Plastik dan MBDK Kembali Masuk Target Penerimaan Cukai 2024!!
Cukai merupakan suatu bentuk pungutan atau pembayaran yang dikenakan oleh pemerintah terhadap penduduknya atau entitas lain sebagai sumber pendapatan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sistem cukai merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur keuangan negara dan mencapai tujuan ekonomi tertentu.
Sistem penerapan cukai harus dirancang dengan hati-hati agar tidak memberikan beban berlebihan kepada masyarakat atau merugikan perekonomian. Desain cukai yang baik mempertimbangkan prinsip keadilan, efisiensi ekonomi, dan dampak sosial. Selain itu, kebijakan cukai juga harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memastikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dalam beberapa kasus, cukai juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi. Misalnya, pemerintah dapat mengenakan tarif cukai yang lebih tinggi pada pendapatan tinggi atau melalui pengenaan pajak warisan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara kelompok-kelompok masyarakat.
Baca juga: ASPEK PERPAJAKAN UNTUK BISNIS RESTORAN
Cukai juga dapat digunakan sebagai alat kebijakan untuk mencapai tujuan sosial dan lingkungan. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberlakukan cukai lingkungan pada produk-produk yang berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti plastik sekali pakai atau bahan bakar fosil.
Hal ini bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku konsumen menuju produk yang lebih ramah lingkungan dan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa contoh jenis barang yang dikenakan cukai karena dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan adalah produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
Dalam Undang-Undang APBN 2024, target cukai ditetapkan senilai Rp246,07 triliun atau naik 8,3% dari target tahun 2023 yang tercantum dalam Perpres 76/2023 yakni senilai Rp227,21 triliun. Kontributor terbesar dari target cukai tetap sama yakni hasil tembakau dengan target penerimaan mencapai Rp230,4 triliun atau naik sekitar 5,4% dari target tahun ini yakni Rp218,69 triliun.
Selanjutnya, etil alkohol menargetkan penerimaan Rp104,28 miliar atau turun skeitar 13,3% dari target ini yang senilai Rp127,41 miliar. Sedangkan, untuk minuman yang mengandung etil alkohol target penerimaannya sebesar Rp9,33 triliun atau naik sekitar 12,4% dari target tahun ini sebesar Rp8,3 triliun.
Selain ketiga produk yang dikenakan cukai tersebut, pemerintah kembali menargetkan penerimaan cukai dari produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2024. Target penerimaan kedua produk ini, sebenarnya sempat masuk ke dalam Perpres 130/2022, namun kemudian dijadikan Rp0 melalui Perpres 75/2023.
Artinya, tahun ini penerapan pengenaan cukai kepada produk plastik dan MBDK ditunda oleh pemerintah. Penundaan pada tahun ini disebut-sebut, karena pemerintah masih dalam proses pengkajian terhadap penerapan cukai ke dua produk tersebut.
Tahun 2024, target penerimaan cukai produk plastik sebesar Rp1,84 triliun atau naik 87,8% dari Perpres 130/2022 yaitu senilai Rp980 miliar. Sementara untuk produk MBDK, target penerimaan pada tahun 2024 mendatang senilai Rp4,38 triliun atau naik sekitar 42,2% dari target pada Perpres 130/2022 senilai Rp3,08 triliun.
Baca juga: BARANG DAN JASA KENA PAJAK
Sebelum dituangkan dalam Undang-Undang, wacana pengenaan cukai kepada produk plastik dan MBDK masih berada dalam proses pematangan. Salah satu pertimbangan kebijakan ini adalah dinamika perekonomian nasional dan global. Hingga pada Undang-Undang APBN 2024, pengenaan cukai kepada kedua produk ini Kembali dicantumkan.
Banyak alasan mengapa produk plastik harus dikenakan cukai, salah satu faktor utamanya adalah masalah pencemaran lingkungan. Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar, menilai komponen plastik sangat layak untuk dikenakan cukai. Hal ini disebabkan, karena plastik akan menimbulkan dampak langsung kepada pencemaran lingkungan yang dinilai dari aspek substantif maupun aspek budgetair.
Sementara itu, untuk pengenaan cukai terhadap produk MBDK meneurt Fajry sudah tepat, karena dinilai dari aspek kesehatan, MBDK memiliki implikasi langsung kepada penyakit diabetes dan obesitas yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Jika dinilai dari sisi keuangan, menurut Fajry kebijakan ini juga sudah tepat. Hal ini dikarenakan, penerimaan cukai selama ini hanya mengandalkan dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai dari rokok. Menurut Fajry, butuh sumber barang kena cukai (BKC) baru mengingat tren industri tembakau yang terus mengalami penurunan seiring dengan menurunnya tangka prevalensi perokok di Indonesia.
Akan tetapi, Fajry menilai potensi penerimaan cukai produk plastik dan MBDK tidak akan sebesar rokok. Oleh karena itu, pengenaan cukai kepada kedua produk tersebut merupakan bentuk pengendalian dari sisi lingkungan dan kesehatan saja.
Pada kenyatannya, pengenaan cukai atau pajak terhadap minuman berpemanis sudah diterapkan di berbagai negara. Menurut riset Bank Dunia berjudul ‘Taxes on Sugar-Sweetened Beverages: International Evidence and Experiences’ pada tahun 2020, banyak negara yang sukses menerapkan pajak atau cukai kepada produk MBDK, salah satunya adalah Afrika Selatan.
Afrika Selatan berhasil mengumpulkan cukai MBDK sekitar US$140 juta atau US$2,5 per kapita pada pelaksanaan di tahun pertama. Sementara Portugal berhasil mengumpulkan US$90 juta atau US$9 per kapita dari pengenaan cukai MBDK. Jika dilihat dari pengalaman beberapa negara, penerapan cukai atau pajak minuman berpemanis juga akan membuat penjualan dan pembelian berkurang di pasar.
Contoh lainnya adalah Arab Saudi. Negara ini berhasil menurunkan 58% penjualan minuman energi pada tahun pertama setelah penerapan cukai 100% kepada produk tersebut. Akan tetapi, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak seperti ini khususnya kepada produsen MBDK. Jangan sampai kebijakan ini membuat satu atau beberapa pihak merasa dirugikan.
KESIMPULAN
Dalam rangka mencapai tujuan fiskal dan lingkungan, pemerintah Indonesia menerapkan sistem cukai dengan target Rp246,07 triliun pada 2024. Fokusnya pada hasil tembakau, serta pengenaan cukai pada plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) sebagai langkah lingkungan. Meski diharapkan mendatangkan pendapatan baru, perlu kewaspadaan terhadap potensi dampak negatif dan perlunya transparansi dalam implementasi kebijakan cukai.