Info

Beda Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak Batal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pasal 1 angka 23, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Dalam hal ini terdapat istilah faktur pajak pengganti dan faktur pajak batal. Apa bedanya? KWA Consulting akan mengulasnya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Apa itu faktur pajak pengganti?

Sesuai dengan namanya, faktur pajak pengganti diterbitkan oleh Wajib Pajak. Jadi, bila ada kesalahan dalam proses penginputan alamat, jumlah, ataupun nama barang, sehingga diperlukan adanya pembuatan faktur pajak pengganti.

Artinya, nomor seri faktur pajaknya pun juga sama dengan faktur pajak normal. Hanya saja pada kode faktur pajaknya yang akan berubah yang sebelumnya faktur pajak normal dengan kode (010) berubah menjadi faktur pajak pengganti dengan kode (011).

Adapun tanggal yang akan digunakan untuk faktur pajak pengganti ini bukan tanggal saat pembuatan faktur pajak pertama kali dibuat, melainkan tanggal dibuatnya faktur pajak penggantinya—Ini membuat akan adanya kewajiban membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN pembetulan, jika sebelumnya atas masa itu sudah di laporkan yang akan dilakukan oleh PKP sebagai penjual maupun pembeli. Sebagai catatan, pembetulan SPT Masa PPN bisa dilakukan, bila belum melewati pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

✔Baca Juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK
 
 
Apa itu faktur pajak batal?

Faktur pajak batal ini disebabkan adanya transaksi yang dibatalkan. Penyebab adanya pembatalan transaksi tentu beragam, misalnya adanya kesalahan memasukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau PKP pembeli membatalkan pembelian transaksinya.

Jika PKP membuat faktur pajak batal, maka faktur pajak itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Maka, PKP penjual sebaiknya segera memberitahukan kepada pihak pembeli jika ada faktur pajak batal dan sebaiknya penjual harus mempunyai bukti bahwa dari pembeli menyatakan transaksi itu telah di batalkan. Faktur pajak batal dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN sudah dilaporkan.

Dengan demikian, konsekuensi adanya faktur pajak yang batal adalah kemungkinan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan  akan menjadi lebih bayar bagi pihak penjual. Namun, lebih bayar itu bisa di kompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Di lain sisi, bagi pihak pembeli, dengan adanya faktur pajak batal itu dan sudah dilaporkan akan membuat SPT Masa PPN menjadi kurang bayar dan kurang bayar ini harus dibayarkan oleh pembeli saat pembetulan. Dengan adanya kurang bayar saat pembetulan sebagai pihak pembeli bisa dikenai Surat Tagihan Denda dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas kondisi pembetulan yang mengakibatkan kurang bayar dengan denda sebesar 2 persen dari nilai kurang bayar.

Artinya, kondisi ini akan merugikan pihak pembeli. Namun, berbeda kondisinya jika memang dari pihak pembeli yang memang ingin membatalkan transaksi, biasanya kemungkinan SPT Masa PPN ini belum dilaporkan dan untuk peraturan perundang-undangan silahkan melihat ketentuan yang ada pada PER-24/PJ/2012.

 

 

 

Apa Itu Core Tax System?

Mulai 2023 mendatang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa peluncuran sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) rampung. Sistem baru ini tentunya akan diterapkan secara bertahap dengan melakukan beberapa fase, seperti fase implementasi hingga fase penyesuaian. DJP berharap pembaruan pada sistem ini dapat dioperasikan dengan baik dengan target waktu paling lambat akhir Juni 2023. Sehingga, pada bulan Oktober 2023, core tax administration system dapat benar-benar dijalankan.

Modernisasi sistem melalui core tax administration system dilakukan pada berbagai aspek, salah satunya pada sistem pembayaran pajak. Hal ini merujuk sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yakni membayar pajak harus bisa semudah kita membeli pulsa.

 

Lantas Apa itu Core Tax Administration System?

Melansir dari laman resmi DJP, Core Tax Administration System merupakan sebuah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis. Maksud dari automasi proses bisnis ini, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, pendaftaran wajib pajak, hingga pada fungsi taxpayer accounting.

Pemberlakuan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) telah diatur pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018. Peraturan tersebut berisi tentang pengembangan core tax system yang menjadi salah satu bagian dari pembaruan sistem administrasi perpajakan. Selain itu, peraturan tersebut juga memaparkan berbagai informasi mengenai sistem administrasi perpajakan, seperti bagaimana coretax system diperuntukkan dalam membantu melaksanakan prosedur serta tata kelola administrasi perpajakan. Hal ini tentunya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Alasan Pembaruan Core Tax System

Direktorat Jendral Pajak (DJP) menyebutkan adanya beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi alasan otoritas pajak melakukan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan. Berikut beberapa alasan dilakukannya pembaruan pada coretax system:

  • Belum terintegrasinya Sistem yang digunakan DJP (SIDJP)
  • Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sudah ketinggalan zaman. Dalam hal ini DJP menyampaikan bahwa teknologi yang digunakan sudah cukup using dan jika masih digunakan dalam jangka waktu Panjang, maka akan membuat masalah. Teknologi yang seperti ini tentunya akan sulit dalam melakukan pemeliharaan terhadap sistem, sehingga sistem yang sudah digunakan tidak dapat diperbaharui dan dikembangkan lebih lanjut dan penggunaan teknologi yang kurang “up-to-date” juga dapat mempengaruhi integrasi model yang terjadi pada platform yang sangat berkembang pesat saat ini
  • Urgensi atau pentingnya dalam melakukan pembaruan core tax system. Hal ini lantaran untuk membantu mengakomodir kebutuhan dalam melakukan pertukaran informasi maupun data. Direktorat Jendral Pajak (DJP) Suryo Utomo menyampaikan bahwa progres pada pembaruan coretax system saat ini sudah mencapai diangka 47% (Juni 2022). Dalam hal ini DJP juga menargetkan pembaruan coretax system akan rampung pada bulan Oktober 2023. Nantinya, wajib pajak ‘Go-Live’ atau dapat menggunakan sistem tersebut secara penuh pada awal tahun 2024.
 

 

Tujuan dan Manfaat Core Tax System

Direktur Jendral Pajak (DJP), Suryo Utomo, dengan otoritas pajak dalam modernisasi perpajakan, dimana pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (core tax system) ini secara umum memiliki tujuan dalam memperbaiki infrastruktur perpajakan. Tak hanya itu, proyek pembaruan ini juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya:

  • Membantu menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel serta memiliki proses bisnis yang efektif dan efisien
  • Menumbuhkan sinergi yang lebih optimal antar lembaga
  • Membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajibannya
  • Pembaruan Sistem Core Tax dapat berpotensi membantu meningkatkan penerimaan negara atau Tax Ratio kurang lebih 1,5 Persen
  • Pemberlakuan core tax system dapat dengan mudah meningkatkan kualitas data, segmentasi dan profiling pada wajib pajak
  • Membantu menganalisa kepatuhan wajib pajak dalam pengelolaan hutang dan tagihan pajaknya.

 

Pentingnya Coretax System Di Indonesia

Merujuk pada pernyataan resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP), pembaruan sistem inti yang dilakukan pada administrasi perpajakan (core tax system) sangat penting dan mendasar terlebih dalam mencapai tujuan reformasi perpajakan. Pembaruan dilakukan guna meningkatkan sistem teknologi yang sebelumnya sudah dimiliki DJP. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan bahwa reformasi perpajakan yang sudah dimulai sejak 40 tahun yang lalu, harus terus berlanjut. Peluncuran pembaruan pada Sistem Inti Administrasi Perpajakan (core tax administration system).

Pembaruan sistem ini tentunya dilakukan karena sistem teknologi informasi yang dimiliki DJP (SIDJP) belum cukup memadai atau belum mencakup secara keseluruhan, baik administrasi bisnis maupun administrasi pajak. Hal ini lantaran, SIDJP masih belum mampu dalam mengonsolidasi data pembayaran hingga penagihan.

Selain itu, pada keterbatasan untuk memenuhi berbagai fungsi kritis yang diperlukan serta belum adanya fungsi sistem akuntansi yang terintegrasi (taxpayer account management). Di saat yang bersamaan, beban akses akan menjadi lebih berat, terlebih dimana yang akan datang, dimana coretax system harus mampu menangani kurang lebih dari 1 juta percatatan per hari, 17,4 juga SPT, data dan informasi dari 69 pihak ketiga, pertukaran data dari 86 yurisdiksi, hingga pada peserta yang mengikuti program Tax Amnesty.

Pertukaran data yang dilakukan, tentunya sudah menjadi komitmen Indonesia dengan negara – negara lain yang tergabung dalam pengimplementasian automatic exchange of information (AEoI). Kebutuhan sistem informasi tersebut yang menjamin kerahasiaan dan kecepatan atas pertukaran data. Perlu diingat juga bahwa pesatnya perkembangan teknologi saat ini, terlebih pada era big data akan berpengaruh pada pembaruan sistem, yang mana disinyalir akan mampu menjadi antisipasi perubahan rekayasa keuangan dan juga bisnis teknologi informasi dengan kecerdasan buatan seperti AI (artificial intelligence).

Berdasarkan penuturannya, DJP juga akan melibatkan institusi penegak hukum dalam menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax system) ini. Proyek pembaruan ini disinyalir menghabiskan anggaran sebesar Rp2,04 triliun dan diestimasikan berjalan pada Oktober 2023.

Dengan demikian, DJP menjadikan proyek pembaruan coretax system ini menjadi salah satu komponen penting dalam mewujudkan reformasi perpajakan. Diberlakukankannya proyek ini, DJP sangat berharap dapat membantu mengakomodasi pengawasan di setiap transaksi yang terjadi guna meminimalisir terjadinya kegagalan atau potential loss.

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) juga berharap dengan adanya Tim Pelaksana PSIAP pada proyek coretax system ini, tingkat penerimaan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat memperlihatkan kenaikan yang signifikan dan tim yang ditugaskan dapat memberikan berbagai solusi dalam membuat maupun mengerjakan rencana kerja dengan indikator keberhasilan yang jelas.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa permasalahan – permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya, seperti teknologi yang dimiliki DJP masih kurang memadai hingga pada ketahanan dan kestabilan infrastruktur yang digunakan semakin berkurang dapat diminimalisir dengan perkembangan maupun pembaruan pada Coretax System dan tentunya hal ini sangat penting bagi Indonesia.

 

KESIMPULAN

Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan di Indonesia, disebut Core Tax Administration System, dijadwalkan rampung pada Oktober 2023. Proyek ini bertujuan meningkatkan efisiensi perpajakan dengan integrasi teknologi informasi yang lebih baik. Diharapkan dapat memperbaiki kepatuhan wajib pajak, meningkatkan penerimaan negara, dan menciptakan institusi perpajakan yang lebih kuat. Pembaruan ini menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan di Indonesia.

Dengan adanya Core Tax administration System, diharapkan bisnis owner dapat melakukan manajemen perpajakan yang baik. Jika bisnis owner masih bingung dan masih gagal paham. Langsung saja konsultasikan ke kami sekarang!! Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

 

 

Begini Efek Surat Keterangan PP 23 dari Lawan Transaksi

 

Sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 berlaku, ternyata masih terdapat wajib pajak yang belum memahami konsekuensi ketika lawan transaksi menunjukkan Surat Keterangan PP 23. Mereka belum mengetahui kewajibannya sebagai pemotong/pemungut PPh Final UMKM. 

 

Menurut pengamatan penulis, terdapat kerancuan di lapangan terkait perlakuannya yang dianggap sama seperti Surat Keterangan Bebas (SKB) PP 46 Tahun 2013. Penyebabnya ditengarai karena peraturan ini baru berjalan dua tahun lebih sehingga wajib pajak masih beradaptasi dengan peraturan tersebut.

 

Apa yang harus dilakukan oleh wajib pajak ketika menerima Surat Keterangan PP 23 dari lawan transaksi? Mari kita bahas satu per satu.

 

Memotong PPh Final UMKM

Surat Keterangan PP 23 merupakan surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar yang menerangkan bahwa wajib pajak tersebut dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. Terdapat perbedaan mendasar antara SKB PP 46 dengan Surat Keterangan ini, yaitu sesuai dengan namanya, SKB PP 46 membebaskan pemotong/pemungut pajak dari kewajiban memotong/memungut PPh.

 

Dengan persyaratan tertentu, wajib pajak harus melegalisasi SKB PP 46 terlebih dahulu untuk dapat mempergunakan SKB tersebut dan menyerahkannya ke lawan transaksi sebagai pemotong pajak. Selanjutnya, wajib pajak UMKM menyetor sendiri PPh Final UMKM sebesar 1% dari nilai dasar pengenaan pajak atau nilai transaksi.

 

Melalui skema ini pemotong pajak akan dimudahkan, namun dari sisi wajib pajak UMKM terasa merepotkan sebab harus berkali-kali ke KPP untuk meminta legalisasi. Setelah dilakukan evaluasi, dalam peraturan PP 23 Tahun 2018 yang menggantikan PP 46 Tahun 2013, mekanisme ini dihapuskan. 

 

Alih-alih membebaskan pemotongan/pemungutan PPh, pemotong/pemungut pajak harus melakukan pemotongan PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% terhadap wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan.

 

Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penjualan (terkait pemungutan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah) atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan PPh. Syaratnya, wajib pajak UMKM cukup menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada pemotong/pemungut pajak. 

 

Contoh 1:

Instansi Pemerintah A membeli ATK dari PT B dengan nilai di atas Rp2 juta yaitu sebesar Rp10 juta. Seharusnya, instansi tersebut memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari Rp10 juta yaitu Rp150 ribu. Namun, karena PT B telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada Instansi Pemerintah A, maka instansi tersebut tidak memungut PPh Pasal 22 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp10 juta yaitu Rp50 ribu.

 

Contoh 2:

PT C menggunakan jasa katering dari CV D dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT C memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari Rp20 juta yaitu Rp400 ribu. Namun, karena CV D telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT C, maka PT C tidak memotong PPh Pasal 23 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

 

Contoh 3:

PT E menggunakan jasa catering dari Tuan F dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT E memotong PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai dengan tarif 5% dari dasar pengenaan pajak (50% x Rp20 juta=Rp10 juta) yaitu Rp500 ribu. Namun, karena Tuan F telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT E, maka PT E tidak memotong PPh Pasal 21 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

Bagaimana Cara Ajukan Perpanjangan Pelaporan SPT Tahunan??

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas pelaporan SPT Tahunan PPh badan adalah 30 April 2023. Namun, Wajib Pajak diperbolehkan mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan untuk menghindari sanksi administrasi keterlambatan, bagi Wajib Pajak badan sebesar Rp 1 juta.

Perlu juga digarisbawahi bahwa keterlambatan menyampaikan SPT tahunan juga akan menggugurkan status kepatuhan Wajib Pajak. Sebab sejatinya, status Wajib Pajak itu memiliki beragam keuntungan. Misalnya, bagi Wajib Pajak yang tepat waktu melaporkan SPT tahunan akan diberikan kemudahan untuk mengajukan permohonan restitusi. Untuk itu, permohonan pengajuan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan bisa menjadi fasilitas bagi Wajib Pajak.

Dengan demikian, DJP tidak begitu saja memberikan izin perpanjangan pelaporan SPT tahunan. Hanya Wajib Pajak kriteria tertentu yang diizinkan untuk mengajukan memperpanjang waktu, yaitu bila Wajib Pajak memiliki banyak kegiatan usaha, sehingga KAP belum bisa menyelesaikan audit laporan keuangan perusahaan.

Selain itu, DJP juga menerapkan mekanisme pengajuan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014, Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan paling lama 2 bulan sejak waktu penyampaian SPT tahunan. Artinya, bila batas waktu pelaporan SPT tahunan badan 30 April, maka maksimal Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan waktu sampai dengan akhir Juni. 

Wajib Pajak kini tidak perlu lagi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan perpanjangan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan layanan elektronik bernama e-PSPT pada awal April 2023. Bagaimana cara ajukan permohonan perpanjangan pelaporan SPT tahunan via e-PSPT? KWA CONSULTING akan mengulasnya berdasarkan penjelasan resmi dari DJP.

Saat ini ada 2 acara mengajukan surat pemberitahuan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan, yakni langsung ke KPP dan on-line melalui aplikasi e-PSPT. Mari kita urai satu-persatu.

A. Cara mengajukan perpanjangan pelaporan SPT tahunan menyampaikan langsung ke KPP adalah sebagai berikut:

- Menyampaikan langsung ke KPP. Surat pemberitahuan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan itu berbentuk formulir 1770-Y/1771-Y/1771-$Y yang dapat diperoleh di KPP atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).

Sebagai informasi, 1770-Y adalah formulir yang digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi. Sedangkan, 1771-Y merupakan formulir yang digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh badan. Sementara 1771-$Y adalah formulir yang digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar amerika serikat. Formulir ini harus disampaikan ke KPP sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan berakhir

- Wajib Pajak juga perlu melampirkan penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 tahun pajak;

- laporan keuangan sementara;

- Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SPP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang—bila terdapat kekurangan pembayaran pajak;

- Serta surat pernyataan dari akuntan publik yang menyatakan bahwa audit laporan keuangan belum selesai.

- Selain itu, pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. Apabila menggunakan kuasa Wajib Pajak, harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

      

B. Cara mengajukan perpanjangan pelaporan SPT tahunan menggunakan e-PSPT adalah sebagai berikut:

  1. Buka DJP Online

    Langkah pertama buka DJP Online;

  2. Klik ‘Profil’

    Lalu klik ‘Profil’

  3. Klik ‘Aktivasi Fitur’

    Selanjutnya klik ‘Aktivasi Fitur’

  4. Centang dalam kotak ‘e-PSPT’

    Centang dalam kotak ‘e-PSPT’;

  5. Klik tombol ‘Ubah Fitur Layanan’

    Klik tombol ‘Ubah Fitur Layanan’

  6. Muncul notifikasi pertanyaan ‘Apakah Anda yakin Ingin Mengubah?’

    Muncul notifikasi pertanyaan ‘Apakah Anda yakin Ingin Mengubah?’, klik tombol ‘Ya’

  7. Wajib Pajak akan diminta login kembali

    Secara otomatis Wajib Pajak akan diminta login kembali

  8. Klik ‘Layanan’

    Ketika sudah masuk Kembali, klik ‘Layanan’.

  9. Muncul tulisan ‘e-PSPT

    Kemudian, di bagian paling atas akan muncul tulisan ‘e-PSPT’;

  10. Muncul menu ‘Permohonan Perpanjangan SPT’

    Lalu, muncul menu ‘Permohonan Perpanjangan SPT’.

  11. Klik ‘Pemberitahuan’

    Klik ‘Pemberitahuan’

  12. Pilih ‘Tahun Pajak’

    Lalu pilih ‘Tahun Pajak’ untuk pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan;

  13. Lakukan validasi atas tahun pajak SPT tahunan yang dipilih.

    Lakukan validasi atas tahun pajak SPT tahunan yang dipilih, meliputi SPT tahunan belum disampaikan, SPT tahunan tidak ada yang diproses atau diajukan perpanjangan sebelumnya namun sudah selesai diproses, dan belum melebihi jatuh tempo SPT tahunan;

  14. Sistem akan menampilkan formulir pemberitahuan.

    Jika Wajib Pajak lolos validasi, maka sistem akan menampilkan formulir pemberitahuan;

  15. Isi formulir pemberitahuan.

    Isi formulir pemberitahuan dengan menyiapkan terlebih dahulu sertifikat elektronik untuk melakukan submit;

  16. Dasbor ini juga menyediakan menu ‘Monitoring’

    Dasbor ini juga menyediakan menu ‘Monitoring’ atau kanal khusus untuk memantau pemberitahuan yang telah di-submit;

  17. Terdapat juga menu ‘Tracking’

    Terdapat juga menu ‘Tracking’ untuk mengetahui sudah sejauh mana proses atau tindak lanjut permohonan. Di dalam menu ini terdapat beberapa aktivitas, antara lain diajukan, disposisi pengajuan permohonan, penelitian, persetujuan/penolakan, atau pencetakan dokumen; dan

  18. Wajib Pajak dapat mengunduh dokumen tersebut.

    Apabila status permohonannya sudah selesai, Wajib Pajak dapat mengunduh dokumen tersebut.

 

DJP menegaskan, e-PSPT merupakan wujud konsistensi otoritas dalam memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak.

“Hal ini sekaligus sebagai pembuka jalan kelahiran mesin SIAP (Sistem Inti Administrasi Perpajakan) yang akan diluncurkan pada 1 Januari 2024. Adanya SIAP menjadi buah reformasi pajak di bidang teknologi informasi dan basis data,” jelas DJP dalam keterangan tertulis, dikutip KWA CONSULTING (8/4).

Selain itu, DJP menilai, digitalisasi layanan penting untuk membatasi pertemuan secara langsung antara Wajib Pajak dan petugas pajak, mengurangi biaya kepatuhan, dan membuat pelayanan semakin efektif dan efisien.

 

Berapa lama Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan pelaporan SPT tahunan?

Sesuai Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 21/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan, Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT tahunan. Artinya, bila batas waktu untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah 31 Maret, maka pelaporan SPT tahunan bisa diperpanjang hingga akhir Mei. Sementara, jika batas untuk Wajib Pajak badan 30 April, maka pelaporan SPT tahunan bisa diperpanjang hingga akhir Juni.

 

KESIMPULAN

Langkah-langkah dari aktivasi fitur hingga pengunduhan dokumen yang dijelaskan dengan detail memberikan panduan yang jelas bagi Wajib Pajak. Adanya fitur monitoring dan tracking dalam e-PSPT juga memberikan transparansi terkait proses permohonan.

Selain itu, penekanan DJP pada digitalisasi layanan sebagai upaya untuk membatasi pertemuan langsung antara Wajib Pajak dan petugas pajak, serta mengurangi biaya kepatuhan, menunjukkan keseriusan dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan perpajakan.

Apabila Bisnis Owner mengalami kejadian diatas segera komunikasikan dengan KWA Consulting sekarang, yang memiliki pengetahuan pajak agar kamu tidak salah langkah mengenai apa yang harus kamu lakukan ya.

Cari tau perbadaan PKP dan non PKP

Cari tahu perbedaan PKP dan non PKP

Binis dan pajak merupakan dua hal yang saling berkaitan. Dalam perpajakan ada 2 istilah yang sering dikenal, yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP. Namun, apakah Anda sudah mengetahui perbedaan dari PKP dan non PKP. Berikut ini akan kita ulas mengenai apa yang membedakan antara PKP dan non PKP.

Perbedaan PKP Dan Non PKP

Pengusaha merupakan wajib pajak orang pribadi dan badan dalam suatu betuk apapun yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan yang menghasilkan barang, impor ekspor barang, memanfaatkan barang yang tidak terwujud atau jasa dari luar daerah pabean, melakukan usaha perdagangan atau jasa dimana hal ini sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Menurut sensus ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang digelar setiap 10 tahun sekali dan berlangsung pada bulan Mei hingga Juni pada tahun 2016, Indonesia memiliki 26,71 juta usaha/pengusaha yang bergerak pada sector non pertanian. Hal ini tentu saja menegaskan untuk para pengusaha yang bergerak dalam bidang tersebut tentu sudah tidak asing dengan istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Baca Juga: DJP Ingatkan, PKP Bisa Dicabut Jika Tak Lapor SPT Masa PPN 3 Bulan.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pengusaha baik itu orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tahun 1984 beserta perubahannya.

Pengertian PKP tersebut tidak termasuk pada pengusaha kecil yang batasannya sudah ditetapkan oleh keputusan mentri keuangan, terkecuali apabila pengusaha kecil tersebut ingin perusahaannya dikukuhkan sebagai PKP

Sedangkan untuk pengusaha non PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Oleh sebab itu segala hak dan kewajiban yang ditanggung PKP tidak dapat dijalankan oleh non PKP.

Apabila Anda seorang pengusaha non PKP tetapi ingin dikukuhkan menjadi PKP, maka Anda harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Agar nantinya dapat dikukuhkan sebagai PKP, maka Anda wajib memenuhi beberapa persyaratan dan ketentuan sebagai berikut ini :

  1. Bagi Anda orang pribadi ataupun badan harus mendaftarkan diri dan mendapatkan NPPKP apabila peredaran usaha atau omzet Anda dalam 1 tahun sudah mencapai lebih dari Rp. 4.800.000.000.
  2. Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 ditetapkan bahwa apabila perusahaan Anda belum mencapai omzet Rp. 4,8 miliar, maka tidak diwajibkan sebagai PKP. Pengusaha dengan penghasilan tersebut akan dimasukkan kedalam klasifikasi pengusaha kecil dan non PKP.
  3. Akan tetapi bagi PKP yang omzetnya dibawah RP. 4,8 miliar dalam 1 tahun dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP.

Jadi kesimpulannya, perbedaan PKP dan non PKP terletak pada kewajiban dan haknya. Selanjutnya mari kita bahas mengenai kewajiban dan hak dari PKP.

Baca juga: Ada 3 Opsi Penghitungan Pajak Bagi WP Beromzet di Bawah Rp4,8 Miliar.


Kewajiban Penting Dari Pengusaha Kena Pajak

Bagi Anda seorang pengusaha yang sudah dikukuhkan dan mendaftar menjadi PKP maupun pengusaha kecil yang memilih untuk mendaftarkan diri sebagai PKP maka ada beberapa kewajiban yang harus Anda penuhi sebagai wajib pajak. Berikut ini beberapa kewajiban penting bagi Anda seorang PKP :

  1. Bagi Anda seorang pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, wajib bagi Anda untuk mengambil PPN/PPnBM yang terutang.
  2. Bagi Anda seorang pengusaha yang sudah terdaftar PKP, wajib untuk menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
  3. Setelah Anda mengambil dan menyetorkan , maka Anda wajib melaporkan SPT masa PPN/PPnBM yang terutang secara periodic.
  4. Setelah mengambil dan menyetorkan maka seorang pengusaha wajib pajak yang sudah PKP wajib hukumnya untuk melaporkan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang secara periodik.

Apabila bagi Anda sebagai pengusaha kecil non PKP dalam jangka waktu 1 tahun telah memiliki dan mencapai nilai omzet dengan besaran yang sudah ditentukan maka Anda pengusaha kecil harus melaporkan usahanya agar dikukuhkan sebagai PKP.

Namun apabila dalam jangka waktu 1 tahun buku peredaran bruto pengusaha yang sudah menjadi PKP tidak melebihi Batasan omzet yang sudah ditentukan, maka Anda sebagai seorang PKP dapat mengajukan permohonan untuk mencabut pengukuhan PKP usaha Anda.

Baca juga: PKP Pedagang Eceran Buat Faktur Pajak? Minimal Ada Keterangan ini.

Hak Pengusaha Kena Pajak

Bagi Anda yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, tidak akan hanya memiliki kewajiban saja, akan tetapi Anda akan mendapatkan hak-hak sebagai berikut ini :

  1. Anda dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan BKP/JKP.
  2. Anda dapat melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan pajak PPN yang Anda bayarkan.

Selain kewajiban dan hak diatas, dengan menjadi PKP maka Anda akan mendapatkan berbagai keuntungan lainnya, antara lain :

  1. Anda akan dianggap memiliki sistem yang baik dan legal dimata hukum.
  2. Anda akan dianggap sebagai pengusaha yang taat dan tertib dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
  3. Perusahaan Anda akan dianggap sudah besar, artinya status PKP juga dapat mempengaruhi dalam menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang tergolong besar.
  4. Anda dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah.
  5. Pola produksi dan investasi Anda juga dapat lebih baik, ini dikarenakan beban produksi dan investasi BKP/JKP dibebankan ke konsumen akhir.

Sedangkan apabila Anda masih berstatus non PKP, maka kewajiban, hak dan keuntungan diatas tidak akan Anda rasakan.

Baca juga: Status NPWP Aktif Tapi Tidak Berpenghasilan, Tetap Harus Bayar Pajak?

 

 

 

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00