Info

DJP Ingatkan, PKP Bisa Dicabut Jika Tak Lapor SPT Masa PPN 3 Bulan!

 

JAKARTA, KWA News – Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar selalu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setiap bulannya.

Fungsional Penyuluh Pajak Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur dan Utara Agus Sugianto menjelaskan DJP akan mencabut status pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila SPT Masa PPN tidak dilaporkan untuk masa pajak berturut-turut. Akibatnya, PKP menjadi tidak bisa lagi membuat faktur pajak.

“Jadi cabut (pengukuhan PKP)nya by system. Kalau sudah punya aplikasi e-faktur, jadi tidak bisa membuat faktur lagi kalau setelah 3 bulan (tidak lapor SPT Masa PPN)”, ujar Agus dalam Live Instagram @pajakkaltimtara, dikutip Rabu (30/11/2022).

Penjelasan DJP ini berpacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 147/PMK.03/2017 yaitu tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Apabila PKP tidak melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 masa pajak berturut turut maka DJP akan menonaktifkan sementara sertifikat elektronik yang digunakan untuk mengakses layanan perpajakan, seperti e-faktur.

Lalu, jika sampai dengan 1 bulan sejak penonaktifan PKP tersebut tidak melakukan klarifikasi atau klarifikasinya ditolak maka DJP berhak untuk melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan.

Oleh karena itu, Agus juga menjelaskan jika PKP memiliki keinginan untuk kembali membuat faktur pajak maka harus melakukan pendaftaran ulang untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sebab, secara system sudah tidak lagi terdaftar sebagai PKP.

“Kalau mau buat faktur lagi gimana? Harus daftar PKP lagi karena secara jabatan dan secara system sudah bukan PKP. Jadi harus mengulang dari awal”, jelas Agus.

Perlu diketahui, jika ingin kembali melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP maka pengusaha harus menyampaikan permohonan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha pengusaha.

Selain itu, bisa juga melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tempat tempat tertentu yang ditetapkan Dirjen Pajak. Dan juga, permohonannya harus disertai dengan lampiran dokumen pendukung lainnya.

Adapun permohonan dapat dilakukan wajib pajak, baik secara tertulis maupun elektronik. Permohonan pengukuhan PKP secara elektronik dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan mengakses pada laman ereg.pajak.go.id

Ada 3 Opsi Penghitungan Pajak Bagi WP Beromzet di Bawah Rp4,8 Miliar

JAKARTA, KWA News – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan orang pribadi yang berjualan secara online (seller online) dan memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun wajib membayar pajak. Yang dikenakan pajak ialah selisih setelah melewati batasan tertentu saja. Orang pribadi yang telah melewati batas omzet tersebut dapat memilih beberapa cara untuk menghitung pajak terutangnya.

Terdapat 3 opsi cara menghitung pajak untuk wajib pajak jika omzetnya masih kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Pertama, menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) UMKM sebesar 0,5% dikali omzet.

Kedua, menggunakann cara pembukuan dan diberlakukan tarif umum PPh Pasal 17. Untuk wajib pajak badan tarif umum yang berlangsung adalah sebesar 22%. Sementara itu, orang pribadi dikenakan tarif pajak progresif. Pajak progresif sendiri merupakan tarif pemungutan pajak dengan persentase yang akan bertambah bersamaan dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

Saat ini, terdapat 5 lapisan tarif PPh Pasal 17. Lapisan tarif yang dimaksud ialah sebagai berikut :
1. Penghasilan hingga Rp60 juta dikenai tarif 5%
2. Di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta dikenai tarif 15%
3. Di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenai tarif 25%
4. Di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar dikenai tarif 30%
5. Di atas Rp5 miliar dikenai tarif 35%

Ketiga, khusus untuk orang pribadi pengusaha tertentu, termasuk seller online, terdapat intensif untuk menggunakan pencatatan dengan norma perhitungan penghasilan neto (NPPN). Namun, wajib pajak harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan penggunaan norma ke KPP terdaftar.

Untuk wajib pajak orang pribadi dan badan yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun, diwajibkan untuk melakukan pembukuan dan dikenakan tarif pajak PPh Pasal 17 yang bersifat progresif.

Cara Atasi Error ETAX-40003 dan ETAXSERVICE-20017 pada e-Faktur 3.2

 

JAKARTA, KWA News - Terkadang, Pengusaha Kena Pajak (PKP) menghadapi masalah error dalam mengakses aplikasi e-faktur versi 3.2. Salah satu jenis error yang mungkin muncul dalam aplikasi tersebut ialah ETAX-40003 dan ETAXSERVICE-20017.

Jenis error ini mengakibatkan PKP tidak dapat meng-upload faktur pajak melalui aplikasi tersebut. Kemunculan error tersebut sebenarnya dapat disebabkan oleh tiga hal. Pertama, aplikasi e-faktur versi lama sudah dilakukan reset oleh PKP.

Kedua, PKP telah melakukan registrasi di aplikasi e-faktur versi 3.2 sedangkan database yang digunakan telah dilakukan reset. Ketiga, PKP melakukan login di aplikasi e-faktur versi lama dan menjalankan start up-loader.

Nah, KWA News kali ini akan menjelaskan bagaimana cara mengatasi error ETAX-40003. Dalam praktiknya, terdapat tujuh tahapan yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah ini. Maka dengan hal tersebut, KWA News akan mengupas tujuh tahapan tersebut.

Pertama, export data faktur keluaran, faktur masukan, barang jasa, lawan transaksi, retur faktur keluaran, dan retur faktur masukan. Metode ini dapat dilakukan dengan memilih menu Faktur pada aplikasi e-faktur versi 3.2.

Lalu, pilih Pajak Keluaran dan klik Export. Lalu, klik Save File dan tentukan tempat penyimpanan data. Lakukan juga export data pada faktur masukan, barang jasa, lawan transaksi, retur faktur keluaran, dan retur faktur masukan.

Kedua, reset aplikasi client di e-nofa. Reset dapat dilakukan dengan mengunjungi laman efaktur.pajak.go.id/login dan lakukan login. Pilih Reset Aplikasi Client dan tekan tombol Reset Aplikasi. Lengkapi kode aktivasi aplikasi dan password. Lalu, proses reset hingga selesai.

Ketiga, unduh e-faktur desktop. Anda dapat mengunduh e-faktur melalui tautan efaktur.pajak.go.id/aplikasi. Silahkan pilih patch aplikasi e-faktur versi 3.2. Setelah berhasil diunduh, silahkan lakukan extract file.

Keempat, melakukan registrasi e-faktur yang baru. Caranya, buka aplikasi e-faktur yang sudah diunduh. Anda akan diminta untuk melakukan registrasi pada aplikasi e-faktur. Jangan lupa masukkan kode aktivasi yang baru saat registrasi. Kode aktivasi yang baru dapat dilihat di menu Profile User dalam tautan efaktur.pajak.go.id.

Kelima, impor sertifikat elektronik e-faktur. Tahapan ini dapat dilakukan dengan memilih menu Referensi dan klik Administrasi Sertifikat. Selanjutnya, masukkan sertifikat Anda dan lengkapi passphrase. Lalu, klik OK dan Simpan.

Keenam, rekam nomor seri faktur pajak. Kembali ke tautan efaktur.pajak.go.id dan pilih Riwayat Permintaan NSFP. Periksa nomor seri faktur pajak. Jika sudah, silahkan kembali ke aplikasi e-faktur. Pilih menu Referensi Nomor Faktur dan tekan tombol Rekam Range Nomor Faktur. Masukkan range nomor faktur berbagai tahun pajak sesuai dengan riwayat data permohonan NSFP. Setiap kali melengkapi nomor faktur pajak, Anda dapat menekan tombol Rekam Nomor Faktur dan klik OK.

Ketujuh, melakukan impor faktur keluaran, faktur masukan, barang jasa, lawan transaksi, dan retur. Impor data dapat dilakukan dengan cara, klik Import. Kemudian, tekan Open File. Lalu pilih data yang sudah diekspor.

Kemudian, silahkan proses impor data pada bagian faktur masukan, barang jasa, lawan transaksi, dan retur. Jika sudah, Anda dapat mulai melakukan upload faktur pajak.

Selesai, Semoga bermanfaat.

Masih Banyak WP Bingung, PER-11/PJ/2022 Tetap Berlaku Bulan Depan

JAKARTA, KWA News – Menjelang berlakunya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2022, masih banyak wajib pajak yang belum memahami ketentuan pengisian faktur pajak pada peraturan tersebut.

Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh para wajib pajak kepada Ditjen Pajak (DJP) melalui Twitter resmi @kring pajak.

Terlepas dari hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan PER-11/PJ/2022 tetap akan berlaku mulai 1 September 2022.

"Sampai saat ini PER-11/PJ/2022 akan berlaku sesuai dengan yang telah disebutkan dalam ketentuan tersebut yaitu tanggal 1 September 2022," ujar Neilmaldrin, Rabu (24/8/2022).

Mayoritas pertanyaan wajib pajak adalah terkait dengan ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat PKP pembeli sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (6) PER-11/PJ/2022.

Melalui ayat tersebut, DJP mengatur secara khusus tentang pencantuman nama, NPWP, dan alamat PKP pembeli bila penyerahan dilakukan kepada PKP pembeli yang melakukan pemusatan PPN, tapi BKP/JKP diserahkan di kawasan tertentu yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut serta penyerahan BKP/JKP dimaksud merupakan penyerahan yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN.

Kawasan tertentu yang dimaksud adalah tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), atau kawasan tertentu lainnya di dalam daerah pabean yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.

Bila kriteria Pasal 6 ayat (6) tersebut terpenuhi, nama dan NPWP PKP pembeli yang dicantumkan dalam faktur pajak adalah nama dan NPWP pusat, sedangkan alamat yang dicantumkan ialah alamat cabang yang terletak di kawasan tertentu tersebut.

Perlu diingat pula, ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat pada Pasal 6 ayat (6) tersebut hanya berlaku bila PKP pembeli ialah PKP yang terdaftar di KPP pada Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP pada Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM) dan melakukan pemusatan PPN sesuai dengan PER-07/PJ/2020 s.t.d.d PER-05/PJ/2021.

Status NPWP Aktif Tapi Tidak Berpenghasilan, Tetap Harus Bayar Pajak?

JAKARTA, KWA News – Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), seseorang sudah memiliki kewajiban membayar pajak kepada negara. Padahal, kenyataannya tidak demikian.

Sesuai dengan UU KUP s.t.t.d. UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), NPWP merupakan sarana administrasi perpajakan sekaligus sebagai tanda pengenal bagi wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak yang sudah memunuhi syarat objektif dan subjektif sesuai dengan peraturan, wajib memiliki NPWP.

"Sepanjang NPWP aktif, wajib pajak punya kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pembayaran pajak [hanya] dilakukan apabila status SPT 'Kurang Bayar"," cuit @kring_pajak saat merespons netizen, dikutip Jumat (26/8/2022).

Meski sudah memiliki NPWP, tidak semua wajib pajak wajib membayar pajak. Wajib pajak yang belum atau sudah memiliki NPWP tetapi penghasilannya di bawah batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), terhadapnya tidak wajib membayar pajak. Ketentuan ini diatur dalam UU PPh s.t.t.d. UU HPP.

"Apabila belum memiliki penghasilan maka status SPT seharusnya 'Nihil' dan tidak ada pajak yang harus dibayarkan," sambung DJP.

Artinya, seseorang yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai wajib pajak maka wajib memiliki NPWP. Terhadapnya, wajib juga melaporkan SPT Tahunan. Namun, tetap ada ketentuan PTKP yang menjadi dasar seseorang perlu membayar pajaknya atau tidak.

Besaran PTKP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 101/2016. Nilainya, Rp54 juta bagi wajib pajak orang pribadi (satu tahun pajak); Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin; Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami; dan Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Penjelasan DJP di atas merespons pertanyaan netizen tentang ketentuan kewajiban perpajakan yang perlu dijalaninya. Seorang wajib pajak tersebut mengaku sudah mendaftarkan NPRP secara online. Kemudian, saat dicek di laman DJP Online ditemukan NPWP-nya berstatus aktif.

"Ini artinya apakah saya harus bayar pajak ya? Sedangkan saya belum bekerja dan tidak berpenghasilan," tanya wajib pajak tersebut.

PKP Pedagang Eceran Buat Faktur Pajak? Minimal Ada Keterangan Ini

JAKARTA, KWANews – Pengusaha kena pajak (PKP) pedagang eceran dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

Adapun PKP pedagang eceran adalah PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli dan/atau penerima dengan karakteristik konsumen akhir.

“Termasuk yang dilakukan melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE),” bunyi penggalan Pasal 25 ayat (2) PER-03/PJ/2022.

PKP pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir.

Kendati pembuatan dapat dilakukan tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli/penerima serta nama dan tanda tangan pihak yang berhak menandatanganinya, faktur pajak harus tetap mencantumkan sejumlah keterangan minimal.

Pertamanama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Keterangan ini wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.

Keduajenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. Jenis barang atau jasa wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan.

KetigaPPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut dapat termasuk dalam harga jual atau penggantian; atau dicantumkan secara terpisah dari harga jual atau penggantian.

Keempatkode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. Adapun kode dan nomor seri faktur pajak dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran. Faktur pajak dibuat paling sedikit untuk pembeli BKP dan/atau penerima JKP serta arsip PKP pedagang eceran.

Arsip PKP pedagang eceran dapat berupa rekaman faktur pajak dalam bentuk media elektronik sebagai sarana penyimpanan data. PPN yang tercantum dalam faktur pajak merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan. 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00