zip/rar.

Update Aplikasi e-Faktur 4.0

4. Ekstrak file zip/rar tersebut dengan cara klik kanan, lalu pilih “Extract to (nama file)” (contoh: “Efaktur Windows_64bit\”).

Update e-Faktur 4.0

5. File yang terekstrak berbentuk .exe (contoh: “Efaktur_Windows_64bit.exe”), lalu klik 2 kali file tersebut.

Update Aplikasi e-Faktur 4.0

6. Kemudian akan muncul WinRAR self-extracting archive. Pada kolom “Destination folder”, pilih lokasi direktori yang akan dijadikan tempat menyimpan hasil ekstraksi patch aplikasi e-Faktur 4.0. Pilih lokasi penyimpanan yang berbeda dengan aplikasi e-Faktur sebelumnya agar tidak menimpa folder eFaktur 3.2, lalu klik “Extract”.

Di dalam folder hasil ekstrak (untuk Sistem Operasi Windows) terdapat beberapa file dan pastikan folder berisi file-file seperti berikut:

  • Folder java
  • Efaktur.chm
  • ETaxInvoice.config
  • ETaxInvoice.exe
  • ETaxInvoiceMain.config
  • ETaxInvoiceMain.exe
  • ETaxInvoiceUpd.config
  • ETaxInvoiceUpd.exe
  • Mem_config.bat
  • Release note.txt

7. Lanjutkan dengan salin (copy) folder db dari aplikasi e-Faktur 3.2 dan tempelkan (paste) ke folder e-Faktur 4.0 hasil ekstrak tersebut.

8. Kemudian klik 2 kali pada file “EtaxInvoice.exe” yang ada di folder e-Faktur hasil ekstrak (Pastikan komputer terhubung dengan internet agar update database berhasil).

Lalu akan muncul pop-up dengan tampilan seperti di bawah ini, lalu pilih “Lokal Database”, kemudian klik “Connect”.

9. Berikutnya Anda akan diarahkan pada LOGIN ETAX INVOICE. Isikan kolom “Nama User” dan “Password” yang sama seperti saat login ke aplikasi e-Faktur sebelumnya.

10. Kemudian akan muncul tampilan seperti berikut dengan keterangan versi aplikasi 4.0.00 serta NPWP 16 digit dan NITKU dengan keterangan “null”, Maka lakukan update profil dengan cara klik menu “Management Upload”, pilih “Profil PKP”.

11. Setelah masuk ke halaman Ubah Profil PKP, klik “Refresh/Sinkronisasi Profil PKP dari DJP”. Aplikasi akan melakukan sinkronisasi data dengan server DJP (pastikan internet stabil).

12. Setelah di-refresh, kolom NPWP 16 digit dan NITKU akan terisi otomatis. Lanjutkan dengan mengisi kolom lainnya, seperti Kode Pos, Nomor Telepon, HP, Penandatangan, Fax, dan Jabatan, lalu klik “Simpan”.

13. Proses update e-Faktur 4.0 selesai.

Untuk menjalankan ulang aplikasi e-Faktur, klik file “ETaxInvoice.exe” di folder aplikasi yang baru seperti biasa.

DJP mengingatkan, untuk mempermudah pengadministrasian, ubah penamaan folder e-Faktur baru hasil ekstrak (contoh: “e-Faktur Desktop versi 4.0”).

Hindari penamaan folder menggunakan karakter khusus, seperti %&!@#$*() dan sejenisnya.

 

Kesimpulan

Pembaruan ini menunjukkan komitmen DJP untuk meningkatkan layanan perpajakan melalui modernisasi sistem, memberikan dukungan teknis yang jelas, dan memastikan transisi yang lancar bagi para wajib pajak.

Jadwal waktu henti untuk aplikasi eFaktur desktop 4.0, eFaktur web based, dan e-Nofa mulai pukul 09.00 WIB hingga 19.00 WIB pada 20 Juli 2024.

Jasa konsultan pajak dari KWA Consulting merupakan pilihan tepat bagi Anda yang belum menentukan pilihan. Di sini Anda akan mendapatkan banyak sekali keuntungan karena menggunakan penyedia jasaa terpercaya.

Tentunya jasa konsultan pajak dari KWA Consulting memiliki sertifikasi dan kealian yang relevan. Tenaga konsultan pajak kami juga memiliki banyak sekali pengalaman di bidang perpajakan. Sehingga Anda tidak perlu ragu untuk menggunakan layanan kami.

Sudah banyak sekali client yang membuktikan layanan konsultan pajak dari KWA Consulting. Semuanya merasa puas dengan pelayanan yang kami berikan. Bukan hanya itu saja Kami memiliki tarif terjangkau sehingga bisa Anda jadikan pilihan terbaik.

 

 

 

 

 

Mengenal Daftar Kode Jenis Setoran PPN Dalam Negeri

Kode Jenis Setoran (KJS) PPN dalam negeri adalah deretan angka yang harus dicantumkan wajib pajak saat menyetorkan PPN dalam negeri. Tanpa menggunakan KJS, pembayaran PPN dalam negeri tidak dapat diterima oleh bank maupun kantor pos persepsi.

Peraturan mengenai KJS pajak tercantum dalam PER-38/PJ/2009. Dalam peraturan tersebut terdapat 33 kode untuk semua jenis setoran pajak. Namun, dari semua jenis kode pajak tersebut, artikel kali ini akan fokus pada KJS PPN dalam negeri dengan kode 411211.

 

Daftar Kode Setoran PPN Dalam Negeri

Berikut ini daftar kode berdasarkan fungsi setoran PPN dalam negeri:  

1) 411211-100 untuk jenis setoran masa PPN dalam negeri

KJS ini digunakan untuk membayar pajak yang masih harus dibayar yang telah tercantum dalam SPT masa PPN dalam negeri.

2) 411211-101 untuk jenis setoran PPN BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean

Kode ini digunakan untuk pembayaran PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.

3) 411211-102 untuk jenis setoran PPN JKP dari luar daerah pabean

Kode jenis ini digunakan untuk membayar PPN terutang dari penggunaan jasa kena pajak dari luar daerah pabean.

4) 411211-103 untuk setoran kegiatan membangun sendiri

KJS ini berfungsi sebagai kode dalam transaksi pembayaran PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri.

5) 411211-104 untuk kode penyerahan aktiva yang tujuan semulanya tidak untuk diperjualbelikan

Kode ini berfungsi sebagai kode pembayaran PPN terutang atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

6) 411211-104 juga berfungsi sebagai kode pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan 

KJS ini digunakan sebagai kode pembayaran PPN yang terutang atas pengalihan aktiva dalam restrukturisasi perusahaan.

7) 411211-105 untuk penebusan stiker lunas PPN atas penyerahan produk rekaman gambar atau suara 

Gunakan KJS ini untuk pembayaran pajak penebusan stiker lunas PPN atas penyerahan produk rekaman gambar atau suara.

8) 411211-199 untuk pembayaran pendahuluan PPN dalam negeri

Kode ini dipakai untuk menyetor pajak sebelum surat ketetapan pajak PPN dalam negeri diterbitkan.

9) 411211-300 sebagai kode transaksi STP PPN dalam negeri

Kode ini dipakai untuk membayar jumlah yang tercantum dalam STP PPN dalam negeri yang masih harus dibayar.

10) 411211-310 sebagai kode transaksi SKPKB PPN dalam negeri

KJS ini dipakai untuk menyetorkan jumlah yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPN dalam negeri.

11) 411211-311 sebagai kode SKPKPB PPN Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean

Berfungsi sebagai kode dalam transaksi pembayaran jumlah yang masih harus dibayar, sesuai dengan yang terlampir dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.

12) 411211-312 untuk SKPKB PPN pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean

Kode ini digunakan untuk membayar jumlah yang masih harus dibayar, sesuai dengan yang tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.

13) 411211-313 sebagai kode SKPKB PPN kegiatan membangun sendiri

Berfungsi sebagai kode dalam transaksi pembayaran sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam SKPKB PPN atas kegiatan membangun sendiri.

14) 411211-314 sebagai kode SKPKB pemungut PPN dalam negeri

Kode ini digunakan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar sesuai yang tercantum dalam SKPKB PPN yang menjadi kewajiban pemungut.

15) 411211-320 sebagai kode SKPKBT PPN dalam negeri

Berfungsi sebagai kode dalam pembayaran jumlah yang masih harus dibayar sesuai jumlah tercantum dalam SKPKBT PPN dalam negeri.

16) 411211-321 sebagai kode SKPKBT PPN pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean

Digunakan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar sesuai dengan yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.  

17) 411211-322 sebagai kode SKPKBT PPN pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean

Digunakan untuk membayar jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.

18) 411211-323 sebagai kode SKPKBT PPN atas kegiatan membangun sendiri

Digunakan untuk membayar jumlah yang harus dibayar seperti yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas kegiatan membangun sendiri.

19) 411211-324 sebagai kode SKPKBT pemungut PPN dalam negeri

Berfungsi sebagai kode transaksi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar seperti yang tercantum dalam SKPKBT PPN dalam negeri yang menjadi kewajiban pemungut.

20) 411211-390 sebagai kode pembayaran atas surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding/putusan peninjauan kembali

Berfungsi sebagai kode untuk membayar jumlah yang masih harus dibayar sesuai yang tercantum dalam surat keputusan pembetulan, keputusan keberatan, putusan banding dan putusan peninjauan kembali.

21) 411211-500 sebagai kode PPN dalam negeri atas pengungkapan ketidak benaran

Digunakan sebagai kode dalam transaksi untuk membayar kekurangan pajak yang masih harus disetor, seperti yang tertulis dalam SPT masa PPN dalam negeri atas pengungkapan ketidakbenaran seperti yang tercantum dalam pasal 8 ayat 3 dan ayat 5 UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

22) 411211-501 sebagai kode PPN dalam negeri atas penghentian penyidikan tindak pidana

Digunakan sebagai kode untuk membayar kekurangan pembayaran pajak yang masih disetor sesuai yang tercantum dalam SPT PPh pasal 21 tentang penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana tertulis dalam pasal 44 B ayat 2 UU KUP .

23) 411211-510 sebagai kode yang dikenakan atas sanksi administrasi berupa denda atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT masa PPN dalam negeri.

Berfungsi sebagai kode untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda/kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT masa PPN dalam negeri sebagaimana tercantum dalam pasal 8 ayat 3 dan pasal 8 ayat 5 UU KUP.

24) 411211-511 kode yang dgunakan untuk membayar sanksi denda administrasi atas penghentian penyidikan tindak pidana pada bidang perpajakan

Fungsi kode ini untuk membayar sanksi administrasi atas penghentian penydikan tindak pidana di bidang perpajakan seperti yang tercantum dalam pasal 44B ayat 2 UU KUP.

25) 411211-900 kode yang digunakan oleh pemungut PPN dalam negeri non bendaharawan

KJS ini berfungsi sebagai kode untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut selain oleh bendahara.

26) 411211-910 sebagai kode yang digunakan untuk pungutan PPN  dalam negeri oleh bendahara

Kode ini berfungsi untuk pembayaran PPN dalam negeri yang dipungut oleh bendahara APBN

27) 411211-920 sebagai kode yang digunakan untuk pungutan PPN dalam negeri oleh bendahara APBD

Digunakan untuk transaksi pungutan PPN yang dilakukan oleh bendahara APBD

28) 411211-930 sebagai kode yang digunakan untuk pungutan PPN dalam negeri oleh bendahara dana desa

Digunakan untuk pungutan PPN dalam negeri yang dilakukan oleh bendaharawan dana desa.

 

KESIMPULAN

Dengan adanya kode-kode yang rinci, sistem perpajakan menjadi lebih terstruktur dan memudahkan proses administrasi baik bagi wajib pajak maupun pihak yang menerima pembayaran.

Secara keseluruhan, pemahaman yang mendalam mengenai KJS PPN dalam negeri ini penting bagi para wajib pajak untuk menghindari kesalahan dalam pembayaran dan memastikan kewajiban perpajakan mereka terpenuhi dengan benar.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

 

 

Simak Jenis-Jenis PPh (Pajak Penghasilan)

Di tengah keadaan karantina mandiri atau himbauan dari pemerintah untuk kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah #DiRumahAja karena Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena pandemi Covid-19 yang membuat adanya kebijakan untuk social distancing dan physical distancing, membuat semua orang lebih sering berada di rumah. Dengan berada di dalam rumah, perasaan bosan pun tidak dapat di hindari karena terbatasnya ruang untuk beraktivitas.

Namun, bukan berarti dengan berdiam di rumah saja membuat ketidakproduktifan dan menghabiskan waktu dengan tidur atau menonton saja. Mungkin dengan menonton akan menghibur, namun juga harus diperhatikan bahwa dengan #DiRumahAja ini pun bisa diakali dengan melakukan kegiatan positif, seperti contohnya berolahraga atau belajar mengenal jenis-jenis PPh.

Sebelum mengenal jenis-jenisnya, PPh (Pajak penghasilan) dikenakan terhadap penghasilan seseorang (Orang Pribadi) dan juga badan yang diterima selama satu tahun pajak seperti pada perusahaan contohnya dalam hal pengelolaan barang dan jasa. Seluruh pungutan pajak penghasilan tersebut untuk perwujudan kewajiban membangun negeri dan tentunya juga akan kembali kepada rakyat walaupun tidak secara langsung namun dapat di lihat dari adanya pembangunan sarana umum seperti jalan dan jembatan maka dari itu kesadaran wajib pajak itu sangat penting karena untuk kepentingan bersama.

 

Dasar Hukum

Dasar hukum PPh saat ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau yang bisa disingkat menjadi UU 7/1983. Seiring berjalannya waktu peraturan terus berkembang, UU 7/1983 mengalami perubahan sebanyak empat kali dan disempurnakan dengan 2 undang-undang lainnya, yaitu Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Perubahan pertama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, lalu perubahan kedua diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, selanjutnya perubahan ketiga dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; dan perubahan keempat diiatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

 

Jenis-jenis PPh Wajib Pajak Badan

1.  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pengertian PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.

2.  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

PPh pasal 22 biasanya dikenakan kepada badan usaha tertentu, baik usaha milik pemerintah, ataupun swasta yang kegiatannya berhubungan dengan perdagangan ekspor/impor dan juga penjualan barang mewah. Namun, untuk tarif PPh 22 sedikit lebih rumit daripada pph lainnya. Untuk pihak pemungut PPh 22 seperti:

a)  Badan pemerintah pusat/daerah dan juga lembaga pemerintahan yang berhubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.

b)  Badan-badan tertentu, seperti badan pemerintah dan juga badan swasta yang berhubungan dengan kegiatan pada bidang ekspor dan impor.

c)  Wajib pajak tertentu yang melakukan penjualan barang mewah.

3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

PPh pasal 23 merupakan pajak yang dipotong oleh pemungut pajak yang dikenakan pada penghasilan atas penyerahan jasa, hadiah, royalti, dan lainnya selain yang telah di potong oleh PPh Pasal 21. Untuk tarifnya akan di kenakan atas nilai DPP dari penghasilannya dan pada PPh ini ada dua jenis tarif yang akan dikenakan adalah 15% dan 2% tergantung pada objeknya contohnya seperti imbalan jasa maka akan dikenakan tarif sebesar 2%.

4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2)

PPh pasal 4 Ayat (2) ini merupakan pajak atas jenis penghasilan yang wajib pajak dapatkan dan pemotongannya bersifat final oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi dan tidak bisa di kreditkan dengan pajak penghasilan terutang. PPh 4 ayat 2 mempunyai tarif yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajaknya maka dari itu PPh 4 ayat 2 ini sering di katakan PPh Final juga.

Baca juga : Hindari Denda Dari Bea Cukai Simak Aturan Membawa Barang Titipan Dari Luar Negeri

5. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Pajak penghasilan ini merupakan pajak penghasilan yang dibayar secara angsuran dengan tujuan agar meringankan beban wajib pajak dan pajak terutangnya dilunasi dalan jangka waktu satu tahun dan pembayarannya tidak dapat diwakilkan melainkan harus dilakukan sendiri.

6. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26

PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dipotong dari badan usaha di Indonesia atas transaksi pembayaran seperti gaji, bunga dan sejenisnya kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

7. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29

PPh pasal 29 merupakan PPh kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh yang dihasilkan dari nilai pajak terutang dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, 22, 23 dan 24) dan PPh pasal 25 dari suatu perusahaan dalam satu tahun pajak.

8. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

PPh pasal 15 adalah pajak yang dipungut dari wajib pajak yang mempunyai atau pada bidang industry pelayaran dan juga penerbangan international. Adapun, bisnis lain yang bisa terkena PPh 15 yaitu seperti perusahaan pengeboran minyak.

9. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 19

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Sebagaimana yang dimaksud dengan penilaian, yang mana dapat diartikan sebagai revaluasi.

 

KESIMPULAN

Dengan berbagai jenis PPh yang diatur dalam pasal-pasal berbeda, wajib pajak perlu mengenali masing-masing jenis pajak yang berlaku untuk memastikan perhitungan dan pembayaran pajak dilakukan dengan benar. Ini juga membantu dalam menghindari kesalahan yang dapat menyebabkan sanksi atau denda.

Secara keseluruhan, informasi yang disajikan dalam artikel ini sangat bermanfaat sebagai referensi bagi wajib pajak, konsultan pajak, dan pihak terkait lainnya untuk memahami kompleksitas peraturan pajak penghasilan di Indonesia.

Nah itulah informasi Tentang PPh (Pajak Penghasilan), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

 

Hindari Denda dari Bea Cukai Simak Aturan Membawa Barang Titipan dari Luar Negeri

Apabila membawa barang titipan dari luar negeri, Anda perlu memahami aturan yang tertuang dalam undang-undang. Hal ini penting untuk menghindari denda yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di bandar udara (bandara). Apa saja aturan membawa barang titipan dari luar negeri? Perhatikan ulasan berikut ini.

Pengertian barang titipan

Hal fundamental yang perlu dipahami bahwa barang titipan tidak termasuk dalam barang pribadi. Sementara, barang pribadi adalah barang bawaan penumpang yang dipergunakan/dipakai untuk keperluan pribadi, termasuk sisa perbekalan (personal use).

Dengan demikian, penyelesaian barang titipan mengikuti ketentuan barang non-personal use, yaitu tidak mendapatkan pembebasan bea masuk atau pajak dalam negeri (PDRI) barang bawaan penumpang sebesar 500 dollar Amerika Serikat (AS).

Bea masuk dan PDRI yang harus dibayar atas barang titipan 

Apabila barang yang dibawa oleh penumpang merupakan barang titipan, maka akan dikenakan bea masuk dan PDRI sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum atas keseluruhan nilai barang—berdasarkan masing-masing jenis barang. Besaran tarif bea masuk yang berlaku normal atau umum itu bisa Anda cek pada laman insw.go.id, di menu ‘INTR’.

Bea Cukai juga telah menyediakan fasilitas menghitung bea masuk dan PDRI atas bawaan barang titipan secara otomatis melalui aplikasi CEISA Mobile Bea Cukai—yang dapat diunduh lewat Play Store.

Cara memberitahukan barang titipan kepada bea cukai

  • Barang titipan wajib disampaikan kepada Bea Cukai melalui sistem bernama Customs Declaration (BC 2.2), dapat diakses melalui https://ECD.beacukai.go.id/;
  • Centang pertanyaan nomor 11 huruf e dan memberitahukan jumlah dan jenis barang dalam kolom uraian barang di bagian belakang. Penyelesaian barang titipan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017 adalah menggunakan metode Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK); dan
  • Penumpang harus melaporkan pengisian dokumen tersebut dan menyerahkannya kepada petugas Bea Cukai saat kedatangan di Indonesia.

Berdasarkan UU Kepabeanan, penumpang yang membawa jasa titipan dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda apabila tidak memberitahukannya ke Bea Cukai.

Layanan Satuan Tugas (Satgas) One Stop Service Bea Cukai Bandara

 Apabila Anda mengalami kendala terkait pemberitahuan barang titipan, silakan hubungi nomor layanan resmi Bea Cukai berikut ini:

  • Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta (0812 8933 0168);
  • Bea Cukai Bandara Juanda Surabaya (0811 3009 147);
  • Bea Cukai Bandara Ngurah Rai Bali (0859 3448 4644); dan
  • Bea Cukai Bandara Kualanamu Medan (0813 6170 9382).

 

KESIMPULAN

Barang titipan yang dibawa oleh penumpang internasional ke Indonesia tidak termasuk dalam kategori barang pribadi dan oleh karena itu, tidak mendapatkan pembebasan bea masuk atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) hingga 500 USD. Barang titipan dikenakan bea masuk dan PDRI sesuai dengan ketentuan umum berdasarkan jenis barang, dan tarifnya dapat dicek di laman INSW.

Dengan pemahaman dan kepatuhan terhadap ketentuan ini, diharapkan penumpang dapat lebih tertib dalam melaporkan barang titipan sehingga proses bea cukai dapat berjalan lebih lancar dan transparan.

Nah itulah informasi Tentang Bea Cukai, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Kabar Gembira! Pemprov Jakarta Berikan Fasilitas Angsuran PBB

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berikan kemudahan bagi Wajib Pajak dengan menghadirkan fasilitas angsuran pembayaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk tahun 2024, yang juga mencakup tunggakan pajak dari tahun 2013 hingga 2023. Inisiatif yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor 16 Tahun 2024 ini merupakan bagian dari serangkaian insentif yang dirancang untuk meringankan beban masyarakat serta meningkatkan kepatuhan dalam pembayaran pajak.

Syarat dan ketentuan angsuran pembayaran pokok

Wajib Pajak yang ingin mengajukan pembayaran pokok secara angsuran harus memenuhi syarat berikut:

  • Tidak mengajukan permohonan pengurangan, keringanan, dan/atau pembebasan pokok atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang dimohonkan pembayaran pokok secara angsuran.
  • PBB-P2 yang harus dibayar minimal sebesar Rp 100 juta.
  • Pembayaran angsuran dapat diberikan hingga 10 kali secara berturut-turut sebelum berakhirnya tahun 2024.
  • Permohonan pembayaran pokok secara angsuran tidak memerlukan syarat bebas Tunggakan Pajak Daerah.

Proses pengajuan dan keputusan

Dalam beleid tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembayaran pokok secara angsuran untuk PBB-P2 tahun pajak 2024, atau tunggakan PBB-P2 dari tahun pajak 2013 hingga 2023. Permohonan ini dapat diajukan melalui laman pajakonline.jakarta.go.id hingga 31 Juli 2024.

Setelah permohonan yang memenuhi syarat diajukan, Pemprov Jakarta akan menerbitkan keputusan pembayaran pokok secara angsuran yang diberikan secara elektronik dan dapat diunduh serta dicetak secara mandiri oleh Wajib Pajak. Jika permohonan tidak memenuhi syarat, permohonan akan ditolak dan Pemprov Jakarta akan menyampaikan notifikasi elektronik yang berisi alasan penolakan.

Pembebasan sanksi administratif

Yang perlu diingat, Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pengurangan pokok tidak dapat mengajukan permohonan pembayaran pokok secara angsuran untuk objek PBB-P2 yang sama pada tahun pajak yang sama. Namun, mereka yang telah diberikan keputusan pembayaran pokok secara angsuran dapat diberikan keringanan pokok dan pembebasan sanksi administratif.

Keringanan pokok sebesar 10 persen diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PBB-P2 dari tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2024 hingga tanggal 31 Agustus 2024, dan keringanan sebesar lima persen dari tanggal 1 September 2024 hingga 30 November 2024. Adapun pembebasan sanksi administratif berupa bunga angsuran diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PBB-P2 dari tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2023 hingga tanggal 30 November 2024.

Wajib Pajak yang telah melunasi pokok PBB-P2 sebelum berlakunya Pergub Pemprov Jakarta ini tetapi masih dikenakan sanksi administratif, baik yang sudah maupun yang belum diterbitkan surat tagihan pajak daerah, diberikan pembebasan sanksi administratif. Selain itu, Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pembayaran pokok secara angsuran dan belum melakukan pembayaran setelah jatuh tempo jadwal pembayaran angsuran, diberikan pembebasan sanksi administratif apabila melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo jadwal pembayaran angsuran terakhir.

Namun, jika jatuh tempo jadwal pembayaran pokok secara angsuran terakhir telah terlampaui dan tak kunjung melakukan pembayaran, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah, yaitu sanksi administratif berupa bunga terlambat bayar.

 

KESIMPULAN

Dengan implementasi yang tepat dan sosialisasi yang efektif, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan mengurangi jumlah tunggakan PBB-P2 di Jakarta. Wajib Pajak diharapkan memanfaatkan fasilitas ini sebaik mungkin untuk menghindari sanksi administratif dan menyelesaikan tunggakan pajak mereka sebelum batas waktu yang ditentukan. Secara keseluruhan, kebijakan ini merupakan langkah strategis dalam mengelola dan meningkatkan penerimaan pajak daerah, serta memberikan keringanan kepada masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang mungkin masih menantang.

Nah itulah informasi Tentang Failitas Angsuran PBB, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00