Pemerintah secara resmi telah merilis peraturan baru yang menjadi petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Pedoman tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.
PMK Nomor 168 Tahun 2023 ini menggantikan PMK Nomor 252 Tahun 2008 yang sekaligus sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru diluncurkan pemerintah.
Berikut rangkuman ketentuan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 menurut PMK Nomor 168 Tahun 2023:
PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap
• Pasal 15 ayat (1) dan (2) PMK 168/2023 menyebutkan tarif efektif bulanan diterapkan untuk penghitungan PPh Pasal 21 per masa, sedangkan tarif Pasal 17 PPh digunakan untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Ketentuan itu juga berlaku untuk pensiunan dan pegawai yang berhenti di pertengahan tahun.
• Tarif efektif bulanan digunakan untuk setiap mas apajak dan penghitungan ulang menggunakan tarif progresif dilakukan untuk masa pajak terakhir, yaitu masa saat pegawai berhenti bekerja (resign).
• Kewajiban pajak subjektif untuk pegawai tetap baru akan dimulai setelah bulan Januari atau sebelum berakir bulan Desember, penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Pajak dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan di dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap
• PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap dengan penghasilan rata-rata harian sampai dengan Rp2.500.000, akan dihitung menggunakan tarif efektif harian
• Jika lebih dari Rp2.500.000, PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.
• Pegawai tidak tetap yang menerima/memperoleh penghasilan secara bulanan, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan denfan penghasilan bruto dalam masa pajak yang bersangkutan.
Baca Juga : Begini Kelebihan Menjadi PKP, Non PKP Jangan Iri!
PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai
• PMK 168/2023 tidak lagi membedakan antara bukan pegawai/tenaga ahli yang menerima penghasilan berkeseinambungan dengan tidak berkesinambungan.
• Untuk kategori bukan pegawai seperti tenaga ahlidan orang pribadi yang memberikan jasa, ada penegasan PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas jasa.
• Selain jasa katering, penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah jumlah penghasilan di luar pembelian material, pembayaran upah kepada pihak lain yang dikerjakan, atau pembayaran kepada pihak ketiga.
• PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif progresif sesuai dengan Pasal 17 UU PPh.
• Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah 50% dari penghasilan bruto
• Tarif pemotongan untuk setiap masa didasarkan pada jumlah penghasilan bruto yang diterima di masa tersebut, tidak lagi ditentukan berdasarkan penghasilan kumulatif dengan masa sebelumnya.
Zakat Dapat Menjadi Pengurang dalam Menghitung PPh Pasal 21
• PMK 168/2023 menegaskan bahwa pemberi kerja bisa memperhitungkan zakat yang dibayarkan pegawai/pensiunan sebagai pengurang. Ini merupakan pengaturan baru karena sebelumnya komponen zakat hanya dihitung sebagai pengurang dalam SPT Tahunan PPh.
• Ketentuan tersebut berlaku juga untuk sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia selama dibayarkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah.
Kelebihan Pembayaran Wajib Dikembalikan Kepada Pegawai
• Perusahaan dapat memberikan kompensasi jika terjadi kelebihan pemotongan.
• Pengembalian pembayaran dilakukan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir
• Di sisi pemberi kerja/pemotong, jika terdapat kelebihan penyetoran, pemberi kerja dapat melakukan kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dengan PPh Pasal 21 atau 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.
Pemotongan PPh Pasal 21 Lainnya
• PPh Pasal 21 untuk dewan komisaris atau dewan pengawas yang menerima penghasilan secara tidak teratur, dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto dalam satu masa pajak
• PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan bruto. Jika yang menerima adalah pegawai tetap, penghasilan digabungkan dengan penghasilan lain dan dihitung dengan mekanisme untuk pegawai tetap.
• PPh Pasal 21 bagi pegawai yang melakukan penarikan dana pensiun, dihitung menggunakan tarif PPh
Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan bruto dalam satu masa pajak
• PPh Pasal 21 untuk mantan pegawai, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan bruto dalam satu masa pajak.
Baca Juga : Pengenaan Pajak Atas Transaksi Elektronik di Platfrom E-Commerce
KESIMPULAN
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan proses perhitungan pajak menjadi lebih jelas dan sesuai dengan jenis pekerjaan serta status pegawai. Pemberlakuan zakat dan sumbangan keagamaan sebagai pengurang juga menjadi langkah positif untuk mendukung kegiatan keagamaan yang diakui oleh pemerintah.
Bagi bisnis owner yang sedang mencari layanan konsultan pajak terbaik untuk mengurusi kesulitan Masalah Perpajakan lainnya, kwa-consulting.id merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena layanan konsultan pajak ini sudah berpengalaman dan terpercaya. Selain itu, juga memiliki rekam jejak yang baik.Yuk buruan konsultasi dengan kami, tunggu apa lagi??