Info

PMK Baru Soal Insentif Pajak Terbit, Ini Pernyataan Resmi DJP

JAKARTA, KWANews – Pemerintah telah memperluas sektor penerima insentif pajak melalui penerbitan PMK 149/2021.

Beleid tersebut merupakan perubahan kedua dari PMK 149/2021 yang sebelumnya sudah direvisi dengan PMK 149/2021. Terkait dengan hal ini, Ditjen Pajak (DJP) memberikan pernyataan resmi melalui Siaran Pers Nomor SP-34/2021 yang dipublikasikan hari ini, Rabu (3/11/2021).

DJP mengatakan pemerintah memperluas kriteria wajib pajak yang berhak memanfaatkan insentif pajak untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah menambah jumlah klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak penerima insentif pajak tersebut.

Penambahan tersebut diberikan untuk 3 jenis insentif, yaitu insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan belum berakhirnya pandemi Covid-19 masih memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Dengan demikian, perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan pemerintah.

“Pemerintah terus mengamati dan mengevaluasi sektor-sektor mana yang masih lambat pemulihannya untuk diberikan dukungan dan insentif,” ujarnya.

Adapun wajib pajak dengan KLU yang ditambahkan dalam PMK 149/2021 dapat memanfaatkan beberapa insentif pajak sebagai berikut:

  • pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sejak masa pajak Oktober 2021 dengan menyampaikan pemberitahuan sampai dengan tanggal 15 November 2021;
  • pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dengan menyampaikan permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor;
  • pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN untuk masa pajak Oktober 2021 sampai dengan Desember 2021 dan disampaikan paling lambat 31 Januari 2022.

Berdasarkan pada PMK 149/2021, jumlah KLU untuk wajib pajak yang mendapatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bertambah dari yang semula berjumlah 216 KLU menjadi 481 KLU.

Untuk wajib pajak yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor juga bertambah dari yang semula sebanyak 132 KLU menjadi 397 KLU. Wajib pajak yang mendapatkan insentif pengembalian pendahuluan pembayaran PPN juga bertambah dari 132 KLU menjadi 229 KLU.

Selain itu, dalam PMK 149/2021 juga mengatur kelonggaran yang diberikan kepada pemberi kerja, wajib pajak, dan/atau pemotong pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi/pembetulan pemanfaatan ketiga jenis insentif lainnya.

Ketiga jenis insentif yang dimaksud adalah insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh Final DTP berdasarkan PP 23 Tahun 2018, dan PPh Final DTP atas penghasilan WP P3-TGAI.

Kelonggaran yang diberikan adalah waktu penyampaian pembetulan laporan realisasi masa pajak Januari 2021 sampai dengan Juni 2021 paling lambat 30 November 2021.

DJP Luncurkan Aplikasi M-Pajak, Sudah Download?

JAKARTA, KWANEWS – Ditjen Pajak (DJP) meluncurkan aplikasi bernama M-Pajak pada Jumat (4/6/2021).

Aplikasi versi mobile situs web pajak.go.id ini dapat diunduh melalui Play Store. Dalam laman resminya, DJP menyatakan aplikasi M-Pajak memiliki banyak keunggulan yang dapat dimanfaatkan wajib pajak.

“Dengan M-Pajak, wajib pajak akan mendapatkan layanan yang lebih personal, mudah, dan cepat,” tulis DJP, Sabtu (5/6/2021).

M-Pajak memudahkan wajib pajak dalam pembuatan kode billing. Kode ini harus dibuat sebelum membayar pajak. Petunjuk pengisian dan pembuatan kode billing juga tersedia untuk wajib pajak di sudut kanan atas aplikasi dengan menekan tombol tanda tanya.

Selain itu, lanjut DJP, M-Pajak akan membantu wajib pajak menemukan informasi mengenai kantor pelayanan pajak (KPP) terdekat dari posisi GPS ponsel melalui peta yang terintegrasikan dalam aplikasi ini.

Wajib pajak juga akan mendapatkan informasi pajak, terutama peraturan perpajakan terbaru. Dalam versi saat ini, menu peraturan menampilkan nomor, judul, dan status peraturan. Wajib pajak dapat mencari peraturan perpajakan berdasarkan pada judul.

Aplikasi M-Pajak juga menyediakan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) elektronik yang bisa diakses pada menu Profile Saya. Ada pula Tenggat Pajak pada halaman muka aplikasi untuk mengingatkan wajib pajak mengenai batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak terkini.

DJP menegaskan untuk menggunakan aplikasi M-Pajak, wajib pajak harus login terlebih dahulu dengan mengisi NPWP dan kata sandi seperti saat mengakses log masuk (login) di situs web pajak.go.id (DJP Online).

“Aplikasi akan mengirim kode verifikasi ke surel (email) wajib pajak yang terdaftar dalam sistem DJP. Wajib pajak diminta untuk mengisi kode verifikasi, setelah itu baru bisa mengakses M-Pajak,” terang DJP.

Otoritas menyatakan aplikasi M-Pajak menjadi salah satu program digitalisasi layanan yang dikembangkan DJP. Seperti diketahui, sejak 2019, DJP memperkenalkan inisiatif Click Call Counter (3C) yang membagi jenis layanan DJP kepada wajib pajak.

Konsep Click pada 3C mengarahkan wajib pajak untuk menggunakan layanan secara daring melalui situs web pajak.go.id. Jika layanan tersebut tidak tersedia, wajib pajak akan diarahkan ke layanan Call melalui Kring Pajak 1500200.

Counter artinya wajib pajak dapat menemukan layanan atau bantuan langsung dari petugas pajak di kantor pelayanan pajak. Model layanan 3C ini diharapkan dapat mengurangi beban kerja di kantor pelayanan pajak dan meminimalisasi interaksi langsung antara petugas pajak dan wajib pajak.

“Aplikasi M-Pajak adalah layanan yang termasuk dalam model Click, menjadi kanal baru pelayanan pajak, dan mendorong peningkatan kepatuhan perpajakan,” imbuh DJP.

Untuk kemudahan wajib pajak, DJP akan terus mengembangkan aplikasi M-Pajak dengan menambah layanan daring. Otoritas mengatakan wajib pajak dapat menghemat waktu dan tenaganya karena tidak perlu datang lagi ke kantor pajak.

RUU KUP: Tax Amnesty Jilid II Periode Juli Sampai Desember 2021

JAKARTA, KWANews – Pemerintah telah menyiapkan beberapa perubahan dalam ketentuan pajak demi menggenjot penerimaan negara. Pajak merupakan tulang punggung negara. Adanya Covid-19 membuat pemerintah memiliki pengeluaran negara yang sangat extra untuk menanggulangi dampak pandemi. Namun, pengeluaran yang sangat banyak jika tidak diimbangi dengan sumber pemasukan yang maksimal maka akan terjadi defisit anggaran negara sehingga membuat perekonomian semakin melemah. Dalam hal ini pemerintah membuat beberapa peraturan baru terkait pajak yang tertuang dalam draft Rancangan Undang Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (RUU KUP) yang akan berlaku sebagai revisi kelima UU No.6 Tahun 1983. Salah satu ketentuan baru yang terdapat dalam RUU KUP yaitu mengadakan Tax Amnesty jilid II dengan masa periode 1 juli sampai 31 desember 2021. Lalu, bagaimana penjelasan lebih detail terkait Tax Amnesty jilid II? Simak uraian berikut!

Mengenal Tax Amnesty

Tax Amnesty atau disebut juga pengampunan pajak, ketentuan perpajakannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016. Tax Amnesty memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta yang dimiliki namun belum dilaporkan pada Surat Pemberitahuan, tanpa dikenakan sanksi yang berat. Berdasarkan peraturan perpajakan, Tax Amnesty didefinisikan sebagai penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan.

Asas Tax Amnesty

  • Kepastian hukum
  • Keadilan
  • Kemanfaatan
  • Kepentingan nasional

Tujuan Tax Amnesty

Subjek dan Non Subjek Tax Amnesty

  • Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi.
  • Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi.
  • Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Tax Amnesty dapat dilakukan terhadap subjek pajak yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan, melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Kemudian, yang termasuk non subjek Tax Amnesty, yaitu Wajib Pajak yang melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, kemudian sedang:

  • Dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan
  • Dalam proses peradilan
  • Menjalani hukuman pidana

Jenis Tax Amnesty

  • Repatriasi, yaitu mengungkapkan harta bersih yang ada di luar negeri kemudian dialihkan ke dalam negeri.
  • Deklarasi dalam negeri, yaitu mengungkapkan harta yang ada di dalam negeri.
  • Deklarasi dalam negeri, yaitu mengungkapkan harta yang ada di luar negeri.

Tax Amnesty Jilid II

Dalam RUU KUP, pemerintah berencana mengadakan kembali kegiatan Tax Amnesty jilid II. Dalam RUU KUP tersebut menyebutkan Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum/kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Ditjen Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Kemudian, masa periode pelaksanaan Tax Amnesty jilid II direncanakan mulai tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2021. Tarif tebusan yang ditetapkan yaitu:

  • Sebesar 15% atau 12,5% bagi Wajib Pajak yang menyatakan menginvestasikan harta bersih ke dalam instrumen surat berharga negara. 
  • Tambahan PPh final atas tambahan penghasilan yang gagal/ tidak memenuhi ketentuan investasi, diperoleh dari:
    • Temuan Ditjen Pajak dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dikenakan tambahan PPh final 15%.
    • Inisiatif Wajib Pajak mengungkapkan tambahan penghasilan dan menyetorkan PPh terutang, dikenakan tambahan PPh final 12,5%
  • Tarif PPh Final 30% atas opsi deklarasi tambahan penghasilan pasca tax amnesty 2016, namun jika di investasikan di SBN maka tarif PPh final hanya 20%

Adapun pengertian harta bersih adalah nilai harta dikurangi nilai utang. Dasar pengenaan tarif tersebut yaitu sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan. Lalu, 

Nilai harta yang dijadikan pedoman menghitung harta bersih yaitu:

  • Nilai normal, untuk harta berupa kas atau setara kas
  • Nilai jual objek pajak, untuk tanah dan/atau bangunan
  • Nilai jual kendaraan bermotor, untuk kendaraan bermotor

Kemudian, masa periode repatriasi investasi dilakukan paling lambat 31 Maret 2022, dalam jangka waktu paling singkat 5 tahun sejak investasi ditempatkan.

Wajib Pajak Pindah KPP? Siap-Siap Dapat NPWP Baru

JAKARTA, KWANews – Wajib pajak yang ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama baru atau KPP Madya baru bakal diberikan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru dari Ditjen Pajak (DJP).

Dalam keterangan resmi dari otoritas pajak, NPWP baru akan diterbitkan dan disampaikan kepada wajib pajak paling lama 10 hari sejak saat mulai terdaftar (SMT) wajib pajak di KPP Pratama baru atau KPP Madya baru.

“KPP Pratama dan KPP Madya yang baru akan menerbitkan NPWP baru dan menyampaikannya kepada wajib pajak beserta pemberitahuan pemindahan tempat wajib pajak terdaftar paling lama 10 hari kerja sejak SMT,” sebut DJP, dikutip pada Senin (24/5/2021).

SMT adalah tanggal wajib pajak terdaftar sebagai wajib pajak pada KPP Pratama baru atau KPP Madya baru. SMT ditetapkan pada hari ini, Senin (24/5/2021. Pada saat bersamaan, pemerintah juga meresmikan organisasi dan tata kerja baru instansi vertikal otoritas pajak.

Dengan reorganisasi instansi unit vertikal DJP ini, terdapat sejumlah KPP Pratama yang berhenti beroperasi dan 18 KPP Madya baru. Pembentukan KPP Madya adalah upaya optimalisasi penerimaan pajak dan pelayanan kepada wajib pajak.

Pada sisi wajib pajak, salah satu fungsi KPP Madya yang baru adalah sebagai one stop service point. Suryo mengatakan ada sekitar 2.000 hingga 4.000 wajib pajak yang diadministrasikan pada setiap KPP Madya yang baru.

“Seluruh elemen di DJP juga harus bersinergi sehingga proses transisi dan adaptasi yang dibutuhkan baik oleh pegawai maupun wajib pajak dapat berjalan dengan lancar, tanpa hambatan yang berarti,” ujarnya.

Pakai Diskon Angsuran PPh Pasal 25? Jangan Lupa Lapor Realisasi Besok

JAKARTA, KWANews – Wajib pajak yang memanfaatkan diskon angsuran PPh Pasal 25 pada masa pajak April 2021 harus menyampaikan laporan realisasi paling lambat besok, Kamis (20/5/2021).

Sesuai dengan Pasal 14 PMK 9/2021, wajib pajak yang memanfaatkan pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25 harus menyampaikan laporan realisasi setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.

“Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 … paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir,” demikian penggalan Pasal 14 ayat (2) PMK 9/2021, dikutip pada Rabu (19/5/2021).

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 PMK 9/2021, ada 3 kriteria wajib pajak yang bisa memanfaatkan insentif diskon angsuran PPh Pasal 25. Pertama, memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang ada dalam lampiran PMK 9/2021 (1.018 KLU).

Kedua, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Ketiga, telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB. Ketiga kriteria ini tidak bersifat akumulatif.

Adapun besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun pajak berjalan yang masih harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh.

Angsuran itu juga bisa berasal dari perhitungan sesuai peraturan menteri keuangan mengenai penghitungan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak baru, bank, BUMN, BUMD, wajib pajak masuk bursa, wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Untuk wajib pajak yang memiliki kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak 2019, KLU yang dipakai adalah KLU dalam SPT atau pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 yang telah dilaporkan. Ketentuan ini berlaku jika kode KLU sama dengan data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (masterfile).

Untuk wajib pajak yang memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 tapi tidak menuliskan kode KLU atau salah mencantumkan kode KLU, pemanfaatan insentif akan menggunakan kode KLU dalam masterfile.

Penggunaan kode KLU dalam data masterfile juga berlaku bagi wajib pajak yang belum atau tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019.

Seperti diberitakan sebelumnya, diskon angsuran PPh Pasal 25 masih menjadi insentif pajak yang paling banyak dimanfaatkan wajib pajak. Nilai pemanfaatannya mencapai Rp10,96 triliun atau sekitar 41,85% dari total realisasi serapan anggaran insentif hingga 20 April 2021.

DJP Mulai Telisik Laporan SPT Tahunan Wajib Pajak

JAKARTA, KWANews – Ditjen Pajak (DJP) menyatakan proses pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak mulai dilakukan seiring dengan mulai masuknya laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengonfirmasi proses bisnis pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak mulai dilakukan dengan mengalirnya laporan SPT untuk tahun pajak 2020.

Kegiatan tersebut konsisten dilakukan sambil menanti laporan pajak badan usaha yang paling lambat disetor pada akhir April 2021 ini. “Betul [pengawasan sudah mulai dilakukan],” katanya di Jakarta, Kamis (8/4/2021).

Neil menjabarkan SPT Tahunan yang disampaikan wajib pajak merupakan implementasi dari rezim self assessment, di mana wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan pajak sendiri. Namun, pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak tidak bergantung pada laporan SPT.

DJP menggunakan berbagai data dan informasi lain dalam melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak. Basis data tersebut, sambungnya, sudah dimiliki DJP sebagai landasan melakukan uji kepatuhan atas laporan SPT yang disampaikan wajib pajak.

“Dalam proses pengawasan banyak variabel yang digunakan DJP, salah satunya dengan memanfaatkan data pihak ketiga. Dan SPT Tahunan sendiri merupakan salah satu wujud laporan self assessment wajib pajak,” ungkapnya.

DJP mencatat hingga 31 Maret 2021, sudah 11,3 juta SPT yang masuk. Jumlah itu meningkat 26,6% jika dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun lalu sebanyak 8,9 juta SPT. Peningkatan itu berasal dari jumlah pelaporan SPT secara elektronik yang juga tumbuh 26,1%.

Otoritas pajak menyampaikan imbauan akan terus dilakukan untuk mendorong wajib pajak yang belum melaporkan SPT tahun pajak 2020. Upaya persuasif seperti surat imbauan dan sosialisasi menjadi senjata utama DJP meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00