
Apa itu PPh Pasal 23?
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, atau penghargaan, kecuali yang sudah dikenakan PPh Pasal 21. Pajak ini dipotong oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada pihak yang menerima penghasilan.
Tarif PPh 23 bervariasi tergantung pada jenis transaksi dan status wajib pajak yang terlibat. Jika penerima penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif yang dikenakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki NPWP.
Untuk diketahui, seiring pembaruan sistem pajak Direktorat Jenderal Pajak dalam coretax system, identitas pajak orang pribadi menggunakan nomor induk kependudukan.
Dasar Hukum PPh 23
Beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum PPh 23 antara lain:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang telah mengalami beberapa perubahan hingga UU No. 36 Tahun 2008, yang mengatur pengenaan PPh 23 atas yang dipotong saat transaksi.
- Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) No. 7 Tahun 2021, yang mengharmonisasi regulasi perpajakan, termasuk ketentuan pemotongan dan tarif pajaknya.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 tentang jenis jasa lain yang dikenakan PPh 23.
- PMK No. 69/PMK.03/2022, yang mengatur pajak atas teknologi finansial (fintech), termasuk pinjaman online (P2P lending).
Aturan Pengecualian Terkait Jasa Lain PPh 23
Selain peraturan di atas, terdapat juga beberapa pembaruan aturan dengan pengecualian terkait jasa lain PPh 23.
Sebelumnya, jasa lain ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 244/PMK.03/2008. Aturan ini kemudian diperbarui dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.
Pasal 1 PMK Nomor 141/PMK.03/2015
“Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat 1 Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.”
Berdasarkan peraturan di atas, jasa lain yang telah diatur dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tidak dilakukan pemotongan PPh 23 jika jasa yang dimaksud tersebut sudah terlebih dahulu dipotong PPh 21.
Pasal 2 PMK Nomor 141/PMK.03/2015
“Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dalam hal imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.”
Berdasarkan hal di atas, maka jasa lain yang sudah dikenai PPh Final akan dilakukan pemotongan PPh 23. Misalnya saja jasa lain terkait dengan jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel.
Disebutkan bahwa jasa lain tersebut akan dipotong PPh Pasal 23 apabila yang melakukan jasa tersebut selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi. Karena bila demikian akan dipotong PPh Pasal 4 Ayat 2 jasa konstruksi.
Objek PPh 23
Objek pajak PPh 23 mencakup berbagai jenis penghasilan, antara lain:
- Dividen, bunga, dan royalti.
- Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya.
- Sewa dan penghasilan terkait penggunaan aset.
- Jasa teknik, manajemen, konstruksi, dan konsultasi.
- Jasa lainnya sesuai ketentuan PMK No. 141/PMK.03/2015.
Pengecualian PPh 23
Tidak semua penghasilan dikenakan PPh 23. Berikut adalah beberapa jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan pajak ini:
1. Pembayaran kepada bank, baik secara langsung maupun berulang.
2. Sewa dalam sewa guna usaha dengan hak opsi tidak dikenakan PPh 23.
3. Dividen atau laba yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD, jika berasal dari:
- Cadangan laba yang ditahan dan kepemilikan sahamnya minimal 25% dari modal yang disetor.
- Bagian laba yang diterima anggota dari badan usaha tertentu, seperti perseroan komanditer, firma, atau koperasi.
- Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
- Penghasilan dari jasa keuangan yang berperan sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan.
Dengan pengecualian ini, beberapa transaksi keuangan tidak dikenakan pemotongan PPh 23 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Subjek PPh Pasal 23
Pihak yang dikenakan pemotongan PPh 23 adalah:
A. Pihak yang penghasilannya dipotong PPh 23
Penerima penghasilan (wajib pajak dalam negeri, baik perorangan maupun badan, serta Bentuk Usaha Tetap atau BUT).
B. Pihak yang memotong PPh 23
Pemotong pajak (badan pemerintah, perusahaan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, dan bentuk usaha tetap).
1. Pemotong PPh 23 Bentuk Badan
- Badan pemerintah
- Subjek pajak badan dalam negeri
- Penyelenggara kegiatan
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
- Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
2. Pemotong PPh 23 oleh Orang Pribadi
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23.
Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia.
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak untuk memotong PPh 23 sesuai dengan KEP-50/PJ/1994, yaitu:
- Akuntan
- Arsitek
- Dokter
- Notaris
- Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
- Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.
Baca Juga: Simak Cara Mengatasi Error 'Unregistered Jar2Exe' pada E-Faktur 4.0"
Tarif PPh Pasal 23
Jika wajib pajak yang dipotong pajaknya tidak memiliki NPWP, tarif pajak yang dikenakan akan lebih tinggi hingga 100% dari tarif normal.
Tarif pajak yang dikenakan pada PPh 23 tergantung pada jenis objek pajaknya:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto untuk:
- Dividen (kecuali kepada wajib pajak orang pribadi, dikenakan final).
- Bunga dan royalti.
- Hadiah, penghargaan, dan bonus (selain yang sudah dipotong PPh 21).
2. Tarif 2% dari jumlah bruto untuk:
- Sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan aset (kecuali sewa tanah dan bangunan).
- Imbalan jasa teknik, manajemen, konstruksi, dan konsultasi.
- Jasa lainnya sesuai dengan ketentuan PMK No. 141/PMK.03/2015.
3. Tarif khusus untuk fintech berdasarkan PMK No. 69/PMK.03/2022:
- Fintech dalam negeri: 15%.
- Fintech luar negeri: 20%.
4. Tarif lebih tinggi untuk yang tidak memiliki NPWP:
- 30% untuk dividen, bunga, dan royalti.
- 4% untuk jasa tertentu.
- 50% untuk hadiah atau undian.
Contoh Perhitungan PPh 23
PT XYZ melakukan pembayaran royalti kepada tiga desainer pada Januari 2025:
- Tuan A (NPWP) menerima Rp35.000.000.
- Tuan B (NPWP) menerima Rp25.000.000.
- Tuan C (tanpa NPWP) menerima Rp5.000.000.
Perhitungan PPh 23:
- Tuan A: 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000
- Tuan B: 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000
- Tuan C: 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
Karena Tuan C tidak memiliki NPWP, tarifnya naik dua kali lipat menjadi 30%:
- 30% x Rp5.000.000 = Rp1.500.000
Setelah pemotongan pajak, pihak penerima akan mendapatkan bukti potong pajak sebagai dokumentasi pelaporan SPT Tahunan.
Pengecualian PPh 23 Final
Pengecualian PPh 23 final adalah jumlah bruto yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada WP di dalam negeri atau bentuk usaha tetap, namun ini tidak termasuk:
- Pembayaran gaji atau payroll, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan pekerjaan yang dilakukan.
- Pembayaran untuk pembelian barang atau material yang dibuktikan dengan faktur pembelian.
- Pembayaran pada pihak kedua (perantara), yang selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga.
- Pembayaran penggantian biaya (reimbursement).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku untuk kondisi seperti berikut:
- Penghasilan yang dibayarkan untuk jasa katering.
- Penghasilan yang dibayarkan untuk jasa, yang dikenakan pajak yang bersifat final.
- Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan.
- Pembayaran kepada penyedia jasa atau pengadaan barang atau material terkait jasa yang diberikan.
- Pembayaran jasa kepada pihak ketiga.
- Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement.
Wajib Membuat Bukti Potong PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 biasanya terjadi ketika ada transaksi antara pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) dengan yang menerima penghasilan (seperti penjual atau pemberi jasa).
Pemberi penghasilan selanjutnya akan memotong dan melaporkan pajak yang akan dipotong tersebut ke negara.
Sebagai pemotong Pajak Penghasilan pasal 23, maka wajib membuat Bukti Potong pajak dan menyerahkan bukti potongnya kepada lawan transaksi atau pihak yang telah dipotong pajak penghasilan tersebut.
Pembuatan bukti potong PPh Pasal 23 dan pelaporan SPT Masa ini juga dapat KWA Consulting bantu!
Jatuh tempo pelaporan Pajak Penghasilan PPh 23 ini setiap tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23. Berikut kode akun pajak & jenis setoran antara lain :

Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) dikenakan atas penghasilan tertentu di Indonesia, seperti dividen, royalti, bunga, sewa, dan jasa tertentu. Pemotongan pajak ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan, dan tarifnya bervariasi berdasarkan jenis transaksi serta status wajib pajak (dengan atau tanpa NPWP). PPh 23 diatur oleh sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 7 Tahun 1983 (yang telah direvisi), UU HPP No. 7 Tahun 2021, serta PMK terkait. Objek PPh 23 meliputi dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa, jasa teknik, dan jasa lainnya. Beberapa pengecualian dari PPh 23 termasuk pembayaran kepada bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi. Pemotong pajak bisa berupa badan pemerintah, perusahaan, dan bentuk usaha tetap, serta beberapa wajib pajak pribadi yang ditunjuk. Pajak yang dikenakan bisa lebih tinggi bagi wajib pajak tanpa NPWP. PPh 23 juga memiliki kewajiban untuk membuat bukti potong dan melaporkan pemotongan tersebut melalui aplikasi yang tersedia. Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??
