Info

Mengenal Apa Itu SPPKP

Untuk dapat memungut, menghitung, menyetor, hingga melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengusaha harus memiliki status sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP. Status PKP ini diberikan oleh otoritas pajak melalui penerbitan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Lalu, apa itu SPPKP? Dan, bagaimana cara mendapatkan SPPKP? KWA Consulting akan mengulasnya dalam artikel ini.

 

Apa itu SPPKP?

SPPKP adalah surat yang berisi identitas PKP seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, alamat, jenis usaha, status usaha, status modal, masa pajak; serta jenis kewajiban perpajakan PKP. Surat ini diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) untuk memberitahukan bahwa pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP pada KPP atau KP2KP tertentu.

SPPKP menjadi syarat untuk menerbitkan faktur pajak, mengkreditkan pajak masukan, mengajukan restitusi, dan lain-lain. Artinya, SPPKP adalah dokumen penting bagi PKP, karena PKP dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, seperti:

– Mengkreditkan pajak masukan, yaitu pajak yang telah dibayar atau terutang atas pembelian atau impor barang dan/atau jasa yang digunakan untuk keperluan usaha. Pajak masukan ini dapat dikurangkan dari pajak keluaran, yaitu pajak yang terutang atas penyerahan barang dan/atau jasa oleh PKP. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka PKP dapat mengajukan restitusi, alias pengembalian kelebihan pembayaran atau pemungutan pajak.

– Menerbitkan faktur pajak, yaitu dokumen yang diterbitkan oleh PKP sebagai bukti penyerahan barang dan/atau jasa yang dikenakan PPN. Faktur pajak ini harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), seperti menggunakan format dan nomor seri yang baku, mencantumkan identitas dan NPWP PKP dan pembeli, mencantumkan jumlah dan harga barang dan/atau jasa, mencantumkan tarif dan jumlah PPN, dan lain-lain. Faktur pajak ini juga dapat digunakan sebagai bukti pajak masukan oleh pembeli yang juga PKP.

– Melaporkan SPT PPN, yaitu surat pemberitahuan yang harus disampaikan oleh PKP kepada KPP tempat pendaftaran untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran PPN dalam suatu masa pajak. SPT PPN ini harus disampaikan secara elektronik atau tertulis paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. SPT PPN ini harus dilampiri dengan bukti-bukti perpajakan, seperti faktur pajak, bukti potong, bukti setor, dan lain-lain.

Dengan demikian, SPPKP memberikan berbagai manfaat bagi PKP, seperti mengurangi beban pajak, memperoleh pengembalian pajak, memberikan kepastian hukum, dan meningkatkan kredibilitas usaha. Namun, SPPKP juga menimbulkan berbagai tantangan bagi PKP, seperti memerlukan biaya administrasi, menghadapi risiko sanksi, mengikuti perubahan peraturan, dan bersaing dengan pengusaha non-PKP. Oleh karena itu, PKP harus memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku agar dapat mengoptimalkan hak dan kewajiban perpajakannya.

Baca Juga  : Mengenal Ketentuan PPN atas Ekspor JKP

Bagaimana cara mendapatkan SPPKP?

Untuk mendapatkan SPPKP, pengusaha harus mengajukan permohonan pengukuhan PKP secara elektronik atau tertulis dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan, seperti fotokopi KTP, NPWP, dokumen pendirian usaha, dan lain-lain. Selanjutnya, Kepala KPP atau KP2KP melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan kelengkapan dan kesesuaian dokumen dan/atau pemenuhan ketentuan pengukuhan PKP.

Jika Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan dokumen dan/atau ketentuan, maka Kepala KPP akan menerima permohonan dengan menerbitkan SPPKP paling lama 1 hari kerja setelah Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) atau Bukti Penerimaan Surat (BPS) diterbitkan. Apabila Kepala KPP atau KP2KP tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan tersebut, permohonan pengusaha dianggap dikabulkan dan Kepala KPP atau KP2KP harus menerbitkan SPPKP paling lama 1 hari kerja setelah tanggal jangka waktu pemberian keputusan berakhir.

Sebagai tambahan informasi, Kepala KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan, jika pengusaha tidak melaksanakan kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP. Adapun pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki DJP, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan, nantinya Kepala KPP atau KP2KP akan menerbitkan SPPKP terhadap PKP yang dikukuhkan secara jabatan. Tanggal pengukuhan yang tercantum dalam SPPKP yaitu sesuai dengan tanggal seharusnya diterbitkan SPPKP.

 

KESIMPULAN

SPPKP adalah dokumen yang mengonfirmasi pengusaha sebagai PKP. Manfaatnya termasuk menerbitkan faktur pajak, mengajukan restitusi, dan melaporkan SPT PPN. Untuk mendapatkannya, ajukan permohonan ke KPP dengan dokumen lengkap. SPPKP diterbitkan dalam 1 hari kerja setelah permohonan diterima.

Kepala KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan jika pengusaha tidak melaksanakan kewajiban pelaporan. SPPKP juga memerlukan pemahaman dan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan untuk memanfaatkan manfaatnya dan menghindari risiko sanksi.

Nah itulah informasi Tentang SPPKP, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

 

Mengenal Surat Tagihan Pajak (STP) dan Cara Melunasi

Apa itu Surat Tagihan Pajak?

Surat Tagihan Pajak atau STP pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Surat tagihan pajak atau STP juga berfungsi sebagai koreksi pajak terutang dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

 

Penyebab Penerbitan STP

Merujuk Pasal 14 ayat (1) UU No. 28/2007, berikut penyebab diterbitkannya STP pajak:

  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
  2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
  4. Pengusaha yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu.
  5. PKP tidak mengisi Faktur Pajak secara secara lengkap, pedagang eceran.
  6. PKP melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
  7. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

 

Fungsi Surat Tagihan Pajak

Dalam Surat Tagihan Pajak, terdapat beberapa fungsi yang dijelaskan sebagai berikut:

  1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak.
  2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
  3. Sarana untuk menagih pajak.

Baca Juga: NITKU Sebagai Pengganti NPWP Cabang

Penomoran STP

Pada Surat Tagihan Pajak biasanya terdapat nomor atau kode unik.

Penomoran STP tersebut serupa dengan penomoran Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diurutkan dalam format AAAAA/BBB/CC/DDD/EE.

Maksud dari penomoran AAAAA menunjukkan nomor urut dalam lima digit, sebagai contoh 00303.

BBB menunjukkan untuk kode jenis pajak, sebagai contoh 105 untuk PPh Badan atau 106 untuk PPN.

CC menunjukkan Tahun Pajak, sebagai contoh untuk tahun pajak 2024 kodenya adalah 24.

DDD merupakan kode KPP yang menerbitkan, sebagai contoh angka 060 menunjukkan KPP PMA Enam.

EE menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut, misal STP diterbitkan pada tahun 2025 maka kodenya adalah 25.

Jadi, jika seluruh kode di atas diurutkan, maka penomoran STP tersebut seperti berikut: 00303/105/24/060/25.

 

Cara Melunasi STP

Pelunasan STP harus dilakukan Wajib Pajak dengan membayarnya di pos atau bank persepsi.

Anda wajib mencantumkan nomor STP dalam Surat Setoran Pajak (SSP) pada bagian Nomor Ketetapan.

Apabila Anda lupa mencantumkan nomor STP, biasanya akan menimbulkan kendala, karena dianggap belum membayar STP tersebut.

Jika masalah ini terjadi, Wajib Pajak harus menyelesaikan melalui proses pemindahbukuan yang membutuhkan waktu tidak sebentar.

 

Kesimpulan

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah dokumen yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak untuk menagih kekurangan pembayaran pajak atau sanksi denda. STP diterbitkan jika terdapat kesalahan atau ketidakpatuhan dalam pelaporan pajak. STP harus dilunasi melalui bank atau pos persepsi dengan mencantumkan nomor STP pada Surat Setoran Pajak.

Secara keseluruhan, STP adalah alat yang digunakan untuk memastikan bahwa wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakan dan bahwa semua pajak yang terutang dibayarkan tepat waktu.

Nah itulah informasi Tentang Surat Tagihan Pajak (STP), Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!


 

 

 

 

 

NITKU Sebagai Pengganti NPWP Cabang?

Sebagai tanda pengenal dalam menjalankan kewajiban perpajakan, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau biasa disingkat NPWP adalah hal pertama yang harus Anda perhatikan. NPWP digunakan dalam melaksanakan berbagai hak dan kewajiban perpajakan ataupun kebutuhan administratif lain selain yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. 

Selain itu, bagi Anda yang memiliki usaha di beberapa lokasi berbeda, pasti sudah tidak asing dengan NPWP Cabang. NPWP Cabang diberikan bagi tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang tidak dapat menggunakan NPWP Pusat.   

Namun, semua itu telah berubah sejak adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah yang salah satunya menghapus keberadaan NPWP Cabang. Dalam PMK ini diperkenalkanlah NITKU sebagai ‘pengganti’ NPWP Cabang.  

 

Apa itu NITKU? 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah disebutkan bahwa NITKU atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.  

Berdasarkan definisi NITKU tersebut, apabila kita bandingkan dengan definisi NPWP Cabang maka akan terlihat perbedaannya. Pada definisi NITKU, sudah tidak ada lagi kalimat ‘untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiba perpajakan’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa NITKU ini sebatas nomor identitas untuk membedakan transaksi yang dilakukan antar cabang.  NITKU sendiri terdiri dari 16 digit NPWP Pusat dan 6 digit urutan cabang. Nomor urut antarcabang ini akan di-generate secara otomatis melalui sistem DJP

 

Kewajiban Perpajakan NITKU 

“We can’t make paying taxes pleasant, but at least we can make it simple.” Begitulah slogan The Algemene Fiscale Politiek, otoritas perpajakan Belanda alias ‘DJP’-nya Belanda. Di seluruh penjuru dunia manapun, ternyata tidak ada orang yang suka membayar pajak. Namun, dengan proses yang lebih sederhana, tentunya akan memudahkan masyarakat dan mendorong untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal inilah yang menjadi tugas besar bagi penyelenggara negara termasuk Indonesia. 

Dalam rangka mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, Direktorat Jenderal Pajak juga telah melaksanakan berbagai kebijakan yang meyederhanakan proses administrasi. Perubahan NPWP cabang menjadi NITKU, salah satunya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah NPWP badan yang memiliki banyak cabang dengan melaksanakan kewajiban pajaknya secara terpusat.  

Berbeda dengan NPWP Cabang, NITKU hanya merupakan nomor identitas dan tidak memiliki kewajiban perpajakan. Semua kewajiban perpajakan seperti penyetoran, pembuatan bukti potong dan faktur pajak serta pelaporan nantinya menggunakan NPWP Pusat. Sehingga diharapkan dapat mempermudah administrasi dan meringkankan biaya kepatuhan bagi Wajib Pajak. 

Namun, sebagai identitas cabang, NITKU juga masih diperlukan. NITKU digunakan dalam pembuatan faktur, bukti potong, dan SPT sebagai bagian dari data yang diperlukan selain NPWP Pusat sebagai data utama. Sebagai detail, NITKU digunakan untuk membedakan cabang mana yang melakukan transaksi. Selain itu, nantinya pusat dapat memberikan penambahan akses aplikasi bagi penanggung jawab masing-masing tempat kegiatan usaha dalam rangka pembuatan bukti potong. 

Cara Memperoleh NITKU

Implementasi Peraturan Menteri ini sendiri dilakukan secara bertahap. Bagi Wajib Pajak Cabang yang telah diterbitkan NPWP Cabang sebelum NITKU berlaku, akan diberikan NITKU secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk saat ini, pengecekan NITKU bagi yang sebelumnya telah memiliki NPWP Cabang dapat dilakukan melalui akun djponline atau dapat menghubungi langsung ke kantor pajak terdaftar. 

Sementara itu, bagi cabang baru akan di-generate NITKU secara otomatis. Nantinya apabila telah berlaku implementasi penuh, NPWP pusat dapat menambahkan sendiri cabangnya dan DJP akan meng-generate nomor NITKU. Adapun saat ini, masih dalam masa peralihan sehingga pendaftaran NPWP cabang masih dapat dilakukan. 

Pada 28 Juni 2024 juga telah dirilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (enam belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan. Pada perdirjen tersebut disebutkan beberapa layanan yang telah dapat digunakan menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU. Sedangkan NPWP 15 digit yang telah dimiliki juga masih dapat digunakan. Implementasi ini tentunya akan terus dikembangkan secara bertahap pada aplikasi-aplikasi lain. 

Pada akhirnya, perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil. Keseriusan Direktorat Jenderal Pajak dalam membawa perpajakan Indonesia menuju yang lebih baik, dilakukan dengan satu persatu memperbaiki sistem administrasinya. Kemudahan pelaksanaan kewajiban pun diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak hingga tentunya meningkatkan penerimaan pajak. 

 

Kesimpulan

Langkah ini diharapkan dapat mempermudah administrasi perpajakan bagi wajib pajak yang memiliki cabang-cabang usaha di berbagai lokasi, serta mengurangi biaya kepatuhan. Implementasi NITKU dilakukan secara bertahap, dengan penggunaan NPWP 16 digit dan NITKU yang semakin diperluas dalam layanan administrasi perpajakan.

Dengan demikian, perubahan ini merupakan bagian dari upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan perpajakan di Indonesia, yang diharapkan dapat mendukung peningkatan penerimaan pajak secara keseluruhan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

Mengenal Ketentuan PPN atas Ekspor JKP

Untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mendorong ekspor jasa dan meningkatkan daya saing industri jasa nasional. Hal ini dilakukan dengan memperluas jenis Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar Daerah Pabean. Jenis JKP yang diatur dalam ketentuan ini diantaranya:

  • Jasa maklon, dengan ketentuan bahwa spesifikasi dan bahan baku dan/atau bahan setengah jadi disediakan oleh Penerima Ekspor JKP, bahan baku dan/atau bahan setengah jadi akan diproses untuk menghasilkan BKP, kepemilikan atas BKP yang dihasilkan berada pada Penerima Ekspor JKP, dan pengusaha jasa maklon mengirim BKP dengan menggunakan mekanisme ekspor barang.
  • Jasa perbaikan dan perawatan;
  • Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor;
  • Jasa konsultasi konstruksi, meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait banguan atau rencana bangunan;
  • Jasa teknologi dan informasi, meliputi layanan analisis sistem komputer, layanan perancangan sistem komputer, layanan pembuatan sistem komputer dan/ atau situs web menggunakan bahasa pemrograman, antara lain layanan pembuatan aplikasi, layanan keamanan teknologi informasi (IT security) layanan pusat kontak (contact center), layanan dukungan teknik, layanan komputasi awan (cloud computing), dan layanan pembuatan konten dengan menggunakan bantuan teknologi informasi. 
  • Jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
  • Jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/ atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
  • Jasa konsultasi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering services), jasa konsultansi pemasaran (marketing services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
  • Jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
  • Jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data, meliputi layanan singkat interkoneksi panggilan dan/ atau pesan internasional, layanan transmitter and responder (transponder) satelit, layanan pengendalian satelit, dan/atau layanan ketersambungan internet global melalui jaringan publik atau privat.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) UU PPN, batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu PMK Nomor 32/PMK.010/2019. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK Nomor 32/PMK.010/2019, besarnya tarif PPN atas ekspor JKP oleh PKP adalah 0% (nol persen). Lebih lanjut, PPN atas ekspor JKP terutang ketika ekspor JKP dilakukan, yaitu pada saat penggantian atas jasa yang diekspor dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Meskipun secara matematis tidak ada PPN yang dipungut, PKP yang melakukan ekspor JKP tetap wajib membuat Faktur Pajak. Namun, berbeda dengan Faktur Pajak pada umumnya, Faktur Pajak untuk ekspor JKP adalah dokumen berupa Pemberitahuan Ekspor JKP yang dilampiri dengan faktur penjualan (invoice), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP. Khusus untuk ekspor BKP yang dihasilkan dari pelaksanaan jasa maklon, PKP wajib membuat pemberitahuan ekspor barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Contoh Surat Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak

 

Baca Juga : Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik

 

Pengenaan PPN atas ekspor JKP dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara PKP dengan penerima ekspor JKP yang mencantumkan dengan jelas jenis, rincian kegiatan yang dihasilkan dan nilai penyerahan;
  • Terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor JKP kepada PKP.

Lebih lanjut, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 32/PMK.010/2019, PPN atas perolehan BKP, perolehan JKP, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor JKP dapat dikreditkan, atau dengan kata lain merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

 

Kesimpulan

Kebijakan PPN 0% untuk ekspor JKP merupakan kebijakan yang proaktif dalam meningkatkan ekspor jasa Indonesia. Dengan memperluas jenis JKP yang dikenai PPN 0%, pemerintah memberikan insentif bagi sektor jasa untuk lebih berkembang dan bersaing di pasar internasional. Ini adalah upaya yang sejalan dengan visi pemerintah untuk memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan kontribusi sektor jasa terhadap ekspor. Pengaturan yang jelas dan persyaratan yang ketat juga akan membantu menjaga integritas kebijakan ini dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh pelaku usaha yang memenuhi syarat.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik

Perusahan logistik diartikan sebagai perusahaan yang menyediakan jasa pengiriman barang dan penyewaan gudang bagi perusahaan lain. Tentunya perusahaan logistik juga ada perlakuan pajaknya.

Pajak perusahaan logistik merupakan pajak yang dikenakan atas kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang bergerak pada bidang logistik pengadaan, perawatan, distribusi dan penyediaan (untuk mengganti) perlengkapan, perbekalan dan ketenagaan.

 

Berikut ini aspek pajak yang terdapat pada Wajib Pajak perusahaan logistik, yaitu:

1. Pajak Penghasilan (PPh)
Sebagai suatu badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah mendapatkan NPWP, maka Wajib Pajak Perusahaan Jasa wajib menyetorkan dan melaporkan SPT PPh Tahunan dan SPT Bulanan.

 

– PPh Tahunan
Setiap 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib Pajak perusahaan logistik wajib melaporkan SPT PPh Tahunan Badan. Tarif PPh Badan yang dikenakan tergantung berapa penghasilan bruto yang diperoleh oleh Wajib Pajak.

– PPh Masa
Kemudian kewajiban pajak bulanan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak perusahaan logistik yaitu membayar dan melapor SPT PPh 25 atas angsuran pajak, SPT PPh 4 ayat 2 atas penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, SPT PPh 21 atas pemotongan pajak pada penghasilan yang diterima oleh pegawai maupun bukan pegawai , SPT PPh 22 sebagai pemungut apabila diwajibkan untuk memungut PPh 22, PPh 23 atas pemotongan pajak pada penghasilan berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa dan jasa.

Karena perusahaan memberikan layanan jasa sewa gudang, sesuai dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2017 menyebutkan, atas  penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Oleh karena itu atas jasa sewa gudang dikenakan pajak jasa pergudangan dengan tarif final sebesar 10% dari bruto nilai sewa gudang.

Kemudian atas pelayanan jasa pengiriman barang atau ekspedisi dikenakan PPh Pasal 23 jika transaksi tersebut dilakukan dengan suatu Badan.

 

Baca Juga : Mengenal Pajak Reklame: Pengertian, Subjek, Objek, Tarif, dan Cara Menghitungnya

 

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak perusahaan logistik berupa PPN akan dikenakan terhadap Wajib Pajak perusahaan logistik jika memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka perusahaan tersebut wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian memiliki kewajiban untuk memungut, menghitung dan menyetor PPN yang terutang.

Namun apabila penghasilan bruto Wajib Pajak perusahaan jasa kurang dari atau sama dengan Rp 4,8 miliar, maka Wajib Pajak tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak. PPN tersebut dapat dikenakan atas Jasa Kena Pajak berupa jasa pengiriman barang dan jasa sewa gudang dengan tarif 10%. (Azzahra Choirrun Nissa)

 

Kesimpulan

Perusahaan logistik memiliki tanggung jawab pajak yang beragam, mencakup Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan jenis jasa yang diberikan dan besaran penghasilan. Kepatuhan terhadap kewajiban pajak ini sangat penting untuk menghindari sanksi dan menjaga reputasi perusahaan. Perusahaan logistik harus memahami dengan jelas berbagai ketentuan perpajakan yang berlaku, termasuk tarif dan jenis pajak yang dikenakan, agar dapat mengelola kewajiban pajaknya dengan baik. Selain itu, perencanaan dan konsultasi pajak yang tepat dapat membantu perusahaan dalam memaksimalkan efisiensi pajak dan mendukung operasional bisnis secara optimal.

Nah itulah informasi Tentang Aspek Perpajakan Perusahaan Logistik, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Mengenal Pajak Reklame: Pengertian, Subjek, Objek, Tarif, dan Cara Menghitungnya

Pengertian Pajak Reklame

Pajak reklame merupakan biaya yang harus dibayar agar mendapatkan izin penyelenggaraan reklame. Jika tidak membayar pajak reklame, siap-siap saja baliho atau spanduk Anda akan diturunkan.

Di Jakarta, pajak reklame diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame. Dalam Perda tersebut dijelaskan, pajak reklame adalah pungutan yang dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Kita biasanya mengidentikkan reklame dengan media periklanan besar yang ditempatkan pada area yang sering dilewati masyarakat umum seperti sisi jalan raya. Reklame umumnya berisi informasi dengan ilustrasi yang besar dan menarik.

Tapi, apa saja yang masuk dalam kategori reklame berdasarkan undang-undang? Dalam Perda Pajak Reklame DKI Jakarta, disebutkan, reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak garamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

 

2 Jenis Reklame

Secara umum, reklame dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu reklame produk dan reklame non-produk. Reklame produk adalah reklame berisi informasi tentang barang atau jasa. Tujuannya semata-mata untuk keperluan promosi. Sedangkan reklame non-produk adalah jenis reklame yang semata-mata memuat nama perusahaan/badan/nama usaha. Contohnya logo, simbol, atau identitas perusahaan yang bertujuan agar diketahui oleh orang banyak.

 

Subjek dan Objek Pajak Reklame

Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame tersebut. Sedangkan objek pajak reklame adalah:

  1. Semua penyelenggaraan reklame.

  2. Objek pajak yang dimaksud pada poin pertama, meliputi:

    • Reklame papan, reklame billboard, reklame videotron, reklame megatron, dan sejenisnya,

    • Reklame kain,

    • Reklame melekat, stiker,

    • Reklame selebaran,

    • Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,

    • Reklame udara,

    • Reklame apung ,

    • Reklame suara,

    • Reklame film/slide, dan

    • Reklame paragaan.

Selain objek pajak reklame, ada juga yang tidak termasuk objek pajak reklame, di antaranya:

  1. Reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
  2. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
  3. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
  4. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut luasnya tidak melebihi 1 m² (satu meter persegi) dengan ketinggian maksimum 15 meter dan jumlah reklame tidak lebih dari 1 buah.
  5. Penyelenggaraan reklame semata-mata memuat nama tempat ibadah dan panti asuhan.
  6. Penyelenggaraan reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan/atau peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak lebih damri 1 m² dan diselenggarakan di atas tanah tersebut kecuali reklame produk.
  7. Reklame yang diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan PBB, badan dan lembaga khususnya badan atau lembaga organisasi internasional pada lokasi kantor badan yang dimaksud.

Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR). Jika reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, NSR ditetapkan berdasarkan dari nilai kontrak reklame. Namun, jika reklame diselenggarakan sendiri, NSR dihitung berdasarkan pada jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame.

Jika reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, namun pihak tersebut tidak memiliki kontrak reklamenya, maka NSR ditetapkan dengan menggunakan faktor sebagaimana reklame yang diselenggarakan sendiri.

Di Jakarta, NSR telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 2014 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Reklame.

 

Tarif dan Cara Menghitung Pajak Reklame

Di Jakarta, tarif pajak reklame  diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pajak Reklame. Tarif yang dikenakan untuk reklame, sebesar 25%. Di luar Jakarta, aturan ini banyak diadaptasi untuk diterapkan di daerah masing-masing.

Lalu, bagaimana cara menghitung pajak reklame? Untuk menghitungnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui tarif NSR. Berikut ini contoh tarif NSR di Jakarta

 

Tarif NSR Reklame untuk Produk

Kelas Jalan Durasi Tayang Tarif Pajak Reklame
Protokol A /Meter/hari Rp. 125.000,-
Protokol B /Meter/hari Rp. 120.000,-
Protokol C /Meter/hari Rp. 75.000,-
Ekonomi I /Meter/hari Rp. 50.000,-
Ekonomi II /Meter/hari Rp. 25.000,-
Ekonomi III /Meter/hari Rp. 15.000,-
Lingkungan /Meter/hari Rp. 10.000,-

 

Tarif NSR Reklame untuk Non-Produk

Kelas Jalan Durasi Tayang Tarif Pajak Reklame
Protokol A /Meter/hari Rp. 25.000,-
Protokol B /Meter/hari Rp. 20.000,-
Protokol C /Meter/hari Rp. 15.000,-
Ekonomi I /Meter/hari Rp. 10.000,-
Ekonomi II /Meter/hari Rp. 5.000,-
Ekonomi III /Meter/hari Rp. 3.000,-
Lingkungan /Meter/hari Rp. 2.000,-

Contoh perhitungan pajak reklame papan/bilboard untuk wilayah DKI Jakarta:

Pajak reklame produk: Ukuran billboard 3 m x 1 m, lokasi di Jalan Sudirman (Protokol A)

  • 3 m x 1 m x Rp125.000 x 365 hari x 25 % = Rp34.218.750 (pajak reklame yang harus dibayar).

Pajak reklame non-produk dengan ukuran yang sama namun dengan jenis pajak reklame non-produk. Berikut cara menghitungnya:

  • 3 m x 1 m x Rp25.000 x 365 hari x 25 % = Rp6.843.750 (pajak reklame yang harus dibayar).

 

Kesimpulan

Mematuhi pajak reklame bukan hanya menghindarkan dari penalti, tetapi juga mendukung penataan kota dan tanggung jawab dalam beriklan. Edukasi lebih lanjut kepada masyarakat dan pelaku usaha diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan.

Nah itulah informasi Tentang Pajak Reklame, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00