Info

Faktur Pajak Tidak Dapat Dikreditkan??

Sudah tahu? Tidak semua pajak masukan bisa dikreditkan. Ada kalanya Faktur Pajak tidak dapat dikreditkan. Ketahui penyebab tidak bisa mengkreditkan Faktur Pajak Masukan. KWA Consulting akan mengulasnya untuk Sobat KWA alasan kenapa Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan.

Pemilik usaha yang bergerak di bidang jual-beli barang dan jasa kena pajak tentu tidak asing dengan istilah Pajak Masukan. Faktur Pajak ini sebagai komponen untuk mengkreditkan pajak.

 

Apa itu Pajak Masukan?

Menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009, pengertian Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP. Jadi, Pajak Masukan merupakan PPN yang dibayarkan PKP pada saat melakukan transaksi pembelian barang/jasa kena pajak.

 

PKP Pembeli akan menerima Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan oleh PKP Penjual barang/jasa kena pajak. Pada akhir penghitungan masa pajak, Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. Namun demikian, terdapat kondisi PKP menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan walau sudah dipotong PPN atau PPnBM pada saat membeli barang/jasa kena pajak.

 

Lalu, apa penyebab Faktur Pajak Masukan yang diperoleh PKP itu tidak dapat dikreditken dengan Faktur Pajak Keluaran?

Untuk mengetahui lebih lanjut alasan atau penyebab Faktur Pajak tidak dapat dikreditkan, terus simak penjelasan dari KWA Consulting tentang apa saja jenis Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh PKP.

 

Ketahui Aturan Mengkreditkan Faktur Pajak Masukan

Dari sedikit uraian di atas, maka dapat diartikan bahwa Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan adalah Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Faktur Pajak Keluaran. Seperti diketahui, ada syarat dan ketentuan berlaku untuk mengkreditkan Pajak Masukan yang diperoleh PKP.

Tapi, sebelum mengetahui aturannya, Anda harus paham terlebih dahulu apa itu faktur pajak? Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) PPN maupun PPnBM. Prinsip dasar mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam peraturan perundangan perpajakan, pada Pasal 9 UU PPN adalah:

1. Dikreditkan dalam Masa Pajak yang Sama

  • Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama

2. PKP yang berlum berproduksi

  • Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan

3. Mencantumkan identitas dalam Faktur pajak

Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan, yakni mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP yang paling sedikit memuat:

  • Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP/JKP
  • Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP
  • Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
  • PPN yang dipungut
  • Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
  • Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

4. Pajak Masukan yang belum sempat dikreditkan

  • Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaaan.

5. Faktur Pajak Masukan sesuai ketentuan berlaku

  • Menggunakan Faktur Pajak yang sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengkreditkan Pajak Masukan

 

Perlu dipahami, ketentuan tentang mengkreditkan Pajak Masukan telah diatur kembali melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Jadi, Pajak Masukan yang selain dalam kriteria prinsip mengkreditkan Faktur Pajak seperti yang diatur dalam ketentuan perundangan perpajakan di atas, maka Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan.

 

Jenis PPN atau Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan

Setelah mengetahui ketentuan pembuatan Faktur Pajak yang bisa dikreditkan, selanjutnya ketahui juga tentang alasan atau penyebab Pajak Masukan Faktur Pajak tidak dapat dikreditkan.

Berikut adalah jenis Faktur Pajak yang dibuat dari PPN atau Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 42/2009, di antaranya:

Baca juga: Gaji Rp5 Juta Kena Pajak, Berapa Potongan Pajaknya??

1. Perolehan BKP/JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP

Sebagaimana tertuang dalam dalam UU PPN ini, maka penjualan BKP maupun JKP berlangsung ketika perusahaan belum resmi dikukuhkan sebagai PKP jelas tidak dapat mengkreditkan Faktur Pajak.

Pengukuhan sebagai PKP menuntut sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

Meski seluruh dokumen dan persyaratan sudah lengkap, tetap ada proses yang wajib dilalui, seperti survei atau verifikasi oleh petugas tekait.

Proses ini pada umumnya dapat berlangsung antara 3-5 hari setelah seluruh persyaratan dilengkapi. Sementara, kegiatan usaha tetap harus berjalan.

Contoh,

Perusahaan AAA baru resmi dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 11 Mei 2021 dan berlaku surut sejak 10 Mei 2021. Ketentuan tersebut membuat perolehan Pajak Masukan sebelum tanggal 20 Mei 2021 tidak dapat dikreditkan.

Baca juga : Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat Pemeriksaan Bukper, Ini Detailnya

2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha

Penyebab Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berikutnya adalah karena perolehan BKP maupun JKP tidak punya kaitan langsung dengan kegiatan usaha.

Jenis pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut meliputi pengeluaran terkait kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, serta manajemen.

Selain meliputi kegiatan-kegiatan tersebut, pengeluaran wajib berkaitan dengan penyerahan PPN yang terutang.

 

3. Perolahan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan

Perolehan serta pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon ini Pajak Masukannya juga tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan ini tidak berlaku apabila sedan maupun wagon tersebut merupakan barang dagangan atau untuk disewakan pada pihak lain.

 

4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP

Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengukuhan resmi sebagai PKP juga tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan.

Penjelasan perihal poin ini kurang lebih serupa dengan poin pertama. Bedanya hanya pada objek yang dikenakan, yakni BKP tidak berwujud dan JKP yang berasal dari luar daerah pabean.

 

Baca Juga : Cara Atasi Error ETAX-40003 dan ETAXSERVICE-20017 pada e-Faktur 3.2

5. Perolehan BKP/JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan seperti mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP atau tidak mencantumkan identitas seperti nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP

Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku jelas Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan perihal Faktur Pajak dapat ditemukan dalam Pasal 13 ayat (5) UU No. 42 Tahun 2009.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Faktur pajak paling tidak harus memuat:

  • Nama, alamat, serta NPWP pihak yang melakukan penjualan maupun menerima BKP atau JKP,
  • Jenis barang/jasa
  • Jumlah harga jual atau penggantian
  • Potongan harga
  • PPN yang dipungut
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm) yang dipungut
  • Kode, nomor seri, serta tanggal pembuatan Faktur Pajak
  • Faktur pajak juga wajib dilengkapi dengan nama berikut tanda tangan pihak terkait

 

6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur DJP terkait penetapan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak

Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean yang Tidak Sesuai ketentuan Direktur Jenderal Pajak

Direktur Jenderal Pajak (DJP) punya kewenangan perihal dokumen yang memiliki kedudukan setara dengan Faktur Pajak.

Ketentuan tersebut yakni apabila faktur penjualan telah dikenal oleh masyarakat luas.

Adapun contoh dokumen yang dikenal oleh masyarakat luas diantaranya dapat berupa bukti kuitansi pembayaran telepon serta tiket pesawat udara dan lainnya.

 

Baca juga: Ketentuan Faktur Pajak Pengganti Diperbarui?

7. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak

Perolehan BKP atau JKP dengan Pajak Masukan ditagih melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Ada kalanya PKP baru membayar PPN atas BKP atau JKP usai ketetapan pajak diterbitkan secara resmi. Kondisi tersebut membuat Pajak Masukan juga tidak dapat dikreditkan.

 

8. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan

Perolehan BKP/JKP tanpa pelaporan dalam SPT Masa PPN yang baru ditemukan saat pemeriksaan jelas dalam UU PPN ini Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan ini sejalan dengan konsep self assesment yang menekankan kesadaran PKP untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha dalam SPT Masa PPN.

PKP bahkan diperkenankan memperbaiki surat tersebut apabila memang diperlukan.

SPT Masa PPN bisa jadi dibutuhkan ketika misalnya terjadi keterlambatan dalam penerimaan Faktur Pajak. Hal ini berpengaruh terhadap pencatatan Pajak Masukan pada Masa Pajak terkait.

Sebagaimana kita tahu, pengkreditan Pajak Masukan senantiasa disandingkan dengan Pajak Keluaran.

Keterlambatan dalam menerima Faktur Pajak bisa membuat perbedaan Masa Pajak antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Namun demikian, pengkreditan Pajak Masukan masih dapat dilakukan dalam jangka waktu maksimal 3 bulan, asalkan belum dibebankan sebagai biaya maupun tidak dikapitalisasi pada harga perolehan BKP atau JKP.

Pengkreditan juga tetap dapat dilakukan selama PKP belum mengalami pemeriksaan.

Contoh,

Pada Faktur Pajak tercatat Pajak Masukan atas perolehan BKP tertanggal 8 Mei 2021. Dengan demikian, Pajak Masukan tersebut paling lama dapat dikreditkan pada Masa Pajak Agustus 2021.

 

 

Kesimpulan

Pentingnya pemahaman mengenai aturan mengkreditkan Faktur Pajak Masukan membantu PKP memastikan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan dan memaksimalkan manfaat pajak yang dapat diklaim. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang peraturan ini dapat membantu PKP mengelola pajak secara efisien dan menghindari potensi ketidaksesuaian perpajakan.

Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

 

 

Gaji Rp5 Juta Kena Pajak, Berapa Potongan Pajaknya??

Benarkah Gaji 5 Juta Kena Pajak?

Hal pertama yang harus dilihat sebelum mengetahui benarkah gaji Rp5 juta kena pajak dan berapa besar potongan pajaknya, yakni mengetahui komponen untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Komponen untuk menghitung PPh 21 karyawan tersebut seperti status karyawan, apakah karyawan tersebut memiliki tanggungan atau tidak.

Sebab dari total jumlah gaji tersebut masih harus dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang hasilnya merupakan Penghasilan Kena Pajak yang akan dikalikan dengan tarif PPh 21.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pengenaan PPh Pasal 21 bertambah menjadi 6 layer dengan tarif tertinggi 35% untuk penghasilan lebih dari Rp5 miliar setahun.

Sedangkan tarif PPh 21 terendah 5% untuk layer atau rentang penghasilan paling sedikit Rp60 juta setahun.

Seperti diketahui, Upah Minimum Pekerja (UMP) pada 2023 tertinggi sebesar Rp4.900.798.

Maka, jika gaji Rp5 juta akan dikenakan pajak penghasilan pasal 21.

 

Baca Juga: PPH Jasa Konstruksi 2023: Tarif dan Cara Menghitung

Perhitungan Gaji Kena Pajak

Apabila gaji yang diterima Rp5 juta per bulan, maka total penghasilan selama satu tahun sebesar Rp60 juta.

Maka, perhitungan pajak penghasilannya sebagai berikut:

Penghasilan sebulan = Rp5 juta

Penghasilan setahun = Rp5 juta x 12 bulan = Rp60 juta

PTKP = Rp54 juta (TK/0 atau tidak kawin dan tidak punya tanggungan)

 

Penghasilan Kena Pajak:

= Penghasilan setahun – PTKP

= Rp60 juta – Rp54 juta

= Rp6 juta

Besar PPh 21 (setahun):

= Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh 21

= Rp6 juta x 5%

= Rp300 ribu/tahun

Besar PPh 21 (sebulan):

= PPh 21 setahun : 12 bulan

= Rp300 ribu : 12

= Rp25 ribu/bulan

Baca Juga: PPH Jasa Konstruksi 2023: Tarif dan Cara Menghitung

Bagaimana jika Gaji Rp5 Juta tapi Punya Tanggungan?

Bagaimana perhitungan gaji 5 juta kena pajak bagi karyawan yang memiliki tanggungan?

Dari ilustrasi perhitungan di atas, apabila karyawan tersebut memiliki tanggungan, maka perhitungan pajaknya seperti berikut:

PTKP = Rp58,5 juta (TK/1 atau tidak kawin dan punya 1 tanggungan)

Penghasilan Kena Pajak:

= Penghasilan setahun – PTKP

= Rp60 juta – Rp58,5 juta

= Rp1,5 juta

Besar PPh 21 (setahun):

= Rp1,5 juta x 5%

= Rp75 ribu/tahun

Besar PPh 21 (sebulan):

= Rp75 ribu : 12 bulan

= Rp6.250/bulan

 

KESIMPULAN

Dari pernyataan diatas memberikan pemahaman yang cukup jelas mengenai perhitungan PPh 21 pada gaji bulanan sebesar Rp5 juta, dan menyoroti bahwa tingkat pajaknya tidak terlalu memberatkan. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat Pemeriksaan Bukper, Ini Detailnya

Pemerintah menetapkan hak dan kewajiban wajib pajak saat menghadapi pemeriksaan bukti permulaan. Hak dan kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 177/2022.

Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

"Pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana perpajakan," bunyi Pasal 1 nomor 9 PMK 177/2022, dikutip pada Rabu (6/12/2023).

 

Baca Juga UMKM Ingin Konsultasi tentang Pajak? DJP Sediakan WA Bot UMKM

 

Berdasarkan PMK 177/2022, terdapat 5 kewajiban yang harus dipenuhi orang pribadi atau badan saat dilakukan pemeriksaan bukper.

Pertama, memberikan kesempatan kepada pemeriksa bukper untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik.

Kedua, memberikan kesempatan kepada pemeriksa bukper untuk memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan bahan bukti.

Ketiga, memperlihatkan dan/atau meminjamkan bahan bukti kepada pemeriksa bukper.

Keempat, memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pemeriksa bukper. Kelima, memberikan bantuan kepada pemeriksa bukper guna kelancaran pemeriksaan bukper.

Baca Juga PPH Jasa Konstruksi 2023: Tarif dan Cara Menghitung

 

"Kewajiban orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper dikecualikan dalam pemeriksaan bukper secara tertutup," demikian penggalan Pasal 8 ayat (6) PMK 177/2022.

Sementara itu, terdapat 4 hak yang dimiliki orang pribadi atau badan saat diperiksa oleh pemeriksa bukper.

Pertama, melihat kartu tanda pengenal pemeriksa bukper.

Kedua, menerima kembali bahan bukti yang telah dipinjam ketika pemeriksaan bukper selesai dilaksanakan.

Ketiga, meminta pemeriksa bukper menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan bukper, surat pemberitahuan surat perintah pemeriksaan bukper perubahan, surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan bukper.

 

Baca Juga Ada 3 Opsi Penghitungan Pajak Bagi WP Beromzet di Bawah Rp4,8 Miliar

 

Kemudian, meminta pemeriksa bukper menyampaikan pemberitahuan hasil pemeriksaan bukper, pemberitahuan tindak lanjut pemeriksaan bukper, atau pemberitahuan perubahan tindak lanjut pemeriksaan bukper.

Keempat, melihat surat perintah pemeriksaan bukper atau surat perintah pemeriksaan bukper perubahan. Untuk diperhatikan, hak orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper tersebut dikecualikan dalam pemeriksaan bukper secara tertutup. (rig)

 

KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas, pemeriksaan bukti permulaan menjadi faktor penting dalam mengatasi dugaan tindak pidana perpajakan, dan regulasi seperti PMK No. 177/2022 memberikan landasan hukum yang jelas untuk melindungi hak dan kewajiban wajib pajak selama proses pemeriksaan.

Nah itulah informasi Tentang Pemeriksaan bukti permulaan (Bukper), Diharapkan informasi tersebut bisa membantu Anda untuk lebih mengenal dan memahami tentang Perpajakan. Bila Bisnis owner masih bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! jadi tunggu apalagi?? Hubungi kami sekarang juga ya!

NPWP Badan Baru Terdaftar Akhir Tahun, SPT Tahunan Tetap Dilaporkan?

Wajib pajak badan perlu memahami bahwa kewajiban perpajakan sudah berjalan begitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)-nya terdaftar. Kewajiban perpajakan ini mencakup pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh badan. Dalam hal NPWP baru terdaftar di pertengahan tahun atau bahkan menjelang akhir tahun maka SPT Tahunan atas tahun pajak tersebut tetap perlu dilaporkan. "Misalnya untuk SPT Tahunan badan 2023, tetap harus dilaporkan oleh wajib pajak badan meskipun NPWP-nya baru terdaftar pada akhir November 2023," tulis contact center Ditjen Pajak (DJP) menjawab pertanyaan netizen, Rabu (6/12/2023).

Apabila wajib pajak badan memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b (syarat subjektif). Pasal 4 (syarat objektif) UU 7/1983 s.t.d.t.d UU 7/2021, wajib pajak badan memiliki kewajiban perpajakan dasar.

Kewajiban perpajakan dasar tersebut mencakup menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan operasional atau bisa dikatakan tidak memiliki penghasilan wajib melaporkan SPT-nya dengan nominal nihil setiap akhir tahun.

Sesuai dengan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyampaian SPT Tahunan wajib pajak badan harus disampaikan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.

Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) UU KUP, dirjen pajak dapat menerbitkan STP, salah satunya jika wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. Adapun penyampaian SPT Tahunan PPh badan yang terlambat akan dikenai denda Rp1 juta. (sap)

 

KESIMPULAN

Wajib pajak badan harus melaporkan SPT Tahunan PPh, meskipun NPWP baru terdaftar di pertengahan atau akhir tahun. Kewajiban ini termasuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak, bahkan jika penghasilan nihil. Penyampaian SPT Tahunan dilakukan paling lambat 4 bulan setelah tahun pajak berakhir, dan keterlambatan bisa berakibat pada denda Rp1 juta.

Jadi, Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera lapor SPT tahunan sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

 

Begini Kelebihan Menjadi PKP, Non PKP Jangan Iri!

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM), Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Sedangkan, Pengusaha Kena Pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN dan PPnBM. 

 

Kenali PKP Dan Non PKP

Perbedaan PKP dan non PKP yang paling utama yaitu terletak dari batasan jumlah penghasilan bruto atau omzet. Hal ini menjadi dasar adanya perbedaan PKP dan non PKP dalam hal ketentuan kewajiban perpajakan. Batasan jumlah peredaran bruto atau omzet diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN, pengusaha wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, disetujui hingga beberapa bulan terakhir buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000. Setelah dikukuhkan menjadi PKP, maka kewajiban perpajakan menjadi bertambah yaitu wajib melakukan pemungutan, penyetoran, pelaporan PPN yang terutang atas transaksi yang dilakukan. Karena penghasilan Wajib Pajak diatas Rp 4,8 miliar maka dalam menghitung Pajak Penghasilan Tahunan menggunakan tarif Pasal 17 atau Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan non PKP merupakan perusahaan yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak karena penghasilan bruto yang dimiliki masih dibawah Rp 4,8 miliar. Namun perusahaan non PKP dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP meskipun omzet/penghasilan bruto masih dibawah Rp 4,8 miliar. Perusahaan non PKP disebut juga sebagai pengusaha. Lantas apa saja fungsi pengusaha yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak?

(Baca juga: Cari tau perbadaan PKP dan non PKP)

 

Fungsi Dan Kelebihan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Jika dilihat berdasarkan peraturan perpajakan, dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, fungsi  pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yaitu:

  1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak
  2. Melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
  3. Pengawasan administrasi perpajakan

Sedangkan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak jika dilihat dari sisi kelebihannya, diantaranya:

  1. Pengusaha Kena Pajak berupa Orang Pribadi maupun Badan dianggap legal secara hukum dan taat pajak.
  2. Mudah untuk melakukan transaksi dengan instansi pemerintah dan likuiditas usaha
  3. Dianggap sebagai pengusaha besar dengan kredibilitas yang tinggi sehingga pengusaha mudah bekerja sama dengan perusahaan lain. Sehingga Memilih menjadi PKP dapat membuka akses kerjasama dengan perusahaan besar
  4. Memilih menjadi PKP berarti memilih untuk mengadministrasikan PPN. Setiap transaksi, Wajib Pajak wajib untuk menerbitkan faktur pajak dan terdapat nilai PPN 10% pada setiap invoice. Sehingga dengan menjadi PKP dapat membantu atau berkontribusi kepada pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak sebagai sumber pemasukan negara.

Sebagai pengusaha kena pajak, Anda dapat mengelola pajak perusahaan Anda melalui aplikasi KWA Consulting agar lebih mudah dan efisien. 

Jangan lupa kelola pajak Anda!

Sebagai pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang memiliki omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar, memiliki kewajiban untuk membayar pajak UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet sebulan dan dilaporkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Namun, saat ini banyak sekali UMKM yang kurang melek pajak, padahal jika anda tidak membayar pajak dan usaha Anda terdeteksi oleh petugas pajak maka petugas pajak dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan dan menentukan pajak yang harus Anda bayar yang terutang maksimal selama 5 tahun kebelakang selama Anda tidak membayar pajak. Untuk menghindarinya, maka Anda dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP jika memang belum punya NPWP.

Pendaftaran NPWP harus dilakukan paling lama 1 bulan setelah kegiatan usaha UMKM mulai dilakukan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri paling lama 1 bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan. Namun jika usaha tersebut berbentuk badan, maka wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan setelah saat pendirian. Oleh karena itu, setelah memiliki NPWP pengusaha UMKM memiliki kewajiban untuk menghitung, menyetor dan melapor pajak UMKM berupa SPT Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan.

Pelaporan pajak UMKM yang dimiliki oleh orang pribadi tersebut dilakukan paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dimana pada umumnya jatuh pada setiap bulan Maret. Adapun jika terlambat dilaporkan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan bayar pajak dan denda Rp 100.000 atas keterlambatan. Namun jika Pajak tersebut tidak juga dilaporkan, maka Wajib Pajak tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Namun jika UMKM tersebut dimiliki oleh suatu badan, maka pelaporan SPT PPh Tahunannya dilakukan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dimana pada umumnya jatuh pada setiap bulan April. Adapun jika terlambat dilaporkan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan bayar pajak dan denda Rp 1.000.000 atas keterlambatan.

 

 

KESIMPULAN

Menjadi PKP tidak hanya membawa tanggung jawab pajak yang lebih besar tetapi juga memberikan sejumlah keuntungan yang dapat meningkatkan keberlanjutan dan kredibilitas bisnis. Sementara itu, baik PKP maupun non-PKP perlu memahami dan mematuhi regulasi pajak yang berlaku agar dapat berkontribusi secara positif pada pembangunan ekonomi dan keuangan negara. 

Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera lapor Pajak sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

 

Perbedaan Faktur Pajak Pengganti Vs Faktur Pajak Batal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pasal 1 angka 23, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Dalam hal ini terdapat istilah faktur pajak pengganti dan faktur pajak batal. Apa bedanya? KWA Consulting akan mengulasnya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Apa itu faktur pajak pengganti?

Sesuai dengan namanya, faktur pajak pengganti diterbitkan oleh Wajib Pajak. Jadi, bila ada kesalahan dalam proses penginputan alamat, jumlah, ataupun nama barang, sehingga diperlukan adanya pembuatan faktur pajak pengganti.

Artinya, nomor seri faktur pajaknya pun juga sama dengan faktur pajak normal. Hanya saja pada kode faktur pajaknya yang akan berubah yang sebelumnya faktur pajak normal dengan kode (010) berubah menjadi faktur pajak pengganti dengan kode (011).

Adapun tanggal yang akan digunakan untuk faktur pajak pengganti ini bukan tanggal saat pembuatan faktur pajak pertama kali dibuat, melainkan tanggal dibuatnya faktur pajak penggantinya. Ini membuat akan adanya kewajiban membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN pembetulan, jika sebelumnya atas masa itu sudah di laporkan yang akan dilakukan oleh PKP sebagai penjual maupun pembeli. Sebagai catatan, pembetulan SPT Masa PPN bisa dilakukan, bila belum melewati pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Apa itu faktur pajak batal?

Faktur pajak batal ini disebabkan adanya transaksi yang dibatalkan. Penyebab adanya pembatalan transaksi tentu beragam, misalnya adanya kesalahan memasukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau PKP pembeli membatalkan pembelian transaksinya.

Jika PKP membuat faktur pajak batal, maka faktur pajak itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Maka, PKP penjual sebaiknya segera memberitahukan kepada pihak pembeli jika ada faktur pajak batal dan sebaiknya penjual harus mempunyai bukti bahwa dari pembeli menyatakan transaksi itu telah di batalkan. Faktur pajak batal dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN sudah dilaporkan.

Dengan demikian, konsekuensi adanya faktur pajak yang batal adalah kemungkinan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan  akan menjadi lebih bayar bagi pihak penjual. Namun, lebih bayar itu bisa di kompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Di lain sisi, bagi pihak pembeli, dengan adanya faktur pajak batal itu dan sudah dilaporkan akan membuat SPT Masa PPN menjadi kurang bayar dan kurang bayar ini harus dibayarkan oleh pembeli saat pembetulan. Dengan adanya kurang bayar saat pembetulan sebagai pihak pembeli bisa dikenai Surat Tagihan Denda dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas kondisi pembetulan yang mengakibatkan kurang bayar dengan denda sebesar 2 persen dari nilai kurang bayar.

Artinya, kondisi ini akan merugikan pihak pembeli. Namun, berbeda kondisinya jika memang dari pihak pembeli yang memang ingin membatalkan transaksi, biasanya kemungkinan SPT Masa PPN ini belum dilaporkan dan untuk peraturan perundang-undangan silahkan melihat ketentuan yang ada pada PER-24/PJ/2012.


KESIMPULAN

Dalam kedua situasi ini, penting untuk memahami implikasi perpajakan dan melibatkan pihak yang berwenang agar proses koreksi atau pembatalan dapat dilakukan dengan benar. Kesalahan dalam pelaporan perpajakan dapat berpotensi menimbulkan konsekuensi yang merugikan, terutama bagi pembeli yang mungkin akan terkena denda jika ada kekurangan pembayaran yang tidak diatasi dengan tepat waktu.

Jadi, Jangan sampai tunggu dapat surat peringatan ya! Bisnis owner harus Segera lapor Pajak sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan. Kalau Bisnis owner bingung dan gak punya waktu, KWA Consulting bisa bantu! Yuk buruan konsultasi dengan kami sekarang!!

 

 

KWA Consulting adalah salah satu perusahaan Jasa konsultan Pajak professional di Indonesia yang menyediakan layanan dengan cakupan luas di bidang konsultasi Pajak, Akutansi, Keuangan dan Pembukuan Perusahaan.
Contact Detail
Whatsapp: +62 81808328841
Email: admin@kwa-consulting.id
Podomoro Golf View Tower Dahoma

Jl. Raya Bojong Nangka, Bojong Nangka, Kec. Gn. Putri, Kabupaten Bogor 16963.

Office Hour

Monday - Friday,
08:00 17:00