Info

Pemblokiran Rekening dalam Penagihan Pajak

Belakangan ini media sempat diramaikan dengan pemberitaan pemblokiran rekening Wajib Pajak oleh perbankan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari penegakan hukum dan penagihan pajak. Beberapa diantaranya, Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Gorontalo dan Maluku Utara memblokir rekening 75 Wajib Pajak, kemudian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanjung Pinang mendatangi Bank Riau untuk memblokir rekening Wajib Pajak. Lantas, apakah DJP/Kanwil/KPP bisa memblokir rekening bank Wajib Pajak? Mengapa pemblokiran harus dilakukan dan bagaimana mekanismenya? Pajak.com merangkumnya dari aturan yang berlaku.

Apa itu tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020, pemblokiran adalah tindakan pengamanan barang milik penanggung pajak (Wajib Pajak) yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan (LJK), LJK lainnya, dan/atau entitas lain, yang meliputi rekening bagi bank, subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain. Hal itu bertujuan agar terhadap barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. 

 

Mengapa rekening Wajib Pajak bisa diblokir?

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), DJP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). selain itu, DJP memiliki wewenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP.

Baca Juga  Bea Cukai Batasi Lima Barang Bawaan dari Luar Negeri

DJP pun berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Secara sederhana, beragam surat itu berisi jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jika Wajib Pajak belum juga membayar utang pajak sampai dengan waktu yang telah ditentukan DJP/unit vertikal, maka akan dilakukan penagihan pajak.

Penagihan pajak merupakan tindakan yang dilakukan agar Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat melunasi utang pajak serta biaya penagihan. Bila tidak kunjung dibayar, maka tahap awal DJP/ unit vertikal akan melakukan pemblokiran sebelum penyitaan harta.

Dengan demikian, juru sita pajak perlu melaksanakan pemblokiran terlebih dahulu, apabila penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada LJK sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain.

 

Bagaimana mekanisme pemblokiran rekening?

  1. Untuk melaksanakan pemblokiran, DJP/unit vertikal harus menyampaikan permintaan pemblokiran. Permintaan pemblokiran itu disampaikan kepada di antara dua pihak, tergantung apakah nomor rekening keuangan penanggung pajak diketahui atau tidak.
  2. Apabila nomor rekening keuangan penanggung pajak belum diketahui, maka permintaan pemblokiran disampaikan kepada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang bertanggung jawab melakukan pemblokiran dan/atau pemberian informasi.
  3. Bagi penanggung pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya maka permintaan pemblokiran dapat disampaikan kepada unit vertikal LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain yang mengelola rekening keuangan penanggung pajak yang bersangkutan.
  4. Permintaan pemblokiran harus dilampiri dengan salinan surat paksa atau daftar surat paksa dan salinan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pejabat melakukan permintaan pemblokiran harus sebesar dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  5. Merujuk pada Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189 Tahun 2020, permintaan pemblokiran dilakukan secara tertulis. Kemudian, permintaan pemblokiran diajukan sekaligus dengan permintaan pemberitahuan secara tertulis atas seluruh nomor rekening keuangan penanggung pajak dan saldo harta kekayaannya.
  6. Berdasarkan permintaan itu, pihak LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain wajib melakukan pemblokiran sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap penanggung pajak yang identitasnya tercantum dalam permintaan pemblokiran.
  7. Pemblokiran dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran diterima. Sementara itu, pemberitahuan seluruh nomor rekening keuangan dan saldo harta kekayaan penanggung pajak dilakukan paling lama 1 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan pemberitahuan.
  8. Pemblokiran dapat dicabut dengan beberapa alasan. Utamanya, apabila penanggung pajak melunasi utang dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukan pemblokiran. Penanggung pajak dapat membayar utang dan biaya penagihan pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pejabat.
  9. Pejabat dalam konteks ini adalah yang berwenang mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, surat pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang.
  10. Apabila setelah saldo harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas lain diketahui dan penanggung pajak tidak melunasi utang serta biaya penagihan pajak, maka juru sita pajak melaksanakan penyitaan harta.

 

Kesimpulan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk meminta pemblokiran rekening Wajib Pajak (WP) sebagai langkah penegakan hukum dan penagihan pajak yang belum dilunasi. Tindakan ini dilakukan setelah WP menerima Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Jika utang pajak tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, DJP dapat mengeluarkan permintaan pemblokiran kepada lembaga jasa keuangan (LJK).

Mekanisme pemblokiran melibatkan permintaan tertulis dari DJP, dengan pengecualian jika nomor rekening WP belum diketahui. Pemblokiran dilakukan seketika setelah permintaan diterima, dan rekening dapat dicabut jika utang pajak dilunasi. Jika pembayaran tidak dilakukan, harta WP yang tersimpan dalam rekening dapat disita setelah proses pemblokiran.

Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera Lapor Pajak sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

 

Pajak Kendaraan Bermotor dan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor (PKB), biasa disebut dengan pajak kendaraan atau pajak motor, adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia, pajak kendaraan bermotor dipungut oleh pemerintah provinsi berdasarkan ketetapan kepala daerah.

Mengapa Kendaraan Bermotor Dipajaki?

Kendaraan bermotor digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin. Penggunaan bahan bakar fosil pada mesin kendaraan bermotor akan mengakibatkan pencemaran lingkungan dan polusi. Selain itu, jumlah kendaraan bermotor yang semakin bertambah tanpa diimbangi dengan perluasan jalan dapat mengakibatkan kepadatan lalu lintas dan kemacetan.

Dengan adanya pajak kendaraan bermotor, pemilik kendaraan harus membayar sejumlah pajak kepada pemerintah, tanpa mendapat imbalan secara langsung. Dengan kata lain, ada tambahan pengeluaran yang harus dibayarkan oleh pemilik kendaraan bermotor, selain biaya perawatan dan bahan bakar. Diharapkan, hal tersebut dapat menjadi pertimbangan sekaligus menjadi insentif bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan atau transportasi umum.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan minimal 10% alokasi pajak kendaraan bermotor dan opsen pajak kendaraan bermotor untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Hal ini diatur dalam Pasal 86 UU HKPD jo Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023

 

Kendaraan Bermotor yang Tidak Kena Pajak Kendaraan Bermotor

Namun demikian, tidak semua kendaraan bermotor dikenai pajak. Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), kendaraan bermotor yang dikecualikan dari objek pajak kendaraan bermotor sehingga tidak dikenai pajak kendaraan bermotor adalah:

  1. Kereta api;
  2. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  3. Kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah;
  4. Kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan; dan
  5. Kendaraan bermotor lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

 

Cara Menghitung Pajak Kendaraan Bermotor

Rumus menghitung pajak kendaraan bermotor yaitu:

Pajak Kendaraan Bermotor = tarif pajak x dasar pengenaan pajak. 

 

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor

Kepemilikan kendaraan bermotor dapat dikenakan pajak dengan tarif progresif. Artinya, tarif pajak akan semakin tinggi apabila kepemilikan kendaraan bermotor semakin banyak. Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama, nomor induk kependudukan, dan/atau alamat yang sama.

Tarif pajak kendaraan bermotor diatur dalam Pasal 10 UU HKPD sebagai berikut:

  • Paling tinggi 1,2% untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor pertama, 
  • Paling tinggi 6% untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dapat ditetapkan secara progresif, dan
  • Paling tinggi 0,5% untuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintah, dan pemerintah daerah

Mengingat UU HKPD hanya mengatur batas maksimal tarif pajak kendaraan bermotor, sangat dimungkinkan apabila Kepala Daerah menetapkan tarif pajak kendaraan bermotor yang lebih rendah dari tarif di atas. 

 

Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah hasil perkalian antara 2 (dua) unsur pokok, yaitu nilai jual kendaraan dan bobot. Khusus untuk kendaraan bermotor di air, pajak kendaraan bermotor dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan nilai jual saja.

Dasar pengenaan pajak = nilai jual kendaraan x bobot

 

1. Nilai jual kendaraan

Nilai jual kendaraan bermotor ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum (yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat) pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Apabila harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, nilai jual kendaraan dapat ditentukan berdasarkan:

  • Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan tenaga yang sama;
  • Penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi;
  • Harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama;
  • Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor yang sama;
  • Harga kendaraan bermotor dengan pembuat kendaraan bermotor;
  • Harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan
  • Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan impor barang.

 

2. Bobot

Bobot ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan dari diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor. Bobot dinyatakan dalam koefisien, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Sama dengan 1 apabila kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan dianggap masih dalam batas toleransi; dan
  • Lebih besar dari 1 apabila kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan dianggap melewati batas toleransi.

Bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor seperti tekanan gandar (yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat kendaraan bermotor); jenis bahan bakar kendaraan bermotor (bahan bakar bensin, diesel, atau jenis bahan bakar lainnya); dan jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin kendaraan bermotor (dibedakan berdasarkan isi silinder).

Dasar pengenaan pajak dinyatakan dalam suatu tabel. Untuk kendaraan bermotor baru ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri. Sedangkan, untuk selain kendaraan bermotor baru ditetapkan dengan peraturan gubernur berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 

Tabel dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor baru diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2023. Lihat tabel selengkapnya melalui link berikut ini Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2023.

 

Opsen Pajak Kendaraan Bermotor

Apa itu opsen? Opsen adalah pungutan tambahan pajak daerah menurut persentase tertentu. Ketentuan opsen tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Namun demikian, istilah opsen sudah ada bahkan pada Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah.

Kebijakan opsen bertujuan untuk memperkuat sinergi pemungutan dan mempercepat penyaluran pajak yang sebelumnya dibagihasilkan. Dalam jangka panjang, opsen diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak.

Opsen pajak kendaraan bermotor adalah opsen yang dikenakan atas pajak kendaraan bermotor terutang. Besarnya tarif opsen pajak kendaraan bermotor adalah 66%. Opsen pajak kendaraan bermotor dihitung dengan mengalikan tarif opsen dengan pajak kendaraan bermotor terutang.

Berbeda dengan pajak kendaraan bermotor, opsen pajak kendaraan bermotor merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Namun demikian, opsen dipungut secara bersamaan dengan pajak yang dikenakan opsen.

 

Contoh Menghitung Pajak Kendaraan Bermotor dan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif dasar pengenaan pajak sebuah mobil memiliki Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) sebesar Rp200 juta. Kendaraan tersebut merupakan kendaraan pertama Wajib Pajak. Tarif pajak kendaraan bermotor kepemilikan satu dalam Perda PDRB provinsi yang bersangkutan adalah 1,1%. Dengan demikian, besarnya pajak kendaraan bermotor terutang adalah:

Pajak kendaraan bermotor = tarif pajak x dasar pengenaan pajak

= 1,1% x Rp200.000.000,00 

= Rp2.200.000,00

Pajak kendaraan bermotor sebesar Rp2.200.000,00 diatas akan masuk ke RKUD yang bersangkutan.

 

Tarif opsen pajak kendaraan bermotor adalah 6,6% dari pajak kendaraan bermotor, sehingga besarnya opsen pajak kendaraan bermotor adalah:

Opsen pajak kendaraan bermotor = tarif x pajak kendaraan bermotor terutang

= 6,6% x Rp2.200.000,00 

= Rp1.450.000,00

 

Opsen pajak kendaraan bermotor sebesar Rp1.450.000,00 di atas masuk ke RKUD Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai alamat atau NIK Wajib Pajak.

Lebih lanjut, jumlah administrasi perpajakan wajib pajak secara total yaitu sebesar:

Pajak kendaraan bermotor  = Rp2.200.000,00

Opsen pajak kendaraan bermotor = Rp1.450.000,00

Total = Rp3.650.000,00

Nilai penjumlahan sebesar Rp3.650.000,00 tersebut setara dengan tarif 1,8% sebagaimana diatur dalam UU PDRD. Pembayaran dilakukan secara bersamaan di samsat, kemudian bank tempat pembayaran melakukan split ke RKUD Provinsi dan RUKD Kabupaten/Kota. Dengan demikian, secara umum, adanya opsen tidak menambah beban administrasi perpajakan Wajib Pajak.

 

Pemberian Keringanan, Pengurangan, serta Pembebasan Pajak

Mengingat bahwa kebijakan pajak daerah merupakan otoritas pemerintah daerah, UU HKPD mengatur bahwa kepala daerah dapat memberikan insentif fiskal berupa keringanan, pengurangan, pembebasan, hingga penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi pajak. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak serta objek pajak daerah atau retribusi daerah.

Cara Lapor SPT Online Warga Negara Asing Bekerja di Indonesia

Wajib pajak warga negara asing yang bekerja atau memiliki penghasilan di Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, harus membayar dan melaporkan pajaknya. Bagaimana cara lapor SPT online warga negara asing ini?

Bagaimana ketentuan dan pelaporan pajaknya, terus simak penjelasannya di bawah ini


Ketentuan Warga Negara Asing Wajib Lapor SPT

Sebagai penerima penghasilan dari pekerjaan atau usaha di Indonesia, Warga Negara Asing (WNA) memiliki kewajiban yang sama dengan Warga Negara Indonesia (WNI) yakni membayar dan melaporkan pajak penghasilannya.

Hal ini mengacu pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan perubahan keempat atas UU No. 7 Tahun 1983.

Kewajiban membayar dan melaporkan pajak penghasilan yang diperolehnya di Indonesia ini karena warga negara asing tersebut  sudah memenuhi unsur sebagai subjek pajak dalam negeri.

WNA yang dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) adalah orang pribadi yang memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:

  • Bertempat tinggal di Indonesia
  • Tinggal lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
  • Memiliki niat tinggal di Indonesia

Bagi WNA SPDN yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya juga wajib menyampaikan SPT Tahunan selambat-lambatnya saat meninggalkan Indonesia.

Baca Juga: Simak Penghasilan Karyawan di Bawah PTKP, Bupot PPh 21 Tetap Dibuat

Syarat Lapor SPT Online WNA

WNA yang bekerja di Indonesia dapat melaporkan SPT pajaknya melalui laman DJP Online.

Berikut syarat melaporkan SPT online bagi Warga Negara Aasing:

1 . WNA memiliki NPWP

  • Syarat mendaftar NPWP bagi WNA adalah memiliki Paspor dan KITAS/KITAP. Apabila pekerjaan WNA adalah pekerjaan bebas/usaha sendiri, maka diperlukan juga dokumen izin kegiatan usaha atau surat keterangan tempat kegiatan usaha/pekerjaan bebas tersebut dari pejabat pemerintah daerah.
  • Membuat akun di website Ereg pajak (https://ereg.pajak.go.id).
  • Cek email Anda dan klik tautan aktivasi yang dikirimkan untuk aktivasi akun Ereg Pajak Anda.
  • Mengisi data pada formulir Ereg dengan benar dan lengkap.
  • Melengkapi dokumen persyaratan.
  • Melakukan verifikasi dengan cara menyalin token yang dikirimkan ke email yang terdaftar.
  • Mengirimkan berkas elektronik tersebut secara online pada aplikasi.

Setelah berkas permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) disetujui, maka kartu NPWP pribadi Anda akan dikirim ke alamat yang Anda daftarkan.

2. WNA memiliki EFIN

  • Download Formulir pendaftarn EFIN di laman DJP.
  • Isi formulir EFIN tersebut dengan lengkap.
  • Lengkapi dokumen berikut: KITAS (asli serta fotokopi) untuk WNA, NPWP (asli serta fotokopi).
  • Bawa lampiran Formulir EFIN beserta dokumen pelengkap ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

3 . Aktivasi EFIN

Setelah mendapatkan nomor EFIN, Anda harus mengaktivasinya pada laman DJP Online, kemudian lakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Isi data NPWP.
  • Isi data EFIN.
  • Isi Kode Keamanan yang tertera.
  • Klik ‘Submit’.
  • Anda akan menerima email konfirmasi yang dikirimkan oleh sistem secara otomatis yang  berisi password sementara.
  • Klik tautan konfirmasi pada email Anda, serta  password sesuai keinginan.
  • Aktivasi EFIN maksimal dilakukan 30 hari setelah mendapatkan nomor EFIN.

Perlu diperhatikan, apabila melebihi tenggat waktu 30 hari tidak dilakukan aktivasi, maka nomor EFIN hangus.

Baca juga: Pajak Profesi: Pajak bagi Pelancong dan Bisnis Jasa Titip

Cara Lapor SPT Online Warga Negara Asing

Pelaporan SPT warga negara asing menggunakan Formulir 1770 atau Formulir 1770S.

Secara umum, tahapan lapor SPT online warga negara asing sebagai berikut:

  • Buka laman situs DJP Online.
  • Isi nomor NPWP.
  • Masukkan password yang sudah Anda buat saat aktivasi EFIN
  • Masukkan Kode Keamanan yang tertera.
  • Klik ‘Login’.
  • Isi formulir e-Filing dan ikuti petunjuk pengisian untuk melaporkan SPT tahunan Anda.
  • Pada akhir sesi lakukan verifikasi dan pengiriman bekas elektronik.

 

WNA Harus Laporkan Penghasilan Bukan Objek Pajak 

Sesuai ketentuan dalam UU PPh, warga negara asing sudah menjadi SPDN juga harus melaporkan penghasilannya yang dikecualikan dari objek pajak.

Penghasilan yang diperoleh WNA di Indonesia yang tidak dikenakan pajak seperti penghasilan imbalan/penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Namun penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak tersebut hanya bagi WNA dengan keahlian tertentu yang berasal dari luar Indonesia.

 

Fitur baru di e-Form untuk laporkan penghasilan bukan objek pajak bagi WNA

Melalui Pengumuman No. PENG-3/PJ.09/2023 tentang Penambahan Fitur pada e-Form SPT PPh Orang Pribadi 1770 dan 1770S, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menambah fitur pada e-Form untuk wajib pajak warga negara asing dapat melaporkan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

“Penambahan fitur pada e-Form ini menyesuaikan ketentuan yang diatur dalam Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.” –bunyi PENG-3/PJ.03/2023.

Berikut penambahan fitur e-Form yang dapat digunakan untuk melaporkan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak bagi WNA:

1. e-Form SPT 1770

  • WNA dengan peredaran bruto tertentu yang dapat memperhitungkan bagian penghasilan bruto sampai dengan Rp500 juta yang tidak dikenai pajak dapat dilaporkan pada Lampiran 1770-III Bagian A Angka 16.
  • Penghasilan warga negara asing dengan keahlian tertentu yang berasal dari luar Indonesia dan penghasilan imbalan/penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dilaporkan pada Lampiran 1170-III Bagian B Angka 6.

2. e-Form SPT 1770S

  • Penghasilan WNA dengan keahlian tertentu yang berasal dari luar Indonesia dan penghasilan imbalan/penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dilaporkan pada Lampiran 1770S-I Bagian B Angka 6.

Baca Juga: Sanksi Telat Lapor dan Bayar Denda SPT Tahunan

Ketahui Batas Waktu Lapor Pajaknya

Batas waktu lapor SPT online warga negara asing sama dengan warga negara Indonesia, yakni setiap 30 Maret untuk pelaporan pajak tahun sebelumnya.

Apabila telambat atau tidak melaporkan SPT pajaknya, WNA juga akan dikenakan sanksi denda sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

 

KESIMPULAN

Artikel ini memberikan panduan yang lengkap dan jelas tentang kewajiban perpajakan bagi WNA di Indonesia, serta memberikan pemahaman yang baik tentang proses pelaporan pajak dan pentingnya ketaatan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Perbedaan UMR Vs UMK??

 

 

Sekilas Mengenai Upah Minimum

Kenaikan upah minimum menjadi salah satu topik yang sering dibahas oleh serikat pekerja di berbagai daerah. Upah minimum merupakan suatu standar yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di lingkungan usaha. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebutkan upah minimum yang berbeda di setiap daerah, mulai dari Upah Minimum Regional (UMR), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), serta Upah Minimum Provinsi (UMP). Sebenarnya apa perbedaan UMR dan UMK? Apakah keduanya berbeda dengan UMP? Simak lebih lanjut pembahasannya di artikel ini, ya!

 

Perbedaan UMR dan UMK 

Sebelum membahas lebih jauh mengenai perbedaan UMR dan UMK, kita coba pahami dulu yuk masing-masing jenis upah minimum ini berdasarkan definisinya.

UMR merupakan upah minimum yang ditetapkan oleh gubernur sebagai standar pendapatan wilayah provinsi. UMR juga menjadi acuan dalam penetapan nominal gaji sehingga istilah ini banyak dikenal masyarakat.

Penetapan UMR dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Proses perumusan UMR diawali dengan adanya rapat yang diadakan oleh perwakilan birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha. Kemudian dibentuklah tim survei untuk mencari tahu harga sejumlah kebutuhan para pegawai, karyawan, dan buruh. Setelah mengadakan survei, kemudian diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak atau KHL.

Selain UMR, ada juga istilah UMK. UMK sendiri merupakan upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/ kota. Penetapan UMK juga ditentukan oleh gubernur. Penetapan UMK harus lebih besar dari upah minimum provinsi. Penetapan upah minimum dilakukan setiap satu tahun sekali.  Jika di suatu kota/kabupaten belum bisa menetapkan standar UMK, maka UMP yang akan menjadi acuan untuk pemberian upah. 

Perbedaan UMR dan UMK sebenarnya dapat Anda jawab dengan mudah jika merujuk pada pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep-226/MEN/2000. Dikutip dari keputusan menteri tersebut, ada beberapa perubahan istilah di dalam penyebutan istilah Upah Minimum Regional seperti: 

  • Upah Minimum Regional tingkat 1 diubah menjadi Upah Minimum Provinsi. 
  • Upah Minimum Regional tingkat II diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota.
  • Upah Minimum Sektoral Tingkat Regional diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Propinsi. 

Istilah-istilah di atas kemudian dilebur kembali di pasal berikutnya menjadi 

  • Upah Minimum Provinsi adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh Kabupaten/Kota di satu Provinsi.
  • Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah Upah Minimum yang berlaku di Daerah Kabupaten/Kota.
  • Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi) adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di seluruh Kabupaten/ Kota di satu Provinsi.
  • Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/ kota) adalah Upah Minimum yang berlaku secara Sektoral di Daerah Kabupaten/Kota. 

Jadi berdasarkan ketetapan di atas dapat disimpulkan bahwa seiring diresmikannya peraturan kementerian ketenagakerjaan yang baru, perbedaan UMR dan UMK terletak hanya pada pembaruan istilah. Istilah Upah Minimum Regional kini sudah tidak lagi digunakan dan digantikan menjadi lebih spesifik per tingkatan administrasi suatu daerah seperti provinsi dan kabupaten/kota.

Ada beberapa komponen yang harus Anda perhatikan saat mendapatkan upah. Komponen-komponen ini biasanya dipertimbangan oleh pengusaha dalam menyusun penghasilan karyawan. Apa saja 5 komponen gaji ini ?

 

Simak Juga: 5 Komponen Gaji yang Perlu Anda Ketahui

Upah Minimum Provinsi (UMP)

Selain istilah UMR dan UMK, ada juga jenis upah minimum yang dikenal dengan istilah UMP. UMP merupakan upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. 

UMP ditetapkan setiap satu tahun sekali oleh gubernur berdasarkan rekomendasi Komisi Penelitian Pengupahan dan Dewan Pengupahan Provinsi. Penetapan UMP ini ditetapkan serentak pada tanggal 1 November, setiap tahunnya.

Peraturan pemerintah mengenai upah minimum jenis  ini juga menegaskan bahwa UMP hanya berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun pada perusahaan yang bersangkutan.

Jika Anda merupakan bagian dari tim HR dan belum memiliki aplikasi pengaturan gaji, Anda dapat mengikuti beberapa langkah mudah di bawah ini

 

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, Perbedaan antara UMR dan UMK sebagian besar terletak pada tingkatan administrasi daerahnya, tetapi keduanya mencerminkan standar upah minimum yang harus diperhatikan oleh pekerja dan pengusaha.

Nah itulah informasi Tentang Upah Pekerja, Diharapkan informasi diatas bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

Cara Mengkreditkan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja

Ada aturan baru dalam membuat Faktur Pajak elektronik serta cara mengkreditkannya. Ketahui aturan baru membuat e-Faktur dan cara mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja klaster Perpajakan.

Ketentuan baru mengenai pembuatan e-Faktur dan cara mengkreditkan Faktur Pajak Masukan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang di dalamnya memuat klaster perpajakan.

Sebagai informasi, Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi diundangkan pada 2 November 2020 yang terdiri dari 15 Bab dan 186 Pasal dengan jumlah 1.187 halaman termasuk penjelasan.

Seperti apa ketentuan baru dalam pembuatan e-Faktur dan cara mengkreditkan Pajak Masukan sesuai dalam UU Cipta Kerja ini.

 

PPN dalam UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja bidang Perpajakan ini merupakan masuk dalam klaster kemudahan dalam berusaha.

Salah satunya, memuat perubahan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Baragn dan Jasa dan PPnBM jo. UU No. 42/2009.

Bisa dibilang, perubahan ketentuan tentang Faktur Pajak dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini merupakan insentif pajak dari pemerintah untuk PPN dan PPnBM.

Dalam UU Cipta Kerja ini, relaksasi ketentuan PPN dan kredit Pajak Masukan PPN lebih luwes lagi diberikan kepada para Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Ketentuan baru mengenai e-Faktur atau pengkreditan Faktur Pajak Masukan ini tertuang dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja.

Selain berupa relaksasi, dalam UU Cipta Kerja Pasal 112 juga ada beberapa perubahan dan penambahan ketentuan beberapa pasal pada UU PPN ini menjadi lebih jelas dan penuh kepastian.

Tax LawIlustrasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan

Jenis Relaksasi PPN dalam UU Cipta Kerja

Apa saja perubahan pembuatan e-Faktur dan ketentuan cara mengkreditkan Pajak Masukan ini?

Berikut perubahan UU PPN dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja yang termasuk relaksasi:

1. Pelonggaran Mengkreditkan Pajak Masukan

Pada UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini diatur mengenai ketentuan pengkreditan Pajak Masukan, yakni:

Pajak Masukan dapat dikreditkan atas perolehan BKP/JKP

Dimana, PKP yang belum menyerahkan barang atau jasa kena pajak (BKP/JKP) untuk ekspor dapat mengkreditkan Pajak Masukan.

 

Ketentuan ini mengubah Pasal 9 ayat (2a) UU PPN sehingga berbunyi:

“Bagi PKP yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.”

 

Sebelum diubah, Pasal 9 ayat (2a) UU PPN ini berbunyi demikian:

“Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.”

Sederhananya, jika dalam UU PPN sebelumnya itu PKP yang belum berproduksi dikecualikan dari PKP yang bisa mengkreditkan PPN, kini PKP yang belum berproduksi dapat mengkreditkan Pajak Masukan.

Baca juga: Faktur Pajak Tidak Dapat Dikreditkan??

Mengkreditkan Pajak MasukanIlustrasi mengkreditkan Pajak Masukan sesuai UU Cipta Kerja

2. Mengkreditkan Pajak Masukan Setelah Faktur Pajak Dibuat

Dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini juga memberikan keringanan kepada PKP, berupa:

Dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran, paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat.

Ini mengubah Pasal 9 ayat (9) UU PPN sehingga berbunyi:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai UU ini.”

Sebelum diubah, Pasal 9 ayat (9) UU PPN ini tertulis:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.”

Baca juga: Simak Dokumen yang Harus Disiapkan Sebelum Lapor SPT Badan

 

3. Dapat Membuat Faktur Pajak Tanpa Identitas Pembeli

Dalam UU Cipta Kerja ini juga menambahkan ketentuan berupa relaksasi yakni bagi PKP Pedagang Eceran yang dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli.

Relaksasi ini merupakan penambahan pada Pasal 13 ayat (5a) UU PPN dalam UU Cipta Kerja yang berbunyi:

“Pengusaha PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli dengan karakteristik konsuen akhir yang diatur lebih lanjut dengan PMK.”

Contoh Faktur PajakIlustrasi membuat Faktur Pajak sesuai UU Cipta Kerja

4. Dapat Pengkreditan Pajak Masukan 80% dari Pajak Keluaran

Dari perolehan BKP/JKP ataupun pemanfaatan BKP tidak berwujud maupun JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Jumlah persentase Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran ini terdapat pada penambahan ayat pada Pasal 9 ayat (9a) UU PPN dalam Cipta Kerja, berikut bunyi aturannya:

“Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, impor BKP/JKP serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Baca juga: Perbedaan Faktur Pajak Pengganti Vs Faktur Pajak Batal

 

5. Dapat Mengkreditkan BKP/JKP Belum Dilaporkan dalam SPT Masa PPN

PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang diberitahukan/ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh PKP sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan dalam UU Cipta Kerja.

Ketentuan merupakan tambahan pada Pasal 9 ayat (9b) UU PPN dalam Cipta Kerja.

 

6. Mengkreditkan Pajak Masukan yang Ditagih dengan Penerbitan Ketetapan Pajak

PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan dari BKP/JKP, impor BKP/JKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok PPN yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak yang dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai UU ini.

Ketentuan ini juga merupakan penambahan pada Pasal 9 ayat (9c) UU PPN dalam UU Cipta Kerja.

Membuat E-FakturIlustrasi membuat e-Faktur dan mengkreditkan Pajak Masukan

Pengetatan Aturan e-Faktur dan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja

Seperti yang telah disinggung di atas bahwa selain memberikan relaksasi terkait pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang belum berproduksi, dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan ini juga diatur yang bisa dibilang sebagai pengetatan.

Apa saja ketentuan baru dalam pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan yang diperketat melalui UU Cipta Kerja ini?

1. Ketentuan Pencantuman Identitas Selain PKP Pedagang Eceran

Jika PKP Pedagang Eceran mendapatkan relaksasi berupa boleh membuat Faktur Pajak tanpa identitas pembeli, berbeda dengan PKP selain pedagang eceran.

Ada perubahan terkait pencantuman identitas pembeli BKP/JKP pada saat pembuatan Faktur Pajak.

Dimana UU Cipta Kerja Pasal 112 mengubah Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN bahwa pembuatan Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang paling sedikit memuat:

Identitas pembeli BKP/JKP yang meliputi:

  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagu subjek pajak luar negeri orang pribadi;
  2. Nama dan alamat, dalam hal pembeli BKP atau penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU mengenai Pajak Penghasilan (PPh).

Sebelum diubah, Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN ini menyebutkan pencantuman keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP paling sedikit:

“Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.”

pajak usaha ekspedisiIlustrasi transaksi yang dikenakan PPN yang dibuatkan Faktur Pajaknya sesuai UU Cipta Kerja

2. Pengajuan Pengkreditan Pajak Masukan akan Dibatalkan DJP

Meski dalam UU Cipta Kerja ini PKP yang belum berproduksi dapat mengkreditkan Pajak Masukan, tapi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan membatalkan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pembatalan terjadi jika dalam jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali bagi PKP yang belum berproduksi ini belum ada penyerahan BKP/JKP.

Berikut bunyi perubahan Pasal 9 ayat (6a) dalam UU Cipta Kerja:

“Apabila sampai dengan jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) PKP belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dengan Pajak Masukan tersebut, Pajak Masukan telah dikreditkan dalam jangka waktu 3 tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.”

Baca juga: Pemerintah Atur Kembali Implementasi Penuh NIK sebagai NPWP

2. Pembatalan Pengkreditan Juga Berlaku pada PKP ini

Pada Pasal 9 UU PPN dalam UU Cipta ini ada penambahan ayat (6d) tentang pembatalan pengkreditan Pajak Masukan ini juga berlaku pada PKP dengan kriteria berikut:

  • PKP yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha
  • Melakukan pencabutan PKP
  • Telah dilakukan pencabutan PKP secara jabatan dalam jangka waktu 3 tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan

Sektor Usaha yang Pembatalan Pengkreditan Pajak Masukan Berlaku Lebih dari 3 Tahun:

Namun, sesuai penambahan pada Pasal 9 ayat (6c) UU PPN dalam Cipta Kerja ini, untuk sektor usaha tertentu pembatalan pengkreditan Pajak Masukan oleh DJP bisa lebih lama lagi baru akan dilakukan pembatalan.

Berikut bunyi pasalnya:

“Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 tahun.”

Untuk sektor usaha apa saja yang mendapatkan jangka waktu lebih dari 3 tahun baru akan dilakukan pembatalan pengkreditan Pajak Masukan, akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

pengkreditan Pajak Masukan

 

Wajib Mengembalikan Pajak Masukan yang Dikreditkan

Ketika DJP membatalkan pengkreditan Pajak Masukan yang telah dikreditkan tapi selama 3 tahun PKP belum juga belum melakukan penyerahan BKP/JKP atau ekspor BKP/JKP dengan Pajak Masukan tersebut, sesuai penambahan dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN pada UU Cipta Kerja ini maka:

1. PKP wajib membayar kembali ke kas negara

Pengusaha kena pajak harus mengembalikan pengkreditan Pajak Masukan tersebut jika:

  • Telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan, dan/atau;
  • Telah mengkreditkan Pajak Masukan yang dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak

2. PKP tidak bisa mengkompensasikan PPN

Ketika DJP telah memutuskan membatalkan pengkreditan Pajak Masukan tersebut, maka:

  • Pajak Masukan tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
  • Pajak Masukan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi)

Keduanya ini berlaku setelah jangka waktu 3 tahun berakhir atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha, atau pencabutan PKP oleh PKP, dalam hal PKP melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.

Pajak Lebih BayarIlustrasi pengembalian pajak sesuai UU Cipta Kerja

a. Batas Waktu Pembayaran Kembali Pengkreditan Pajak Masukan

Pembayaran mengembalikan pengkreditan Pajak Masukan yang tidak bisa lagi dikreditkan itu sesuai penambahan pada Pasal 9 ayat (f) UU PPN dalam UU Cipta Kerja ini adalah:

  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 tahun
  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu
  • Akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan PKP

b. Sanksi Tidak Membayar Kembali Pajak Masukan yang Sudah Dikreditkan

Jika PKP tidak melakukan kewajiban pembayaran kembali sesuai jangka waktu yang telah ditentukan itu, maka DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali oleh PKP, akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 13 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebesar 2% untuk paling lama 24 bulan.

Setelah memahami ketentuan terbaru terkait pembuatan Faktur Pajak dan tentang pengkreditan Pajak Masukan dalam UU Cipta Kerja klaster Perpajakan yang mengubah dan menambahkan beberapa pasal dalam UU PPN, sekarang waktunya melakukan administrasi perpajakan dengan benar dan memanfaatkan relaksasi PPN dalam beleid terbaru ini.

 

setor pajak masukanIlustrasi setor Pajak Masukan yang tidak bisa dikreditkan

Cara Mudah Membuat e-Faktur dan Lapor SPT Masa PPN

Seperti diketahui, sejak berlakunya e-Faktur 3.0 1 Oktober 2020, cara membuat Faktur Pajak elektronik harus melalui sistem terbaru dan pelaporan SPT Masa PPN wajib melalui web eFaktur.

Seiring pembaruan sistem ini, Wajib Pajak (WP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang selama ini menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop DJP, harus install dan download patch terbaru e-Faktur 3.0 pada perangkat komputernya agar bisa menggunakan aplikasi ini.

Namun, bagi pengguna e-Faktur Client Desktop DJP tetap harus berpindah ke aplikasi e-Faktur 3.0 Web Based DJP di https://web-efaktur.pajak.go.id/ ketika ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Update e-Faktur 3.0 ini juga diharuskan bagi Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP.

Jadi, ketika Anda menggunakan aplikasi e-Faktur Klikpajak.id, bukan hanya dapat langsung memanfaatkan fitur prepopulated e-Faktur 3.0 DJP untuk membuat Faktur Pajaknya, tapi juga bisa lapor SPT Masa PPN di e-Faktur tanpa keluar platform.

“Langsung gunakan aplikasinya, biar Klikpajak.id yang mengurus sistemnya untuk memudahkan pembuatan e-Faktur dan pelaporan SPT Masa PPN Anda.”

Dengan fitur prepopulated e-Faktur 3.0 ini, artinya DJP sudah menyiapkan data yang dibutuhkan untuk kemudian WP PKP tinggal mencocokkan saja dan bisa langsung dibuat Faktur Pajaknya atau pelaporan SPT Masa PPN-nya.

 

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, perubahan dalam klaster perpajakan UU Cipta Kerja khususnya terkait e-Faktur dan Pajak Masukan, menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih kondusif dan mendukung pertumbuhan bisnis. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan tersebut, platform seperti Klikpajak hadir untuk menyediakan dukungan sistem perpajakan online yang terintegrasi dan praktis bagi pelaku bisnis.

Dengan adanya perubahan ini, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Simak Cara Pengisian SPT Tahunan 1770


Syarat Menyampaikan Formulir SPT Tahunan 1770

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), Formulir 1770 adalah formulir yang diperuntukkan bagi WP Pribadi yang memiliki penghasilan dari:

  • Usaha atau pekerjaan bebas
  • Beberapa sumber pekerjaan (bukan satu pemberi kerja)
  • Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final
  • Penghasilan dalam negeri lain  seperti bunga, royalti, dan lainnya
  • Penghasilan luar negeri

 

Cara Mendapatkan Formulir 1770

Formulir SPT Tahunan bisa didapatkan dengan beberapa cara sebagai berikut:

  1. Mengunduh formulir melalui di DJP Online
  2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP/ KP2KP) terdekat
  3. Mobil Pajak Keliling/Pojok Pajak

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui:

  1. Datang langsung ke KPP/KP2KP
  2. e-Filing / e-Form
  3. Pengiriman pos tercatat di Kantor Pos
  4. Melalui jasa ekspedisi (tercatat)
  5. Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP)

Baca Juga: Sanksi Telat Lapor dan Bayar Denda SPT Tahunan

 

Persiapan Mengisi SPT Tahunan 1770

Dokumen yang disiapkan untuk mengisi SPT Tahunan 1770 di antaranya:

  1. Bukti Potong PPh (jika ada)
  2. Kartu Keluarga (KK)
  3. Daftar Harta
  4. Daftar Utang
  5. Catatan omzet per bulan
  6. Bukti penyetoran PPh Final

 

Contoh Pengisian SPT Tahunan PPh Pribadi 1770

Berikut contoh tahapan pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribad atau orang pribadi pengusaha/pekerja bebas dari dokumen panduan DJP:

1. Mengisi Lampiran IV

Tahapan pertama dengan mengisi pada lampiran IV Anda harus mengisi keterangan umum seperti:

  • Tahun Pajak
  • Periode Pajak
  • Metode Penghitungan Pajak.
  • NPWP
  • Nama Wajib Pajak

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

Kemudian mengisi Bagian A s.d. C sebagai berikut:

  • Informasi Harta pada Akhir Tahun
  • Kewajiban / Utang pada Akhir Tahun
  • Daftar Susunan Anggota Keluarga

Bagian A: Harta pada Akhir Tahun

Anda harus mengisi harta yang dimiliki pada akhir tahun di Bagian B Lampiran 1770-IV.

Jangan lupa untuk mengisi bagian Kode Harta sesuai dengan daftar Kode Harta.

Kode Harta terdiri dari 3 digit angka dengan fungsi sebagai berikut:

  • Digit pertama dimulai dengan angka 0 menggambarkan klasifikasi Harta. 
  • Digit berikutnya menggambarkan kategori harta. 1 untuk Kas dan Setara Kas, 2 untuk Piutang, 3 untuk Investasi, 4 untuk Alat Transportasi, 5 untuk Harta Bergerak Lainnya, 6 untuk Harta Tidak Bergerak.
  • Digit ketiga menerangkan tentang detail hartanya.

Misalkan Kode 011, digit pertama 0 berarti Harta, digit kedua 1 berarti Kas dan Setara Kas, digit ketiga 1 berarti Uang Kas.

Sementara Kode 014, berarti Harta – Kas dan Setara Kas, lalu digit ketiga 4 berarti Deposito.

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

Bagian B: Kewajiban/ Utang pada Akhir Tahun

Anda harus mengisi Kewajiban/ Utang pada Akhir Tahun yang dimiliki pada akhir tahun di Bagian B Lampiran 1770-IV.

Kodefikasi Kewajiban/ Utang mirip dengan Harta yang menggunakan 3 digit. Hanya digit pertama menggunakan kode angka 1.

Anda harus melihat pada Daftar Kode Kewajiban/ Utang untuk menentukan kode ini dengan tepat.

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

Bagian C: Daftar Susunan Anggota Keluarga

Anda harus mengisi Daftar Susunan Anggota Keluarga sesuai dengan Kartu Keluarga.

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

 

2. Mengisi Lampiran III

Isi kolom pada tahap pengisian lampiran berikutnya:

Bagian A: Penghasilan yang dikenakan Pajak Final dan/ atau bersifat final.

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

Bagian B: Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Diisi jika pada Tahun  Menerima Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak

Contoh Pengisian Formulir SPT Tahunan 1770via Ditjen Pajak

Bagian C: Penghasilan Istri yang dikenakan pajak secara terpisah.

via Ditjen Pajak

Baca Juga: Simak Dokumen yang Harus Disiapkan Sebelum Lapor SPT Badan

 

3. Mengisi Lampiran II

Bagian A: Daftar Pemotongan/ Pemungutan PPh oleh Pihak Lain, PPh yang dibayar/ dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung pemerintah.

via Ditjen Pajak

 

4. Mengisi Lampiran I

Bagian A: Penghasilan Neto dalam negeri dari usaha dan/ atau pekerjaan bebas (bagi WP yang menggunakan pembukuan)

via Ditjen Pajak

Bagian B: Penghasilan Neto dalam negeri negeri dari usaha dan/ atau pekerjaan bebas (bagi WP yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pencatatan)

img class="aligncenter wp-image-21062 size-full perfmatters-lazy entered exited" src="data:;base64," alt="" width="762" height="436" data-src="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-10.png" data-srcset="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-10.png 762w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-10-300x172.png 300w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-10-262x150.png 262w" data-sizes="(max-width: 762px) 100vw, 762px" />via Ditjen Pajak

Bagian C: Penghasilan Neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan.

img class="aligncenter wp-image-21063 size-full perfmatters-lazy entered exited" src="data:;base64," alt="" width="765" height="439" data-src="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-11.png" data-srcset="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-11.png 765w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-11-300x172.png 300w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-11-261x150.png 261w" data-sizes="(max-width: 765px) 100vw, 765px" />via Ditjen Pajak

Bagian D: Penghasilan Neto dalam negeri lainnya (tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh bersifat netral).

img class="aligncenter wp-image-21064 size-full perfmatters-lazy entered exited" src="data:;base64," alt="" width="764" height="435" data-src="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-12.png" data-srcset="https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-12.png 764w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-12-300x171.png 300w, https://klikpajak.id/wp-content/uploads/2020/08/SPT-PPh-OP-12-263x150.png 263w" data-sizes="(max-width: 764px) 100vw, 764px" />via Ditjen Pajak

Baca Juga: Simak Dokumen yang Harus Disiapkan Sebelum Lapor SPT Badan

 

5. Mengisi Formulir Induk (Perhitungan Pajak)

Anda harus mengisi informasi data diri dan juga informasi tentang usaha dan status perpajakan Anda.

Status Kewajiban Perpajakan Suami-Istri adalah sebagai berikut:

  • KK: Normal / Penghasilan digabung 
  • HB: Hidup Berpisah berdasar putusan hakim 
  • PH: Perjanjian Pemisahan Harta & Penghasilan
  • MT: Memilih utk menjalankan hak & kewajiban pajak sendiri (NPWP tersendiri)

via Ditjen Pajak

Setelah itu Anda merekapitulasi informasi dari lampiran I s.d IV dengan rincian sebagai berikut:

  • Penghasilan Neto dalam negeri dari usaha dan/ atau pekerjaan bebas (Lampiran I Bagian A dan B)
  • Penghasilan Neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan (Lampiran I Bagian C)
  • Penghasilan Neto dalam negeri lainnya (Lampiran I Bagian D)
  • Penghasilan Neto Luar Negeri (Apabila Ada)
  • Jumlah Penghasilan Neto (1 + 2 + 3 + 4)
  • Zakat/ Sumbangan Keagamaan yang bersifat wajib
  • Jumlah Penghasilan Neto setelah pengurangan zakat/ sumbangan keagamaan (5- 6)
  • Kompensasi Kerugian
  • Jumlah Penghasilan Neto setelah pengurangan Kompensasi Kerugian (7-8)
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak
  • Penghasilan Kena Pajak (9-10)

via Ditjen Pajak

  • PPh Terutang (Tarif Pasal 17 UU PPh X Angka 11) 
  • Pengembalian/ Pengurangan PPh Pasal 24 yang telah dikreditkan
  • Jumlah PPh Terutang (12 + 13)
  • PPh yang dipotong / dipungut oleh pihak lain, PPh yang dibayar / dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung pemerintah (Lampiran II Bagian A)
  • Rincian PPh yang harus dibayar sendiri dan PPh yang lebih dipotong/ dipotong
  • Rincian PPh yang harus dibayar sendiri
  • Jumlah Kredit Pajak

via Ditjen Pajak

  • Rincian PPh Lebih/ Kurang Bayar
  • Keterangan Permohonan Restitusi
  •  Angsuran PPh
  • Lampiran-lampiran

via Ditjen Pajak

 

KESIMPULAN

Secara keseluruhan dari penjelasan diatas adalah panduan yang sangat berguna bagi wajib pajak untuk memahami, mempersiapkan, dan melaporkan pajak mereka dengan benar. Dengan memberikan informasi yang lengkap dan contoh-contoh yang jelas, artikel ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan ketaatan perpajakan di masyarakat.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00