Info

Catat!! Jenis Tarif Pajak di Indonesia dan Pengelompokannya

Tarif pajak adalah dasar yang digunakan untuk mengenakan pajak yang menjadi tanggung jawab wajib pajak berdasarkan pengelompokannya.

Apa saja jenis tarif pajak yang berlaku di Indonesia dan seperti apa pengelompokannya?


Tentang Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan dasar yang digunakan untuk mengenakan pajak atas objek pajak kepada wajib pajak yang menjadi tanggung jawabnya.

Besarnya tarif pajak ini dalam bentuk persentase yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh dan UU PPN No. 42 Tahun 2009, beserta peraturan turunannya, termasuk regulasi pemerintah daerah untuk jenis pajak tertentu yang menjadi kewenangan pemda.

Besar tarif pajak yang dikenakan atau menjadi tanggung jawab wajib pajak berbeda-beda tergantung objek, subjek, hingga pengelompokannya.

 

Berikut pengelompokan pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak dan besar tarif yang dikenakannya:

Pengelompokan Pajak

Satu jenis pajak sebenarnya bisa dikelompokan dalam lebih dari satu kelompok pajak tertentu.

Pengelompokan pajak ini tergantung pada dasar pengelompokannya, yaitu:

1) Pajak berdasarkan Golongannya

  • Pajak langsung adalah pajak yang ditanggung oleh wajib pajak sendiri. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
  • Pajak tidak langsung adalah pajak yang bisa dibebankan pada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2) Pajak berdasarkan Sifatnya

  • Pajak subjektif adalah pajak yang pengenannya berdasarkan kondisi wajib pajak. Contoh: PPh.
  • Pajak objektif adalah yang pengenaannya berdasarkan keadaan objek pajak tanpa memerhatikan keadaan wajib pajak. Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

3) Pajak berdasarkan Lembaga Pemungutnya

  • Pajak pusat adalah pajak yang ditarik oleh pemerintah pusat dan uang pajaknya dipakai untuk biaya pengeluaran atau biaya rumah tangga negara. Contoh: PPN, PPnBM, PPh dan Bea Meterai.
  • Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai anggaran pengeluaran rumah tangga daerah.

Pajak daerah ini biasa disebut PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi  Daerah).

Contoh: pajak kendaraan, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan.

Pajak daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

  • Pajak Provinsi, contohnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
  • Pajak Kabupaten atau Kota, contohnya Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Hiburan.

Baca Juga: Tarif PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

Jenis Tarif Pajak di Indonesia

Berdasarkan komponen pajak yang ada di Indonesia, maka tarif pajak secara struktural terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

1. Tarif Pajak Proporsional 

Tarif pajak proporsional adalah tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak.

Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.

Contoh:

  • PPN tarifnya 11% dari berapapun jumlah objek pajaknya (UU HPP No. 7 Tahun 2021).
  • PBB dengan tarif 0,5% dari berapapun jumlah objek pajaknya (UU HKPD No. 1 Tahun 2022).

 

2. Tarif Pajak Tetap atau Regresif

Tarif pajak tetap atau regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya (tidak berubah-ubah).

Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Contoh:

  • Bea Meterai dengan nilai Rp10000.

 

3. Tarif Pajak Progresif 

Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentase tarifnya berubah mengikuti kenaikan nilai objek yang dikenai pajak.

Tarif pajak progresif ini terbagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  • Tarif progresif-progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Tarif pajak progresif ini diberlakukan untuk wajib pajak pribadi, selengkapnya baca: Tarif Efektif PPh 21 TER.
  • Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya tetap.
  • Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin menurun (degresif).

4. Tarif Pajak Degresif 

Tarif pajak degresif adalah nilai persentasenya semakin rendah jika nilai objek yang dikenai pajak semakin meningkat.

Dengan begitu apabila persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil.

Akan tetapi, bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.

Ada tiga jenis tarif pajak degresif, yaitu:

  • Tarif Degresif-Degresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya semakin kecil.
  • Tarif Degresif-Tetap adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentasenya tetap.
  • Tarif Degresif-Progresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya makin besar.

 

5. Tarif Pajak Ad Valorem

Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang dikenakan pada harga suatu barang.

Untuk memudahkan pemahaman tarif pajak ad valorem ini, simak contoh berikut:

Perusahaan AAA mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan harga per unit Rp10 juta. Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%, maka nilai bea masuk yang harus dibayarkan adalah:

Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit
= 100 x Rp10.000.000
= Rp1.000.000.000
Bea Masuk =Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor
= 20% x Rp1.000.000.000
= Rp200.000.000

Untuk mengetahui contoh penghitungan PPN, Bea Masuk dan PDRI, selengkapnya baca artikel: Cara agar Barang Impor Bebas PPN Bea Masuk.

 

6. Tarif Pajak Spesifik

Tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan dikenakan pada suatu barang atau jenis barang tertentu.

Contoh:

PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100 unit. Apabila harga satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor barang Rp20.000.000 per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut sebagai berikut:

Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit
Tarif bea masuk Rp20.000.000
Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan
= Tarif Bea Masuk Per Unit x Jumlah Mobil
= Rp10.000.000 x 100
= Rp1.000.000.000

 

Sanksi Denda hingga Pidana Soal Pajak

Pajak hukumnya wajib yang harus dibayarkan oleh WNI sebagai wajib pajak dan WNA yang tinggal serta mencari nafkah di Indonesia.

Pemerintah memberlakukan sanksi kepada para pengemplang pajak.

Sebab pajak adalah salah satu sumber pemasukan negara dari dalam negeri yang dananya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, meningkatkan produktivitas, untuk menjalankan roda perekonomian, membayar gaji PNS, tentara dan membangun fasilitas umum.

Orang yang membayar pajak sama dengan berkontribusi pada pembangunan negaranya.

Maka disebutkan warga negara yang taat adalah mereka yang memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

Setelah mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang berlaku, sekarang waktunya memenuhi kewajiban perpajakan Anda dengan cara yang mudah dan cepat.

 

KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas, memberikan pemahaman yang mendalam tentang tarif pajak di Indonesia dan pentingnya ketaatan perpajakan. Dengan penjelasan yang komprehensif, contoh-contoh yang jelas, dan rekomendasi praktis, pembaca dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang sistem perpajakan dan cara memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Pemerintah Atur Kembali Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP

Pemerintah menetapkan pengaturan kembali saat mulainya implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. 

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

“Mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan tahun 2024 dan juga setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga Lainnnya) dan Wajib Pajak, maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi Wajib Pajak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.

 
Dengan adanya pengaturan kembali ini, maka NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sementara itu, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang. (net)
 

Pemerintah menetapkan pengaturan kembali saat mulainya implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. 

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

 

“Mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan tahun 2024 dan juga setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga Lainnnya) dan Wajib Pajak, maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi Wajib Pajak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.

 

Baca Juga : Simak Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dengan adanya pengaturan kembali ini, maka NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sementara itu, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang.

“Sebagai informasi, sampai dengan 7 Desember 2023, total terdapat sebanyak 59,56 juta NIK-NPWP yang telah dipadankan. Sebanyak 55,76 juta dipadankan oleh sistem dan 3,80 juta dipadankan oleh WP. Jumlah pemadanan tersebut mencapai 82,52% dari total Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Dwi menyampaikan apresiasi dari Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo kepada seluruh ILAP maupun perusahaan yang telah selesai melakukan penyiapan sistem aplikasi terdampak NPWP 16 Digit dan pemadanan database terkait NIK sebagai NPWP. Selanjutnya, untuk ILAP dan perusahaan yang masih berproses untuk melakukan penyesuaian sistem aplikasi terdampak dan juga pemadanan database NIK sebagai NPWP, diharapkan dapat menggunakan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga : Konsep Pembukuan / Akuntansi Nirlaba Tanpa Mencari Profit

 

KESIMPULAN

Pemerintah menunda implementasi NPWP dengan format 16 digit (NIK) hingga 1 Juli 2024, dari tanggal sebelumnya 1 Januari 2024. NPWP format 15 digit masih berlaku hingga 30 Juni 2024. Sampai 7 Desember 2023, 82,52% Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri telah dipadankan. Direktorat Jenderal Pajak menyediakan Virtual Help Desk untuk bantuan implementasi NPWP 16 digit. Kesempatan diberikan untuk persiapan sistem aplikasi dan pemadanan database. Harapannya adalah kesiapan yang baik dari semua pihak untuk memastikan kelancaran implementasi.

Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

CARA MENGAJUKAN SUKET PP 23 UNTUK PAJAK LEBIH HEMAT

APA ITU SURAT KETERANGAN PP 23?

Surat Keterangan (Suket) PP 23 adalah surat yang diterbitkan oleh Kantor Pajak Pelayanan (KPP) yang menerangkan bahwa wajib pajak dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. Secara sederhana, surat keterangan ini wajib dimiliki wajib pajak UMKM yang ingin mendapatkan fasilitas tarif PPh Final 0,5%.

 

BERAPA TARIFF PAJAK DENGAN SUKET PP 23?

Wajib pajak yang dikenakan PPh UMKM hanya menyetor pajak 0.5% dari omzet dan  tidak akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 22% dan tarif progresif PPh wajib pajak orang pribadi sebesar 5%-30%.

Dengan kebijakan ini, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia yang juga dapat berdampak positif untuk pertumbuhan ekonomi nasional.

 

BAGAIMANA CARA PEMBAYARANNYA?

Kemudian untuk melakukan penyetoran pajak penghasilan tersebut, wajib pajak dapat menyetor sendiri atau pajak penghasilan tersebut dipungut oleh pemungut pajak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak.

Pajak penghasilan tersebut kemudian disetorkan paling lambat tanggal 15 setiap bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan dilaporkan melalui SPT Masa PPh paling lambat tanggal 20 setiap bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

 

CARA PENGAJUAN SURAT KETERANGAN PP 23 ONLINE

Awalnya, wajib pajak hanya dapat mengajukan surat keterangan ini dengan mendatangi KPP tempat terdaftardan melakukan prosedur sesuai PMK Nomor 99/PMK.03/2018. Namun kini, proses pengajuan dapat dilakukan secara online. Berikut langkahnya:

  1. Kunjungi situs www.pajak.go.id dan loginSelanjutnya, kamu akan diarahkan untuk login DJP Online.

  2. Isi kolom login dengan NPWP dan kata sandi, kemudian isi kode keamanan.

  3. Setelah berhasi login, klik menu “Layanan” untuk melihat menu “Konfirmasi Status Wajib Pajak” (KSWP).

  4. Jika tidak muncul, kamu harus mengaktifkannya terlebih dahulu. Klik menu “Info KSWP”, kemudian pilih menu “Profil”.

  5. Klik menu “Aktivasi Fitur Layanan”, lalu centang pilihan “Info KSWP” dan kik “Ubah Fitur Layanan.”

  6. Jika berhasil, muncul notifikasi sukses dan kamu akan otomatis logout.

  7. Silakan login kembali ke akun kamu. Kemudian, klik menu “Layanan” dan pilih menu “KSWP”.

  8. Pada kolom “Profil Wajib Pajak”nformasi mengenai NPWP, nama dan alamat kamu terisi secara otomatis.

  9. Pada kolom “Pemenuhan Profil Kewajiban”, pilih “Surat Keterangan (PP 23)”.

  10. Isi kode keamanan dan klik “Submit”. Sistem akan melakukan pengecekan otomatis untuk memastikan jika kamu termasuk ke dalam kriteria wajib pajak sesuai PP 23.

  11. Data yang diperiksa antara lain NPWP, SPT PPh tahun pajak terakhir, omzet atau peredaran bruto usaha,

  12. Jika semua data sah dan terpenuhi, kamu dapat mencetak surat keterangan. Klik “Cetak Suket”.

  13. Muncul notifikasi konfirmasi, silakan klik “Iya”.

  14. Surat keterangan akan otomatis terunduh dalam format PDF.

MANFAAT MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN PP 23

  • Jika sudah memiliki surat keterangan ini, kamu berhak mendapatkan fasilitas tarif PPh UMKM 0,5%.

  • Tidak hanya itu,kamu juga tidak dikenakan potongan PPh 22 impor saat melakukan transaksi impor atau pembelian barang.

  • Dan juga tidak di potong PPh 23 saat melakukan transaksi jasa

 

 

KESIMPULAN

Suket PP 23 adalah surat keterangan diterbitkan oleh KPP untuk wajib pajak UMKM agar dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5%. Dengan Suket PP 23, wajib pajak hanya menyetor pajak 0,5% dari omzet, menghindari tarif PPh Badan 22%, dan progresif PPh orang pribadi 5%-30%.

Proses pengajuan Suket PP 23 dapat dilakukan online melalui DJP Online dengan langkah-langkah tertentu. Manfaatnya termasuk mendapatkan tarif PPh UMKM yang lebih ringan dan keuntungan tidak dipotong PPh 22 impor serta PPh 23 jasa. Suket PP 23 mendukung pertumbuhan UMKM dan ekonomi nasional.

Nah itulah informasi Tentang Suket PP 23, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

 

Simak Cara Cek NPWP Aktif atau Nonaktif dan Mengaktifkan NPWP NE

NPWP NE adalah nomor pokok wajib pajak yang statusnya sudah tidak aktif.


Apa itu NPWP NE atau NPWP Non Efektif?

Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sebenarnya berlaku seumur hidup, dalam beberapa kondisi bisa menjadi nonaktif dan tidak bisa digunakan lagi.

Pada umumnya, NPWP bakal non aktif terjadi karena dua hal:

  • Pertama, NPWP dinyatakan non efektif (NE) atau NPWP NE
  • Kedua, NPWP dihapuskan (DE)

NPWP bisa menjadi nonaktif jika WP mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menonaktifkan NPWP-nya dan DJP mengabulkan permintaan tersebut.

NPWP juga bisa dinonaktifkan oleh DJP ketika suatu NPWP dinilai memenuhi syarat untuk dinonaktifkan.

Maka penting bagi WP memastikan NPWP-nya tetap aktif dan memenuhi seluruh kewajiban perpajakan yang dikenakan padanya.

Sebab jika tidak, DJP bisa saja membekukan atau menonaktifkan NPWP tersebut dengan atau tanpa pemberitahuan kepada WP.

Jika Anda merasa tidak pernah mengajukan penonaktifan NPWP dan sudah lama tidak melakukan aktivitas pajak, Anda dapat mengecek status NPWP melalui fitur “Cek NPWP Online”.

Baca Juga: NPWP Badan Baru Terdaftar Akhir Tahun, SPT Tahunan Tetap Dilaporkan?

Ketentuan dan Syarat NPWP Non Efektif Sementara

Sebuah nomor NPWP bisa dinonaktifkan sementara jika dalam kondisi berikut:

1. Anda Pindah ke Luar Negeri

Kasus seperti ini terjadi ketika Anda tinggal di luar negeri sedikitnya 183 hari dalam satu tahun.

Setelah NPWP Non Efektif atau NPWP NE, Anda tidak perlu khawatir akan ditarik pajak seperti sebelumnya.

Status seperti ini dapat membantu DJP dalam menghemat sumber daya yang digunakan untuk melakukan pengawasan rutin.

Sebab NPWP yang resmi non-aktif tidak termasuk dalam daftar NPWP yang diawasi secara rutin oleh DJP.

2. Anda sudah tidak lagi menjalankan usaha atau pekerja bebas lainnya

Ketika Anda memutuskan pensiun atau berhenti dari kegiatan usaha, Anda bisa mengajukan permohonan agar NPWP-nya dinonaktifkan.

Anda diminta untuk mengajukan permohonan sendiri, tanpa perantara.

Jika NPWP Anda sudah non-aktif, maka tidak akan lagi dikenai kewajiban membayar pajak dan tidak perlu lagi menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan seperti sebelumnya.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Jika sebelumnya Anda berpenghasilan diatas PTKP kemudian berhenti bekerja, maka kartu NPWP WP tersebut dapat dinonaktifkan.

Dengan begitu, DJP pun dapat mengetahui status WP yang berubah dari wajib pajak menjadi bukan wajib pajak.

Dengan perubahan status ini, maka jika Anda akan didenda jika tidak menyampaikan SPT, maka denda itu tidak ada lagi dan Anda tidak memiliki kewajiban membayar pajak.

4. Anda meminta NPWP dihapus, namun belum ada keputusan

Ketika Anda tidak memiliki rencana akan kembali bekerja dan merasa tidak membutuhkan lagi NPWP, Anda bisa saja membuat permohonan penghapusan NPWP.

Proses ini membutuhkan waktu, yang salah satunya karena DJP harus cek dan ricek apakah Anda benar-benar bukan lagi seorang wajib pajak.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui kebenaran data atau informasi seperti berikut:

  1. Wajib pajak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan
  2. Wajib pajak melakukan pembayaran pajak
  3. Wajib pajak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
  4. Wajib pajak mengajukan permohonan untuk diaktifkan kembali
  5. Wajib pajak diketahui/ditemukan alamatnya

Selama menunggu keputusan penghapusan, NPWP Anda tersebut akan berstatus non-aktif sementara.

Anda tidak dapat menggunakannya, sampai dihapus secara permanen segera setelah permohonan WP dikabulkan.

Baca juga: Ini dia Cara Mengatasi Lupa Kode Efin

Cara Cek NPWP Aktif atau Nonaktif dan jika Lupa

Untuk mengetahui apakah NPWP non-aktif atau tidak, Wajib Pajak (WP) bisa melakukan pengecekan. Ada beberapa cara cek NPWP aktif atau nonaktif, yakni:

1. Cek NPWP ke KPP

Bagi Anda yang lebih suka tatap muka, bisa datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mengetahui apakah NPWP-nya masih aktif atau tidak.

Caranya, dapat langsung menanyakan kepada petugas pajak di sana.

Keunggulan dari cara ini Anda bisa mendapat penjelasan langsung petugas yang berkompeten, yang benar-benar memahami soal pajak.

Anda juga bisa menanyakan hal lain secara detail terkait perpajakan.

 

2. Cek NPWP melalui telepon Kring Pajak

Anda yang juga ingin mendapatkan jawaban langsung, tanpa menunggu lama untuk mengetahui NPWP aktif atau tidak adalah dengan menelepon Kring Pajak ke nomor telepon 1500200.

 

3. Cek NPWP online

Cara cek NPWP online ini terdapat 3 cara yang bisa dipilih wajib pajak, di antaranya:

1) Cek NPWP online di website DJP

Berikut cara cek NPWP aktif atau nonaktif secara online melalui situs resmi DJP:

  • Buka situs DJP di https://ssereg.pajak.go.id/
  • Login dengan memasukkan nomor NPWP dan nama Anda
  • Jika nama Anda muncul setelah nomor NPWP dimasukkan, artinya NPWP tersebut masih aktif terdaftar dalam sistem DJP.

2) Cek NPWP online dengan KTP dan KK

Berikut cara cek NPWP online apakah masih aktif atau nonaktif menggunakan nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK):

  • Buka website https://ereg.pajak.go.id/ceknpwp
  • Ketikkan nomor KTP atau KK Anda
  • Maka akan muncul keterangan berisi nomor dan identitas lainnya maupun informasi yang menyebutkan status NPWP Anda aktif atau nonaktif

Pada halaman tersebut, WP nanti akan menerima peringatan seperti berikut:

Catatan: Data NIK dan KK harus sesuai untuk melakukan validasi NPWP. Untuk keamanan, informasi Nama Wajib Pajak disamarkan.

Hal tersebut karena DJP menjaga kerahasiaan atas segala informasi WP. Walaupun nomor NPWP dan NIK KTP terhubung dan WP tidak memiliki akses seluruh data secara online untuk melihat data tersebut.

Namun dari keterangan tersebut, WP setidaknya tahu bahwa NPWP-nya masih aktif atau tidak.

Untuk WP yang juga kehilangan KTP, maka harus terlebih dahulu mengurus KTP sementara ke DISPENDUK. Selanjutnya, WP baru bisa meminta petugas pajak melihat nomor NPWP Anda.

Baca juga:  Istri Ingin Membuat NPWP, Bagaimana Caranya?

Mengecek aktif atau tidaknya NPWP lewat online sangat mudah dan praktis.

Cukup dengan koneksi internet yang bagus dan tanpa menunggu lama, Anda bisa mengetahui jawaban.

Cara alternatif lainnya lewat jalur online adalah Anda bisa mengirimkan e-mail ke kantor pajak dengan alamat This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it..

Kekurangan dengan cara berkirim email adalah Anda tidak langsung mendapat jawaban.

Apalagi jika sedang banyak pengaduan yang masuk ke alamat email tersebut.

Anda pun tak punya pilihan lain selain bersabar.

Baca Juga: NIK Vs NITKU Apa Bedanya??

Cara Mengaktifkan NPWP Non Efektif atau NPWP NE

NPWP yang non efektif masih bisa diaktifkan kembali dengan dua cara, yakni secara daring dan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

A. Cara mengaktifkan NPWP NE online:

  1. Buka halaman DJP di https://pajak.go.id/
  2. Setelah masuk ke halaman utama Ditjen Pajak online, klk “Chat Pajak”.
  3. Isikan data sesuai keterangan yang tertera, seperti NPWP, nama, alamat email, dan nomor ponsel.
  4. Kemudian pilih opsi pertanyaan yang sesuai, yakni permohonan pengaktifan kembali WP Non Efektif, klik “Connect”.
  5. Berikutnya tunggu balasan chat dari petugas pajak. Apabila sudah ada balasan, ajukan permohonan pengaktifan kepada petugas tersebut.
  6. Isikan sejumlah data sesuai dengan arahan dari petugas pajak, kemudian petugas akan mengecek dan melakukan verifikasi data.
  7. Petugas akan meminta Anda membuat pernyataan terkait permohonan pengaktifan kembali NPWP beserta alasannya.
  8. Selanjutnya permohonan pengaktifan NPWP NE akan diproses oleh petugas pajak.
  9. Anda akanmendapatkan pemberitahuan melalui email resmi dari Ditjen Pajak apabila permohonan disetujui.

B. Cara mengaktifkan NPWP NE offline:

  1. Unduh formulir permohonan aktivasi NPWP
  2. Setelah permohonan aktivasi NPWP diisi dan ditandatangani, serahkan ke KPP terdekat
  3. Lampirkan fotokopi KTP dan NPWP lama
  4. Selanjutnya, petugas berwenang akan melakukan penelitian administrasi perpajakan dalam rangka pengaktifan kembali wajib pajak NE.

Sayangnya mengaktifkan kembali NPWP ini hanya berlaku untuk NPWP yang berstatus non efektif (NPWP NE).

Sedangkan NPWP yang non aktif karena telah dihapuskan (NPWP DE) dari sistem pajak, tidak bisa diaktifkan kembali.

Untuk kasus WP yang pernah mengajukan penghapusan NPWP dan dikemudian hari tanpa diduga membutuhkan NPWP lagi, maka dia harus membuat NPWP baru.

Oleh karena itu, jika Anda tidak sedang membutuhkan NPWP, sebaiknya jangan langsung dihapus, apalagi NPWP berlaku seumur hidup.

Cara yang paling aman, bisa mengajukan permohonan NPWP Non Efektif.

Dengan begitu, nomor NPWP tersebut cuma nonaktif sementara dan WP bisa mengajukan permohonan aktivasi kembali NPWP tersebut kapan saja.

Itulah tadi cara mengecek NPWP aktif atau tidak dan cara mengaktifkan kembali NPWP Non Efektif atau NPWP NE.

 

KESIMPULAN

NPWP, seumur hidup, bisa nonaktif karena NE atau DE. Nonaktif disebabkan karena pindah ke luar negeri, berhenti usaha, pendapatan di bawah PTKP, atau permintaan penghapusan. Cara Cek NPWP nonaktif bisa online atau di datang ke KPP. Aktifkan NPWP NE online atau offline dengan formulir dari KPP. NPWP DE tidak bisa diaktifkan. Penting untuk WP memahami kondisi nonaktif NPWP dan langkah-langkahnya.

 

 

 

Tarif PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

 

Jasa pengiriman barang seperti pengiriman paket dan cargo merupakan salah satu jenis jasa yang dikenakan PPN. Namun, tarif PPN yang dikenakan berbeda dengan tarif biasanya. Jika transaksi biasa dikenakan PPN 11%, besaran tarif PPN untuk jasa pengiriman barang adalah sebesar 1,1%. Hal ini telah diatur dalam undang-undang yang berlaku. Selain itu, pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa pengiriman barang tidak dapat dikreditkan.

 

Mengenal PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

PPN atas jasa pengiriman barang atau jasa dikenakan terhadap setiap kegiatan yang masuk dalam unsur pemindahan barang. PPN atas jasa pengiriman barang disebut juga sebagai jasa pengiriman cargo atau jasa pengepakan dan pengiriman paket melalui perusahaan pengiriman barang/pengiriman data.

Jasa pengiriman barang merupakan proses memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Aktivitas yang ada dalam jasa pengiriman barang di antaranya:

  • Transaksi jual beli barang.
  • Ada kebutuhan barang di suatu tempat.
  • Untuk mengisi kebutuhan stok barang dari pihak lain.

Dalam jasa pengiriman barang ada beberapa metode yang dilakukan seperti:

  • Melakukan pemindahan menggunakan tenaga manusia.
  • Melakukan pemindahan menggunakan teknologi/kendaraan serta  alat yang telah diciptakan manusia. Alat yang digunakan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya disebut sebagai alat transportasi. Moda yang dipakai untuk memindahkan barang dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara.

Baca Juga: Perbedaan PPN Masukan Vs PPN Keluaran

 

Tarif PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

Pada saat berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif umum PPN adalah sebesar 11%, dan tarif PPN atas jasa pengiriman barang ini dikenakan PPN sebesar 1,1% dari nilai kontrak (PPN 11% x DPP (=11% Nilai Kontrak). Berbeda dengan jenis jasa lainnya yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak yang berlaku umum yaitu 100% dari nilai tagihan, DPP jasa pengiriman barang menggunakan nilai lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 71/PMK.03/2022.

Pajak masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa oleh pengusaha pengiriman paket juga tidak dapat dikreditkan dan sesuai yang diatur dalam pasal 1 dan pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/ KMK 04/2000 Tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkeu no. 251/KMK.03/2002.

Pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa pengiriman barang tidak dapat dikreditkan karena dalam Nilai lain telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/ JKP dalam rangka usaha pengiriman paket tersebut.

Baca Juga: Faktur Pajak Tidak Dapat Dikreditkan??

 

Contoh Kasus PPN Atas Jasa Pengiriman Barang

Sebuah perusahaan bergerak dalam bidang pengiriman barang. Ada permintaan pengiriman mesin genset diesel seharga Rp 2.3 Miliar dari Surabaya menuju Makassar dengan biaya pengiriman Rp 25.500.000.

Pihak pemilik genset meminta harga ditambahan PPN 10% dan PPh 2% sehingga harga yang diberikan oleh perusahaan pengiriman barang setelah dikurangin PPh dan ditambah PPN menjadi Rp 27.540.000

Atas contoh kasus diatas, apakah pengiriman genset ini dikenakan PPN dan PPh ? Bagaimanakah sistem perhitungannya hingga didapatkan angka 27.540.000 ? Apakah jumlah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan ?

Atas jasa pengiriman barang ( ekspedisi/cargo) dikenakan PPN sebesar 1,1% dari nilai kontrak, seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya) yang diatur dalam Kepmenkeu No. 251/KMK.03/2002. Pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa pengiriman genset tidak dapat dikreditkan karena pajak masukan atas perolehan BKP/JKP telah masuk dalam perhitungan nilai lain.

Perhitungan PPN dengan tarif efektif 1,1% untuk pengiriman genset ini adalah :

1,1% x Rp 25.500.000 = Rp 280.500.

Harga setelah PPN = 25.500.000 + 280.500 = Rp 25.780.000

Harga setelah dikurangi PPh = Rp 25.780.000 – 790.500 ( PPh 2%) = Rp 24.990.000

Jadi Kesimpulannya, jumlah yang harus dibayar tidak senilai Rp 27.540.000. Sebab PPN yang dikenakan hanya sebesar 1,1% dan bukan 11%.

Demikian pembahasan mengenai pengenaan PPN atas jasa pengiriman barang dan contoh penghitungannya.

 

KESIMPULAN

PPN atas jasa pengiriman barang dikenakan sebesar 1,1%, bukan 11%. Dalam contoh pengiriman genset, perhitungan PPN dilakukan dengan tarif efektif 1,1% pada nilai kontrak. Pajak masukan tidak dapat dikreditkan, dan total pembayaran setelah PPh dan PPN sesuai ketentuan adalah Rp 24.990.000, bukan Rp 27.540.000.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Aspek Pajak Penghasilan (PPh) untuk Jasa Konstruksi

 

Di dalam benak masyarakat umum masih ada pertanyaan berkaitan dengan pajak atas jasa konstruksi. Selain bisa dilakukan pembayaran sendiri, sesuai dengan sistem pemungutan pajak withholding tax, penghasilan jasa konstruksi dapat dilakukan dengan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2, pemotongan PPh pasal 23 atau pemotongan PPh pasal 21. Lalu mana pemotongan pajak yang benar?

Ada beberapa kali perubahan ketentuan perpajakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) berkaitan dengan jasa konstruksi seperti PP No. 9 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas PP No.51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Perubahan ini seiring dengan diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi.

Perubahan yang terjadi sehubungan dengan adanya PP dan UU ini adalah jenis usaha jasa konstruksi beserta tarifnya. Hal ini untuk mengakomodasi dinamika perubahan usaha jasa konstruksi agar masyarakan dapat membayar pajak lebih patuh lagi, selain untuk memberikan arah yang lebih jelas untuk pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi di tanah air.

 

Undang-undang terbaru ini membahas berbagai hal mengenai jasa konstruksi mulai dari ketentuan yang bersifat umum, dasar dan tujuan, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing pihak hingga jenis dan struktur usaha jasa konstruksi yang ada di Indonesia. Syarat-syarat lain terkait pendirian usaha jasa konstruksi juga terangkum dengan jelas di dalam aturan tentang jasa konstruksi tahun 2017.

Apa itu jasa konstruksi? Sesuai pasal 1 UU No. 2 tahun 2017, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi dan Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan jasa konstruksi, sementara itu penyedia jasa adalah pemberi layanan jasa konstruksi.

Pada pasal 4 ayat 2 huruf d UU Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan menyebutkan, salah satu penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah Usaha Jasa Konstruksi,  yaitu subjek yang bidang usahanya secara formal, merupakan jasa konstruksi. Artinya hanya pengusaha yang telah memperoleh sertifikasi terkait bidang jasa konstruksi dan mendapatkan kualifikasi tertentu saja yang masuk dalam pasal ini dan dikenakan pajak yang bersifat final.

Adapun pengusaha yang melakukan usaha jasa konstruksi adalah pengusaha yang telah mengantungi izin usaha di bidang konstruksi. Untuk usaha perseorangan yang akan memberikan layanan jasa konstruksi wajib memiliki Tanda Dafiar Usaha Perseorangan. Izin usaha tersebut biasa disebut Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK). Tanda Daftar Usaha Perseorangan dan izin usaha  diberikan oleh pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan atau badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sertifikat atau berkas lain yang berlaku sebagai sertifikasi bisa berupa Sertifikat Badan Usaha atau SBU yang diterbitkan secara langsung oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha, badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (SBU) yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi. (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi).

SBU hanya berlaku selama tiga tahun sejak tanggal diterbitkannya. Untuk perpanjangan, harus dilakukan registrasi ulang pada tahun kedua dan ketiga. Jika tidak diperpanjang, maka SBU yang dimiliki tidak berlaku dan dikenai sanksi berupa pengenaan PPh Final lebih besar.

Sesuai dengan Pasal  3 ayat 1 huruf a, PP nomor 9 tahun 2022, tarif PPh final (PPh Pasal 4 ayat 2) sebesar 1,75% untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan. Sebelumnya dikenakan tarif 2%, jadi ada penurunan tarif pada PP No. 9/2022 dibanding dengan tarif sebelumnya (PP No. 51/2008).  

Apabila tidak memiliki sertifikat atau SBU masa berlaku sudah habis maka tarif PPh final (PPh pasal 4 ayat 2) sebesar 4% (Pasal  3 ayat 1 huruf b). Untuk  sertifikasi dan kualifikasi yang lain baik untuk pengusaha jasa konstruksi yang SBUnya masih berlaku atau tidak berlaku lagi dapat dilihat pada Pasal 3 ayat 1 dari huruf a sampai dengan huruf g PP Nomor 9 tahun 2022.

Untuk jasa konstruksi yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23, apabila kita melihat pada pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 UU Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan dikenakan tarif sebesar 2% dan bersifat tidak final. Selain itu pada pasal 1 ayat 6 huruf Y dan Z Peraturan Menkeu No.141/PMK.03/2015 yang menyebutkan bahwa pekerjaan jasa konstruksi berupa jasa instalasi dan perawatan listrik, telepon, air, gas, AC dan lain sebagainya dikenakan pemotongan PPh pasal 23 apabila dilakukan oleh selain Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan tidak mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

Dengan demikian pengusaha atau badan usaha yang tidak teregistrasi dalam Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan tidak memiliki SBU, maka pengenaan PPh atas imbalan yang diterima tidak menjadi objek PPh Final Pasal 4 Ayat 2 Jasa Konstruksi. Imbalan tersebut akan masuk dalam objek pemotongan PPh pasal 23 apabila perusahaan tersebut merupakan WP Badan dalam negeri. Jika merupakan WP Orang Pribadi, maka akan dikenakan pemotongan PPh 21. Keduanya bersifat tidak final. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

KESIMPULAN

Dalam jasa konstruksi, pemotongan pajak tergantung pada sertifikasi penyedia jasa. Perubahan regulasi, seperti PP No. 9 Tahun 2022, menurunkan tarif PPh Pasal 4 ayat 2 menjadi 1,75% untuk penyedia jasa bersertifikasi kualifikasi kecil. Sertifikasi, seperti SIUJK atau SBU, menentukan tarif pajak. Tanpa sertifikasi, tarif naik menjadi 4%. Kepatuhan dan pemahaman regulasi terbaru kunci untuk optimalisasi pemotongan pajak yang sesuai.

Nah itulah informasi Tentang PPH atas Jasa Kontruksi, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00